Anda di halaman 1dari 33

KEKUATAN LENTUR BETON DENGAN MEMANFAATKAN LIMBAH

BAN BEKAS (MOBIL)

Nusa Setiani1, Achmad Pahrul Rodji2, dan Abdul Rochim3

1
Dosen Program Studi Teknik Sipil Universitas Krisnadwipayana Jakarta
email: nusasetiani@unkris.ac.id
2
Dosen Program Studi Teknik Sipil Universitas Krisnadwipayana Jakarta
email: achmadpahrulroji@unkris.ac.id
3
Alumni Program Studi Teknik Sipil Universitas Krisnadwipayana Jakarta
email: abdul.rochim94@gmail.com

ABSTRAK
Ban bekas merupakan limbah dari roda kendaraan bermotor (mobil) yang sudah tidak terpakai. Keberadaan ban
bekas seyogyanya dapat lebih dimanfaatkan untuk membuat sesuatu yang berguna, dari barang yang tidak
terpakai di recycle menjadi barang yang bermanfaat. Oleh karena itu percobaan dilakukan untuk menemukan
terobosan baru yang dapat membantu pemanfaatan limbah ban bekas, salah satunya dengan percobaan kekuatan
lentur beton dengan memanfaatkan limbah rajut ban bekas. Penelitian yang dilakukan adalah dengan melakukan
percobaan di laboratorium, metode pencampuran dibuat dan diatur oleh peneliti dengan mengacu pada
pencampuran beton menggunakan metode SNI (Standar Nasional Indonesia). Penelitian ini dirancang untuk
evaluasi kuat tekan dan kuat lentur beton, pembuatan sampel kubus dengan ukuran (15x15x15 cm) untuk
mengetahui nilai kuat tekan beton dan sampel balok (15x15x60 cm) untuk mengetahui nilai kuat lentur beton.
Masing-masing benda uji dari penelitian ini diuji pada umur 7,14, dan 28 hari. Dari hasil penelitian ini
didapatkan kuat tekan beton pada umur 28 hari mencapai 51,48 Mpa, menunjukkan bahwa kuat tekan beton
melebihi target perencanaan K 350 atau setara f’c 28 Mpa. Kekuatan lentur pada beton dengan penambahan rajut
ban pada umur 28 hari mencapai 4,533 Mpa, menunjukkan bahwa kuat lenturnya masih di atas kuat lentur beton
K 350 dengan konversi berdasarkan SNI yaitu 3,7 Mpa. Sedangkan kuat lentur beton dengan penambahan rajut
ban dengan hasil 4,533 Mpa berada di bawah hasil uji beton tanpa rajut yaitu 5,8 Mpa, sehingga masih perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut agar mendapatkan hasil yang lebih baik, penurunan pada kuat lentur beton
dengan rajut ban yaitu sebesar 21,85%.
Kata kunci : beton, ban bekas, kuat tekan, kuat lentur

ABSTRACT
Used tires are waste from the wheels of motorized vehicles (cars) that are already unused. The existence of used
tires should be better utilized to make something useful, from unused items recycled into useful items. Therefore
an experiment was conducted to find a new breakthrough that could help the utilization of used tire waste, one of
which was by experimenting with flexural strength of concrete by utilizing used tire knitting waste. The research
carried out was by conducting experiments in the laboratory, the mixing method was made and arranged by the
researcher with reference to concrete mixing using the SNI method (Indonesian National Standard). This study
was designed to evaluate the compressive strength and flexural strength of the concrete, making samples of
cubes of size (15x15x15 cm) to determine the value of compressive strength of concrete and beam samples
(15x15x60 cm) to determine the value of concrete flexural strength. Each specimen from this study was tested at
7.14 and 28 days. From the results of this study, the compressive strength of concrete at 28 days reached 51.48
MPa, indicating that the compressive strength of concrete exceeded the planned target of K 350 or equivalent f'c
28 Mpa. The flexural strength of the concrete with the addition of tire knitting at 28 days reaches 4.533 Mpa,
indicating that its flexural strength is still above the concrete flexural strength of K 350 with conversion based
on SNI which is 3.7 Mpa. Whereas the flexural strength of the concrete with the addition of tire knitting with the
results of 4.533 Mpa is below the results of the test without knitting concrete which is 5.8 Mpa, so further
research is needed to obtain better results, a decrease in the flexural strength of the concrete with tire knitting
21.85%.
Key words: concrete, used tires, compressive strength, flexural

1. PENDAHULUAN
Ban bekas merupakan limbah dari roda kendaraan bermotor yang sudah tidak terpakai.
Keberadaan ban bekas seyogyanya dapat lebih dimanfaatkan untuk membuat sesuatu yang berguna,
1
dari barang yang tidak terpakai di recycle menjadi barang yang bermanfaat. ETRA (2002)
mendefinisikan ban bekas adalah ban yang secara permanen telah dibuang dari kendaraan tanpa
kemungkinan untuk dibentuk lagi pada penggunaan di jalan raya. Kebutuhan produksi ban di
Indonesia mencapai 39,8 juta buah per tahun, sedangkan tahun 2009 sendiri mencapai 41 juta buah per
tahun, rata-rata produksi ban dalam negeri 40 juta buah per tahun (Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia,
2009). Seiring dengan itu maka limbah ban yang tidak terpakai dilingkungan semakin meningkat,
sehingga ban karet ini dapat dijadikan alternatif dari segi kuantitas karena kelangkaannya rendah. Hal
itu membuktikan bahwa banyak alternatif pengganti tulangan yang berpotensi untuk digunakan. Oleh
karena dilakukan percobaan untuk menemukan terobosan baru yang dapat membantu pemanfaatan
limbah ban bekas, salah satunya dengan percobaan kekuatan lentur beton dengan memanfaatkan
limbah ban bekas.

1) Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana hasil kuat tekan dan kuat lentur pada beton dengan rencana mutu beton K 350 atau
setara f’c 28 Mpa tanpa penambahan limbah ban bekas yang dianyam.
2. Bagaimana hasil kuat lentur pada beton K 350 dengan penambahan rajut ban bekas.
3. Bagaimana perbandingan kuat lentur pada beton dengan penambahan rajut ban bekas dan
tanpa rajut ban bekas.
2) Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis hasil kuat tekan dan kuat lentur pada beton K 350 atau setara f’c 28 Mpa tanpa
penambahan limbah ban bekas.
2. Untuk mengetahui pengaruh kuat lentur beton K 350 dengan penambahan limbah ban bekas
yang dianyam.
3. Untuk mengetahui perbandingan kuat lentur pada beton dengan penambahan limbah ban
bekas dan tanpa limbah ban bekas.

2. TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian dilakukan berdasarkan sumber literature dan penelitian laboratorium. Literatur yang
mengacu tentang penelitian kekuatan lentur beton dengan memanfaatkan limbah ban bekas (mobil)
dijabarkan sebagai berikut:

1. Beton
Berdasarkan pasal 3.12 SNI-03-2847-2002, beton didefinisikan sebagai campuran antara semen
portland atau semen hidrolik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan bahan tambahan
atau tidak dengan bahan tambahan membentuk masa padat.
2. Kuat Tekan
Kuat tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Kuat tekan beton
mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang
dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang dihasilkan.
Nilai kuat tekan beton didapatkan melalui tata cara pengujian standar, menggunakan mesin uji
dengan cara memberikan beban tekan bertingkat pada benda uji silinder beton (diameter 150 mm,
tinggi 300 mm) sampai hancur. Untuk standar pengujian kuat tekan digunakan SNI 03-1974-1990 dan
ASTM C 39/C 39M-01.
Untuk pengujian kuat tekan beton, benda uji berupa kubus ukuran sisi 15 x 15 x 15 cm, cetakan
diisi dengan adukan beton dalam 2 lapis, tiap-tiap lapis dipadatkan dengan 32 kali tusukan; tongkat
pemadat diameter 10 mm, panjang 300 m.
Perhitungan kuat tekan sebagai berikut :
2
Kuat Tekan Beton : P/A=(kN/mm²)
Keterangan :
P = beban maksimum (kN)
A = luas penampang (mm²)

3. Kuat Lentur

Kuat tarik lentur adalah kemampuan balok beton yang diletakkan pada dua perletakan untuk
menahan gaya dengan arah tegak lurus sumbu benda uji, yang diberikan padanya, sampai benda uji
patah yang dinyatakan dalam Mega Pascal (MPa) gaya tiap satuan luas (SNI 03-4431-2011). Sebuah
balok yang diberi beban akan mengalami deformasi, dan oleh sebab itu timbul momen-momen lentur
sebagai perlawanan dari material yang membentuk balok tersebut terhadap beban luar.
Tegangan yang timbul selama mengalami deformasi tidak boleh melebihi tegangan lentur ijin
untuk bahan dari beton itu. Momen eksternal harus ditahan oleh bahan dari beton, dan harga
maksimum yang dapat dicapai sebelum balok mengalami keruntuhan atau patah sama dengan momen
penahan internal dari balok.
Pada penelitian ini benda uji yang digunakan yaitu balok berukuran 15cm x 15cm x 60cm. Sistem
pembebanan pada pengujian tarik lentur, yaitu benda uji dibebani sedemikian rupa sehingga hanya
akan mengalami keruntuhan akibat lentur murni seperti Gambar 2.1.

Sumber : Data Penulis


Gambar 2.1 Pengujian Kuat Lentur Balok
fr = PL/〖 bh〗 ^2

dimana :
fr = kuat lentur benda uji (Mpa)
P = beban tertinggi yang terbaca pada mesin uji (kN)
L = jarak bentangan antara dua garis perletakan (mm)
b = lebar tampang lintang patah arah horizontal (mm)
h = lebar tampang lintang patah arah vertikal (mm)
a = jarak rata-rata antara tampang lintang patah dan tumpuan luar yang terdekat, diukur pada 4
tempat pada sudut dari bentang (mm).

4. Limbah Ban Bekas

Ban bekas merupakan limbah dari roda kendaraan bermotor yang sudah tidak layak pakai.
Keberadaan ban bekas seyogyanya dapat lebih dimanfaatkan untuk membuat sesuatu yang berguna,
dari barang yang tidak terpakai di recycle menjadi barang yang bermanfaat. Definisi ban bekas adalah
ban yang secara permanen telah dibuang dari kendaraan tanpa kemungkinan untuk dibentuk lagi pada
penggunaan di jalan raya (ETRA, 2002). Ban bekas ini di campurkan pada beton K-350. Ban bekas ini
3
di rajut dengan bentuk seperti anyaman bambu (gedek). Tingkat kelenturan ban bekas ini digunakan
sebagai campuran beton. Penambahan limbah ban bekas ini dilakukan dengan cara dirajut dan
diberikan pada lapisan beton yang diuji.
Pengujian limbah ban bekas meliputi pengujian density dan kuat tarik ban. Hasil pengujian
disajikan pada Tabel 2.5 betikut.
Tabel 2.5 Hasil Pengujian Density dan Kuat Tarik Ban
Pengujian Satuan Nilai Pengujian
Density t/m3 1,378
Kuat Tarik Mpa 3,564
Pengujian Satuan Nilai Pengujian

Density t/m3 1,378

Kuat Tarik Mpa 3,564

Sumber : Nastain dan Agus Maryoto, 2010

Ban bekas (waste tire) memiliki density sebesar 1,378 t/m3 dan kuat tarik sebesar 3,564 Mpa.
Sedangkan bahan baku ban adalah karet dengan bahan tambah benang nilon yang tersusun secara
bersilangan (Nastain dan Agus Maryoto, 2010).

4. METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen di laboratorium, yaitu
dengan mengadakan suatu percobaan secara langsung untuk mendapatkan suatu data atau hasil yang
menghubungkan antara variabel-variabel yang diselidiki. Penelitian ini dilakukan dengan beberapa
tahapan pekerjaan. Dimulai dari persiapan bahan, perencanan campuran dilanjutkan dengan
pembuatan benda uji dan pengujian benda uji. Semua pekerjaan dilakukan berpedoman pada peraturan
atau standar yang berlaku dengan penyesuaian terhadap kondisi dan fasilitas laboratorium yang ada.

1. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di laboratorium PT. Pionirbeton Industri Pulogadung, Jakarta Timur
dalam jangka waktu 2 (dua) bulan yaitu bulan September sampai dengan Oktober 2018.

2. Jenis Penelitian dan Sumber Data


Penelitian yang dilakukan adalah dengan melakukan percobaan di laboratorium, menggunakan
metode pencampuran dimana kondisi dibuat dan diatur oleh peneliti dengan mengacu pada peraturan
serta literatur yang berkaitan. Semen yang digunakan adalah semen Tipe I merk Tiga Roda jenis OPC
(Ordinary Portland Cement). Agregat halus (pasir) berasal dari Belitung serta agregat kasar dari
Rumpin, air bersih dari sumur laboratorium, dan ban rajut yang digunakan berasal dari ban bekas
mobil ukuran 185/70 R14. Jenis penelitian ini termasuk penelitian beton bertulang, dimana peneliti
menggunakan potongan-potongan ban dengan tebal 4mm yang dirajut menyerupai anyaman bambu
(gedek) sebagai pengganti tulangan/besi.

4
3. Diagram Alir Penelitian
Adapun langkah-langkah penelitian tersebut divisualisasikan dalam diagram alir sebagai berikut
:

Mulai

Studi Pustaka

Persiapan Alat Persiapan Material:


1. Siram/cuci split dan pasir
2. Uji kekuatan/kekerasan
split

Rancang Campuran Beton


(Mix Design Concrete)

Pencampuran Beton

TIDAK OK
Slump test

OK
Pembuatan dan Perawatan
Benda Uji

Pengujian Benda Uji

Analisis Data danOK


Pembahasan

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Sumber : Data Penulis


Sumber : Data Penulis

4. Pembuatan Benda Uji


Penelitian ini dirancang untuk evaluasi kuat tekan dan kuat lentur beton, pembuatan sampel kubus
dengan ukuran (15x15x15 cm) untuk mengetahui nilai kuat tekan beton dan sampel balok (15x15x60
cm) untuk mengetahui nilai kuat lentur yang didapat.
Benda uji limbah ban bekas mobil ukuran 185/70 R14. Benda uji merupakan sampel yang akan
digunakan untuk pengujian. Benda uji merupakan potongan ban bekas dengan tebal 4mm yang
dianyam sedemikian rupa menyerupai anyaman bambu atau gedek, dianyam rapat.

5
Sumber : Data Penulis
Gambar 3.2 Bentuk Ban Rajut Ukuran 60x15 cm

5. Benda uji campuran beton tanpa dan dengan ban rajut


Benda uji merupakan sampel campuran beton tanpa dan dengan rajutan ban bekas. Pembuatan
benda uji beton dapat digambaran melalui Gambar 3.3 dan Gambar 3.4 di bawah. Bahwa beton non
rajut diwujudkan dalam bentuk balok dan kubus, serta balok beton dengan rajut disusun seperti
gambar di bawah. Penyusunan ban rajut dibagi menjadi 3 lapis yang terdiri dari dua layer, yang setiap
layer berjarak 2 cm dari tepi beton (selimut beton). Jumlah dan variasi benda uji dapat dilihat pada
Tabel 3.1 dan Tabel 3.2 di bawah ini.

Sumber : Data Penulis


Gambar 3.2 Pembuatan Benda Uji Balok Beton Non Rajut Ban Bekas

Sumber : Data Penulis


Gambar 3.2 Pembuatan Benda Uji Balok Beton dengan Rajut Ban Bekas

Tabe 3.1 Variasi, Ukuran, dan Jumlah Benda Uji Balok

Kode sampel UKURAN Mutu Jumlah

beton Panjang Lebar Tinggi beton

BNR 600 150 150 K-350 3

BR1 600 150 150 K-350 3

BR2 600 150 150 K-350 3

Sumber : Data Penulis

Tabel 3.2 Variasi, Ukuran, dan Jumlah Benda Uji Kubus


Kode sampel UKURAN Mutu Jumlah

beton Panjang Lebar Tinggi beton

BK 150 150 150 K-350 3

Sumber : Data Penulis

6
6. Perawatan (Curing) Benda Uji
Sampel 3 kubus (15 x 15 x 15 cm) dan sampel 9 balok (15 x 15 x 60 cm) dilakukan perendaman
(curing) dengan air tawar selama 28 hari. Pada saat hari pengetesan beton untuk kubus diangkat sehari
atau 24 jam sebelumnya agar pengujian lebih maksimal. Untuk pengujian balok lama pengangkatan
dari perendaman ke pengetesan berjarak maksimal 3 jam agar pengetesan balok lebih maksimal.
7. Pengujian Kuat Tekan Sampel Kubus ( 15 X 15 X 15 cm )
Pengujian kuat tekan dilakukan berdasarkan SNI 1974:1990. Pengujian ini dilakukan dengan
menggunakan Compression Testing Machine dengan kapasitas sesuai kebutuhan, prosedur
pelaksanaan terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:
1. Sampel beton berbentuk kubus dengan ukuran sisi 15x15x15 cm pengujian pada umur 7,
14, dan 28 hari, sebelum pengujian dilakukan, benda uji di angkat dari bak perendaman
setelah itu didiamkan beberapa saat hingga sampel beton mencapai kering permukaan
(SSD) atau sekitar 24 jam sebelum pengetesan.
2. Setelah sampel beton mencapai kondisi SSD, timbang sampel beton tersebut.
3. Letakkan benda uji pada Compression Testing Machine secara sentris.
4. Jalankan mesin penekan dengan beban yang konstan.
5. Pembacaan dilakukan hingga benda uji hancur dan beban maksimum yang terjadi dicatat
untuk mendapatkan mutu beton dari benda uji.
6. Dalam melakukan pengujian ini dapat diperoleh beberapa hasil yaitu kuat tekan beton dari
beton dengan menggunakan persamaan berikut :
Berdasarkan SNI 1974:1990 kuat tekan beton dihitung dengan membagi beban tekan maksimum
yang diterima benda uji selama pengujian dengan luas penampang melintang.
8. Pengujian Kuat Lentur Sampel Balok ( 15 X 15 X 60 cm )
Pengujian kuat lentur dilakukan berdasarkan SNI-4431-2011. Pengujian ini dilakukan dengan
menggunakan Flexure Testing Machine dengan kapasitas sesuai kebutuhan, prosedur pelaksanaan
terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:
1. Sampel beton berbentuk balok dengan ukuran 150 x 150 x 600 mm yang telah mencapai
umur uji diangkat dari bak perendam, setelah itu diamkan beberapa saat hingga sampel
beton mencapai kondisi kering permukaan (SSD) atau sekitar 3 jam sebelum pengetesan.
2. Setelah sampel beton mencapai kondisi SSD, timbang sampel beton tersebut.
3. Letakkan benda uji pada Flexure Testing Machine secara sentris sesuai tanda dan titik-
titik yang telah diberikan.
4. Jalankan mesin dengan beban yang konstan.
5. Pembacaan dilakukan hingga benda uji patah dan beban maksimum yang terjadi dicatat
untuk mendapatkan mutu beton dari benda uji.
6. Dalam melakukan pengujian ini dapat diperoleh beberapa hasil yaitu kuat lentur beton
dari beton dengan menggunakan persamaan berikut :
a. Untuk pengujian dimana bidang patah terletak di daerah pusat atau tengah, maka kuat lentur
beton dihitung menurut persamaan sebagai berikut.

fr = P L/bh2

b. Untuk pengujian dimana patahnya benda uji ada diluar pusat (daerah 1/3 jarak titik perletakan
bagian tengah) dan jarak antara titik pusat dan titik patah kurang dari 5% dari jarak antara titik
perletakan maka kuat lentur beton dihitung persamaan sebagai berikut.

fr = P a/bh2
7
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian yang dilakukan di laboratorium PT. Pionirbeton Industri, merupakan suatu
pencarian data yang mengacu pada perumusan masalah, yaitu untuk mengetahui pengaruh
penambahan lapisan rajutan ban bekas terhadap peningkatan kuat lentur beton untuk perkerasan kaku.
1. Karakteristik Material
Material yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari agregat alam yaitu agregat halus (pasir)
yang berasal dari Belitung dan agregat kasar (batu pecah) dari daerah Rumpin Bogor. Pengujian ini
dilakukan di laboratorium beton PT. Pionirbeton Industri Pulogadung. Pengujian agregat ini mengacu
pada SNI dan ASTM (American Society for Testing Material). Data hasil pengujian agregat halus
dapat dilihat pada Tabel 4.1 di bawah ini:
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Agregat Halus (Pasir)
Hasil
No Karakteristik Agregat Interval Keterangan
Pemeriksaan

1 Modulus Kehalusan 2,3 – 3,1 2,66 Memenuhi

2 Berat Jenis Kondisi (SSD) 1,6 – 3,3 2,60 Memenuhi

3 Penyerapan Air Maks. 3% 1,42 Memenuhi

4 Berat Volume 1,4 – 1,9 Ton/m³ 1,447 Memenuhi

5 Kadar Air 3% - 5% 3,4 Memenuhi

6 Kadar Lumpur Maks. 5% 2,13 Memenuhi

Sumber: Laboratorium PT. Pionirbeton Industri


Hasil analisa saringan agregat halus yang kemudian diplot pada grafik batas gradasi
sebagaimana Gambar 4.1.

Sumber: Laboratorium PT. Pionirbeton Industri

8
Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Agregat Kasar (Split)
Hasil
No Karakteristik Agregat Interval Keterangan
Pemeriksaan

1 Modulus Kehalusan 6,0 – 7,1 6,99 Memenuhi

2 Berat Jenis Kondisi (SSD) 2,55 – 2,70 2,56 Memenuhi

3 Penyerapan Air Maks. 3% 2,74 Memenuhi

4 Berat Volume 1,4 – 1,9 Ton/m³ 1,504 Memenuhi

5 Kadar Air 0,5% - 2% 0,5 Memenuhi

6 Kadar Lumpur Maks. 1% 0,68 Memenuhi

Sumber: Laboratorium PT. Pionirbeton Industri


Grafik gardasi agregat kasar (batu pecah) pada Gambar 4.2 menunjukkan bahwa agregat kasar
(batu pecah) yang digunakan merupakan batu pecah dengan gradasi zona 4,75 - 25 mm, sebagaimana
ukuran agregat maksimum yang direncanakan yaitu 25 mm, dengan modulus halus butir agregat 6,99.

Sumber: Laboratorium PT. Pionirbeton Industri


Gambar 4.2 Grafik Gradasi Agregat Kasar

2. Rancang Campuran Beton (Mix Design Concrete)

Rancang campuran beton yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metode SNI (Standar
Nasional Indonesia). Kuat tekan beton yang disyaratkan (mutu beton) ditargetkan sebesar 350 kg/cm².
Komposisi campuran beton dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Komposisi Campuran Beton


Berat/m3
No Bahan Beton
K 350

9
1 Semen (OPC) 370 kg

2 Pasir (Belitung) 460 kg

Split 25mm
3 1120 kg
(Rumpin)

4 Air 170 kg
Sumber: Hasil Penelitian

Dikarenakan material yang digunakan dalam keadaan apa adanya sesuai dengan SNI, maka:
1. Agregat Halus
Kadar air (3,4%) lebih besar dari pada absorbsi (1,42%), artinya kondisi material dalam
keadaan basah sehingga material ditambah dan jumlah air dikurangi.
2. Agregat Kasar
Absorbsi (2,74%) lebih besar dari pada kadar air (0,5%), artinya kondisi material dalam
keadaan kering sehingga material dikurangi dan jumlah air ditambah.

3. Ban bekas

Pengujian ban bekas meliputi pengujianan kuat tarik ban. Hasil pengujian disajikan pada Tabel
4.4.
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Density dan Kuat Tarik Ban

Pengujian Satuan
Nilai Pengujian

Density t/m³ 1,378

Kuat tarik Mpa 3,564

Sumber : Nastain dan Agus Maryoto, 2010

Ban bekas (waste tire) sebesar 1,378 t/m³ dan kuat tarik sebesar 3,564 Mpa. Sedangkan bahan
baku ban adalah karet dengan bahan tambah benang nilon yang tersusun secara bersilang (Agus
Maryoto, 2014).
4. Pengujian Slump

Pengukuran slump dilakukan untuk mengetahui kelecakan (workability) adukan beton. Kelecakan
adukan beton merupakan ukuran dari tingkat kemudahan campuran untuk diaduk, diangkut, dituang
dan dipadatkan tanpa menimbulkan pemisahan bahan penyusun beton (segregasi). Tingkat kelecakan
ini dipengaruhi oleh komposisi campuran, kondisi fisik dan jenis bahan pencampurnya.
Untuk pengujian slump tes pada penelitian ini dilakukan sebanyak tiga kali. Hasil pengujian slump
tes dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Nilai Slump

10
Nilai Slump (cm)
Mutu Rata-rata (cm)
1 2 3
K 350 12,5 11,8 12,2 12,4
Sumber: Hasil Penelitian

Dapat disimpulkan bahwa penelitian ini memenuhi batas syarat nilai slump tes yaitu 12 ± 2 cm
(10 cm – 14 cm).

5. Pengujian Kuat Lentur Beton


Pengujian kuat lentur menggunakan mesin tes merk MBT. Pengujian kuat lentur beton masing-
masing 2 buah balok yang dilakukan pada umur 7 dan 14 hari, dan 1 buah balok pada umur 28 hari
dengan ukuran balok 15 x 15 x 60 cm. Pengujian kuat lentur mengacu pada SNI 03-4431:1997
Hasil pengujian kuat lentur didapat hasil seperti Tabel 4.6 di bawah, menunjukkan kuat lentur.
Contoh pada sampel balok 1, pada alat terbaca beban 30 kN dengan perhitungan didapat kuat lentur
sebesar 4 Mpa.
Diketahui : P = 30 kN x 1000 = 30000 N
L = 450 mm
b = 150 mm
h = 150 mm
Penyelesaian : fr = P L = 30000 x 450
bh2 150 x 1502
= 4 N/mm2
= 4 Mpa

Tabel 4.6 Hasil Kuat Uji Lentur Balok 15x15x60 cm


Umur Kuat
Kuat
Nomer (hari) Berat Pembacaan Lentur
Mutu Lentur
Balok (Kg) (kN) Rata-rata
(Mpa)
(Mpa)
BNR 7 32,6 39 5,20 5,20
K 350 BR1 7 31,5 31 4,40
4.27
BR2 7 31 33 4,133
BNR 14 32,8 41 5,467 5,47
K 350 BR1 14 32 33 4,40
4,30
BR2 14 32,7 31,5 4,20
BNR 28 32,5 43,5 5,80 5,80
K 350
BR1 28 32 34 4,533 4,533
Sumber: Hasil Penelitian
Catatan
BNR = Beton Non Rajut
BR1 = Beton Rajut Sampel 1
11
BR2 = Beton Rajut Sampel 2

6. Pengujian Kuat Lentur Beton Dengan Menggunakan Tambahan Alas Ban Rajut
Sepanjang Bentangan Pada Balok Usia 28 Hari

Pengujian kuat lentur menggunakan mesin tes merk MBT. Pengujian kuat lentur beton 1 buah
balok dan dilakukan pada umur 28 hari dengan ukuran balok 15 x 15 x 60 cm. Pengujian kuat lentur
mengacu pada SNI 03-4431:1997.
Hasil pengujian kuat lentur didapat hasil seperti Tabel 4.7 di bawah, menunjukkan kuat lentur
beton dengan penambahan alas ban rajut sepanjang bentangan (BR2) sebesar 4,667 Mpa menunjukkan
hasil lebih besar dari beton rajut (BR1) yang tanpa menggunakan alas ban rajut dengan hasil 4,533
Mpa. Dengan selisih 0,134 Mpa atau peningkatan hanya sebesar 2,96% hasil tersebut menunjukkan
bahwa dengan penambahan alas ban rajut saat pengujian tidak terlalu berpengaruh pada kekuatan
lenturnya.

Tabel 4.7 Hasil Kuat Uji Lentur Balok dengan dan Tanpa Alas Ban Rajut 15x15x60 cm
Umur
Nomer Berat Pembacaan Kuat Lentur
Mutu (hari)
Balok (Kg) (kN) (Mpa)

BR1 28 32 34 4,533
K 350
BR2 28 31 35 4,667
Sumber: Hasil Penelitian

Perbandingan Beton Rajut Dengan Dan Tanpa


Alas (Mpa)
4.7
4.667

4.6

4.533

4.5

4.4
br 1 br 2

Sumber : Hasil Penelitian


Gambar 4.8 Grafik Kuat Lentur Beton Rajut dengan dan Tanpa Alas Ban Rajut

Catatan
BR1 = Beton Rajut Sampel 1
BR2 = Beton Rajut Sampel 2

7. Pengujian Kuat Tekan Beton

12
Pengujian kuat tekan beton sampel kubus masing – masing 1 sampel dilakukan pada umur 7,14,
dan 28 hari dengan ukuran kubus sisi 15 cm x 15 cm x 15 cm sebagai kontrol kuat tekan beton yang di
rencanakan. Pengujian kuat tekan mengacu pada ASTM C39/ C39M-01 (Standard Test Method for
Compressive Strength of Cylindrical Concrete Speciments) dan termuat pada SNI 1974:1990.

Hasil kuat tekan beton sampel kubus sisi 15 cm x 15 cm x 15 cm didapat dari pembacaan pada
mesin tes kuat tekan seperti contoh sampel nomer K2 14 mutu K-350 tercantum pada Tabel 4.8
didapat 948,60 kN maka hasil kuat tekan beton diperoleh hitungan 42,16 Mpa.

Diketahui : P = 948,60 kN x 1000 = 948600 N

A = s x s = 150 x 150 = 22500 mm²

𝑃
Penyelesaian : 𝑓𝑟 =
𝐴
Fr = 42,16 N/mm²

= 42,16 Mpa

Tabel 4.8 Hasil Uji Tekan Kubus 15x15x15 cm


Kuat Tekan
Nomer Berat Pembacaan Kuat Tekan Kuat Tekan
Mutu Rata-rata
Silinder (Kg) (kN) (N/mm²) (Mpa)
(Mpa)
K1 7 12,35 859,3 38,19 38,19
K 350 K2 14 12,40 948,6 42,16 42,16 43,94
K3 28 12,30 1158,4 51,48 51,48
Sumber: Hasil Penelitian

Grafik Kuat Tekan Beton


60.000

50.000 51.484
KUAT TEKAN fc (MPA)

42.160
40.000
38.191

30.000
Kuat Tekan Beton

20.000

10.000

0.000
7 14 28

Sumber : Hasil Penelitian

13
Gambar 4.10 Grafik Kuat Tekan Beton

8. Analisis Pengujian Kuat Lentur

Pengujian kuat lentur bertujuan untuk mengetahui kekuatan lentur (flexture strength) yang
direndam (curing) di laboratorium pada umur 7, 14 dan 28 hari.
Benda uji berupa balok berukuran 15 cm x 15cm x 60 cm dipasang pada mesin secara sentris.
Pembebanan dilakukan sampai benda uji menjadi terbelah dan tidak dapat lagi menahan beban yang
diberikan (jarum penunjuk berhenti kemudian bergerak turun), sehingga didapatkan beban maksimum
yang ditahan oleh benda uji tersebut. Kemudian hitung kuat lentur beton yaitu besarnya beban dikali
panjang bentangan dibagi momen tahanan.
Peraturan SNI 03-2847-2002 menetapkan nilai modulus keruntuhan lentur untuk beton normal
(tanpa tulangan) yaitu:
fr = 0,7 √f’c
fr = 0,7 √28
= 3,7 Mpa
Sebagai kontrol kuat lentur beton pada mutu K 350 atau setara f’c 28 Mpa maka memiliki kuat
lentur sesuai perhitungan 3,7 Mpa. Sedangkan hasil yang diperoleh dari pengujian kuat lentur beton
non rajut pada umur 7 hari adalah 5,2 Mpa, pada umur 14 hari 5,467 Mpa, dan pada umur 28 hari 5,8
Mpa. Tercantum grafik kuat lentur beton sampel balok masing-masing mutu umur 7, 14, dan 28 hari
pada Gambar 4.11 dibawah.

Grafik Kuat Lentur Beton Non Rajut


5.900
5.800 5.800
5.700
5.600
KUAT LENTUR

5.500
5.467
5.400 Kuat Lentur Non Rajut
5.300
5.200 5.200
5.100
5.000
7 14 28

Sumber : Hasil Penelitian


Gambar 4.11 Grafik Kuat Lentur Beton Non Rajut

Sedangkan hasil yang diperoleh dari pengujian kuat lentur beton dengan rajut pada umur 7 hari
adalah 4,267 Mpa, pada umur 14 hari 4,3 Mpa, dan pada umur 28 hari 4,533 Mpa. Tercantum grafik
kuat lentur beton sampel balok masing-masing mutu umur 7, 14 dan 28 hari pada Gambar 4.12
dibawah.

14
Grafik Kuat Lentur Beton Rajut
4.600
4.550 4.533
4.500
4.450
KUAT LENTUR

4.400
4.350
Kuat Lentur Beton Rajut
4.300 4.300
4.250 4.267
4.200
4.150
4.100
7 14 28

Sumber : Hasil Penelitian


Gambar 4.12 Grafik Kuat Lentur Beton Rajut

9. Perbandingan Kuat Lentur Beton Rajut Terhadap Kuat Lentur Non Rajut

Pada hasil penelitian yang sudah dilaksanakan, didapat kuat lentur beton Rajut sampel balok umur
7 hari memiliki kuat tekan rata-rata sebesar 4,267 Mpa, sedangkan hasil kuat lentur beton sampel 7
hari Non Rajut memiliki kuat lentur sebesar 5.200 Mpa. Dari hasil pengujian tersebut dihasilkan
koefien pembanding antara beton rajud dan beton non rajut, serta seberapa kuat beton non rajut jika
dibandingkan dengan beton non rajut seperti Tabel 4.9 berikut.

Tabel 4.9 Perbandingan Kuat Lentur Beton Rajut dengan Kuat Lentur Beton Non Rajut
Kuat Lentur Kuat Lentur Perbandingan
Mutu Selisih
Rajut f’c Non Rajut fr f’c/fr

K 350 h-7 4,267 Mpa 5,200 Mpa 0,933 0,82

K 350 h-14 4,300 Mpa 5,467 Mpa 1,167 0,79

K 350 h-28 4,600 Mpa 5,800 Mpa 1,20 0,79


Sumber: Hasil Penelitian

15
Grafik Perbandingan Kuat Lentur Beton Non
Rajut dan Beton Rajut
6.000
5.800 5.800
5.600
5.467
5.400
Kuat Lentur Non Rajut
KUAT LENTUR

5.200 5.200
5.000 Kuat Lentur Beton Rajut
4.800 4.667
Kuat Lentur Beton Rajut
4.600
4.533 dengan Alas Ban Rajut
4.400
4.267 4.300
4.200
4.000
7 14 28

Sumber: Hasil Penelitian


Gambar 4.13 Grafik Perbandingan Kuat Lentur Beton Non Rajut dan Beton Rajut
Berdasarkan hasil pengujian dapat dilihat Gambar 4.13 bahwa kuat lentur beton rajut pada umur 7
hari memiliki kekuatan rata-rata 4,267 Mpa dan pada beton non rajut umur 7 hari kekuatan mencapi
5,2 Mpa. Kemudian pada umur 14 hari kekuatan beton rajut mencapai 4,3 Mpa dan kekuatan lentur
beton non rajut lebih tinggi yakni 5,467 Mpa. Serta yang terakhir pada umur 28 hari kekuatan lentur
beton rajut rata-rata 4,6 Mpa lebih kecil dari pada kekuatan lentur beton non rajut umur 28 hari yang
mencapai 5,8 Mpa. Sehingga disimpulkan bahwa kuat lentur beton rajut tidak lebih kuat dari sampel
kekuatan lentur beton non rajut pengalian rata-ratanya sebesar 0,8 kali dari beton non rajut. Kuat
lentur menggunakan karet ban bekas dengan rajut tidak lebih baik dari beton non rajut karena
kekuatannya lebih kecil.
10. Perbandingan Kuat Lentur Beton Rajut Terhadap Kuat Lentur Beton K-350 dengan
Konversi SNI

Peraturan SNI 03-2847-2002 menetapkan nilai modulus keruntuhan lentur untuk beton normal
(tanpa tulangan) yaitu:
fr = 0,7 √f’c
fr = 0,7 √51,48
= 4,023 Mpa
Sebagai kontrol kuat lentur beton pada mutu K 350 atau setara f’c 28 Mpa maka memiliki kuat
lentur sesuai perhitungan 4,023 Mpa. Sedangkan hasil yang diperoleh dari pengujian kuat lentur beton
non rajut pada umur 28 hari 5,8 Mpa. Berikut merupakan persentase perbandingan kekuatan lentur
pada Tabel 4.10 dibawah.

Tabel 4.10 Hasil Kuat Lentur Beton Non Rajut dengan SNI
Kuat Lentur Kuat Lentur Persentase
Mutu
Non Rajut f’c dari tekan (%)
16
Hasil Penelitian Dikonversi ke
Kuat Lentur
Non Rajut fr
SNI
K 350 h-7 5,200 Mpa 4,326 Mpa 84,3

K 350 h-14 5,467 Mpa 4.545 Mpa 83,1

K 350 h-28 5,800 Mpa 4,023 Mpa 86,6


Sumber: Hasil Penelitian

Perbandingan Kuat lentur dengan SNI


7.00
5.80
6.00 5.47
5.20 5.02
5.00 4.33 4.55

4.00

3.00

2.00

1.00

0.00
7 Hari 14 Hari 28 Hari

Hasil kuat lentur Hasil penelitian tekan menjadi lentur dengan SNI

Sumber: Hasil Penelitian


Gambar 4.14 Grafik Perbandingan Kuat Lentur Beton Non Rajut dengan SNI

Dari Gambar 4.14 di atas dibandingkan antara hasil kuat lentur terhadap perhitungan
menggunakan SNI dengan rumus tersebut diatas. Perbandingannya menunjukkan tangga naik yang
linier dari umur 7,14 dan 28 hari. Kedua hasil kuat lentur baik hasil uji dan menggunakan SNI
memiliki diagram yang linier naik.

17
Persentase Perbandingan (%)
87.0 86.6

86.0

85.0

84.0
83.2 83.1
83.0

82.0

81.0
7 Hari 14 Hari 28 Hari

Sumber: Hasil Penelitian


Gambar 4.15 Grafik Persentase Perbandingan Kuat Lentur Beton Non Rajut dengan SNI
Jadi berdasarkan diagram di atas dapat dilihat perbandingan antara kuat lentur hasil penelitian
dengan kuat lentur dengan menggunakan rumus SNI didapat bahwa perbandingannya dari hari 7,14,
dan 28 nilai persentase kurang lebih rata-rata 84,3% hampir sama. Persentase didapat dengan
mengalikan hasil kuat tekan sample beton kubus dengan 0,7 dikali akar dari kuat tekan beton yang
didapat. Pada umur 28 hari persentasenya mencapai 86,6 %.
11. Analisis Hasil Penelitian Kuat Tekan terhadap Hasil Penelitian Proyek Lain

Pada Tabel 4.11 berikut merupakan hasil uji kuat tekan beton sampel silinder 15 cm x 30 cm
didapat dari penelitian proyek lain dengan mutu K-350.

Tabel 4.11 Hasil Uji Tekan Silinder 15x30 cm K-350 Penelitian Proyek Lain (a)

Kuat Tekan
Mutu Umur Test (Hari) Pembacaan (KN) Kuat tekan fc
(kg/cm²)
(Mpa)

(K 350) 7 335,1 223,09 15.75

14 432,5 300,83 20.32

28 582,9 405,45 27.39

Sumber: Hasil Penelitian Proyek Lain

Pada Tabel 4.12 berikut merupakan hasil uji kuat tekan beton sampel kubus sisi 15 cm x 15 cm x 15
cm didapat dari penelitian dengan mutu K-350.

Tabel 4.12 Hasil Uji Tekan Kubus 15x15x15 cm K-350 (b)

18
Kuat Tekan
Mutu Umur Test (Hari) Pembacaan (KN) Kuat tekan fc
(kg/cm²)
(Mpa)

(K 350) 7 859,3 460,13 38,19


14 948,6 507,95 42,16
28 1158,4 620,29 51,48
Sumber: Hasil Penelitian

Tercantum pula grafik dan tabel perbandingan kuat tekan beton hasil penelitian dengan penelitian
proyek lain masing-masing umur 7, 14, dan 28 hari pada Gambar 4.16 dan Tabel 4.13 dibawah.

Perbandingan Hasil Penelitian dengan Proyek


Lain
60.00
51.48
50.00
42.16
38.19 39.76
40.00
29.50
30.00 22.86
20.00

10.00

0.00
7 Hari 14 Hari 28 Hari

Hasil Penelitian (Mpa) Hasil Proyek Lain (Mpa)

Sumber: Hasil Penelitian

Gambar 4.16 Grafik Perbandingan Kuat Tekan Hasil Penelitian dengan Proyek Lain

Tabel 4.13 Perbandingan Hasil Penelitian dengan Proyek Lain (b/a)

19
Umur Test Kuat tekan Kuat tekan
Mutu Perbandingan Persentase b/a
(Hari) (b) (Mpa) (a) (Mpa)
(b/a)
(%)

(K 350) 7 38,19 15.75 1,67 167


14 42,16 20.32 1,43 143
28 51,48 27.39 1,29 129

Sumber: Hasil Penelitian

Persentase Perbandingan (%)


180 167
160 143
140 129
120
100
80
60
40
20
0
7 Hari 14 Hari 28 Hari

Sumber: Hasil Penelitian


Gambar 4.17 Persentase Perbandingan Kuat Tekan Hasil Penelitian dengan Proyek Lain

12.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif persentase, penelitian
deskriptif persentase adalah suatu kegiatan penelitian yang bertujuan untuk menguji sebuah
teori, membuat prediksi, memberikan gambaran secara statistik untuk menunjukkan hubungan
antar variabel, serta mengukuhkan validasi data (data fakta). Proses penggambaran lokasi
penelitian, yaitu pada lokasi kecelakaan di jalan Tol Jagorawi. Dalam penelitian ini akan
diperoleh gambaran tentang :
a) Faktor penyebab
b) Waktu kejadian
c) Jenis kendaraan yang terlibat

20
d) Cuaca
Dalam identifikasi terhadap lokasi titik rawan kecelakaan ini dilakukan analisa terhadap
kedua jalur, baik jalur Jakarta menuju Ciawi (selanjutnya disebut Jalur A) maupun di jalur
sebaliknya, Ciawi menuju Jakarta (Jalur B). Untuk melakukan analisa titik rawan kecelakaan
(blaind spot) diperlukan data historis kecelakaan, minimal selama 3 tahun kebelakang.
Kecelakaan yang terjadi akan diklasifikasikan perkilometer. Selanjutnya lokasi per
kilometer tersebut yang akan menjadi segmen atau area dalam identifikasi keberadaan blaind
spot. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi lokasi titik rawan
(blaind spot).
Dalam penelitian ini akan dilakukan dua metode yaitu metode Jasa Marga dan metode
UCL (Upper Control Limit). Suatu ruas diidentifikasi sebagai lokasi titik rawan apabila pada
ruas tersebut terjadi kecelakaan dalam frekuensi yang lebih tinggi dari nilai kritis yang telah
ditentukan dan melewati garis UCL.
1) Metode Upper Control Limit
Dalam metode ini, lokasi berbahaya (blaind spot) ditentukan dengan cara statistical
quality control atau metode statistik kontrol kualitas. Suatu segmen atau wilayah dalam suatu
ruas jalan dinyatakan sebagai lokasi berbahaya apabila tingkat kecelakaan di segmen tersebut
telah melampaui batas normal atau nilai kritis. Batas tersebut dikenal dengan Upper Control
Limit (UCL). Batas normal tersebut dihitung dengan menggunakan rumus pendekatan poisson.
Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk menghitung nilai kritis atau batas normal
tersebut. Salah satu yang cukup populer adalah rumus yang dikembangkan oleh Norden &
Orlansky. Rumusnya adalah :
𝝀 𝟏
𝑈𝐶𝐿 = λ + 𝜳 √ + ...............................................................(3.1)
𝒎 𝟐𝒎
dimana :
λ = tingkat kecelakaan rata – rata (kecelakaan atau exposure)
m = satuan exposure, 100 juta kilometer kendaraan perjalanan (100 jkkp)
ψ = faktor probabilitas → 2,576 untuk tingkat probabilitas 99%

Dalam metode ini dihitung nilai yang menggambarkan tingkat kecelakaan kritis.
Kemudian nilai tersebut dibandingkan dengan tingkat kecelakaan masing-masing segmen yang
digambarkan dalam bentuk grafik. Dengan kata lain, pola kecelakaan pada setiap segmen
ditampilkan dengan diagram batang berdasarkan tingkat kecelakaan yang terjadi. Apabila
diagram batang dari tingkat kecelakaan suatu segmen melampaui garis Upper Control Limit
(UCL), maka lokasi atau segmen tersebut dianggap merupakan daerah blaind spot.
Tahap – tahap yang dilakukan dalam metode UCL adalah sebagai berikut:
1. Membuat tabulasi data kecelakaan perkilometer untuk setiap tahunnya. Tabulasi data
dibuat per tahun dan dibedakan untuk kecelakaan pada jalur A dan jalur B. Pada akhirnya akan
diperoleh 10 grafik UCL, yaitu grafik UCL untuk jalur A dan B selama 3 tahun.
2. Menghitung tingkat kecelakaan segmen per kilometer.
3. Menghitung tingkat kecelakaan jalur atau ruas yang ditinjau.
4. Menghitung nilai UCL untuk masing – masing jalur.
5. Membuat grafik UCL.
Grafik UCL merupakan grafik kombinasi antara grafik yang menunjukkan tingkat
kecelakaan perkilometer dan grafik nilai UCL. Nilai UCL yang diperoleh dari perhitungan
diplot dalam sebuah grafik dan akan menjadi garis batas dalam identifikasi lokasi blaind spot .
6. Penentuan lokasi blaind spot.
21
Dari grafik UCL yang telah dibuat, dapat ditentukan lokasi rawan kecelakaan. Suatu
segmen disebut sebagai lokasi blaind spot apabila tingkat kecelakaan di segmen tersebut
bersinggungan atau melewati garis UCL. Dalam penelitian ini, lokasi yang akhirnya dikatakan
sebagai titik rawan apabila tingkat kecelakaan di segmen tersebut melebihi garis UCL paling
sedikit dalam 3 tahun.
2) Metode Jasa Marga
Dalam metode ini, analisa untuk identifikasi daerah rawan kecelakaan dilakukan dengan
menggunakan tingkat kecelakaan dan digabungkan dengan metode statistika. Dalam
menentukan blaind spot, biasanya hanya batas atas yang dipakai. Rumus yang digunakan untuk
menentukan lokasi rawan kecelakaan :
𝝀 0,829 𝟏
𝑈𝐶𝐿 = 𝜆 + 2,5678 𝒙 √ 𝒎
+ 𝑚
+ (𝟐 𝒙 𝒎) ..…………(3.2)
𝑉 𝑥 365
𝑚= 10 8
………………………………………………….....(3.3)
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑙𝑎𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑥 10 8
𝜆= 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑎𝑙𝑖𝑛 …………………….(3.4)
365 𝑥 𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑗𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑥 ( )
𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑗𝑎𝑙𝑎𝑛
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑘𝑒𝑐𝑒𝑙𝑎𝑘𝑎𝑎𝑛 𝑥 10 8
𝑎𝑐𝑐 𝑟𝑎𝑡𝑒 = …………………………….(3.5)
10 8 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑥 365
dimana :
𝜆 = Angka kecelakaan rata-rata (Kecelakaan per 100JKKP)
m = Satuan exposure, km
V = Jumlah kendaraan per ruas dalam satu tahun (kendaraan)
Pada metode ini, dalam proses identifikasi blaind spot diperlukan data yang meliputi jumlah
kecelakaan lalu lintas yang digunakan dikonversikan menjadi angka kecelakaan rata-rata dan
volume kendaraan per ruas jalan.

6. HASIL DAN PEMBAHASAN


Dari data yang diperoleh dari PT Jasa Marga volume harian rata-rata lalu lintas
pada ruas Tol Jagorawi dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Data LHR Beban Ruas Jalan Tol Jagorawi Tahun 2015 - 2017
Tahun
Uraian 2015 2016 2017
LHR 1,696,140 1,673,778 1,553,648
LHR x Panjang ruas (50km) 84,806,989 83,688,939 77,682,424
Sumber : PT. Jasa Marga Cabang Jagorawi

Distribusi kecelakaan pada ruas jalan Tol Jagorawi dapat dilihat pada Table 4.2:

22
Tabel 4.2 Distribusi Kecelakaan di Jalan Tol Jagorawi Tahun 2015 - 2017
Tahun
Uraian Total Persentasi
2015 2016 2017
A. JUMLAH KECELAKAAN
- Jumlah kecelakaan tidak ada korban 122 127 141 390 60%
- Jumlah kecelakaan luka ringan 22 59 80 161 24,77%
- Jumlah kecelakaan luka berat 15 30 25 70 10,77%
- Jumlah kecelakaan menyebabkan 8 12 9 29 4,46%
kematian
Total 167 228 255 650 100%
B. JUMLAH KORBAN
- Jumlah korban luka ringan 170 78 83 331 56,67%
- Jumlah korban luka berat 64 59 73 196 33,58%
- Jumlah korban meninggal 19 20 18 57 9,75%
Total 253 157 174 584 100%
Sumber : PT. Jasa Marga Cabang Jagorawi, 2015 – 2017

Jenis kecelakaan biasanya berdasarkan pergerakan kendaraan ketika tabrakan. Jenis


kecelakaan oleh PT Jasa Marga diklasifikasikan menjadi 2, yaitu kecelakaan tunggal yang hanya
melibatkan satu kendaraan, kecelakaan ganda yang melibatkan dua atau lebih kendaraan untuk
mengetahui jumlah kecelakaan jenis kendaraan datap di lihat dalam bentuk Tabel 4.3 dibawah
ini :
Tabel 4.3 Jumlah Kecelakaan Berdasarkan Jenis Kecelakaan Tahun 2015-2017
Jenis Kecelakaan Tahun TOTAL Persentase
2015 2016 2017
A. Kecelakaan Tunggal
Kecelakaan sendiri 50 103 104 257 39,53%
Menabrak objek tetap 45 18 45 108 16.61%
Menabrak rintangan (batu) 2 1 3 6 0,9%
Menabrak penyebrang 5 0 1 6 0,9%
B. Kecelakaan ganda
Tabrak depan - belakang 50 83 73 206 31,69%
Tabrak depan – depan 3 2 2 7 1.1%
Tabrak depan – samping 3 7 16 26 4,03%
Tabrak samping – samping 1 2 0 3 0.4%
Tabrak beruntun 5 11 9 25 3,84%
Lain – lain 3 1 2 6 1%

Total 167 228 255 650 100%

Sumber : PT. Jasa Marga Cabang Jagorawi

1. Jumlah kecelakaan berdasarkan cuaca


Keadaan cuaca saat terjadi kecelakaan pada ruas jalan Tol Jagorawi diklasifikasikan
menjadi tujuh, yaitu cuaca cerah, mendung, berkabut, berdebu, gerimis, dan hujan lebat.

23
Tabel 4.4 Jumlah Kecelakaan Berdasarkan Cuaca Tahun 2015 – 2017
Tahun
Kondisi Cuaca 2015 2016 2017 TOTAL Persentasi

Cerah 138 174 211 523 80,46%


Mendung 11 16 20 47 7,23%
Berkabut 0 0 1 1 0,16%
Berdebu 0 0 0 0 0%
Berasap 1 0 0 1 0,16%
Gerimis 7 19 12 38 5,84%
Hujan lebat 10 19 11 40 6,15%

Total 167 228 255 650 100%

Sumber : PT. Jasa Marga Cabang Jagorawi

2. Jumlah kecelakaan berdasarkan waktu terjadinya kecelakaan


Waktu terjadinya kecelakaan dikelompokkan ke dalam empat periode waktu dengan
interval waktu 6 jam. Dalam penelitian ini, waktu yang diklasifikasikan menjadi 4 waktu seperti
pada Tabel 4.5 dibawah ini :

Tabel 4.5 Jumlah Kecelakaan Berdasarkan Waktu Kecelakaan


Waktu Kecelakaan Tahun
TOTAL Persentasi
2015 2016 2017
00.00 – 06.00 75 77 93 245 37,69%
06.00 – 12.00 34 59 58 151 23,23%
12.00 – 18.00 32 50 47 129 19,84%
18.00 – 24.00 26 42 57 125 19,24%

Total 167 228 255 650 100%


Sumber : PT. Jasa Marga Cabang Jagorawi

3. Jumlah kecelakaan berdasarkan jenis kendaraan


Jenis kendaraan yang terlibat dalam kecelakaan lalu lintas bermacam – bermacam. Dalam
penelitian ini, kendaraan yang terlibat diklasifikasikan menjadi 23 kendaran seperti pada Tabel
4.6 dibawah ini :

Tabel 4.6 Jumlah Kecelakaan Berdasarkan Jenis Kendaraan Tahun 2015-2017


Jenis Kendaraan Tahun
TOTAL Persentasi
2015 2016 2017
Sedan 34 60 57 151 16,22%
Jeep 23 25 34 82 8,8%
Pick Up 22 26 24 72 7,73%
Mini bus 56 114 119 289 31,04%
Mikrobis 4 6 5 15 1,6%
Bis 3/4 2 1 3 6 0,6%
Bus besar - 2 AS 6 4 5 15 1,6%
Bus besar > 2 AS 1 11 1 13 1,3%
Pick Up Box 8 13 12 33 3,51%
Truk Engkel Box 9 15 18 4,5%
24
Truk Engkel 5 12 7 42 2,5%
Truk Engkel / Tangki 22 16 25 24 6,76%
Truk besar 2 AS 7 4 6 63 1,8%
Truk besar Box 2 AS 2 7 3 17 1,2%
Truk besar Tangki 2 AS 7 15 15 12 3,97%
Truk besar > 2 AS 4 3 2 0,9%
37
Truk besar Box >2 AS 2 1 5 0,8%
9
Truk tempelan (semi Trailler) 1 1 3 0,5%
8 1,8%
Truk tempelan tangki 2 4 5 5
2 1 0 0,3%
Truk gandengan (full trailler) 11 0%
Truk gandengan tangki 0 0 0
3 0,1%
Sepeda motor 1 0 0
0 2,47%
Kabur 0 0 23
1
23
Total 220 339 372 931 100%

Sumber : PT. Jasa Marga Cabang Jagorawi

4. Jumlah kecelakaan berdasarkan posisi lajur tabrakan


Jumlah kecelakaan menurut posisi tabrakan dijalan Tol Jagorawi akan ditunjukkan seperti
pada Tabel 4.7. Berdasarkan Jumlah kecelakaan menurut posisi tabrakan pada kurun waktu 3
tahun untuk Tol Jagorawi, posisi yang paling banyak terjadi kecelakaan adalah posisi lajur satu,
kecelakaan pada bahu jalan angka tertinggi ke dua dan lajur dua tertinggi ke tiga, serta untuk
lajur tiga, lajur empat, ramp, gerbang tol, interchange dan karena faktor lain lain jumlahnya
hampir merata. Pada posisi lajur satu terjadi 174 kecelakaan dari 650 kecelakaan (26,76%), pada
bahu jalan terjadi 131 kecelakaan (20,15 %), pada lajur dua terjadi 111 kecelakaan (17,07%),
selanjutnya meliputi (pada lajur tiga, lajur empat, ramp, gerbang tol, interchange, dan faktor lain
– lain) terjadi 239 kecelakaan (36,00 %).

Tabel 4.7 Jumlah Kecelakaan Berdasarkan Lajur Tabrakan Tahun 2015-2017


Jenis Kendaraan Tahun Persentasi
TOTAL
2015 2016 2017
Lajur satu 47 60 67 174 26,77%
Lajur dua 36 34 41 111 17,07%
Lajur tiga 10 20 24 54 8,31%
Lajur empat 12 24 26 62 9,54%
Ramp 1 2 2 5 0,77%
Bahu jalan 31 46 54 131 20,15%
Gerbang tol 15 8 8 31 4,77%
Interchange 2 2 2 6 0,92%
13 31 11,70%
Lain-lain 32 76
Total 167 228 255 650 100%

Sumber : PT. Jasa Marga Cabang Jagorawi

25
5. Analisis Faktor Penyebab Kecelakaan
Kejadian kecelakaan lalulintas terjadi akibat faktor penyebab kecelakaan yaitu faktor
kelalaian pengemudi, kerusakan kendaraan, kondisi jalan dan lingkungan. Kecelakaan juga
dapat terjadi akibat kumulatif beberapa faktor penyebab kecelakaan tersebut.
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui faktor dominan penyebab kecelakaan pada jalan
Tol Jagorawi pada tahun 2015 – 2017. Pada penelitian ini, hanya menganalisis berdasarkan satu
unsur faktor penyebab kecelakaan saja, tidak berdasarkan gabungan dari bebrapa unsur.
Penyebab kecelakaan lalu lintas pada tahun 2015 – 2017. Dapat dilihat pada Tabel 4.8.
dibawah ini :
Tabel 4.8 Faktor Penyebab Kecelakaan di Jalan Tol Jagorawi
PENYEBAB TAHUN
Total Persentasi
2015 2016 2017
PENGEMUDI:
Kurang antisipasi 91 98 124 313 48,15%
Lengah 2 5 4 11 1,69%
Mengantuk 46 67 75 188 28,92%
Mabuk 0 0 0 0 0%
Jarak rapat 0 0 0 0 0%

SUBTOTAL 139 170 203 512 78,76%


KENDARAAN :
Ban Pecah 17 30 39 86 13,23%
Selip 2 1 0 3 0,47%
Rem Blong 6 12 7 25 3,85%
Rusak Mesin 0 5 1 6 0,92%
Rusak Mekanis 3 10 5 18 2,77%
Kendaraan berhenti 0 0 0 0 0%
SUBTOTAL 28 58 52 138 21,24%
JALAN :
Kerusakan Jalan 0 0 0 0 0%
Perlengkapan Jalan 0 0 0 0 0%

SUBTOTAL 0 0 0 0 0%
LINGKUNGAN :
Penyeberang Jalan 0 0 0 0 0%
Asap kendaraan 0 0 0 0 0%
Asap Lingkungan 0 0 0 0 0%
Gangguan Kamtib 0 0 0 0 0%
Hewan 0 0 0 0 0%
Genangan air 0 0 0 0 0%
Material di jalan 0 0 0 0 0%
Oli/ minyak di jalan 0 0 0 0 0%
SUBTOTAL 0 0 0 0 0%
TOTAL KECELAKAAN 167 228 255 650 100%

Sumber : PT. Jasa Marga Cabang Jagorawi

26
Dari data yang ada pada Tabel 4.8 tersebut diatas dihitung persentase faktor penyebab
terjadinya kecelakaan untuk tahun 2017.
Perhitungannya sebagai berikut :
203
a. Persen faktor pengemudi = 255 𝑥 100% = 79.61% di
52
b. Persen faktor kendaraan = 255 𝑥 100% = 20.39%
0
c. Persen faktor jalan = 255 𝑥 100% = 0%
0
d. Persen faktor lingkungan = 255 𝑥 100% = 0%
Selanjutnya untuk mengetahui faktor kecelakaan yang paling dominan dilakukan
analisis statistika, dengan menggunakan tingkat keterandalan α = 5% deskriptif persentase
varian, (MKJI 1997). Jumlah faktor penyebab kecelakaan dalam bentuk persentase dapat
dilihat pada Tabel 4.9 dibawah ini.
Tabel 4.9 Persentase Faktor Penyebab Kecelakaan Tahun 2015-2017
Faktor Penyebab Tahun
Kecelakaan 2015 2016 2017
Pengemudi 83,23% 74,56 % 79,61 %
Kendaraan 16,77 % 25,44 % 20,39 %
Jalan 0% 0% 0%
Lingkungan 0% 0% 0%

Perhitungan Uji-t faktor penyebab kecelakaan tahun 2017 sebagai berikut :

⅀𝑥
𝑋= 𝑛
; n = Jumlah sampel

237.4%
𝑥𝐴 = = 79,33% ; xA = Jumlah rata – rata persentase
3
Faktor pengemudi

62.01%
𝑥𝐵 = = 20,67% ; xB = Jumlah rata – rata persentase
3
faktor kendaraan

⅀(𝑥−𝑥₁)²
SD =√ 𝑛−1
; SD = Deivisiasi Standar

0,00235
SDA =√ 3−1
= 0,0342 ; SDA = Deviasi Standar Faktor
Pengemudi

0,00235
SDB =√ 3−1
= 0,0342 ; SDB = Deviasi Standar Faktor
Kendaraan

(𝑛₁−1)𝑆𝐷𝐴²+(𝑛₂−1)𝑆𝐷𝐵²
SDP =√ 𝑛₁+𝑛₂−2
; SDP = Deviasi Standar Gabungan

(3−1)0,0342²+(3−1)0,0342²
SDP =√ 3+3−2
= 0,0342

27
𝑥₁−𝑥₂
t= 1 1 ; dimana t = uji–t
𝑆𝐷𝑃( + )1/2
𝑛1 𝑛2

79,33% − 20,67%
t= 1 1 = 21,006
0,0342( + )1/2
3 3

dk = df = (n₁+n₂ - 2) = (3 + 3 – 2) = 6
Untuk mengetahui apakah hasil yang didapat signifikan, maka dilakukan uji hipotesis
sebagai berikut :
H0 : tidak terdapat hubungan faktor penyebab kecelakaan dengan jumlah
kecelakaan yang terjadi.
H1 : terdapat hubungan faktor penyebab kecelakaan dengan jumlah kecelakaan
yang terjadi.
Apabila t > tkritis, maka H0 ditolak, yang berarti H1 dapat diterima, sebaliknya bila
t<tkritis, maka H0 diterima.. Dari uji hipotesis yang telah dilakukan maka diperolehlah hasil
uji antar faktor penyebab kecelakaan seperti pada Tabel 4.10. dibawah ini.
Tabel 4.10 Hasil Uji Hipotesis Faktor Penyebab Kecelakaan
HIPOTESIS
t tkritis Hasil
H0 Ha
μA = μB μA > μB 21,006 2,25 Tolak H0
μA = μC μA > μC 40,314 2,25 Tolak H0
μA = μD μA > μD 40,314 2,25 Tolak H0
μB = μC μB > μC 10,504 2,25 Tolak H0
μB = μD μB > μD 10,504 2,25 Tolak H0

6. Indentifikasi Kecelakaan Berdasarkan Metode Upper Control Limit


Apabila terjadi tingkat kecelakaan yang melebihi batas normal (berada di atas garis) UCL
maka segmen ruas tersebut jalan tersebut didefenisikan sebagai lokasi yang rawan kecelakaan
(blaind spot). Dalam metode ini, pada akhirnya akan diperoleh grafik UCL, yaitu grafik UCL
untuk jalur A dan B. Untuk lebih jelasnya, hasil perhitungan tersebut disajikan dalam bentuk
grafik seperti pada Gambar 4.7 & Gambar 4.8 dan Grafik 4.10 & Grafik 4.11 di bawah ini :

Grafik UCL Jalur A


6
5
4
3
Grafik UCL Jalur A
2 Batas Atas…
1
0
3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 45 48
Gambar 4.7 Grafik UCL Jalur A pada Tahun 2017
dapat kita lihat pada Tabel 4.10 di bawah, bahwa terdapat 10 segmen yang teridentifikasi sebagai titik
rawan kecelakaan di jalur A (arah Jakarta menuju arah Bogor - ciawi) pada tahun 2017. Lokasi yang
dinyatakan sebagai blaind spot yakni terletak pada km 23+00 - 24+00, km 25+00 – 26+00, km 29+00
28
– 30+00, km 33+00 – 34+00, km 34+00 – 35+00, km 35+00 – 36+00, km 36+00 – 37+00, km 40+00
– 41+00, km 42+00 – 43+00, km 43+00 – 44+00. Segmen ini masih merupakan blaind spot sementara
karena masih dalam waktu 1 tahun. Segmen ini akan diidentifikasi sebagai blaind spot jika
teridentifikasi dalam waktu minimal 3 tahun.
Analisis Jalur A (Jakarta Menuju Bogor - Ciawi)
Tabel 4.10 Perhitungan Upper Control Limi
Tingkat
Jumlah Tingkat
Lokasi (km) Volume Lalu Lintas Kecelakaan ekxposure UCL
Kecelakaan Kecelakaan Jalur
Segmen
3+867 -< 4+000 1 1,032,495 0.26535 0.280 1.9504 1.805468
4+000 -< 5+000 4 1,032,495 1.06140 0.280 1.9504 1.805468
5+000 -< 6+000 0 1,032,495 0.00000 0.280 1.9504 1.805468
6+000 -< 7+000 3 1,032,495 0.79605 0.280 1.9504 1.805468
7+000 -< 8+000 4 1,032,495 1.06140 0.280 1.9504 1.805468
8+000 -< 9+000 1 910,463 0.30092 0.280 0.7021 3.009114
9+000 -<10+000 1 910,463 0.30092 0.280 0.7021 3.009114
10+000 -<11+000 3 1,059,118 0.77604 0.280 2.6136 1.559687
11+000 -<12+000 2 1,059,118 0.51736 0.280 2.6136 1.559687
12+000 -<13+000 3 1,059,118 0.77604 0.280 2.6136 1.559687
13+000 -<14+000 1 1,059,118 0.25868 0.280 2.6136 1.559687
14+000 -<15+000 0 1,059,118 0.00000 0.280 2.6136 1.559687
15+000 -<16+000 0 1,059,118 0.00000 0.280 2.6136 1.559687
16+000 -<17+000 0 1,059,118 0.00000 0.280 2.6136 1.559687
17+000 -<18+000 1 1,048,774 0.26123 0.280 0.9752 2.553318
18+000 -<19+000 1 1,048,774 0.26123 0.280 0.9752 2.553318
19+000 -<20+000 7 1,048,774 1.82862 0.280 0.9752 2.553318
20+000 -<21+000 1 858,517 0.31912 0.280 1.7554 1.903131
21+000 -<22+000 2 858,517 0.63825 0.280 1.7554 1.903131
22+000 -<23+000 5 858,517 1.59562 0.280 1.7554 1.903131
23+000 -<24+000 8 858,517 2.55298 0.280 1.7554 1.903131
24+000 -<25+000 1 858,517 0.31912 0.280 1.7554 1.903131
25+000 -<26+000 6 858,517 1.91474 0.280 1.7554 1.903131
26+000 -<27+000 2 799,962 0.68496 0.280 1.1702 2.33085
27+000 -<28+000 3 799,962 1.02745 0.280 1.1702 2.33085
28+000 -<29+000 5 799,962 1.71241 0.280 1.1702 2.33085
29+000 -<30+000 8 802,575 2.73094 0.280 2.3405 1.64816
30+000 -<31+000 4 802,575 1.36547 0.280 2.3405 1.64816
31+000 -<32+000 2 802,575 0.68273 0.280 2.3405 1.64816
32+000 -<33+000 1 802,575 0.34137 0.280 2.3405 1.64816
33+000 -<34+000 8 802,575 2.73094 0.280 2.3405 1.64816
34+000 -<35+000 7 802,575 2.38957 0.280 2.3405 1.64816
35+000 -<36+000 6 703,640 2.33619 0.280 1.5603 2.018575
36+000 -<37+000 12 703,640 4.67238 0.280 1.5603 2.018575
37+000 -<38+000 1 703,640 0.38936 0.280 1.5603 2.018575
38+000 -<39+000 3 703,640 1.16809 0.280 1.5603 2.018575
39+000 -<40+000 2 541,146 1.01256 0.280 2.7306 1.525899
40+000 -<41+000 10 541,146 5.06282 0.280 2.7306 1.525899
41+000 -<42+000 0 541,146 0.00000 0.280 2.7306 1.525899
42+000 -<43+000 4 541,146 2.02513 0.280 2.7306 1.525899
43+000 -<44+000 4 541,146 2.02513 0.280 2.7306 1.525899
44+000 -<45+000 3 541,146 1.51885 0.280 2.7306 1.525899
45+000 -<46+500 2 541,146 1.01256 0.280 2.7306 1.525899
47+000 -<47+500 1 541,146 0.50628 0.280 2.7306 1.525899
Gadog
46+500->47+000 0 339,623 0.00000 0.280 1.3653 2.157947
47+000->47+500 0 339,623 0.00000 0.280 1.3653 2.157947
47+500->48+000 0 339,623 0.00000 0.280 1.3653 2.157947
Bgr.ITC-Bogor
40+000 -<41+000 0 311,906 0.00000 0.280 1.1702 2.33085
41+000 -<42+000 0 311,906 0.00000 0.280 1.1702 2.33085
42+500 -<43+000 0 311,906 0.00000 0.280 1.1702 2.33085
143 39,008,302 51.20026
Ket : Blaind spot → Tingkat Kecelakaan Segmen ≥ Nilai UCL
Data Kecelakaan Per KM Tahun 2017
Analisis Jalur B (Ciawi - Bogor Menuju Ciawi)

29
Tabel 4.1 Perhitungan Upper Control Limit
Tingkat
Jumlah Volume Lalu Tingkat
Lokasi (km) Kecelakaan ekxposure UCL
Kecelakaan Lintas Kecelakaan Jalur
Segmen
3+867 -< 4+000 1 1,253,489 0.21857 0.280 1.9936 1.785804
4+000 -< 5+000 6 1,253,489 1.31141 0.280 1.9936 1.785804
5+000 -< 6+000 5 1,253,489 1.09284 0.280 1.9936 1.785804
6+000 -< 7+000 1 1,253,489 0.21857 0.280 1.9936 1.785804
7+000 -< 8+000 2 1,253,489 0.43714 0.280 1.9936 1.785804
8+000 -< 9+000 3 1,250,074 0.65750 0.280 0.7177 2.97634
9+000 -<10+000 3 1,250,074 0.65750 0.280 0.7177 2.97634
10+000 -<11+000 1 1,271,807 0.21542 0.280 2.6714 1.5427
11+000 -<12+000 1 1,271,807 0.21542 0.280 2.6714 1.5427
12+000 -<13+000 2 1,271,807 0.43084 0.280 2.6714 1.5427
13+000 -<14+000 2 1,271,807 0.43084 0.280 2.6714 1.5427
14+000 -<15+000 3 1,271,807 0.64626 0.280 2.6714 1.5427
15+000 -<16+000 2 1,271,807 0.43084 0.280 2.6714 1.5427
16+000 -<17+000 1 1,271,807 0.21542 0.280 2.6714 1.5427
17+000 -<18+000 1 986,715 0.27766 0.280 0.9968 2.525509
18+000 -<19+000 2 986,715 0.55532 0.280 0.9968 2.525509
19+000 -<20+000 2 986,715 0.55532 0.280 0.9968 2.525509
20+000 -<21+000 2 778,657 0.70371 0.280 1.7942 1.882403
21+000 -<22+000 3 778,657 1.05556 0.280 1.7942 1.882403
22+000 -<23+000 6 778,657 2.11112 0.280 1.7942 1.882403
23+000 -<24+000 5 778,657 1.75926 0.280 1.7942 1.882403
24+000 -<25+000 0 778,657 0.00000 0.280 1.7942 1.882403
25+000 -<26+000 1 778,657 0.35185 0.280 1.7942 1.882403
26+000 -<27+000 4 725,235 1.51108 0.280 1.1962 2.305463
27+000 -<28+000 3 725,235 1.13331 0.280 1.1962 2.305463
28+000 -<29+000 3 725,235 1.13331 0.280 1.1962 2.305463
29+000 -<30+000 4 737,614 1.48572 0.280 2.3923 1.630209
30+000 -<31+000 4 737,614 1.48572 0.280 2.3923 1.630209
31+000 -<32+000 2 737,614 0.74286 0.280 2.3923 1.630209
32+000 -<33+000 4 737,614 1.48572 0.280 2.3923 1.630209
33+000 -<34+000 7 737,614 2.60002 0.280 2.3923 1.630209
34+000 -<35+000 2 737,614 0.74286 0.280 2.3923 1.630209
35+000 -<36+000 1 706,339 0.38788 0.280 1.5949 1.99659
36+000 -<37+000 1 706,339 0.38788 0.280 1.5949 1.99659
37+000 -<38+000 1 706,339 0.38788 0.280 1.5949 1.99659
38+000 -<39+000 0 706,339 0.00000 0.280 1.5949 1.99659
39+000 -<40+000 0 316,297 0.00000 0.280 2.7910 1.50928
40+000 -<41+000 1 316,297 0.86619 0.280 2.7910 1.50928
41+000 -<42+000 0 316,297 0.00000 0.280 2.7910 1.50928
42+000 -<43+000 5 316,297 4.33094 0.280 2.7910 1.50928
43+000 -<44+000 6 316,297 5.19713 0.280 2.7910 1.50928
44+000 -<45+000 1 316,297 0.86619 0.280 2.7910 1.50928
45+000 -<46+500 4 316,297 3.46475 0.280 2.7910 1.50928
47+000 -<47+500 3 316,297 2.59856 0.280 2.7910 1.50928
Gadog
46+500->47+000 0 538,198 0.00000 0.280 1.3955 2.134444
47+000->47+500 0 538,198 0.00000 0.280 1.3955 2.134444
47+500->48+000 0 538,198 0.00000 0.280 1.3955 2.134444
Bgr.ITC-Bogor
40+000 -<41+000 0 332,685 0.00000 0.280 1.1962 2.305463
41+000 -<42+000 0 332,685 0.00000 0.280 1.1962 2.305463
42+500 -<43+000 1 332,685 0.82352 0.280 1.1962 2.305463
112 39,872,099 46.17988
Ket : Blaind spot → Tingkat Kecelakaan Segmen ≥ Nilai UCL
Data Kecelakaan Per KM Tahun 2017

30
Grafik UCL Jalur B
6

3
Grafik UCL Jalur B
2 Batas Atas…

0
3 5 7 9 1113151719212325272931333537394143454749
Gambar 4.8 Grafik UCL Jalur A pada Tahun 2016
Dari Gambar 4.8 di atas, km 22+00 - 23+00, km 33+00 - 34+00, km 42+00 – 43+00, km
43+00 – 44+00, km 45+00 – 46+500, km 47+00 – 47+00 merupakan tempat paling berbahaya.

Hasil lokasi titik rawan kecelakaan untuk ke dua metode tersebut dapat pada Tabel 4.16
dibawah ini:
Tabel 4.16 Lokasi Titik Rawan Kecelakaan
Jalur Metode UCL Metode Jasa Marga
23+00 – 24+00 19+00 – 20+00
25+00 – 26+00 23+00 – 24+00
29+00 – 30+00 29+00 – 30+00
Jalur A 33+00 – 34+00 33+00 – 34+00
34+00 – 35+00 34+00 – 35+00
35+00 - 36+00 35+00 - 36+00
36+00 – 37+00 36+00 – 37+00
40+00 – 41+00 40+00 – 41+00
22+00 – 23+00 22+00 – 23+00
33+00 – 34+00 33+00 – 34+00
Jalur B 42+00 – 43+00 42+00 – 43+00
43+00 – 44+00 43+00 – 44+00
45+00 – 46+500
47+00 – 47+500

31
7. KESIMPULAN
Hasil analisis terhadap kecelakaan lalu lintas di jalan Tol Jagorawi didapat kesimpulan
sebagai berikut :
1. Metode UCL terdapat 10 segemen ruas km yang teridentifikasi blaind spot dan metode
Jasa Marga terdapat 8 segemen ruas km yang teridentifikasi blaind spot. Dari hasil
perhitungan kedua metode tersebut segmen kilometer 40+00 jalur A Jakarta arah Bogor
dari hasil data analisis terjadi kecelakaan selama 3 tahun dan dinyatakan lokasi rawan
kecelakaan Blaind Spot, dan metode UCL lebih efektif dalam mengetahui titik rawan
kecelakaan, karena indikasi batas faktor dari metode UCL lebih kecil dan dapat mengetahui
kondisi paling rawan kecelakaan pada jalan tol Jagorawi.
2. Faktor penyebab kecelakaan yang tertinggi pada jalan Tol Jagorawi adalah faktor
pengemudi (79,61 %), yakni kurangnya antisipasi, mengantuk, kondisi lelah merupakan
karakter yang sering muncul pada faktor pengemudi. Selanjutnya faktor kerusakan
kendaraan (20,39%), berupa ban kendaraan pecah, konslet kelistrikan kendaraan, rem
blong yang merupakan karakter yang sering muncul pada kasus kendaraan, sedangkan
geometrik jalan dan lingkungan tidak berpengaruh sebagai penyebab kecelakaan pada jalan
Tol Jagorawi.

32
Grafik UCL Jalur A
B
6

5 8. DAFTAR PUSTAKA Batas


BatasAtas
AtasUCL
UCL
Anonim, (2015), Laporan Kecelakaan Lalu Lintas di Jalan Tol Jagorawi, PT. Jasa Marga,
4
Jakarta.
Anonim, (2016), Laporan Kecelakaan Lalu Lintas di Jalan Tol Jagorawi, PT. Jasa Marga,
3
Jakarta. Grafik UCL Jalur A
B
2 Anonim, (2017), Laporan Kecelakaan Lalu Lintas di Jalan Tol Jagorawi, PT. Jasa Marga,
Jakarta.
1 Anonim, (1985), Jalan, Undang-Undang Republik Indonesia No.3, Jakarta.
Anonim, (2004), Jalan, Undang-Undang Republik Indonesia No.38, Jakarta.
0 Anonim, (2005), Jalan Tol, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15, Jakarta.
3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 (2009),
Anonim, 23 25 27 29 31 33
Lalu 35 37 39
Lintas dan41 Angkutan
43 45 47 49 Jalan, Undang-Undang Republik Indonesia
No.22, Jakarta.
Pignataro,L.J., (1973), Traffic Engineering: Theory & Practice, Prentice Hall, Englewood
Cliffs,N.J.
RSNI (2006), Pedoman Audit Keselamatan Jalan, Balitbang PU Departemen Pekerjaan
Umum, Jakarta.
Simamora, Maya A, (2011), Analisis Kecelakaan Lalu Lintas Di Jalan Tol Balmera,Skripsi
Sarjana, Jurusan Teknik Sipil, Bidang Studi Transportasi, Universitas Sumatera Utara Medan.
Sukirman S, (1994), Dasar – dasar Perencanaan Geometrik Jalan, Nova, Bandung.

33

Anda mungkin juga menyukai