Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Manajemen Keperawatan Okupasi


2.1.1 Pengertian Keperawatan Okupasi
Pengertian sehat digambarkan dengan suatu kondisi fisik, mental dan
sosial seseorang yang terbebas dari penyakit atau terbebas dari gangguan
kesehatan, sehingga menunjukkan kemampuan untuk berinteraksi dengan
lingkungan dan pekerjaannya. Aspek kesehatan pada paradigm baru bukan
hanya merawat, mengobati dan menyembuhkan tetapi sampai pada tahap
pencegahan dari suatu penyakit atau gangguan kesehatan. Adapun pengertian
dari kesehatan kerja bertujuan agar pekerja memperoleh derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya, baik secara fisik atau mental maupun sosial dengan usaha
preventif dan kuratif terhadap gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh
faktor-faktor dari pekerjaan dan lingkungan kerja (Kemenkes, 2015).
Keperawatan kesehatan kerja atau bisa disebut Occupational Health
Nursing (OHN) adalah cabang ilmu khusus dari keperawatan komunitas yang
merupakan aplikasi dari konsep dan frame work dari berbagai disiplin ilmu
yang bertujuan untuk meningkatkan dan memelihara status esehatan pekerja
serta melindungi pekerja dari kecelakaan dan faktor resiko bahaya di tempat
kerja dalam konteks lingkungan kerja yang sehat dan aman (American
Asscociation of Occupational Health Nursing, 2013). Jika keselamatan dan
kesehatan kerja para pekerja terjaga maka produktifitas pekerja dalam bekerja
akan meningkat, sehingga akan meningkatkan pula kesejahteraan pemilik dan
pekerja.
2.1.2 Peran dan Fungsi Keperawatan Kesehatan Kerja
Peran dan fungsi keperawatan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:
1. Peran Keperawatan Kesehatan Kerja
Peran keperawatan kesehatan kerja adalah sebagai pemberi pelayanan
kesehatan, penemu kasus, pemberi pendidikan kesehatan, pemberi layanan
konseling, menejemen kasus, konsultan dan juga sebagai peneliti.
2. Fungsi Keperawatan Kesehatan Kerja
Fungsi keperawatan kesehatan kerja adalah melakukan pengawasan
terhadap kesehatan pekerja, melakukan pendataan secara terus menerut
terhadap lingkungan kerja, mencegah terjadinya kecelakaan kerja, mencegah
terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan pada pekerja akibat kerja,
penatalaksanaan penyakit baik yang berhubungan maupun yang tidak
berhubungan dengan kerjaan, mengatur dan mengkoordinasikan pertolongan
pertama jika ada kecelakaan kerja dan melakukan promosi kesehatan di tempat
kerja. Selain ada upaya preventif, fungsi keperawatan kesehatan kerja juga
sebagai yang melakukan upaya rehabilitative untuk pekerja agar bisa kembali
produktif lagi setelah dilakukan perawatan ( Permatasari, 2010). Sehingga
dapat disimpulkan bahwa fungsi dari keperawatan kesehatan kerja adalah
promotif, preventif, dan rehabilitatif untuk para pekerja sesuai dengan konsep
kesehatan.
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Pekerja
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan pekerja
menurut Permatasari tahun 2010 adalah pekerjanya itu sendiri, lingkungan, dan
faktor resiko bahaya di tempat kerja.
1. Pekerja (Host)
Host pada populasi pekerja adalah pekerja, dengan memiliki
karakteristik yang berhubungan dengan dapat meningkatnya risiko untuk
terpapar health hazart di tempat kerja. Adapun karakteristik tersebut yaitu,
Usia, jenis kelamin memiliki atau tidak memiliki penyakit kronis, aktivitas di
tempat kerja, status imunologi, etnik dan gaya hidup (Standhope & Lancaster,
2004).
2. Lingkungan (Environman)
Faktor lingkungan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi
antara host dengan agent dan dapat menjadi mediasi antara host dan agent.
Lingkungan dapat digolongkan menjadi lingkungan fisik dan lingkungan
psikologis. Lingkungan fisik berupa panas, bau dan ventilasi yang dapat
mempengaruhi interaksi host dan agent (Permatasari, 2010). Apabila
lingkungan fisik terganggu maka akan menimbulkan ketegangan bagi pekerja
serta memperberat risiko interaksi negative antara host dan agent. Sedangkan
lingkungan psikologis berhubungan dengan karakteristik tempat kerja meliputi
hubungan interpersonal dan karakteristik pekerja, berupa rendahnya otonomi,
tingkat kepuasan kerja, serta pengawasan yang berlebihan (Eigsti,
Guire&Stone, 2004; Oakley, 2002).
3. Bahaya di tempat kerja (health hazart)
Health hazart berupa faktor kimia, fisika, biologi, enviromechanical
dan psikologi, terdapat pada hampir semua bentuk institusi kerja (Standhope &
Lancaster, 2004). AAOHN mengatakan bahwa health hazart kimia berupa
debu, asbestos, merkuri dan zat kimia berbahaya lainnya masuk ke tubuh
manusia melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan, absorpsi kulit, dan
absorpsi sistem penglihatan. Health hazart kimia dapat mempengaruhi
kesehatan manusia berupa gejala sakit kepala, gangguan sistem resproduksi
serta penyakit keganasan.
Bahaya kesehatan fisika berupa kebisingan, radiasi, getaran, suhu panas
serta dingin, dan gelombang elektromagnetik yang dapat menimbulkan
kerusakan pada sistem pendengaran, sistem reproduksi, penyakit keganasan,
dehidrasi, serta serangan panas. Kemudian bahaya kesehatan yang dapat
ditimbulkan dari bahaya secara biologi dari bakteri pathogen, jamur, dan virus
masuk ke tubuh manusia melalui sistem pernapasan, kontak langsung dengan
kulit, sistem pencernaan dan sistem penglihatan. Adapun dampak dari health
hazart biologi adalah menngalami penyakit infeksi virus, bakteri, jamur seperti
penyakit hepatitis B, kulit, infeksi yang menyerang sistem organ manusia.
Kemudian bahaya ditempat kerja yang di timbulkan enviromechanical
adalah segala sesuatu yang berpotensi menimbulkan penyakit atau kecelakaan
kerja di tempat kerja. Kategori ini dapat beresiko menimbulkan masalah
gangguan tulang dan persendian, cisera punggung, serta gangguan tidur.
Kemudian faktor psikologis seperti stres kerja dan hubungan yang kurang
harmonis dengan atasan dan sesama pekerja dapat menimbulkan masalah
psikososial kecemasan, konflik di tempat kerja, stres kerja serta penyakit
psikosomatik yang mengganggu produktifitas kerja. Pengaturan cara kerja
dapat memiliki dampak besar pada seberapa baik pekerjaan dilakukan dan
kesehatan mereka yang melakukannya. Semuanya dari posisi mesin pengolahan
sampai penyimpanan alat-alat dapat menciptakan hambatan dan risiko.
Penyusunan tempat kerja dan tempat duduk yang sesuai harus diatur
sedemikian sehingga tidak ada pengaruh yang berbahaya bagi kesehatan.
Tempat – tempat duduk yang cukup dan sesuai harus disediakan untuk pekerja
dan harus diberi kesempatan yang cukup untuk menggunakannya.
2.1.4 Penyakit Akibat Kerja
Menurut peraturan menteri tenaga kerja RI No: PER-01/MEN/1981
tentang kewajiban melaporkan penyakit akibat kerja, bahwa yang dimaksud
penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan
atau lingkungan pekerja, atau disebabkan oleh yang lebih spesifik ditentukan
oleh pemajanan di tempat kerja, ada atau tidaknya kompensasi (Soemarko,
2012).
Beberapa penyakit yang banyak terjadi akibat kerja yang diteangkan
pada peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi Nomor: PER-
01/MEN/1981 dicantumkan 30 jenis penyakit, sedangkan pada keputusan
Presiden RI Nomor 22/1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan
kerja memuat jenis penyakit yang sama dengan tambahan penyakit yang
disebabkan bahan kimia lainnya termasuk bahan obat. Jenis-jenis penyakit
akibat kerja tersebut adalah sebagai berikut:
1. Penyakit yang disebabkan oleh debu mineral adalah pneumokoniosis
dan silikotuberkulosis yang silikosisnya merupakan faktor utama penyebab
cacat atau kematian
2. Penyakit yang disebabkan oleh debu logam keras adalah penyakit paru
dan saluran pernafasan (bronkopulmoner).
3. Penyakit yang disebabkan oleh debu kapas Penykit paru dan saluran
pernafasan (bronkopulmoner) atau byssinosis yang disebabkan oleh, vlas, hnep
(serat yang diperoleh dari batang tanaman cnnabis sativa), dan sisal (serat yang
diperoleh dari tumbuhan agave sisalana, biasanya dibuat tali).
4. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi dan zat
perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan.
5. Alveolitis alergika yang disebabkan oleh faktor dari luar sebagai akibat
penghirupan debu organik.
6. Penyakit yang disebabkan oleh berilium (Be) atau persenyawaannya
yang beracun.
7. Penyakit yang disebabkan oleh kadmium (Cd) atau persenyawaannya
yang beracun.
8. Penyakit yang disebabkan oleh fosforus (P) atau persenyawaannya yang
beracun.
9. Penyakit yang disebabkan oleh kromium (Cr) atau persenyawaannya
yang beracun.
10. Penyakit yang disebabkan oleh mangan (Mn) atau persenyawaannya
yang beracun.
11. Penyakit yang disebabkan oleh arsenik (As) atau persenyawaannya
yang beracun.
12. Penyakit yang disebabkan oleh merkurium/ raksa (Hg) atau
persenyawaannya yang beracun.
13. Penyakit yang disebabkan oleh timbel (Pb) atau persenyawaannya yang
beracun.
14. Penyakit yang disebabkan flourin (F) atau persenyawaannya yang beracun.
15. Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida.
16. Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari persenyawaan
hidrokarbon alifatik atau aromatik yang bercun.
17. Penyakit yang disebabkan oleh benzema atau homolognya yang
beracun.
18. Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina dari benzena
atau homolognya yang beracun.
19. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam nitrat
lainnya.
20. Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol, atau keton.
21. Penyakit yang disebabkan olehgas atau uap penyebab asfiksia atau
keracunan seperti CO, hidrogen sianida, hidrogen sulfida atau derivatnya yang
beracun, amoniak, seng, braso, dan nikel.
22. Kelainan pendengarayang disebabkan oleh kebisingan.
23. Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanik (kelainan-kelainan
otot, urat, tulang persendian dan pembuluh darah tepi atau saraf tepi).
24. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang bertekanan
tinggi.
25. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetik dan radiasi yang
mengIon.
26. Penyakit kulit atau dermatosis yang disebabkan oleh fisik, kimiawi atau
biologis.
27. Kanker kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh Ter, Pic, bitumen,
minyak mineral, antrasena, atau persenyawaan, produk dan residu dari zat-zat
tersebut.
28. Kanker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh asbes.
29. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang
didapat dalam suatu pekerjaan resiko kontaminsai khusus.
30. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah, panas radiasi,
atau kelembapan udara yang tinggi.
2.1.5 Faktor Penyebab Penyakit Akibat Kerja
Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan :
1. Golongan fisik: suara (bising), radiasi, suhu (panas/dingin), tekanan
yang sangat tinggi, vibrasi, penerangan lampu yang kurang baik.
2. Golongan kimiawi: bahan kimiawi yang digunakan dalam proses kerja,
maupun yang terdapat dalam lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas,
larutan, awan atau kabut.
3. Golongan biologis : bakteri, virus dan jamur
4. Golongan fisiologis: biasanya disebabkan oleh penataan atau desain
tempat kerja dan cara kerja serta beban kerja.
5. Golongan psikososial: lingkungan kerja yang mengakibatkan stres
psikis, tuntutan pekerjaan dan hubungan antarpekerja atau hubungan pemilik
dan pekerja.
2.1.6 Strategi Intervensi Keperawatan Kesehatan Kerja
Beberapa strategi intervensi keperawatan kesehatan kerja adalah:
1. Pendidikan Kesehatan
Menurut Anderson dan McFarlane (2000) OHN bertanggung jawab
terhadap program pendidikan kesehatan di tempat kerja. Pendidikan
kesehatan dirancang sejak awal untuk memberikan promosi kesehatan tidak
hanya difokuskan pada pekerja tetapi juga diberikan kepada keluarga
pekerja. Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada pekerja difokuskan
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan pekerja mengenali health
hazards di tempat kerja serta upaya mengurangi dampak health hazards
terhadap status kesehatan pekerja.
Tantangan yang dihadapi perawat kesehatan kerja untuk memberikan
pendidikan kesehatan yang efektif adalah waktu luang yang sedikit. Adapun
strategi yang dapat dilakukan adalah membagikan materi pendidikan
kesehatan berupa leaflet, brosur berisi pesan kesehatan saat makan siang di
ruang makan. Metode lain yang efektif dan efisien untuk memberikan
pendidikan kesehatan di tempat kerja adalah dengan penempelan poster,
pemutaran video berdurasi singkat (15- 20 menit) (Permatasari, 2010).
2. Proses Kelompok
Proses pembentukan kelompok adalah gabungan dari individu atau atau
organisasi yang saling bekerja sama untuk mencapai tujuan khusus tertentu
atau kerjasama yang saling menguntungkan. Kelompok pekerja yang
berada dalam satu institusi kerja adalah kelompok yang dapat diberdayakan
untuk mengatasi masalah kesehatan yang ada melalui berbagai intervensi
keperawatan yang sesuai untuk kelompok.
3. Kemitraan/ Partnership
Partnership adalah hubungan yang terjalin antara profesi kesehatan dan
partnernya yaitu individu, keluarga, dan masyarakat yang memiliki
kekuatan atau power, hubungan ini bersifat fleksibel, mengutamakan
negosiasi, saling menguntungkan dalam rangkaian proses berubah dan
meningkatkan kapasitas dan kemampuan individu, keluarga dan
masyarakat untuk mencapai dan atau memperbaiki kesehatan masyarakat.
Berbagai pihak seperti pekerja, perwakilan menejemen perusahaan serta
perawat kesehatan kerja dapat membentuk kemitraan untuk melakukan
upaya promosi kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan, memelihara
kesehatan pekerja, meningkatkan produksifitas kerja serta memberikan
keuntungan untuk perusahaan ( Ervin, 2002).
4. Pemberdayaan Masyarakat / Commnunity Empowerment
Pemberdayaan masyarakat adalah proses aksi sosial meningkatkan
partisipasi individu, organisasi dan masyarakat mencapaitujuan
peningkatan kemampuan individu dan masyarakat dalam rangka
memperbaiki kualitas kehidupan dan peran sosial mereka dalam
masyarakat.
5. Level dan Bentuk Intervensi Keperawatan Kesehatan Kerja
Saat melaksanakan praktek keperawatan kesehatan kerja, perawat kesehatan
kerja menggunakan tiga level strategi pencegahan (Stanhope & Lancaster,
2004). Level pencegahan tersebut dikategorikan menjadi tiga bentuk, yaitu
pencegahan primer; pencegahan sekunder, pencegahan tersier.
2.2 Asuhan Keperawatan Kesehatan Kerja
Asuhan keperawatan untuk kesehatan dan keselamatan kerja (K3)
bertujuan untuk menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.
1. Pengkajian
a. Biologi manusia, meliputi: karakteristik usia dan jenis kelamin,
masalah-masalah kesehatan yang bersifat genetik dari pekerja, fungsi
fisik.
b. Lingkungan
Berbagai potensial hazard yang bisa menyebabkan gangguan kesehatan
akibat kerja yang meliputi hazard fisik, biologi, kimia, psikososial,
ergonomi.
c. Gaya hidup meliputi: pola konsumsi makanan, aktivitas dan istirahat,
penampilan pada saat bekerja, penggunaan alat pendung diri.
d. Sistem kesehatan meliputi : sistem pelayanan kesehatan baik yang terdapat
di perusahaan maupun di luar perusahaan (rujukan), program pengawasan
(monitoring) terkait dengan keselamatan kerja, kebijakan dan program
promosi kesehatan yang ada di perusahaan, keterbatasan dan upaya
promosi dan proteksi, sistem pelayanan kesehatan pada pekerja pekerja.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis dalam keperawatan kesehatan kerja meliputi status kesehatan
klien, kesakitan akibat kerja, populasi yang berisiko, hazard ditempat kerja.
Contoh diagnosa kesehatan dan keselamatan kerja (K3):
a. Risiko terjadi penyakit akibat kerja berhubungan dengan kurang
pengetahuan pekerja dan perusahaan tentang standar K3, APD, dan fasilitas
kerja.
b. Risiko trauma inhalasi berhubungan dengan terpapar asap pembakaran/
benda berbau tajam.
c. Gangguan (penurunan) fungsi pendengaran berhubungan dengan tidak
menggunakan alat proteksi diri pada area dengan tingkat kebisingan tinggi.
d. Risiko jatuh (cedera) berhubungan dengan tempat kerja yang terlalu
tinggi ; penggunaan peralatan yang kurang memadai ; pelaksanaan kerja
tanpa wewenang.
e. Gangguan tidur berhubungan dengan tekanan pekerjaan
3. Perencanaan
a. Prevensi primer, kegiatan-kegiatan prevensi primer adalah:
a) Promosi kesehatan yang meliputi kegiatan pendidikan kesehatan,
perbaikan gizi, istirahat dan olahraga bagi pekerja, pemberian ANC
bagi pekerja wanita yang sedang hamil.
b) Pencegahan penyakit yang meliputi mengurangi faktor risiko,
pemberian imunisasi, manajemen stress.
c) Pencegahan injuri, yang meliputi pendidikan keselamatan,
penggunaan alat pelindung diri (APD), penanganan zat berbahaya,
menurunkan bahaya yang mengancam keselamatan, meningkatkan
kesehatan ergonomis.
b. Prevensi sekunder
a) Pemeriksaan (screening) kepada calon pekerja, pemeriksaan
kesehatan secara berkala, pemeriksaan terhadap aspek lingkungan.
b) Penatalaksanaan kasus (case management).
c) Penanganan kegawatan yang meliputi kegawatan fisik, psikologis
maupun kecelakaan akibat kerja.
c. Persiapan tersier, kegiatan pencegahan tersier meliputi:
a) Pencegahan penyebaran penyakit menular
b) Pencegahan kekambuhan
c) Pencegahan komplikasi
d) Rehabilitasi pekerja
DAFTAR PUSTAKA

Permatasari, Henny. 2010. Tinjauan teori keperawatan kesehatan kerja. Jurnal


Keperawatan Indonesia, Volume 13, No 2, Juli 2010; hal 112-118

Anderson, & McFarlane. 2000. Community as partner: theory and practice in nursing.
Philadelphia: J.B. Lippincott Company, USA

Ervin, N.F. 2002. Advanced community nursing practice: population focused prentice.
Prentice Hall: New Jerseysaha

Soemarko, Dewi Sumaryani. 2012. Penyakit akibat kerja: identifikasi dan rehabilitasi
kerja. Program Magister Kedokteran Kerja FKUI, PPDS Kedokteran Okupasi FKUI,
K3 Expo Seminar SMESCO, 26 april 2012

Kemenkes RI. 2016. Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun
2016 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Peyakit Akibat Kerja.

Anda mungkin juga menyukai