Anda di halaman 1dari 27

UPAYA MENINGKATKAN KETRAMPILAN BERBICARA

MENGGUNAKAN METODE SOSIODRAMA


PADA MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA
DI KELAS IV SD NEGERI 2 PEDES
ARGOMULYO SEDAYU BANTUL

Oleh
NANDA PUSPITA SARI
NPM. 15144600203

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembelajaran Bahasa Indonesia secara formal mencakup pengetahuan
kebahasaan dan ketrampilan berbahasa. Pengetahuan bahasa meliputi
pembelajaran mengenai asal usul bahasa, tata bahasa, kebakuan dan
sebagainya. Dalam pembelajaran pengetahuan bahasa mendapatka porsi yang
lebih banyak dibandingkan dengan ketrampilan berbahasa. Hal ini
menyebabkan ketrampilan berbahasa siswa cendurung sangat rendah.
Bahasa merupakan sarana untuk berkomunikasi dalam rangka
memenuhi sifat dasar manusia sebagai mahkluk sosial yang perlu berinteraksi
dengan sesama manusia. Seorang yang mempunyai ketrampilan berbahasa
yang memadai akan lebih mudah menyampaikan dan memahami informasi
baik secara lisan maupun tulisan. Menurut Harris dalam Tarigan (2008: 1)
ketrampilan berbahasa mempunyai empat komponen, yaitu ketrampilan
menyimak, ketrampilan berbicara, ketrampilan membaca, dan ketrampilan
menulis. Siswa harus menguasai keempat aspek tersebut agar terampil
berbahasa. Dengan demikian, pembelajarran ketrampilan berbahasa di
sekolah dasar tidak hanya menekankan pada aspek kognitif saja, tetapi siswa
dituntut pula untuk mampu menggunakan bahasa sebagaimana mestinya,
yaitu sebagai alat komunikasi.

1
1

Salah satu aspek bahasa yang harus dikuasai siswa adalah berbicara, sebab
ketrampilan berbicara menunjang ketrampilan lainnya menurut Tarigan
(2008: 86) Ketrampilan bahasa bukan suatu jenis yang dapat diwariskn secara
turun temurun walaupun pada dasarnya secara alamiah setiap manusia dapat
berbicara. Namun ketrampilan berbicara secara formal memerlukan latihan
dan pengarahan yang intensif. Siswa tang mempunyai ketrampilan berbicara
yang baik, pembicaraanya akan lebih mudah dipahami oleh pendengarnya.
Akan tetapi, masalah yang terjadi di lapangan adalah tidak semua siswa
mempunyai kemampuan berbicara yang baik. Hal ini sesuai dengan pendapat
Tarigan dalam Santiaji (2014) mengemukakan bahwa keadaan pembelajaran
berbahasa khususnya tentag ketrampilan berbicara belum memuaskan.
Ketrampilan berbicara para siswa belum memadai, terbukti dengan masih
kurangnya peran aktif siswa dalam diskusi, ataupun ceramah.
Sesuai kenyataannya yang ada di lapangan, pembelajaran ketrampilan
berbicara masih dianaktirikan karena pembelajaran lebih difokuskan pada
materi ujian. Artinya, jika siswa memiliki nilai yang tinggi pada mata
pelajaran Bahasa Indonesia, belum tentu siswa memiliki ketrampilan
berbicara yang baik. Sebagai dampaknya, siswa cenderung malu dan tidak
percaya diri dalam mengutarakan setiap pendapat atau pernyataan apa yang
ada dalam benak siswa.
Kenyataan di Sekolah Dasar Negeri 2 Pedes masih banyak siswa kelas
IV menggunakan bahas yang tidak baik dan benar. Siswa masih banyak
berbicara dengan guru menggunakan Bahasa Daerah Jawa yaitu Ngoko.
Siswa berbicara dengan menggunakan Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa
secara bersamaan. Ketrampilan siswa dalam berbicara masih sangat minim
dan terbatas, dalam berbicara dengan guru didalam kelas saat pembelajaran
maupun diluar kelas. Bahkan ada segelintir siswa yang jika berbicara dengan
guru masih menggunakan Bahasa Daerah.
Berdasarkan masalah diatas, untuk meningkatkan ketrampilan
berbicara siswa dalam berbahasa indonesia dengan baik dan benar di sekolah
dasar dapat digunakan sebuah metode pembelajaran yang inovatif dan
menarik bagi siswa agar lebih bersemangat dan termotivasi dalam
2

pembelajaran. Peneliti menggunakan metode sosiodrama dalam rangka upaya


untuk meningkatkan ketrampilan berbicara siswa kelas IV Sekolah Dasar
Negeri 2 Pedes Argomulyo Sedayu Bantul, sehingga siswa di sekolah tersebut
dapat memahami bagaiamana cara berbicara menggunakan Bahasa Indonesia
dengan teman, guru, orang tua maupun masyrakat dengan bahasa yang baik
dan benar.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, penulis
mengidentifikasi masalah-masalah yang ada dalam penelitian ini, sebagai
berikut:
1. Pembelajaran ketrampilan berbicara masih dianaktirikan,
pembelajaran masih difokuskan untuk materi ujian saja.
2. Siswa menjadi malu dan tidak percaya diri untuk mengutarakan
pendapat, bertanya, dan menjawab pertanyaan.
3. Minimnya ketrampilan berbicara siswa kelas IV Sekolah Dasar
Negeri Pedes Argomulyo Sedayu Bantul
4. Kurangnya pemahaman arti pada kata Bahasa Indonesia pada siswa
kelas IV Sekolah Dasar Negeri 2 Pedes Argomulyo Sedayu Bantul

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah diatas, peneliti membatasi masalah
pada aspek ketrampilan berbicara siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri 2
Pedes Argomulyo Sedayu Bantul yang masih rendah.

D. Rumusan Masalah
Untuk memperjelas permasalahan yang akan diteliti, penulis
merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh metode sosiodrama terhadap ketrampilan
berbicara siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri 2 Pedes?

E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah
untuk meningkatkan ketrampilan berbicara siswa kelas IV Sekolah Dasar
Negeri 2 Pedes.
3

F. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis:
Upaya memperkaya temuan bidang pendidikan tentang
meningkatkan partisipasi siswa dengan metode pembelajaran sosiodrama
terhadap ketrampilan berbicara siswa.
2. Secara Praktis:
a. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu
pengetahuan dan wawasan peneliti dalam membuat karya ilmiah
dengan mengunakan metode penelitian tindakan kelas
b. Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan juga bermanfaat bagi guru, untuk
menyelenggarakan pembelajaran yang inovatif dan menyenangkan
tanpa membuat siswa mengalami kejenuhan dan terbebani.
c. Bagi Siswa
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pengalaman bagi
siswa dalam pembelajara sehingga siswa dapat lebih termotivasi
dalam belajar Bahasa Indonesia. Dengan demikian siswa mampu
meningkatkan ketrampilan berbicara.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori
1. Kajian Ketrampilan Berbicara
a. Pengertian Ketrampilan
Akbar Sutawidjaja, dkk (1992:2) menyatakan bahwa kata
ketrampilan sama sepert artinya dengan kata kecekatan. Terampil atau
cekatan adalah kepandaiana melakukan suatu pekerjaan dengan benar
dan cepat. Sesorang dapat melakukan sesuatu dengan benar tetapi
lambat, tidak dikatakan temapil. Demikian pula apabila seseorang
yang dapat melakukan sesuatu dengan cepat tetapi salah juga tidak
dapat dikatakan terampil. Sesorang yang terampil dalam suatu bidang
tidak ragu-ragu dalam melakukan perkerjaan tersebut, seakan-akan
tidak perlu dipikirkan lagi bagaimana melaksanakannya, tidak ada lagi
kesulitan kesulitan yang menghambatnya.
Pengertian ketrampilan juga diungkap oleh St. Vembrianto
(1981:52) mengemukakan ketrampilan (skill) dalam arti sempit
diartikan sebagai kemudahan, kecepatan, dan ketepatan dalam tingkah
laku motorik yang juga disebut normal skill. Sedangkan dalam arti
luas, ketrampilan meliputi aspek normal skill, intelectual skill, dan
social skill. Sedangkan, Nana Sudjana (1996: 17) menjelaskan
pengertian ketrampilan adalah pola kegiatan yang bertujuan, yang
memerlukan manipulasi dan koordinasi informasi yang dipelajari.
Pendapat lain dari W.J.S. Poerwadarminta (1984: 1088)
mengutarakan keterampilan adalah kecekatan, kecakapan atau
kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan baik dan cermat
(dengan keahlian). Pengertian keterampilan juga diungkap oleh Yudha
dan Rudyantro (2005: 7) sebagai kemampuan anak dalam melakukan
berbagai aktivitas seperti motorik, berbahasa, sosial emosional,
kognitif, dan afektif (niali-nilai moral).

4
Berdasarkan pendapat beberapa para ahli diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa ketrampilan adalah kemampuan dalam melakukan
suatu kegiatan yang bertujuan dengan cekatan, cepat, dan tepat
meliputi aspek normal skill, intelectual skill, dan social skill.
Ketrampilan perlu dilatihkan kepada anak sejak dini supaya dimasa
yang akan datang anak dapat tumbuh menjadi pribadi yang percaya
diri, berani, dan dapat memecahkan permasalahan hidupnya. Selain
itu, anak akan memiliki keahlian yang bermanfaat bagi orang-orang
disekitarnya.
b. Pengertian Berbicara
Tarigan (2008: 15) mengungkapkan berbicara adalah
kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan dan menyampaikan pikiran, gagasan,
serta perasaan. Sama hal nya dengan, Kartini dalam Hesti (2013)
mengatakan bahwa berbicara merupakan suatu peristiwa penyampaian
maksud, gagasan, pikiran, perasaan seseorang kepada orang lain
dengan menggunakan bahasa lisan, sehingga maksud tersebut
dipahami oleh orang lain.
Pendapat lain dari Ahmadi (2005: 9) memberikan pengertian
berbicara sebagai suatu ketrampilan memproduksi arus sistem bunyi
artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan, perasaan, dan
keinginan kepada orang lain. Sedangkan, Badudu dan Zain (1994:
180) mengartikan berbicara dengan kata-kata, pidato, dan bercakap-
cakap. Sementara itu, menurut Harris menerangkan bahwa berbicara
merupakan aktivitas berkomunikasi dengan menggunakan bahasa
lisan. Berbicara merupakan ketrampilan berbahasa yang bersifat
produktif yang melibatkan aspek kebahasaan (pelafalan, kosakata, dan
struktur) dan aspek non kebahasaan (siapa lawan bicaranya,
bagaimana situasinya, latarnya, peristiwanya, serta tujuannya).
Berdasarkan pendapat beberapa para ahli diatas, dapat
disimpulkan bahwa berbicara merupakan kemampuan manusia dalam
mengucap bunyi untuk mengeskpresikan, menyatakan, dan
menyampaikan maksud pikiran, gagasan, perasaan sesorang kepada
orang lain dengan menggunakan bahasa lisan.
c. Pengertian Ketrampilan Berbicara
Sugiarta dalam Hesti (2013) menyatakan bahwa ketrampilan
berbicara merupakan ketrampilan dalam menggunakan bahasa lisan.
Untuk mendapatkan suatu ketrampilan berbicara yang baik diperlukan
suatu proses. Murcia & Olshtain dalam Hesti (2013) menyebutkan
bahwa lisan terjadi karena dihasilkan dan diproses secara langsung,
tidak ada pengulangan dan perubahan atau penataan kembali kata-kata
sebagaimana didalam menulis, tidak ada waktu istirahat dan berfikir,
dan selagi berbicara atau menyimak, kita dapat mengulang dan
memperhatikan sebuah wacana.
Pendapat lain dari Brown dalam Hesti (2013) menyatakan
bahwa ketrampilan berbicara tidak dapat dipisahkan dari pemahaman
menyimak. Secara umum, semakin baik pemahaman menyimak siswa
akan tercermin ketrampilan berbicara yang lebih baik.
Berdasarkan pendapat beberapa para ahli diatas, maka dapat
disimpukan bahwa ketrampilan berbicara adalah kemampuan untuk
mengeskpresikan, menyatakan, serta menyampaikan maksud,
gagasan, serta perasaan kepada orang lain dengan menggunakan
bahasa lisan yang dapat dipahami oleh pendengarnya.
d. Tujuan Berbicara
Setiap kegiatan berbicara yang dilakukan oleh manusia selalu
mempunyai maksud dan tujuan. Menurut Tarigan (2008: 15) tujuan
utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat
menyampaikan pikiran secara efektif, maka sebaiknya pembicara
memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan, dia
harus mampu mengevaluasi efek komunikasi terhadap pendengarnya,
dan dia harus mengetahui prinsip-prinsip yang mendasari segala
sesuatu situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan.
Pendapat lain dari Djago, dkk. (1997: 37) memaparkan tujuan
pembicaraan biasanya biasanya dapat dibedakan atas lima golongan
yaitu: 1) menghibur, 2) menginformasikan, 3) menstimulasi, 4)
meyakinkan, dan 5) menggerakkan. Sedangkan Ochs and Winker
(dalam Tarigan, 2008: 16) mengatakan bahwa pada dasarnya berbicara
mempunyai tiga tujuan umum sebagai berikut:
1) Memberitahukan, melaporkan (to inform).
2) Menjamu, menghibur (to entertain).
3) Membujuk, mengajak, mendesak, meyakinkan (to
persuade).
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa berbicara memiliki tujuan untuk berkomunikasi,
mempengaruhi, dan menyampaikan informasi kepada pendengar.
Adanya hubungan timbal bali secara aktif dalam kegiatan berbicara
antara pembicara dan pendengar akan membentuk kegiatan
berkomunikasi menjadi lebih efektif dan efisien.

2. Kajian Metode Sosiodrama


a. Pengertian Sosiodrama
Djamarah (2000: 200) berpendapat bahwa metode sosiodrama
adalah cara mengajar yang memberikan kesempatan anak didik untuk
melkaukan kegiatan memainkan peranan tertentu yang terdapat dalam
kehidupan masyarakat. Wingkel (2004: 470) menjelaskan bahwa
sosiodrama merupakan dramatisasi dari persoalan-persoalan yang
dapat timbul dalam pergaulan dengan orang lain, tingkat konflik-
konflik yang dialami dalam pergaulan sosial. Sedangkan menurut
Kellerman dalam Hesti (2013) mengungkapkan metode sosiodrama
adalah satu pengalaman grup sebagai satu jalan utuh untuk eksplorasi
sosial dan transformasi konflik antarkelompok.
Pendapat lain dari Ngkoswara dalam Usman (2002: 53)
mengungkapkan sosiodrama merupakan metode mengajar, dimana
dalam praktiknya tidak hanya berakhir pada pelaksanaan dramatisasi
semata, melainkan hendaknya dapat dilanjutkan dengan tanya jawab,
diskusi, kritik, atau analisis persoalan. Dan bila dipandang perlu,
siswa lainnya diperbolehkan mengulang kembali peranan tesebut
dengan lebih baik lagi. Sedangkan, Nana Sudjana (2005: 84)
menjelaskan bahwa:
“Metode sosiodrama dan roleplaying dapat dikatakan sama
artinya, dan dalam pemakaiannya sering disilihgantikan.
Sosiodrama pada dasarnya mendramatisasikan tingkah laku
dalam hubungannya dalam masalah sosial. Tujuan yang
diharapkan dengan sosiodram antara lain adalah sebagai berikut:
1) Agar siswa dapat mengahayati dan menghargai
perasaan orang lain.
2) Dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab.
3) Dapat belajar bagaimana mengambil keputusan
dalam situasi kelompok secara spontan.
4) Merangsang kelas untuk berpikir dan memecahkan
masalah.”
Berdasarkan pendapat beberapa para ahli diatas, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa metode sosiodram sama artinya dengan
roleplaying yaitu suatu metode mengajar dimana guru memberikan
siswa kesempatan untuk memecahkan maslah yang terjadi dalam
hubungan sosial dengan cara mendramantisasikan masalah-masalah
melalui sebuah drama
b. Manfaat Metode Sosiodrama
Ahmadi (2005: 65) menjelaskan beberapa manfaat dari metode
sosiodrama, antar lain: 1) melatih anak untuk mendramatisasikan
sesuatu serta melatih keberanian, 2) metode ini akan menarik
perhatian anak sehingga suasana kelas menjadi hidup, 3) anak-anak
dapat dapat menghayati suatu peristiwa sehingga mudah mengambil
kesimpulan berdasarkan penghayatannya sendiri, dan 4) anak dilatih
untuk menyusun pikirannya dengan teratur.
Pendapat lain dari Nana Sudjana (2005: 84) menjelaskan
beberapa tujuan yang diharapkan dengan sosiodrama, anatar lain: 1)
agar seseorang dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain,
dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab, 3) dapat belajar
bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok secara
spontan, dan 4) merangsang kelas untuk berpikir dan memecahkan
masalah. Sedangkan Ahmadi (2005: 81) menjelaskan beberapa tujuan
penggunaan sosiodrama, antara lain: 1) menggambarkan bagaimana
seseorang atau beberapa orang menghadapi suatu situasi sosial
tertentu, 2) menggambarkan bagaimana cara memecahkan suatu
masalah sosial, 3) menumbuhkan dan mengembangkan sikap kritis
terhadap sikap atau tingkah laku dalam situasi sosial tertentu, dan 5)
memberikan kesempatan untuk meninjau suatu situasi sosial dari
bebagai sudut pandang tertentu.
Pendapat lain dari Roestiyah, N. K. (2001: 11) menambahkan
beberapa keunggulan yang dimiliki dari penggunaan metode
sosiodrama adalah siswa lebih tertarik perhatiannya pada pelajaran,
karena masalah-masalah sosial sangat berguna bagi siswa. Larena
soswa bermain perasaan sendiri, maka mudah untuk memahami
masalah-masalah sosial itu. Bagi siswa, dengan berperan seperti orang
lain, maka ia dapat menempatkan diri seperti watak orang lain. Ia
dapat merasakan perasaan orang lain, dapat mengakui pendapat orang
lain, sehingga menumbuhkan sikap saling pengertian, tenggang rasa,
toleransi, dan cinta kasih terhadap sesama mahkluk akhirnya siswa
dapat berperan dan meninmbulkan diskusi yang hidup, karena merasa
menghayati sendiri permasalahnnya.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa manfaat metode sosiodrama yaitu dapat melatih keberanian
siswa, melatih siswa berpikir kritis sehingga dapat memecahkan
masalah sosial, dan dapat membangun suasana pembelajaran yang
menyenangkan.
c. Langkah-langkah Metode Sosiodrama
Dalam melaksanakan suatu metode pembelajaran tentu ada
langkah-langkahnya. Begitu pula dengan metode sosiodram juga
memiliki langkah-langkah. Menurut pendapat Nana Sudjana (2005:
85) petunjuk menggunakan sosiodrama adalah sebagai berikut:
1) Menetapkan masalah-masalah sosial yang menarik
perhatian siswa
2) Menceritakan kepada siswa mengenai isi dari
masalah-masalah dalam konteks cerita tersebut
3) Menetapkan siswa yang dapat memainkan perannya
didepan kelas
4) Menjelaskan kepada pendengar mengenai peranan
siswa saat sosiodrama sedang berlangsung
5) Memberikan kesempatan kepada para pemain untuk
berunding sebelum siswa memainkan perannya
6) Akhiri sosiodrama saat situasi pembicaraan
mencapai ketegangan
7) Melakukan diskusi kelas dalam memecahkan
masalah persoalan yang ada pada sosiodrama tersebut.
8) Menilai hasil sosiodrama sebagai bahan
pertimbangan lebih lanjut.
Sedangkan Roestiyah, N. K. (2001: 91) berpendapat langkah-
langkah sosiodrama yang akan berhasil dengan efektif adalah sebagai
berikut:
1) Guru menerangkan terlebih dahulu kepada siswa
tentang metode sosiodrama, dimana siswa diharapkan dapat
memecahkan masalah hubungan sosial yang aktual di
masyarakat. Guru menunjuk beberapa siswa yang akan
berperan dalam sosiodrama, masing-masing akan mencari
pemecah masalah sesuai dengan perannya, dan siswa yang
lain jadi penonton dengan tugas-tugas tertentu pula.
2) Guru harus pandai memilih masalah yang menarik
minat siswa
3) Menceritakan terlebih dahulu sambil mengatur
adegan yang pertama
4) Menjelaskan kepada pemeran-pemeran mengenai
tugas perannya, menguasi masalahnya, dan pandai bermimik
maupun berdialog
5) Siswa yang tidak turut dalam memainkan peran
harus bisa memberi saran dan kritik pada apa yang akan
dilakukan setelah sosiodrama selesai.
6) Setelah sosiodrama mencapai situasi klimaks, maka
harus dihentikan, agar kemungkinan-kemungkinan
pemecahan masalah dapat didiskusikan secara umum
Berdasarkan pendapat dua pakar diatas, maka dalam penelitian
ini peneliti akan memilih langkah-langkah sosiodrama yang
dikemukakan oleh Roestiyah, N.K.
d. Penerapan Metode Sosiodrama dalam Pembelajaran Berbicara
Menurut Nana Sudjana (2005: 94) sebelum metode sosiodrama
digunakan, terlebih dahulu harus diawali dengan penjelasan dari guru
tentang situasi sosial yang akan didramatisasikan oleh pelaku. Tanpa
diberikan penjelasan tersebut, anak tidak akan dapat melakukan
perananya dengan baik. Oleh sebab itu, ceramah mengenai masalah
sosial yang akan didemonstrasikan penting sekali dilaksanakan
sebelum melakukan sosidrama.
Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam menggunakan
metode sosiodrama adalah sebagai berikut. Dalam persiapan, guru
akan menjelaskan tentang cara membaca naskah sosiodrama yang
benar dan aspek-aspek kebahasaan serta non kebahasaan dalam
berbicara. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok
terdiri dari 3 siswa.
Dalam pelaksanaanya, setiap siswa diberi naskah sosiodrama.
Setelah semua siswa mendapat naskah, setiap kelompok maju
menampilkan sosiodrama tersebut sesuai denga pembagian peran
masing-masing. Siswa yang tidak turut dalam menampilkan peran,
menyimak dan mendengarkan dengan baik penampilan kelompok lain.
Setelah penampilan selesai siswa berdiskusi dengan kelompok
masing-masing untuk memberikan kritik dan saran terkait sosiodrama
yang telah ditampilkan oleh kelompok yang tampil.
Diakhir pembelajaran, guru dan siswa menyimpulkan bersama-
sama tentang keseluruhan sosiodrama tersebut yaitu tentang karakter
setiap pemeran, makna yang terkandung dalam sosiodrama, dan kritik
serta saran untuk kelanjutannya. Siswa dengan bimbingan guru
menarik kesimpulan dari hasil sosiodrama yang telah dimainkan.

3. Kajian Mata Pelajaran Bahasa Indonesia


a. Pengertian Bahasa Indonesia
Menurut Yakub Nasucha (2010: 6) mengatakan bahwa bahasa
merupakan alat komunikasi yang digunakan manusia untuk
berinteraksi dan berkomunikasi. Melalui bahasa pula, kebudayaan
suatu bangsa dapat dibentuk, dibina, dan dikembangkan serta dapat
diturunkan kepada generasi-generasi mendatang.
Sedangkan menurut kamus besar Bahasa Indonesia memberikan
beberapa pengertian bahasa kedalam tiga batasan, yaitu 1) sistem
lambang bunyi berartikulasi (yang dihasilkan ikeh alat ucap) yang
bersifat sewenang-wenang dan konvensional yang dipakai sebagai alat
komunikasi untuk melahirkan perasaan dan pikiran. 2) Perkataan-
perkataan yang dipakai oleh suatu bangsa (suku, bangsa, daerah,
Negara, dan sebagainya). 3) Percakapan (perkataan) yang baik dan
sopan santun, tingkah laku yang baik.
Pendapat lain dari Widjono (2005: 10) mengatakan bahwa
bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk
berkomunikasi oleh masyarakatnya. Bahasa yang baik berkembang
berdasarkan sistem yaitu seperangkat aturan yang dipatuhi oleh
pemakainya. Sistem tersebut yaitu: 1) Sistem yang bermakna dan
dapat dipahami oleh masyarakat pemakainya, 2) Sistem lambang
bersifat konvensional, 3) Lambang-lambang tersebut arbitrer, 4)
Sistem lambing bersifat terbatas, tetapi produktif yang artinya yaitu
sistem yang sederhana dan jumlah aturan yang terbatas, 5) Sistem
lambang bersifat unik, khas, dan tidak sama dengan lambang bahasa
yang lain, 6) Sistem lambang dibangun berdasarkan kaidah yang
bersifat universal.
Berdasarkan dari pendapat para pakar diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa Bahasa Indonesia adalah suatu sistem lambang
atau simbol-simbol bunyi yang beersifat konvensional dan arbiter
serta dapat digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat
Indonesia. Sedangkan mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan
salah satu pendidikan yang mempelajari tentang suatu simbol yang
digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat Indonesia.
b. Fungsi Bahasa Indonesia
Menurut Halliday dalam Solchan (2010: 7) mengatakan bahwa
secara khusus fungsi-fungsi bahasa sebagai berikut:
1) Fungsi personal, yaitu penggunaan bahasa untuk
mengungkapkan pendapat, pikiran, sikap, atau perasaan
pemakainya.
2) Fungsi regulator, yaitu penggunaan bahasa untuk
mempengaruhi sikap atau pikiran/pendapat orang lain,
seperti bujukan, rayuan, permohonan atau perintah.
3) Fungsi interaksional, yaitu penggunaan bahasa
untuk menjalin kontak dan menjaga hubungan sosial seperti
sapaan, basa-basi, simpati atau penghiburan.
4) Fungsi informatif, yaitu penggunaan bahasa untuk
menyampaikan informasi, ilmu pengetahuan, atau budaya.
5) Fungsi heuristik, yaitu penggunaan bahasa untuk
belajar atau memperoleh informasi, seperti pertanyaan atau
permintaan penjelasan atas sesuatu hal.
6) Fungsi imajinatif, yaitu penggunaan bahasa untuk
memenuhi dan menyalurkan rasa esetis (indah), seperti
nyanyian dan karya sastra.
7) Fungsi instrumental, yaitu penggunaan bahasa untuk
mengungkapkan keinginan atau kebutuhan pemakainya.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa fungsi umum bahasa adalah sebagai alat komunikasi,
sedangkan fungsi khusus bahasa ada beberapa fungsi antara lain: 1)
bahasa sebagai kontrol sosial, 2) bahasa sebagai alat adaptasi sosial, 3)
bahasa sebagai sarana mengekspresikan diri, 4) bahasa sebagai sarana
pendidikan.

B. Penelitian Relevan
Ketrampilan berbicara sangat penting dan berpengaruh terhadap
perkembangan diri siswa. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Hesti Ratna Sari (2013) menjelaskan bahwa pembelajaran menggunakan
metode sosiodram yang dilaksanakan secara berkala pada siswa kelas VB
Sekolah Dasar Negeri Keputran I Yogyakarta dapat meningkatkan
ketrampilan siswa juga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Peningkatan
ketrampilan berbicara pada siklus I sebesar 7,38 dari kondisi awal 60,35
mengingkat menjadi 67,73. Pada siklus II meningkat sebesar 16,17 dari
kondisi awal 60,35 meningkat menjadi 76,52. Untuk itu guru disarankan
menggunakan metode pembelajaran sosiodrama supaya siswa menjadi lebih
termotivasi dalam pembelajaran. Siswa diberikesempatan untuk bermain
peran bersama dengan teman-temannya.
Penelitian selanjutnya, peneliti akan mengadakan penelitian
menggunakan metode sosiodrama untuk meningkatkan ketrampilan berbicara
siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri 2 Pedes Argomulyo Sedayu Bantul.
Penelitian ini diadakan untuk mengetahui apakah metode sosiodrama dapat
berpengaruh terhadap ketrampilan berbicara siswa kelas IV di Sekolah Dasar
Negeri 2 Pedes yang pembelajarannya masih menggunakan pembelajaran
konvensional sehingga dalam penelitian ini peneliti ingin memberikan
metode berupa permainan peran kepada siswa. Misalnya seperti bermain
drama, wawancara, dan membaca teks buku cerita didepan kelas. Metode ini
akan dilakukan beberapa kali sesuai dengan tujuan ketuntasan nilai
ketrampilan berbicara yang telah ditetapkan. Apabila ketuntasan nilai
ketrampilan berbicara siswa sudah tercapai penelitian ini akan dihentikan.

C. Kerangka Berpikir
Keberhasilan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran sangat
ditentukan oleh penguasaan kemampuan berbicara siswa. Siswa yang tidak
mampu berbicara dengan baik dan benar akan mengalami kesulitan dalam
mengikuti kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Ketrampilan berbicara siswa
sekolah dasar sangat penting untuk dikuasai agar siswa mampu
mengembangkan kemampuan pola berpikir, membaca, menulis, dan
menyimak setiap pembelajaran.
Namun dalam kenyataan di lapangan, pembelajaran ketrampilan
berbicara kelas IV Sekolah Dasar Negeri 2 Pedes masih sangat rendah karena
pembelajaran lebih mementingkan pada materi ujian. Guru lebih banyak
memberikan ceramah kepada siswa. Untuk mengatasi masalah tersebut, Guru
dapat memilih metode pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran dikelas
agar aspek-aspek yang mempengaruhi ketrampilan berbicara siswa dapat
dikuasai dengan baik. Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan
oleh guru dikelas adalah dengan menggunakan metode sosiodrama. Dengan
menggunakan metode sosiodrama, siswa dapat meningkatkan ketrampilan
berbicaranya saat berlatih sosiodrama, memainkan sosiodrama, dan saat
mengkaji isi sosiodrama yang telah dimainkan.
Berdasarkan landasan teori diatas, maka dapat diasumsikan bahwa
metode sosiodrama dapat membantu siswa untuk meningkatkan ketrampilan
berbicaranya. Sebelum melakukan penelitian, peneliti menyusun rancangan
penelitian berdasarkan kerangka berpikir sebagai berikut:
Siswapelajaran
Pembelajaran ketrampilan berbicara mata cenderung malu Indonesia
Bahasa dan tidak masih
percaya dii dalam mengutarakan
dianaktirikan. Pembelajaranpendapat.
difokusk

KONDISI
AWAL

Meningkatkan ketrampilan berbicara siswa dengan memberikan siswa pengalaman secara langsung pada mata pelaj
Siswa diberikan metode pembelajaran sosiodrama pa

TINDAKAN
KELAS

Metode soiodrama berupa bermain drama, wawancara, dan membaca teks buku cerita didepan kelas yang disusun se

Ketrampilan berbicara siswa dapat meningkat. Siswa mencapai nilai ketuntas (KKM) dan siswa dapat menyampaikan penda
TINDAKAN
KELAS

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir


D. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir diatas, peneliti mengajukan
hipoteis tindakan sebagai berikut.
H1 : Ketrampilan berbicara dapat meningkat dengan menggunakan metode
sosiodrama pada kelas IV Sekolah Dasar Negeri 2 Pedes Agromulyo
Sedayu Bantul.
H0 : Ketrampilan berbicara tidak dapat meningkat dengan menggunakan
metode sosiodrama pada kelas IV Sekolah Dasar Negeri 2 Pedes
Agromulyo Sedayu Bantul.
BAB III
PENUTUP

A. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri 2 Pedes
Argomulyo Sedayu Bantul.

B. Waktu Penelitian
Penelitian ini direncanakan akan dilaksanakan pada tanggal 6 Agustus
sampai 20 September 2018 pada semester genap tahun ajaran 2018/2019.
Tabel 1
Siklus Pelaksanaan Tindakan Waktu Pelaksanaan
Siklus I Observasi Senin, 6 Agustus 2018
Tindakan I Kamis, 9 Agustus 2018
Tindakan II Kamis, 16 Agustus 2018
Tindakan III Kamis, 20 Agustus 2018
Post Test I Kamis, 23 Agustus 2018
Siklus II Tindakan I Kamis, 30 Agustus 2018
Tindakan II Kamis, 6 September 2018
Tindakan III Kamis, 13 September 2018
Post Test II Kamis, 20 September 2018

C. Subyek Penelitian
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SD N 2 Pedes yang
terdiri dari 28 siswa. Ada tiga alasan pemilihan peneliti mengambil kelas IV
sebagai subyek penelitian.
1. Guru kelas IV berniat untuk meningkatkan kemampuan berbicara
bahasa indonesia siswa
2. Guru kelas IV berniat memperbaiki pelaksanaan pembelajaran
yang selama ini telah dilaksanakannya.
3. Siswa kelas IV kesulitan, tidak percaya diri, dan malu dalam
menyatakan setiap pendapat dan mengutarakan apa yang ada dalam
benaknya sehingga kemampuan berbicara siswa sangat lemah.

D. Target Perubahan Tindakan


Target perubahan penelitian tindakan kelas ini yaitu berupa adanya
perubahan tingkah laku siswa kelas IV SD Negeri 2 Pedes. Perubahan tingkah
laku yang diharapkan yaitu perubahan kemampuan ketrampilan berbicara
siswa dalam menyampaikan pendapat dan pernyataan yang ada didalam
benaknya dengan percaya diri pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.

E. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan rancangan penelitian
tindakan yang dikembangkan oleh Kemmis dan Taggart dalam Sukardi (2003:
215) seperti gambar berikut ini.

Keterangan:
Siklus I
1. Perencanaan I
2. Pelaksanaan
tindakan I
3. Observasi I
4. Refleksi I

Gambar 2. Siklus Model Kemmis dan Siklus II:


Mc. Taggart (dalam Sukardi, 2003: 215) 1. Perencanaan II
2. Pelaksanaan
tindakan II

Penelitian tindakan yang dikembangkan oleh Kemmis Taggart dalam


Sukardi (2003: 215) setiap siklus terdiri dari empat tahapan sebagai berikut.
1. Perencanaan.
Tahap perencanaan dimulai dengan mengajukan permohonan
izin kepada sekolah yang akan diadakan penelitian. Kemudian
peneliti bekerja sama dengan guru mengidentifikasi masalah yang
ada dan kemudia merancang tindakan yang akan dilakukan. Secara
lebih rinci langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.
a. Mengidentifikasi masalah penelitian yang ada di lapangan.
Pada tahap ini dilakukan melalui pengamatan langsung
(observasi) di kelas IV ketika pembelajaran berlangsung.
b. Menyusun rencana pelaksaan pembelajaran (RPP) tentang
materi yang akan diajarkan sesuai dengan metode
pembelajaran yang akan digunakan.
c. Membuat dan mempersiapkan skenario pemberlajaran,
serta membuat dan menyiapkan instrumen penelitian yang
akan digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa
2. Pelaksanaan tindakan.
Pada tahap ini peneliti berkolaborasi dengan guru. Guru kelas
IV melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan RPP yang
telah dibuat bersama peneliti. Selama proses pembelajaran
berlangsung, guru mengajar menggunakan RPP yang sebelumnya
telah dibuat bersama. Dalam pelaksanaan tindakan dilakukan
dengan fleksibel dan terbuka dalam artian pelaksanaan kegiatan
pembelajaran tidak harus terpaku pada RPP, tetapi dalam kegiatan
pembelajaran dapat dilakukan perubahan-perubahan yang
sekiranya diperlukan.
Agar tidak terjadi miskomunikasi antara peneliti dengan guru
kelas, maka sebelum dilaksanakan tindakan penelirian, peneliti
menginformasikan kepad guru terlebih dahulu langkah-langkah
pembelajaran metode sosiodrama. Peneliti menyiapkan instrumen
penelitian berupa lembar penilaian ketrampilan berbicara dan
catatan lapangan,
Setelah pembelajaran sudah terlaksana, dilakukan evaluasi
berbicara dengan menggunakan metode soiodrama yang telah
disiapkan oleh peneliti pada saat perencanaan. Metode sosiodrama
dilaksanakan untuk mengetahui tingkat ketrampilan berbicara siswa
kelas IV.
3. Observasi.
Pada tahap ini, guru melaksanakan proses pembelajaran
sesuai dengan RPP yang telah dibuat bersama peneliti. Peneliti
menlakukan pengamatan atau observasi yang merupakan upaya
mengamati pelaksanaan tindakan.
Kegiatan pengamatan dilaksankan saat proses pembelajaran
sedang belangsung. Hal yang dicatat dalam kegiatan pengamatan
ini antara lain proses tindakan, pengaruh tindakan yang disengaja
ataupun yang tidak disengaja, situasi tempat dan tindakan,
pengaruh tindakan, dan kendala yang dihadapi. Semua hal tersebut
dicatat ke dalam catatan lapangan. Hal tersebut dilakukan untuk
mengetahui apakah proses pembelajaran telah berjalan sesuai
dengan skenario yang telah disusun bersama perlu dilakukan
evaluasi atau tidak. Selain itu juga untuk mengetahui tingkat
ketercapaian sasaran pembelajaran yang diharapkan.
4. Refleksi.
Refleksi adalah kegiatan mengevaluasi, menganalisis,
mengkaji dan mempertimbangkan hasil yang diperoleh dari
pengamatan. Data atau hasil dari pengamatan dianalisis kemudian
dijadikan acuan perubahan atau perbaikan tindakan yang dianggap
perlu untuk dilakukan perbaikan pada tindakan selanjutnya.
Apabila pada tindakan pertama hasil dari penelitian masih
belum sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka dapat
dilakukan perubahan perencanaan atau tindakan pada siklus
berikutnya dengan mengacu pada hasil evaluasi sebelumnya. Siklus
berikutnya akan dilakukan dengan tahap yang sudah mengakami
perbaikan apabila pada siklus sebelumnya belum mencapai
indikator keberhasilan/tujuan, begitu seterusnya.

F. Metode dan Alat Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan untuk penelitian ini adalah:
1. Observasi
Dalam penelitian ini terdapat dua pedoman observasi yaitu
observasi keaktifan siswa dan observasi pelaksanaan metode sosiodrama.
Observasi keaktifan difokuskan pada keaktifan siswa selama proses
pembelajaran, sedangkan observasi pelaksanaan metode difokuskan pada
aktivitas guru dan siswa selama proses pembelajaran.
2. Angket
Angket dibagikan dan diisi oleh siswa yang fungsinya untuk
mengetahui respon siswa terhadap pelaksaan proses pembelajaran bahasa
indonesia yang menggunakan metode sosiodrama
3. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan cara bertanya kepada guru dan siswa
untuk mengenai proses pembelajaran dengan menggunakan metode
sosiodrama
4. Tes
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tes perbuatan berupa
penilaian saat siswa memainkan sosiodrama. Metode ini dilakukan untuk
mengetahui peningkatan ketrampilan berbicara siswa dengan
menggunakan metode sosiodrama
5. Dokumentasi
Dokumentasi dalam penelitian ini berupa data siswa kelas IV SD N
2 Pedes, data nilai pretest, silabus, RPP, daftar hasil belajar siswa, dan
foto aktivitas siswa pada saat pembelajaran ketrampilan berbicara dengan
metode sosiodrama. Dokumentasi ini dilakukan guna mengetahui
perkembangan siswa selama proses pembelajaran ketika tindakan
berlangsung.
Adapun instrumen penelitian yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Observasi berupa catatan lapangan
Dengan catatan lapangan peneliti akan mendapatkan
informasi tentang aktivitas guru dan siswa selama proses
pembelajaran ketrampilan berbiara menggunakan metode
sosidorama.
2. Instrumen penilaian ketrampilan berbicara
Dengan instrumen ini, peneliti akan mendapatkan hasil
peningkatan ketrampilan berbicara siswa berupa angka.
Instrumen penilaian ketrampilan berbicara disusun berdasarkan
tiap-tiap unsur dengan kemungkinan skor maksimal 100.

G. Analisis Data
Analisis data sangat diperlukan guna memperoleh wujud dan hasil dari
penelitian yang dilakukan. Dalam analisis data dilakukan tiga tahapan, yakni
sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Pada tahapan reduksi data, data yang diperoleh di lapangan
kemudian dipilih untuk dikumpulkan secara lebih sederhana agar
mudah diolah.
2. Penyajian Data
Penyajian data merupakan tahap dimana data yang telah
direduksi dipilih kembali sesuai dengan kebutuhan penelitian untuk
mempermudah dalam pengambilan kesimpulan.
3. Verifikasi Data
Tahap terakhir yakni verifikasi data dimana pada tahap ini
setelah data dianalisis akan memunculkan kesimpulan yang akurat
dan mendalam dari hasil penelitian yang sesuai dengan rumusan
masalah yang telah ditentukan.

H. Kriteria Keberhasilan
Sesuai dengan penelitian tindakan kelas, keberhasilan penelitian
tindakan ini ditandai dengan adanya perubahan ke arah perbaikan. Indikator
keberhasilan pada penelitian ini dikatakan berhasil apabila nilai rerata kelas
minimal atau lebih dari 70 (KKM).
DAFTAR PUSTAKA

Abu H. Ahmadi. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.

Akbar Sutawidjaja. 1992. Pendidikan Matematika III. Jakarta: Dirjen Dikti,


Depdikbud.

Basyiruddin Usman. 2003. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta:


Ciputat Pers.

Badudu dan Zain. 1994. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.

Dewa Gede Bambang Erawan. 2014. Penggunaan Metode Sosiodrama Untuk


Meningkatkan Kemampuan Berwawancara dengan Berbagai Kalangan pada
Siswa Kelas VIII SMP Mutiara Singaraja. Jurnal Santiaji Pendidikan,
(Online), Volume 4, No 1, (https://media.neliti.com diakses 24 April 2018
Pukul 6.48).

Jusuf Djajadisastra. 1985. Metode-Metode Mengajar. Bandung: Angkasa.

Henry Guntur Tarigan. 2008. Berbicara Suatu Ketrampilan Berbahasa. Bandung:


Angkasa.

Hesti Ratna Sari. 2013. Peningkatan Ketrampilan Berbicara Menggunakan


Metode Sosiodrama Siswa Kelas VB SD Negeri Keputren Yogyakarta.
Skripsi diterbirkan di eprints.uny.ac.id. Yogyakarta: Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta (diakses 12 April 2018 Pukul
06.09).

Nana Sudjana. 1996. Penilaian Hasil Belajar Siswa Mengajar. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

St. Vembrianto. 1981. Pendidikan Sosial Jilid 1. Yogyakarta: Yayasan Pendidikan


Paramita.

Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Syaiful Bahri Djamarah. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

W. J. S. Poerwadarminta. 1984. Kamus Bersar Bahasa Indonesia. Jakarta:


Depdikbud.

Wingkel. 2004. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Jakarta: PT


Gramedia.

24
25

Yudha dan Rudyanto. 2005 . Pembelajaran Koorperatif Untuk Meningkatkan


Ketrampilan Anak TK. Jakarta: depdiknas Direktorat Pembinaan Pendidikan
Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.

Anda mungkin juga menyukai