Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka penulis merumuskan permasalahan
sebagai berikut: “Bagaimana Gambaran Epidemiologi Kasus Pneumonia pada
Balita dan Determinan di Puskesmas Harapan Raya Tahun 2015,2016 dan
2017?”
Berdasarkan latar belakang di atas sesuai dengan data yang diperoleh,
Penyakit ISPA pada Balita di Kecamatan Bukit Raya relatif tinggi dan
menduduki posisi peringkat satu dari 10 pola penyakit berbahaya dengan
jumlah pelakunya di tahun 2015 sebanyak 4.122 dan meningkat di tahun
2016 menjadi 7.833 penderita. Dalam upaya intervensi pemberantasan
penyakit ISPA khususnya pneumonia tidak mungkin berhasil bila dilakukan
dengan upaya kreatif-kreatif saja, tanpa mengupayakan usaha preventif.
Walaupun telah diketahui sebagian penyebabnya adalah virus, bahkan dari
sikon nya tetapi faktor lingkungan yang tidak diperhatikan dengan
berkontribusi besar dan terjadinya penyakit ISPA karena lingkungan
merupakan tempat kehidupan dari agent itu sendiri. Salah satu faktor
lingkungan tersebut adalah lingkungan rumah karena rumah sangat erat
kaitannya dengan konsep lingkungan dan penataan ruang.
Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan kondisi lingkungan fisik rumah
dengan kejadian pneumonia di Kecamatan Bukit Raya.
b. Tujuan Khusus
a. Mengetahui hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian
pneumonia pada balita di Kecamatan Bukit Raya.
b. Mengetahui hubungan antara jenis dinding dengan kejadian
pneumonia pada balita di Kecamatan Bukit Raya.
c. Mengetahui hubungan antara ventilasi dengan kejadian pneumonia
pada balita di Kecamatan Bukit Raya.
Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Bagi pengembangan ilmu kesehatan masyarakat bidang
peminatan epidemiologi dengan titik berat pada kajian tentang faktor-
faktor yang berhubungan dengan kejadian Pneumonia. Dan dapat
dijadikan informasi tambahan selanjutnya yang berhubungan dengan
kondisi fisik rumah dengan penyakit Pneumonia.
b. Manfaat Praktis
a. Memberikan informasi tentang kondisi lingkungan fisik
rumah sebagai faktor resiko pneumonia pada balita di
Kecamatan Bukit Raya Pekanbaru , sehingga dengan
informasi ini dapat menjadi bahan masukan bagi Puskesmas
di wilayah Kecamatan Bukit Raya dalam perencanaan
program penanganan masalah perumahan yang belum
memenuhi syarat kesehatan.
b. Sebagai tambahan Informasi/Kepustakaan Peminatan
KESMAS di STIKes Tengku Maha Ratu.
c. Meningkatkan kemampuan dan wawasan peneliti untuk
mengetahui Hubungan Kondisi Lingkungan Fisik Rumah
dengan Kejadian Pneumonia di Desa.
B. Pengertian ISPA
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut dan
mulai diperkenalkan pada tahun 1984 setelah dibahas dalam loka karya
Nasional ISPA di Cipanas istilah ini merupakan padanan istilah bahasa
Inggris Acute respitory infection (ARI). Dalam lokakarya nasional ISPA
tersebut terdapat dua pendapat yang berbeda, pendapat pertama memilih
istilah ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) dan pendapat kedua memilih
ISPA (Insfeksi Saluran Nafas Akut) pada akhir loka karya diputuskan untuk
memiliki istilah pada akhir lokakarya diputuskan untuk memiliki istilah ISPA
dan sampai sekarang istilah ini yang digunakan.
ISPA adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian
dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas)
hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksannya, seperti sinus,
hingga telinga tengah dan fleura.
ISPA atau infeksi saluran pernafasan alat mengandung tiga unsur
yaitu infeksi, saluran pernafasan dan akut. Pengertian atau batasan masing-
masing unsur adalah sebagai berikut:
a) Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganik dalam tubuh manusia
dan berkembangbiak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b) Saluran pernafasan adalah organ yang dimulai dari hidung hingga adveoli
organ adnoksanya seperti, sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
Dengan demikian ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan
bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-
paru) dan organ adnoksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini suatu
jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract).
c) Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari,
batas 14 hari ini diambil untuk menumpukkan proses akut meskipun
untuk beberapa penyakit seperti digolongkan dalam ISPA proses ini
dapat berlangsung dari 14 hari.
C. Pneumonia
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-
paru (alveoli). Definisi pneumonia yang diperkenalkan WHO pada tahun
1989 dan dipakai oleh Dep Kes RI dalam program penanggulangan ISPA
secara nasional adalah suaut penyakit dengan gejala batuk pilek disertai napas
sesak atau napas cepat.
Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan dengan
terjadinya proses infeksi akut pada bronkus dan disebut bronchopneumonia.
Dalam pelaksanaan program P2 ISPA semua bentuk pneumonia (baik
pneumonia maupun bukan pneumonia) disebut pneumonia.
D. Etiologi
Etiologi Pneumonia pada Balita sukar untuk ditetapkan karena dahak
biasanya sukar diperoleh, sedangkan prosedur pemeriksaan imunologi belum
memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan adanya bakteri
sebagai penyebab pneumonia. Hanya biasa dari aspirat paru serta
pemeriksaan spesimen darah yang dapat diandalkan untuk penetapan etiologi
Pneumonia.
Meskipun pemeriksaan spesimes aspiratif paru merupakan cara yang
sensitive untuk mendapatkan dan menentukan bakteri penyebab Pneumonia
pada Balita akan tetapi fungsi paru merupakan prosedur yang berbahaya dan
bertentangan dengan etika, terutama jika hanya dimaksudkan untuk
penelitian.
Oleh karena alasan tersebut di atas maka penetapan etiologi
Pneumonia di Indonesia masih didasarkan pada hasil penelitian di luar
Indonesia. Menurut publikasi WHO, penelitian diberbagai negara
menunjukan bahwa di negara berkembang Streptokokus Pneumonia dan
Hemofilus Influenza merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua
pertiga dari hasil isolasi, yaitu 73,9% aspirat paru dan 69,1 % hasil isolasi
dari spesimen darah sedangkan di negara maju, dewasa ini Pneumonia pada
anak umumnya di sebabkan oleh virus.
E. Klasifikasi
Kriteria untuk menggunakan pola tatalaksana penderita ISPA adalah
Balita dengan gejala batuk dan atau kesukaran bernafas. Pola tatalaksana
penderita ini terdiri dari 4 bagian, yaitu:
a. Pemeriksaan
b. Penentuan keberadaan tanda bahaya
c. Penentuan klasifikasi penyakit
d. Pengobatan
Klasifikasi penyakit dibedakan atas 2 kelompok, yaitu kelompok
untuk umur. Dalam penentuan 2 bulan-kurang 5 tahun dan kelompok untuk
umur kurang 2 bulan untuk kelompok umur 2 bulanan kurang lebih 5 tahun
klasifikasi dibagi atas Pneumonia berat, Pneumonia dan bukan Pneumonia
untuk kelompok umur kurang 2 bulan klasifikasi dibagi atas Pneumonia
berat dan bukan Pneumonia.
Klasifikasi bukan Pneumonia mencakup kelompok penderita dengan
batuk yang tidak menunjukan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak
menunjukan adanya penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dengan
demikian klasifikasi bukan Pneumonia mencakup penyakit-penyakit ISPA ini
di luar Pneumonia seperti: batuk pilek biasa, sedangkan penyakit ISPA ini
seperti: Phargagitu- tonsillitis dan otitus belum dicakup oleh program ini
(Dirjen PPM dan PLP DepKes
RI: 2000).
Gejala Pneumonia
Gejala-gejala Pneumonia yang disebabkan oleh virus adalah infeksi
ringan di seluruh pernafasan bagian atas yang disusul oleh demam mendadak
yang tinggi (38-40co) tubuh merinding batuk-batuk, pernafasan yang cepat,
dan kadang-kadang rasa nyeri di salah satu atau di kedua sisi dada, pada bayi,
gangguan pernafasan dapat mengakibatkan bergetarnya hidung, penarikan
bagian-bagian lunak dada (ruang antar iga) serta adanya suara ketika anak
mengeluarkan nafas, Pneumonia virus yang berawal dengan perlahan-lahan
memperlihatkan gejala nyeri di kepala, rasa lelah, demam kadang-kadang
rendah dan tinggi (38-40 oC) jika ditenggorokan serta batuk parah dan kronis.
Diagnosis penyakit Pneumonia memerlukan pemeriksaan sinar X atas dada,
hidung darah lengkap dan kadang-kadang biak darah, pada anak-anak yang
sudah besar dapat ditambahkan pemeriksaan atas dahak. (Dr. Saskia Ibrahim;
2003).
Pencegahan Pneumonia
Pencegahan penyakit pnemonia dapat dilakukan dengan
a) Pengadaan rumah dengan ventilasi yang memadai
b) Perilaku hidup bersih dan sehat
c) Peningkatan gizi balita
G. Patogenesis
Pneumonia lebih sama merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai
keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh. Sebagai infeksi primer biasanya
hanya yang dijumpai pada anak-anak dan orang tuanya, kuman masuk ke
dalam jaringan paru-paru melalui saluran pernafasan atas untuk mencapai
bronchiohs dan kemudian ke alveolus sekitarnya. (Dr. John Knight: 1997(
Infeksi pada saluran pernafasan pada dasarnya terjadi akibat
penghirupan (inhalation) mikroorganisme patogen. Agen infeksi ini dapat
berupa bakteri, virus, rickettsiae maupun jamur (pugi) infeksi yang terjadi
pada paru-paru dapat tersebar kemudian ke organ-organ atau bagian-bagian
tubuh yang lain. Meningitus Bakteriasis merupakan penyebaran lebih
lanjut (skunder) ke kepala meningen (otak) dan bentuk infeksi primer pada
paru-paru baik oleh Streptococcus pneumoniak, haemophyplus influenze
ataupun mycobactorium tubercolosis.
Rute penularan dapat berupa droplets (percikan ludah) droplet nuclei
(agen penyakit yang melayang diudara yang koma), debu (dast agen bersama
menempel ke debu) ataupun kontak (direct or indirect contacs) hospes (host)
yang terkena pada umumnya adalah siapa saja atau kelompok tertentu
(misalnya: kelompok anak-anak dan orang tua) yang hidup pada lingkungan
yang beresiko tinggi.
Disamping itu juga sangat berpengaruh adanya faktor nutrisi, ASI,
imunisasi, vitamin A dan gizi yang akan berakibat pada nutrisi pada defence
yang rendah disamping faktor-faktor pelayanan kesehatan yang belum
memadai.
H. Analisis situasi masalah ISPA di lingkungan kerja puskesmas bukit raya
Kecenderungan penyakit ISPA terdiri dari beberapa unsur:
a. Kondisi Ekonomi
Keadaan ekonomi yang belum pulih dari krisis ekonomi yang
berkepanjangan berdampak peningkatan penduduk musiman disertai
dengan menurunnya kemampuan menyediakan lingkungan pemukiman
yang sehat di karenakan sebagian besar penduduk harapan raya termasuk
juga sebagai tempat yang padat penduduk dan sebagian besar penduduk
nya bekerja sebagaian besar 70% nya adalah sebagai pedagang kaki lima
dan juga sebagaian besar penduduk nya memiliki perekonomian yang
masih kurang dan juga mendorong peningkatan jumlah balita yang rentan
terhadap serangan berbagai penyakit menular salah satunya termasuk
ISPA.
Pada umumnya akan mendorong meningkatnya penyakir ISPA
dan Pneumonia pada Balita. Di karena kan akibat perubahan iklim yang
ekstrim pada masa sekarang akibat nya banyak balita dan anak-anak yang
paling di pengaruhi oleh perubahan iklim dan trserang penyakit seperti
batuk atau asma
b. Kependudukan
Jumlah penduduk wilayah kerja puskesmas harapan raya
sebanyak 69.663 dengan jumlah penduduk laki-laki lebih besar dari pada
jumlah penduduk perempuan ( sex ratio 108,42). Sedangkan
perbandingan jumlah penduduk usia tidak produktif terhadap jumlah
penduduk usia produktif menunjukkan rasio beban tanggungan . jumlah
penduduk terbesar adalah pada kelompok umur 9-34 tahun yaitu
34.464%). yang besar mendorong peningkatan jumlah populasi balita
yang besar pula atau dengan kata lain meningkatkan populasi sasaran P2
ISPA sehingga berimplikasi terhadap membengkaknya anggaran, sarana
dan peralatan yang dibutuhkan ditambah lagi dengan status kesehatan
masyarakat yang masih rendah, akan menambah berat badan kegiatan
Pemberantas Penyakit ISPA.
c. Geografi
Sebagai daerah tropis Indonesia memiliki potensi daerah endemic
beberapa penyakit infeksi yang setiap saat dapat menjadi ancaman bayi
kesehatan masyarakat. Pengaruh geografis dapat mendorong terjadinya
peningkatan kasus maupun kematian penderita akibat ISPA. Dengan
demikian pendekatan dalam pemberantasan ISPA perlu dilakukan dengan
mengatasi semua faktor resiko dan faktor-faktor lain yang
mempengaruhinya. Kecamatan Bukit Raya merupakan salah satu
kecamatan yang ada dikota Pekanbaru. Pada mulanya kecamatan ini
dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1987 Tentang
Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Dati II Kampar. Namun sering
dengan berkembangnya semangat otonomi daerah yang ditandai dengan
banyaknya daerah memerkarkan diri, kondisi ini pun terjadi di Kota
Pekanbaru. Kota Pekanbaru yang semula terdiri dari 8 (delapan)
kecamatan kemudian dimekarkan menjadi 12 (dua belas), termasuk
wilayah kecamatan Bukit Raya. Pemekaran wilayah ini berdasarkan pada
Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 03 tahun 2003 tentang
pembentukan kecamatan Mar poyan Damai, Tenayan Raya, Rumbai
Pesisir dan Kecamatan Payung Sekaki, maka secara geografis kecamatan
bukitraya mengalami perubahan. Luas wilayah kecamatan bukitraya ±
23,10 km dengan batas wilayah kecamatan sebagai berikut:
a) Sebelah utara berbatasan dengan kecamatan sail
b) Sebelah selatan berbatasan dengan kabupaten kampar
c) Sebelah barat berbatasan dengan kecamatan marpoyan damai
d) Sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Tenayan Raya
d. Hidrologi
Kondisi hidrologi di bedakan menjadi 2 bagian yaitu kondisi hidrologi
air permukaan dan air tanah.
i) Rumah
Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan
manusia. Rumah atau tempat tinggal manusia, dari zaman ke zaman
mengalami perkembangan. Pada zaman purba manusia bertempat
tinggal di gua-gua, kemudian berkembang, dengan mendirikan rumah
tempat tinggal di hutan-hutan dan di bawah pohon. Sampai pada abad
modern ini manusia sudah membangun rumah (tempat tinggalnya)
bertingkat dan diperlengkapi dengan peralatan yang serba modern.
Sejak zaman dahulu pula manusia telah mencoba mendesain
rumahnya, dengan ide mereka masing-masing yang dengan sendirinya
berdasarkan kebudayaan masyarakat setempat dan membangun rumah
mereka dengan bahan yang ada setempat (local material) pula.
Setelah manusia memasuki abad modern ini meskipun rumah mereka
dibangun dengan bukan bahan-bahan setempat, tetapi kadang-kadang
desainnya masih mewarisi kebudayaan generasi sebelumnya.
Disamping menjadi tempat berlindung rumah juga memiliki
fungsi lain, yaitu sebagai tempat berlangsungnya proses sosialisasi
proses dimana seorang individu diperkenalkan kepada nilai, adat
kebiasaan yang berlaku dalam masyarakatnya, juga tempat meniru
memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya.
Kebutuhan hidup ini sesuai dengan peradaban manusia yang
semakin tinggi Mtidak saja terbatas pada kebutuhan untuk
mempertahankan diri tetapi juga meningkat pada kebutuhan-
kebutuhan yang lebih tinggi nilainya, misalnya kebutuhan untuk
bergaul dengan manusia lain, kebutuhan akan harga diri, kebutuhan
akan rasa aman juga kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri (Budi
Hardjo: 1998).
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dan membangun suatu
rumah adalah sebagai berikut:
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam membangun suatu rumah
1. Faktor Lingkungan, baik lingkungan fisik, biologis maupun
lingkungan sosial.
Maksudnya membangun suatu rumah harus memperhatikan
tempat di mana rumah itu didirikan. Di pegunungan ataukah di tepi
pantai, di desa ataukah di kota, di daerah dingin ataukah didaerah
panas, di daerah dekat gunung berapi (daerah gempa) atau di daerah
bebas gempa dan sebagainya. Rumah di daerah pedesaan sudah
barang tentu disesuaikan kondisi sosial budaya pedesaan, misalnya
bahannya, bentuknya, menghadapnya dan lain sebagainya. Rumah di
daerah gempa harus dibuat dengan bahan-bahan yang ringan namun
harus kokoh, rumah di dekat hutan harus dibuat sedemikian rupa
sehingga aman terhadap serangan-serangan binatang buas.
2. Tingkat Kemampuan Ekonomi Masyarakat
Hal ini dimaksudkan rumah dibangun berdasarkan
kemampuan keuangan penghuninya, untuk itu maka bahan-bahan
setempat yang murah misal bambu, kayu atap rumbia dan sebagainya
adalah merupakan bahan-bahan pokok pembuatan rumah. Perlu
dicatat lagi bahwa mendirikan rumah adalah bukan sekadar berdiri
pada saat itu saja, namun diperlukan pemeliharaan seterusnya. Oleh
karena itu, kemampuan pemeliharaan oleh penghuninya perlu
dipertimbangkan.
3. Teknologi yang dimiliki oleh Masyarakat
Pada dewasa ini teknologi perumahan sudah begitu maju dan
sudah begitu modern. Akan tetapi teknologi modern itu sangat mahal
dan bahkan kadang-kadang tidak dimengerti oleh masyarakat. Rakyat
pedesaan bagaimanapun sederhananya, sudah mempunyai teknologi
perumahan sendiri yang dipunyai turun temurun. Dalam rangka
penerapan teknologi tepat guna, maka teknologi yang sudah dipunyai
oleh masyarakat tersebut dimodifikasi. Segi-segi yang merugikan
kesehatan dikurangi, dan mempertahankan segi-segi yang sudah
positif.
J. Prioritas masalah
Masalah urgensi intervensi Total rank
Rendah nya 3 2 5 II
angka
pemberian
ASI
Rendah nya 2 2 4 III
penggunaan
jamban
sehat
Tingginya 5 4 9 I
angka
Kejadian
ISPA
K. Indentifikasimasalah:
a. Berdasarkan distribusi
1) Kelompok umur dibawah 5 tahun paling rentan terkena ISPA karena
daya tahan tubuh masih rendah.
2) Daerah-daerah yang rentan terhadap penyebaran ISPA adalah daerah
kota yang penduduknya padat yang sanitasi ligkungan nya buruk
3) Kejadian kasus ISPA terjadi angka morbiditas akibat ISPA yang
banyak terjadi musim kemarau
b. Berdasarkan frekuensi
1) sampai tahun 2017telah tercatat 7.559 kasus di puskesmas kecamatan
bukit raya
2) prevalensi ISPA untuk bayi 42,2% dan anak umur 1-4 tahun 40,6%
sedangkan case spesific death rate karena ISPA pada bayi 21% dan
untuk anak-anak 1-4 tahun 35%
c. berdasarkan determinan
1) Host (pejamu)
a) Jenis kelamin, dimana laki-laki lebih rendah dari pada wanita
b) Anak usia dibawah 5 tahun lebih rentan terkena ISPA di banding
golongan umur lain
c) Anak dengan status gizi yang buruk lebih rentan terkena ISPA
d) Anak BBLR lebih renta terkena ISPA
2) Agent ( Penyebab)
Infeksi saluran pernafasan atas akut (ISPA) seperti faringitis dan
tonsilitis dapat disebabkan oleh karena infeksi virus, bakteri ataupun
jamur
3) Enviroment ( Lingkungan)
a) Kepadatan hunian tempat tidur dapat menjadi faktor pemicu
timbulnya penyakit ISPA
b) Penggunaan obat nyamuk bakar dan penggunaan bahan bakar yang
tidak ramah lingkungan
c) Terdapat penggunaan rokok yang dapat memicu timbulnya penyakit
ISPA
d) Perilaku pembakaran hutan dan pembakaran sampah dapat
mencemari udara
e) Kesadaran masyarakat yang masih kurang menjaga lingkungan
sebagai upaya pencegahan ISPA
f) Imunisasi ISPA masih kurang dilakukan
g) Masih kurangnya peran istansi kesehatan khusus nya posyandu
dalam penanganan masalah ISPA
L. Prioritas Masalah
Sehubung dengan identifikasi masalah diatas, maka yang menjadi prioritas
masalah adalah :
1) Kerentanan kelompok umur dibawah 5 tahun karena daya taha tubuh
yang sangat rendah
2) Kepadatan hunian tempat tidur dapat menjadi faktor pemicu timbulnya
penyakit ISPA
3) Terdapat penggunaan rokok yang dapat memicu timbulnya penyakit
ISPA
4) Perilaku pembakaran hutan dan pembakaran sampah yang dapat
mencemari udara
5) Masih kurangnya peran instansi kesehatan khususnya pada tingkat
posyandu dalam penanganan masalah ISPA
4. Kemitraan
Merupakan faktor penting untuk menunjang keberhasilan
program. Pembangunan kemitraan dalam program P2 ISPA diarahkan
untuk meningkatkan peran serta masyarakat, peran serta lintas program
dan lintas sektor terkait serta peran pengambil keputusan termasuk
penyandang dana. Dengan demikian pembangunan kemitraan diharapkan
pendekatan pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA
khususnya pnemonia dapat terlaksana secara terpadu dan kompherensif.
Dengan kata lain intervensi pemberantasan penyakit ISPA tidak hanya
tertuju pada penderita saja, tetapi juga terhadap faktor resiko (lingkungan
dan kependudukan) dan faktor lain yang berpengaruh melalui dukungan
peran aktif sektor lain yang berkompeten.
5. Peningkatan Kualitas Sumber Daya
a. Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumber Daya Manusia yang terlibat dalam program P2 ISPA
meliputi kader, petugas kesehatan yang memberikan tatalaksana ISPA
di sarana pelayanan kesehatan (Polindes, Pustu, Puskesmas, RS,
Poliklinik), pengelola program ISPA di puskesmas, kabupaten/kota,
provinsi dan pusat. Upaya peningkatan kualitas SDM P2 ISPA
dilakukan di berbagai jenjang melalui kegiatan pelatihan, setiap
pelatihan yang dilakukan perlu ditindaklanjuti dengan supervisi dan
monitoring serta pembinaan di lapangan. Selanjutnya pelaksanaan
pelatihan secara terpadu dengan program lain perlu dikembangkan,
terutama pelatihan menyangkut aspek manajemen atau pengelola
program P2 ISPA dilakukan pula melalui kegiatan magang, asistensi
tatalaksana oleh dokter ahli, studi banding, seminar dan workshop
sesuai dengan kebutuhan.
b. Logistik
Dukungan logistik sangat diperlukan dalam menunjang
pelaksanaan program P2 ISPA. Aspek logistik Pemberantasan
Penyakit ISPA mencakup peralatan, bahan dan sarana yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan. Sampai saat ini
logistik kegiatan distandarisasi, dari logistik untuk kegiatan penemuan
dan tatalaksana penderita dan logistik untuk kegiatan komunikasi dan
penyebaran informasi.
- Untuk kegiatan penemuan dan tatalaksana penderita mencakup
obat dan alat bantu hitung pernapasan (soundtimer).
- Untuk kegiatan komunikasi dan penyebaran informasi, logistik
yang telah disediakan program meliputi media cetak dan
elektronik.
B. MENETAPKAN TUJUAN
1. Tujuan jangka panjang ( 208-2020)
Menurunkan angka pervalensi dan Insidensi penyakit ISPA
2. TUJUAN JANGKA PENDEK (2018-2019) :
a. Meningkatkan status gizi balita dan memperluas cakupan imunisasi
pada balita
b. Meningkatkan jumlah rumah sakit atau puskesmas
c. Mengurangi jumlah orang yang merokok dengan meningkatkan
pengetahuan nya mengenai bahaya rokok
d. Meningkatkan kemampuan petugas kesehatan dalam melakukan
surveilans epidemiologi khusus nya penyakit ISPA
C. PENYUSUNA RENCANA KERJA
1. Mengadakan imunisasi penyakit ISPA dengan penyuluhan
2. Mengadakan perbaikan gizi dengan memberikan vitamin
3. Melakukan pemantuan gizi balita setiap bulan
4. Mengadakan penyuluhan tentang rumah sehat
5. Melakukan penyuluhan bahaya merokok
6. Melakukan pelatihan tentang pengolahan sampah
7. Melakukan pelatihan surveilans pada petugas kesehatan
D. Kelompok sasaran
Adapun sasaran dari kegiatan ini adalah :
1. Anak balita
2. Orang tua
3. Pengetahuan petugas
C. Kebijakan
Untuk mencapai tujuan program pemberatasan penyakit ISPA balita maka
dirumuskan kebijakan sebagai berikut :
a. Melaksanakan promosi penanggulangan pnemonia balita sehingga
masyarakat, mitra kerja terkait dan pengambil keputusan mendukung
pelaksanaan penanggulangan pnemonia balita.
b. Melaksanakan penemuan penderita melalui saran kesehatan dasar (pelayanan
kesehatan di desa, Puskesmas Pembantu, Puskesmas dan Sarana Rawat Jalan
Rumah Sakit) dibantu oleh kegiatan Posyandu dan Kader Posyandu.
c. Melaksanakan tatalaksana standard penderita ISPA dengan deteksi dini,
pengobatan yang tepat dan segera, pencegahan komplikasi dan rujukan ke
sarana kesehatan yang lebih memadai.
d. Melaksanakan surveilans kesakitan dan kematian pnemonia balita serta faktor
e. resikonya termasuk faktor resiko lingkungan dan kependudukan
1. BUILDING PLAN
Tujuan Advokasi :
Untuk mengetahui hubungan kondisi lingkungan fisik rumah dengan
kejadian pneumonia di Kecamatan Bukit Raya.
Sistem Anggaran
Horarium :
1. Pembicara : RP. 500.000
2. Panitia 5 orang : Rp. 2.000.000
3. Dokter : Rp. 3.000.000
4. Konsumsi : Rp. 3.000.000
5. Kader : Rp. 1.500.000
6. Transportasi : Rp. 1.000.000
7. ATK : Rp. 300.000
8. Biaya tak terduga : Rp. 5.000.000
Dapat di lihat dari tabel diatas bahwa program yang telah disusun
dapat tercapai dengan baik, mudah-mudahan saja program tersebut dapat
berjalan terus sesuai dengan yang direncanakan dan tidak ada hambatan
lagi dalam program karna telah di rancang sebagaimana mesti nya, dan
tidak ada lagi balita dan anak-anak yang terkena penyakit ISPA
2. GATHERING INFORMATION
Setelah melakukan observasi data dipuskesmas Harapan Raya saya dapat
menyimpulkan hasil data sebagai berikut :
Penderita ispa tahun 2015 sebanyak 4122 orang
0
bulan 3
bulan 2
bulan 5
bulan 6
bulan 7
bulan 8
bulan 9
bulan 10
bulan 11
Bulan 4
bulan 1
Data yang saya dapatkan 100 % data didapat dari puskesmas Harapan
Raya
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit ISPA adalah salah satu penyakit yang banyak diderita bayi
dan anak-anak, penyebab kematian dari ISPA yang terbanyak karena
pneumonia. Klasifikasi penyakit ISPA tergantung kepada pemeriksaan dan
tanda-tanda bahaya yang diperlihatkan penderita, Penatalaksanaan dan
pemberantasan kasus ISPA diperlukan kerjasama semua pihak, yaitu
peranserta masyarakat terutama ibu-ibu, dokter, para medis dam kader
kesehatan untuk menunjang keberhasilan menurunkan angka, kematian dan
angka kesakitan sesuai harapan pembangunan nasional.
B. Saran
Karena yang terbanyak penyebab kematian dari ISPA adalah karena
pneumonia, maka diharapkan penyakit saluran pernapasan penanganannya
dapat diprioritaskan. Disamping itu penyuluhan kepada ibu-ibu tentang
penyakit ISPA perlu ditingkatkan dan dilaksanakan secara
berkesinambungan, serta penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA
yang sudah dilaksanakan sekarang ini, diharapkan lebih ditingkatkan lagi.