Anda di halaman 1dari 14

ETIKA PROFESI GURU DALAM PERSPEKTIF ISLAM

MAKALAH

Disusun guna memenuhi tugas

Mata kuliah: Etika dan Pengembangan Profesi Guru

Dosen Pengampu: Dr. H. Shodiq, M.Ag.

Disusun oleh Kelompok 8 :

1. Ahmad Nur Faizin (17030960)


2. Adelya Aisah (1703096025)
3. Anik Lestari (1703096043)

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seorang calon pendidik harus mematuhi etika-etika yang sudah ada. Seorang
pendidik akan menjadi contoh bagi peserta didiknya. Setiap tingkah lakunya menjadi sorotan
masyarakat disekelilingnya. Maka dengan adanya etika profesi yang sudah ditetapkan,
khususnya etika profesi guru. Oleh karena itu, membangun pendidikan menjadi suatu
keharusan, baik dilihat dari perspektif internal maupun perspektif eksternal. Guru dituntut
untuk menjadi ahli penyebar informasi yang baik karena tugas utamanya antara lain
menyampaikan informasi kepada siswa. Profesi guru harus dipersiapkan untuk dapat
mengenal ilmu pengetahuan yang luas agar dia dapat mempunyai kemampuan dan
kompetensi untuk membimbing peserta didiknya memasuki ledakan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Pada makalah ini akan membahas mengenai etika profesi guru dalam perspektif
Islam, pandangan Islam mengenai etika guru.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian etika?
2. Apa pengertian profesi guru?
3. Bagaimana Profesionalisme Guru dalam Perspektif Islam?
C. Tujuan
1. Agar dapat memahami dan mengetahui pengertian etika.
2. Agar dapat memahami dan mengetahui pengertian profesi guru.
3. Agar dapat memahami dan mengetahui Profesionalisme Guru dalam Perspektif Islam.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Etika
Kata etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak
kesusilaan atau adat. Etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun
kelompok untuk menilai apakah tindakantindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau
benar, buruk atau baik.1 Sedangkan jika ditinjau dari bahasa latin etika adalah ”Ethnic”,
yang berarti kebiasaan, serta dalam bahasa Greec “Ethikos” yang berarti a body of moral
principles or values.2 Seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini:
1. O.P Simorangkir: Etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berperilaku
menurut ukuran dan nilai yang baik.
2. Sidi Gazalba: Dalam sistematika filsafat: Etika adalah teori tentang tingkah laku
perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan
oleh akal.
3. H. Burhanudin Salam : Etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan
norma moral yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya.3

Etika secara bahasa adalah ilmu yang berkenaan tentang yang buruk dan tentang hak
serta kewajiban moral. Etika juga bermakna nilai mengenai benar dan salah yang dianut
seseorang. Etika artinya tatasusila atau tatacara pergaulan. Makna dasar dari etika adalah
ethos (Yunani) yaitu adat kebiasaan. Sebagaimana firman allah SWT:

‫وانك لعلى خلق عظيم‬

Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (Surat Al-
Qalam/68: 4).

Menurut al-Ghazali akhlak adalah keadaan batin yang menjadi sumber lahirnya suatu
perbuatan di mana perbuatan itu lahir secara spontan, mudah, tanpa menghitung untung rugi.

1
Burhanuddin Salam, Etika Individual Pola Dasar Filsafat (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hlm. 3.
2
Susi Herawati, Etika dan Profesi Keguruan (Batusangkar: STAIN Press, 2009), hlm. 1.
3
Ondi Saondi dkk, Etika Profesi Keguruan, (Bandung: Refika Aditama, 2010) hlm. 91.

3
Orang yang berakhlak baik, ketika menjumpai orang lain yang perlu ditolong maka ia secara
spontan menolongnya tanpa sempat memikirkan resiko. Demikian juga orang yang
berakhlak buruk secara spontan melakukan kejahatan begitu peluang terbuka.4

B. Profesi Guru
Kata Pendidik/guru berasal dari kata didik. Dalam bahasa Inggris, dijumpai kata
teacher yang berarti pengajar. Selain itu terdapat kata tutor yang berarti guru pribadi yang
mengajar di rumah, mengajar ekstra, memberi les tambahan pelajaran, educator, guru, ahli
didik, lecturer, pemberi kuliah, penceramah. Pendapat klasik mengatakan bahwa guru adalah
orang yang pekerjaannya mengajar (hanya menekankan satu sisi tidak melihat sisi lain
sebagai pendidik dan pelatih). Guru disebut pendidik professional karena guru itu telah
menerima dan memikul beban dari orang tua untuk ikut mendidik anak. Guru juga dikatakan
sebagai seorang yang memperoleh Surat Keputusan (SK) , baik dari pemerintah atau swasta
untuk melaksanakan tugasnya, dan karena itu memiliki hak dan kewajiban untuk
melaksanakan kegiatan pembelajaran di lembaga pendidikan sekolah.5
Guru adalah suatu sebutan bagi jabatan, posisi dan profesi bagi seseorang yang
mengabdikan dirinya dalam bidang pendidikan melalui interaksi edukatif secara terpola,
formal, dan sistematis. Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (pasal 1)
dinyatakan bahwa: "Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Dalam ayat 2 pasal 1 disebutkan bahwa " dosen" adalah "pendidik profesional dan ilmuwan
dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian pada
masyarakat".6 Menurut literatur kependidikan Islam, seorang guru biasa disebut sebagai
ustâdz, mu'allim, murabbiy, mursyid, mudarris dan mu'addib. Kata "ustâdz" biasa digunakan
untuk memanggil seorang professor. Ini mengandung makna bahwa seorang guru dituntut
untuk komitmen terhadap profesionalisme dalam mengemban tugasnya. Seseorang

4
http://alcayet.blogspot.com/2012/02/etika-imam-al-ghazali-selayang-pandang.html, diakses pada tanggal Sabtu, 10
November 2018 jam 13.47.
5
Jamil Suprihatiningrum, Guru Profesional:Pedoman KInerja dan Kompetensi Guru, (Yogyakarta: Arruz Media,
2014), hlm. 23.
6
Mohammad Surya, dll, Landasan Pendidikan: Menjadi Guru Yang Baik, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 77.

4
dikatakan profesional, bilamana pada dirinya melekat sikap dedikatif yang tinggi terhadap
tugasnya, sikap komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta sikap continous
improvement, yakni selalu berusaha memperbaiki dan memperbaharui model-model atau
cara kerjanya sesuai dengan zamannya, yang dilandasi oleh kesadaran yang tinggi bahwa
tugas mendidik adalah tugas menyiapkan generasi penerus yang akan hidup pada zamannya
di masa yang akan datang.7
Kata mu’allim berasal dari kata dasar ‗ilm yang berarti menangkap hakikat sesuatu.
Dalam setiap ilm terkandung dimensi teoretis dan dimensi amaliah. Ini mengandung makna
bahwa seorang guru dituntut untuk mampu menjelaskan hakikat ilmu pengetahuan yang
diajarkannya, serta menjelaskan dimensi teoretis dan praktisnya, dan berusaha
membangkitkan siswa untuk mengamalkannya.8
Kata murabbi” berasal dari kata dasar rabb . Tuhan adalah sebagai Rabb al-
„Alamin dan Rabb al-nas, yakni yang menciptakan, mengatur, dan memelihara alam
seisinya termasuk manusia. Manusia sebagai khalifah-Nya, diberi tugas untuk
menumbuhkembangkan kreatifitasnya agar mampu mengkreasi, mengatur dan memelihara
alam seisinya. Dilihat dari pengertian ini, tugas guru adalah mendidik dan menyiapkan
peserta didik agar mampu berkreasi, sekaligus mengatur hasil kreasinya untuk tidak
menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya. 9 Sedangkan kata
mu‟addib” berasal dari kata adab, yang berarti moral, etika, dan adab atau kemajuan
(kecerdasan, kebudayaan) lahir dan batin. Dengan demikian, seorang guru adalah orang
yang beradab sekaligus memiliki peran dan fungsi untuk membangun peradaban yang
berkualitas di masa depan. Kedudukan guru yang istimewa tersebut, ternyata berimbang
dengan tugas dan tanggung jawabnya yang tidak ringan. Seorang guru agama bukan hanya
sekedar sebagai tenaga pengajar, tetapi sekaligus sebagai pendidik. Dengan kedudukan
sebagai pendidik, guru berkewajiban untuk mewujudkan tujuan pendidikan Islam, yaitu
mengembangkan seluruh potensi peserta didik agar menjadi muslim sempurna.10

7
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 84.
8
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2003), hlm. 210.
9
Muhaimin,Wacana Pengembangan Pendidikan Islam,(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2003) hlm 110.
10
Hasan Langgulung,Kreativitas dan Pendidikan Islam;Analisis Psikologis dan Falsafat,(Jakarta:Pustaka al-
Huma,1991), hlm 358-367.

5
Untuk mencapai tujuan ini, guru harus berupaya melalui beragam cara seperti;
mengajar, melatih,membiasakan, memberi contoh, memberi dorongan, memuji,
menghukum, dan bahkan mendoakan. Cara-cara tersebut harus dilakukan secara sungguh-
sungguh dan konsisten, agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Islam sangat
menjunjung tinggi peran seorang guru sehingga menempatkan langsung kedudukannya
setelah para Nabi dan Rasul. Hal itu disebabkan guru selalu dihubungkan dengan ilmu
pengetahuan dan Islam sangat menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Sebagai seorang yang
mengajarkan ilmunya, guru harus menjaga sikap dan tingkah lakunya sehingga
mencerminkan pribadi luhur. Seiring dengan perkembangan zaman, mulai terjadi pergeseran
hubungan guru dan siswa. Kedudukan guru semakin menurun, harga karya guru semakin
tinggi dan penghargaan terhadap dirinya semakin rendah.11
Guru memiliki kedudukan yang sangat terhormat karena tanggung jawabnya yang
berat dan mulia. Sebagai guru, ia cdapat menentukan atau paling tidak mempengaruhi
kepribadian anak didik. Bahkan guru yang baik bukan hanya mempengaruhi individu,
melainkan juga dapat mengangkat dan meluhurkan martabat suatu umat. Allah
memerintahkan kepada umat manusia agar sebagian mereka ada yang 6berkenan
memperdalam ilmu dan menekuni profesi guru/pendidik guna meningkatkan derajat diri
dan peradaban dunia, dan tidak semua bergerak ke medan perang.

Allah SWT berfirman dalam Q.S. At-Taubah ayat 122:

َ ‫َو َما َكانَ ْال ُمؤْ ِمنُونَ ِليَ ْن ِف ُروا َكافَّةً ۚ فَلَ ْو ََل َن َف َر ِم ْن ُك ِل فِ ْرقَ ٍة ِم ْن ُه ْم‬
ِ ‫طائِفَةٌ ِليَتَفَقَّ ُهوا فِي الد‬
‫ِين‬
‫َو ِليُ ْنذ ُِروا قَ ْو َم ُه ْم إِذَا َر َجعُوا إِلَ ْي ِه ْم لَعَلَّ ُه ْم يَ ْحذَ ُرونَ ۝‬

Artinya : “Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan
perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk
memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.” 12

C. Profesionalisme Guru dalam Perspektif Islam

11
Ahmad Tafsir,Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung:Remaja Rosdakarya,1991),hlm 80.
12
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Tajwid Warna dan Terjemahnya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hal. 206.

6
Profesionalisme pada dasarnya berpijak pada dua kriteria pokok, yakni, merupakan
panggilan hidup dan keahlian. Panggilan hidup atau dedikasi dan keahlian menurut Islam
harus dilakukan karena Allah Swt. Hal ini akan mengukur sejauh nilai keikhlasan dalam
perbuatan. Dalam Islam apapun setiap pekerjaan (termasuk seorang guru), harus dilakukan
secara profesional. Maka, dua hal inilah yakni, dedikasi dan keahlian yang mewarnai
tanggung jawab untuk terbentuknya profesionalisme guru dalam perspektif pendidikan
Islam. Selain itu, ada ungkapan yang tersirat saat Islam mendefinisikan terminologi
profesionalisme yakni melimpahkan suatu urusan atau pekerjaan pada ahlinya.13

Harapan dan cita-cita terbentuk profesionalisme guru dalam perspektif Islam, lebih
mengarahkan guru untuk bersikap baik, sopan, moral dan spritualitas. Selayaknya guru
dalam tulang punggung pendidikan Islam sangatlah memiliki eksistensi yang kuat. Dalam
perspektif Islam pendidik (guru) akan berhasil bila menjalankan tugas dengan baik, memilki
pemikiran kreatif, dan terpadu serta mempunyai kompetensi profesionalisme yang religius.

Menurut Ahmad Tafsir yang mengkutip dari Soejono (1982:63-65) menyatakan


bahwa syarat guru adalah sebagai berikut :

1. Tentang umur, harus sudah dewasa.


2. Tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani.
3. Tentang kemampuan mengajar, ia harus ahli.
4. Harus berkusilaan dan berdedikasi tinggi.

Syarat-syarat itu adalah syarat-syarat guru pada umumnya. Syarat-syarat itu dapat
diterima dalam islam. Akan tetapi, mengenai syarat pada butir dua, yaitu tentang kesehatan
jasmani, islam dapat menerima guru yang cacat jasmani, tetapi sehat. Untuk guru di
perguruan tinggi, misalnya, orang buta atau cacat jasmani lainnya dapat diterima sebagai
tenaga pengajar, dengan ketentuan cacat itu tidak merintangi tugas dalam mengajar. 14

Sebagai pemegang jabatan professional membawa misi ganda dalam waktu yang
bersamaan, yaitu misi agama dan misi ilmu pengetahuan. Misi agama menuntut guru untuk
menyampaikan nilai-nilai ajaran agama kepada murid, sehingga murid dapat menjalankan

13
Ibrahim Bafadal, Peningkatan Profesional Guru Sekolah Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hal. 44.
14
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), hal. 80-81.

7
kehidupan sesuai dengan norma-norma agama tersebut. Misi ilmu pengetahuan menuntut
guru menyampaikan ilmu sesuai dengan perkembangan zaman. Secara umum
profesionalisme guru sebagai pendidik Islam adalah :

1. Bertaqwa
Kata Taqwa berasal dari kata”Waqa-Yaqy-Wiqayah”yang berarti menjaga,
menghindari, menjauhi, takut, dan berhati-hati. Dengan demikian, Taqwa bukan hanya
sekedar takut, akan tetapi juga merupakan kekuatan untuk taat kepada perintah Allah
SWT.
2. Berilmu pengetahuan luas
Islam mewajibkan kepada ummatnya untuk menuntut ilmu. Oleh karena itu
seorang guru harus menambah perbendaharaan keilmuannya. Karerna dengan ilmu
orang akan bertambah keimanan dan derajatnya di hadapan Allah sebagaimana firman
Allah:
“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-
lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu, dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah
akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang
diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan”.(QS. Al-mujadilah 11).
3. Berlaku Adil
Secara harfiah, adil berarti lurus dan tegak, bergerak dari posisi yang salah
menuju posisi yang diinginkan, adil juga berarti seimbang , sedangkan menurut
Aminudin adil adalah meletakan sesuatu pada tempatnya. Maksudnya tidak termasuk
memihak antara yang satu dengan yang lain. Dengan kata lain, bertindak atas dasar
kebenaran, bukan mengikuti nafsunya.
4. Berwibawa
Guru yang berwibawa dilukiskan oleh Allah dalam Al-Qur’an

“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang
berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa
mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan”. “Dan

8
orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka”.
(QS. Furqan:63-64).

5. Ikhlas
Ikhlas artinya bersih, murni, dan tidak bercampur dengan yang lain. Sedangkan
ikhlas menurut istilah adalah ketulusan hati dalam melaksanakan suatu amal yang baik,
yang semata-mata karena Allah. Ikhlas dengan sangat indah digambarkan oleh dalam
Al-Qur’an surat Al-An’am ayat 162.

“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku


hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”.

6. Menguasai Bidang yang Ditekuni


Guru harus cakap dalam mengajarkan ilmunya, karena seorang guru hidup dengan
ilmunya. Oleh karena itu kewajiban seorang guru adalah selalu menekuni dan menambah
ilmu pengetahuannya. Yang dimaksud dengan menguasai bidang yang ditekuni adalah
seorang guru yang ahli dalam mata pelajaran tertentu. Tidak menutup kemungkinan seorang
guru mampu mengajar muridnya sampai dua mata pelajaran, yang penting dia professional
dan menguasai keilmuannya.15 Dalam proses pendidikan, terdapat beberapa strata pendidik
perspektif pendidikan Islam, diantaranya yaitu:
1. Allah SWT
Dari berbagai ayat Al-Qur’an yang membicarakan tentang kedudukan Allah
sebagai pendidik dapat dipahami dalam firman-firman yang diturunkan-Nya kepada
Nabi Muhammad SAW.16 Allah sebagai pendidik yang mengetahui segala kebutuhan
orang yang dididik-Nya sebab Dia adalah Zat Pencipta. Perhatian Allah tidak terbatas
hanya terhadap sekelompok manusia saja, tetapi memperhatikan dan mendidik seluruh
alam.
2. Nabi Muhammad SAW
Nabi sendiri mengidentifikasikan dirinya sebagai “mualim” (pendidik). Bahwa
Rasulullah SAW yang dalam hal ini bertindak sebagai penerima Al-Qur’an, bertugas

15
Nanat Fattah Nasir, Pemberdayaan Kualitas Guru dalam Perspektif Islam, (Bandung: UPI, 2007) hal. 27.
16
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002) hal. 56.

9
untuk menyampaikan petunjuk-petunjuk yang terdapat dalam Al-Qur’an tersebut,
dilanjutkan dengan mensucikan dan mengajarkan manusia.17 Diantara firmanNya:

“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara
mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan
mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka
sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata”(Q.S. Jumu’ah:2)

3. Orang Tua
Pendidik dalam lingkungan keluarga, adalah orang tua. Hal ini disebabkan
karena secara alami anak-anak pada awal kehidupannya berada di tengah-tengah ayah
dan ibunya Objek utama dari pendidik di sini adalah anak-anak dari sebuah keluarga itu
sendiri.
4. Guru
Pendidik di lembaga pendidikan persekolahan disebut dengan guru, yang
meliputi guru madrasah atau sekolah sejak dari taman kanak-kanak, sekolah menengah,
dan sampai dosen-dosen di perguruan tinggi, kiyai di pondok pesantren, dan lain
sebagainya. Dalam arti, guru sebagai fasilitator pendidikan dalam proses
mentransformasikan sebuah keilmuan, kecakapan kepada peserta didiknya yang telah
diamanatkan orang tua kepadanya. Melalui proses pendidikan dan pengajaran, ada
tujuan yang ingin dicapai. Tujuan tersebut menjadi landasan seorang guru untuk
mendidik dan mengarahkannya pada kecakapan-kecakapan yang diperlukan.

Al-Abrasyi menyebutkan bahwa guru dalam Islam sebaiknya memiliki sifat-sifat


sebagai berikut ini: zuhud (tidak mengutamakan materi, mengajar dilakukan karena mencari
keridhaan Allah), bersih tubuhnya (jadi penampilan lahiriyahnya menyenangkan), bersih
jiwanya (tidak mempunyai dosa besar), tidak ria (ria akan menghilangkan keikhlasan), tidak
memendam rasa dengki dan iri hati, tidak menyenangi permusuhan, ikhlas dalam
melaksanakan tugas, sesuai perbuatan dengan perkataan, tidak malu mengakui
ketidaktahuan, bijaksana, tegas dalam perkataan dan perbuatan, tetapi tidak kasar, rendah
hati (tidak sombong), lemah lembut, pemaaf, sabar, tidak marah karena hal-hal kecil,

17
M. Basuki, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, (Ponorogo: Stain Press, 2007), hal. 83.

10
berkepribadian, tidak merasa rendah diri, bersifat kebapakan (mampu mencintai murid
seperti mencintai anak sendiri), mengetahui karakter murid (mencakup pembawaan,
kebiasaan, perasaan, dan pemikiran)

Asama Hasan Fahmi mengajukan beberapa sifat guru yang pada hakikatnya tidak
berbeda dari sifat-sifat guru yang dikehendaki Al-Abrasyi di atas. Ia menyatakan bahwa
Ibnu Sina mengajukan beberapa sifat lain yang belum terlihat secara eksplisit dalam sifat-
sifat tadi: tenang, tidak bermuka masam, tidak berolok-olok di hadapan anak didik, sopan
santun

Sementara itu, Mahmud Junus menghendaki sifat-sifat guru muslim sebagai berikut:

1. Menyayangi muridnya dan memperlakukan mereka seperti menyayangi dan


memperlakukan anak sendiri.
2. Hendaklah guru memberi nasihat kepada muridnya seperti melarang mereka menduduki
suatu tingkat sebelum berhak mendudukinya.
3. Hendaklah guru memperingatkan muridnya bahwa tujuan menuntut ilmu adalah untuk
mendekatkan diri kepada Tuhan, bukan untuk menjadi pejabat, untuk bermegah-megah,
atau untuk bersaing.
4. Hendaklah guru melarang muridnya berkelakuan tidak baik dengan cara lemah lembut,
bukan dengan cara mencaci maki.
5. Hendaklah guru mengajarkan kepada murid-muridnya mula-mula bahan pelajaran yang
mudah dan banyak terjadi di dalam masyarakat.
6. Tidak boleh guru merendahkan pelajaran lain yang tidak diajarkannya.
7. Hendaklah guru mengajarkan masalah yang sesuai dengan kemampuan murid.
8. Hendaklah guru mendidik muridnya supaya berpikir dan berijtihad, bukan semata-mata
menerima apa yang diajarkan guru.
9. Hendaklah guru mengamalkan ilmunya, jangan perkataannya berbeda dari
perbuatannya.
10. Hendaklah guru memperlakukan semua muridnya dengan cara adil, jangan
membedakan murid atas dasar kekayaan atau kedudukan.

11
Secara sederhana guru ialah pendidik yang mengajar dikelas. Islam mendudukan
guru pada martabat yang tinggi, setingkat di bawah martabat Nabi dan Rasul. Tugas guru
ialah mendidik dengan cara mengajar, memberi contoh, membiasakan, dan lain-lain. Syarat
guru ialah dewasa, sehat lahir batin, ahli, dan berkepribadian muslim. Sifat guru ialah semua
sifat yang mendukung (melengkapi) syarat tersebut. Di antara sifat-sifat itu, sifat kasih
sayang sangat diutamakan18

18
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), hal. 85.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan
atau adat. Etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok
untuk menilai apakah tindakantindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar,
buruk atau baik.
2. Menurut literatur kependidikan Islam, seorang guru biasa disebut sebagai ustâdz,
mu'allim, murabbiy, mursyid, mudarris dan mu'addib. Kata "ustâdz" biasa digunakan
untuk memanggil seorang professor. Ini mengandung makna bahwa 13seorang guru
dituntut untuk komitmen terhadap profesionalisme dalam mengemban tugasnya.
Seseorang dikatakan profesional, bilamana pada dirinya melekat sikap dedikatif yang
tinggi terhadap tugasnya, sikap komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta
sikap continous improvement, yakni selalu berusaha memperbaiki dan memperbaharui
model-model atau cara kerjanya sesuai dengan zamannya, yang dilandasi oleh
kesadaran yang tinggi bahwa tugas mendidik adalah tugas menyiapkan generasi
penerus yang akan hidup pada zamannya di masa yang akan datang.
3. Secara umum profesionalisme guru sebagai pendidik Islam adalah : bertakwa,
berpengetahuan luas, adil, berwibawa, ikhlas,dll.
Dalam proses pendidikan, terdapat beberapa strata pendidik perspektif pendidikan
Islam, diantaranya yaitu: Allah, Nabi Muhammad, orang tua, dan guru.
Al-Abrasyi menyebutkan bahwa guru dalam Islam sebaiknya memiliki sifat-sifat
diantaranya, sebagai berikut ini: zuhud, bijaksana, tegas dalam perkataan dan perbuatan,
tetapi tidak kasar, rendah hati (tidak sombong), lemah lembut, dan pemaaf

13
DAFTAR PUSTAKA

Basuki, M. 2007. Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. Ponorogo: Stain Press.


Bafadal, Ibrahim. 2003. Peningkatan Profesional Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Bumi
Aksara.
Departemen Agama RI. 2009. Al-Qur’an Tajwid Warna dan Terjemahnya. Jakarta: Bumi
Aksara.
Herawati, Susi. 2009. Etika dan Profesi Keguruan. Batusangkar: STAIN Press.
Langgulung, Hasan. 1991. Kreativitas dan Pendidikan Islam;Analisis Psikologis dan
Falsafat. Jakarta: Pustaka al-Huma.
Muhaimin. 2003. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Muhaimin. 2011. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan
Agama Islam di Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nasir, Nanat Fattah. 2007. Pemberdayaan Kualitas Guru dalam Perspektif Islam.
Bandung: UPI.
Ramayulis. 2002. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Salam, Burhanuddin. 1997. Etika Individual Pola Dasar Filsafat. Jakarta: Rineka Cipta.
Saondi, Ondi, dkk. 2010. Etika Profesi Keguruan. Bandung: Refika Aditama.
Suprihatiningrum, Jamil. 2014. Guru Profesional:Pedoman KInerja dan Kompetensi
Guru. Yogyakarta: Arruz Media.
Surya, Mohammad, dkk. 2010. Landasan Pendidikan: Menjadi Guru Yang Baik. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Tafsir, Ahmad. 1991. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
http://alcayet.blogspot.com/2012/02/etika-imam-al-ghazali-selayang-pandang.html,
diakses pada tanggal Sabtu, 10 November 2018 jam 13.47.

14

Anda mungkin juga menyukai