I. FORMULA
R/ Glucosum 5%
Karbon Aktif 0,1%
NaCl
Aqua Pro Injection ad 100 ml
(Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulation Steril
Product V )
II. KEGUNAAN ZAT DALAM FORMULA
Tabel 2.1 Kegunaan Zat dalam Formula
Zat Kegunaan
Glucosum Zat aktif
Karbon Aktif Pengadsorbsi/penjerap
NaCl Pengisotonis
Aqua Pro Injection Pembawa
1
III. ALASAN PEMILIHAN DALAM FORMULA
3.1 Glucosum = Sebagai zat aktif yang digunakan sebagai
pengobatan dalam depresi cairan dan
karbohidrat.
3.2 Karbon
N Aktif = Digunakan untuk mengikat pirogen
sehingga sediaan tidak mengandung
senyawa pirogen.
3.3 Aqua Pro Injection = Digunakan sebagai bahan pembawa sediaan
injeksi (pelarut) (Depkes RI, 1995 : 112).
2
IV. MONOGRAFI
4.1 Glucosum
3
Bobot Molekul = 58,44
Kelarutan = Mudah larut dalam air sedikit mudah larut
dalam air mendidih.
pH = 7.4
Stabilitas = Stabil terhadap pemanasan.
(Sumber : Farmakope Indonesia Edisi V,
hal. 858)
4.4 Aqua Pro Injection
Berat Molekul = 18,02
Pemerian = Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; dan
tidak berasa.
Kelarutan = Dapat bercampur dengan pelarut polar dan
elektrolit.
Stabilitas = Air stabil dalam setiap keadaan (es, cairan, uap
panas).
(Sumber : Farmakope Indonesia Edisi IV, hal.
164-165)
4
5.1.2. Tonisitas larutan yang sebenarnya:
0,9 – 0,112 gram / 100 ml = 0,788 gram / 100 ml
5.1.3. Agar larutan isotonis, maka NaCl ditambahkan sebanyak:
0,9 – 0,788 gram / 100 ml = 0,112 gram / 100 ml
5.2 Osmolaritas
𝑔
(𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑥 1000 𝑥 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑜𝑛
𝑙
5.2.1. Glucosum =
𝑀𝑟 (𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡)
50 𝑥 1000 𝑥 1
=
198
= 252 m osmol/L
𝑔
(𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡 𝑥 1000 𝑥 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑜𝑛
𝑙
5.2.2. NaCl =
𝑀𝑟 (𝑧𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡)
1,12 𝑥 1000 𝑥 2
=
58,5
= 38,29 m osmol/L
5.2.3. Total Osmolaritas
= 252 m osmol/L + 38,29 m osmol/L = 290,29 m osmol/L
5.2.4. Kekuatan Ion
NaCl : Na+ + Cl-
a. Na+
23
= 58,5 𝑥 1,12 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝐿
= 0,449 g/L
0,44 𝑔/𝐿
Eq = 𝑥 1000
23
= 19,1
b. Cl-
= 1,12 g/L – 0,44 g/L
= 0,689 g/L
0,68 𝑔/𝐿
Eq = 𝑥 1000
35,5
= 19,1
5
5.3 Volume Sediaan yang Dilebihkan
Vial = n x c + 2 ml
= 1 x (100 ml + 0,02) + 2 ml
= 100,02 ml + 2 ml
= 102,02 ml ~ 105 ml
6
infus dan disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121o selama 15
menit.
VIII. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan sediaan infus intravena yang
mengandung zat aktif Glukosa. Sediaan ini dimaksudkan untuk mengobati
kekurangan atau pengganti cairan didalam tubuh. Sediaan infus intravena
harus dibuat dengan keadaan steril, yaitu bebas dari segala mikroorganisme,
karena jika mikroorganisme masuk kedalam tubuh akan menyebabkan
penyakit.
Dalam praktikum steril kali ini dibuat sediaan infus yang terlebih dahulus
harus dihitung osmolaritas total dan juga kekuatan ion. Dihitung osmolaritas
karena dalam sediaan infus merupakan sediaan dalam jumlah besar yang akan
memengaruhi keseimbangan cairan tubuh, bila keseimbangan cairan tubuh
terganggu maka akan berbahaya bagi kesehatan. Osmolaritas juga dapat
menentukan nilai tonisitas, apakah larutan infus tersebut isotonis, hipertonis
atau hipotonis. Kekuatan ion juga dihitung danhasilnya harus sama dengan
jumlah osmolaritas untuk memastikan apakah perhitungan sudah benar dan
mengetahui nilai masing masing ion, mengingat natrium dan klorida ada yang
merupakan cairan intrasel dan juga ekstrasel.
Pada proses pembuatan sediaan infus intravena Glukosa, Aqua Pro
Injection yang digunakan sebagai pelarut dan pembawa harus ditambahkan
karbon. Penambahan karbon aktif bertujuan untuk menghilangkan pirogen,
yaitu sisa produk metabolisme dari mikroba terutama bakteri gram negatif dan
dapat berupa endotoksin dari bakteri tersebut. Pirogen dapat berasal dari
7
pelarut yang terkontaminasi, zat aktif sendiri, peralatan yang digunakan,
maupun pada saat penyimpanan. Apabila pirogen masuk ke dalam tubuh,
maka akan mengakibatkan demam karena tubuh menganggap pirogen sebagai
benda asing sehingga tubuh menimbulkan respon imun berupa demam.
Sediaan infus intravena harus terbebas dari pirogen, hal ini disebabkan
oleh jumlah pirogen berbanding lurus dengan volume sediaan, artinya semakin
besar volume sediaan maka jumlah pirogennya juga akan semakin besar.
Sediaan infus intravena memiliki volume yang cukup besar sehinga jumlah
pirogennya akan semakin banyak. Selain karena volume sediaan, tujuan
penggunaan sediaan secara intravena akan sangat mempengaruhi. Apabila
sediaan infus intravena yang langsung masuk ke dalam peredaran darah
terdapat pirogen, maka akan mengakibatkan tubuh menghasilkan respon imum
berupa demam yang cepat.
Karbon aktif sebanyak 0,1% digunakan sebagai zat pengadsorbsi atau
penjerap, di mana karbon aktif akan menjerap pirogen sehingga sediaan infus
intravena akan terbebas dari pirogen saat dilakukan penyaringan.
Sediaan injeksi berbeda dengan sediaan infus intravena. Selain karena
perbedaan volume, di mana volume injeksi yang kecil (small volume
parenteral) sedangkan volume infus intravena besar (large volume
parenteral), lama pemberiannya pun berbeda. Sediaan infus intravena
diberikan langsung ke dalam tubuh dengan pengaturan sedemikian rupa di
mana pemberiannya konstan setiap satuan waktu sehingga lama pemberiannya
akan panjang. Maka dari itu, sediaan infus intravena umumnya hanya ada
dalam wadah dosis tunggal.
Teknik sterilisasi yang dilakukan dalam percobaan ini adalah dengan
metode sterilisasi akhir. Hal ini dikarenakan zat aktif Glukosa yang digunakan
tahan terhadap pemanasan. Sediaan dimasukkan ke vial dan disterilisasi
menggunakan autoklaf dengan suhu 121oC selama 15 menit. Hal ini bertujuan
untuk membunuh semua mikroorganisme, karena pada suhu 121oC selama 15
menit adalah suhu dan waktu yang optimal untuk membunuh bakteri.
Berdasarkan pada hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat dikatakan
bahwa sediaan infus intravena dengan zat aktif Glukosa dapat dikatakan
8
kurang memenuhi syarat yaitu pada syarat kejernihan. Sediaan steril harus
jernih, sedangkan pada sediaan steril yang dibuat tidak jernih. Hal ini
dikarenakan penyaringan yang kurang baik sehingga membuat karbon aktif
tidak tersaring secara sempurna dan menyebabkan warna sediaan menjadi
agak keruh.
IX. KESIMPULAN
Sediaan infus intravena yang dibuat dapat dikatakan baik karena
memenuhi semua persyaratan evaluasi.
X. DAFTAR PUSTAKA
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Depkes RI.
9
LEMBAR KONTRIBUSI
10