Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENGANTAR

1.1 Latar Belakang

Kesenian tradisional adalah kesenian rakyat yang merupakan refleksi dari

cara hidup sehari-hari masyarakat. Kesenian tradisional biasanya bersumber pada

mitos, sejarah atau cerita rakyat yang memiliki nilai-nilai yang bersifat profan

atau sakral dan biasanya diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke

generasi (Rostiyati Ani, 2000). Kesenian tradisional ini merupakan peninggalan

leluhur yang harus tetap dilestarikan, karena memiliki peranan penting yakni

sebagai identitas bangsa yang mampu menyatukan dan menunjukkan jati diri

bangsa.

Di tengah arus globalisasi saat ini kesenian tradisional sedang terancam

keberadaannya. Kesenian tradisional harus bersaing dengan kebudayaan baru

(populer) dan juga kebudayaan asing yang dapat mudah diakses melalui

perkembangan media yang terjadi sangat cepat. Dalam waktu singkat media

elektronik audio visual (radio, film, dan televisi) menjadi sangat berpengaruh

dalam kehidupan masyarakat. Alvin Toffler (Wibowo, 2007) menyebut manusia

di era informasi saat ini sebagai manusia audio visual yang memiliki ekstensi

(perpanjangan) dari seluruh indranya. Hal ini mengakibatkan struktur sikap dan

sifat manusia audio visual akan cepat berubah karena itu dapat lebih banyak

melihat dan mendengar lebih jauh dan dapat menangkap informasi lebih banyak.

1
2

Derasnya arus informasi yang terjadi saat ini dikhawatirkan akan

menggusur tradisi budaya dan tata nilai suatu lingkungan ke arah kebudayaan

yang dominan (kuat). Jika hal ini terus dibiarkan maka akan terjadi penyelarasan

dan penyeragaman selera melalui media audio visual dan dunia akan menjadi satu

kebudayaan yang akan mematikan kebudayaan-kebudayaan lokal (Fred Wibowo,

2007). Menurut Sartono Kartodirdjo (Kuntowijoyo, 2006) implikasi sosial dari

modernitas kebudayaan yaitu terjadinya erosi nilai-nilai budaya tradisional. Saat

ini orang lebih tertarik menjadi penonton atau penikmat kesenian pertunjukan,

televisi, kaset, dan radio. Tingkat partisipasi dalam kesenian di era modern ini

menurun. Di desa-desa yang biasanya menjadi lokasi kreativitas, kini menjadi

konsumen seni-budaya yang ditawarkan lewat teknologi modern (Kuntowijoyo,

2006).

Kalangan anak-anak muda saat ini lebih senang berlatih untuk menjadi

anak Band atau Boyband / Girlband daripada belajar menari tari tradisional,

musik tradisional, dan seni tradisional lainnya. Gejala-gejala yang dipaparkan di

atas hanyalah sebagian kecil contoh terjadi ancaman dan gangguan terhadap

ketahanan nasional di bidang budaya. Seluruh warga negara Indonesia harus

mampu mempertahankan eksistensi kebudayaannya masing-masing terutama di

kalangan pemuda. Demi mewujudkan ketahanan budaya dibutuhkan peran

pemuda dalam menjaga kebudayaan lokal dari pengaruh budaya global. Di antara

sekian banyak pemuda yang terbawa arus budaya global, masih ada beberapa

pemuda yang berkecimpung di kebudayaan tradisional (lokal). Seperti yang

terjadi di beberapa grup seni Benjang di Ujungberung Bandung.


3

Fokus dalam penelitian ini adalah pelaku kesenian Benjang yang temasuk

dalam usia muda (pemuda), pimpinan grup kesenian Benjang, dan pengamat seni

di Ujungberung khususnya Benjang, sedangkan lokasi penelitian ini adalah satu

grup seni Benjang dan satu sanggar seni yang ada di Ujungberung Kota Bandung.

Penelitian ini dinilai penting untuk dikaji dengan tujuan untuk mengetahui

keadaan kesenian Benjang di tengah modernitas saat ini dan bagaimana peran

pemuda dalam menghadapi hambatan maupun ancaman tersebut demi

meningkatkan Ketahanan Budaya Nasional.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan dua rumusan

masalah penelitian, yaitu:

1.2.1 Bagaimana peran pemuda dalam pelestarian seni tradisional Benjang?

1.2.2 Kendala apa yang dihadapi pemuda dalam pelestarian seni tradisional

Benjang?

1.2.3 Bagaimana implikasi pelestarian seni tradisional Benjang terhadap

ketahanan budaya daerah?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini didasarkan pada rumusan masalah penelitian di atas,

maka penelitian ini bertujuan untuk:

1.3.1 Mengetahui peran pemuda dalam pelestarian seni tradisional Benjang

1.3.2 Mengkaji kendala-kendala yang dihadapi pemuda dalam pelestarian seni

tradisional Benjang
4

1.3.3 Merumuskan implikasi dari pelestarian seni tradisional Benjang terhadap

ketahanan budaya daerah.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu:

1.4.1 Manfaat Teoritis:

1) Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan kajian

tentang peran pemuda dalam pelestarian budaya daerahnya dalam hal ini

seni tradisional sebagai bentuk upaya meningkatkan ketahanan budaya

daerah.

2) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi para peneliti

yang akan melakukan penelitian dalam bidang yang sejenis maupun

penelitian lanjutan.

1.4.2 Manfaat Praktis:

1) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk pemerintah,

pelaku seni, akademisi dan pemerhati seni dalam meningkatkan upaya

pelestarian seni tradisional guna meningkatkan ketahanan budaya daerah.

2) Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan kepada para pemuda sebagai

generasi penerus bangsa untuk aktif adalam upaya pelestarian seni

tradisional guna meningkatkan Ketahanan Budaya Daerah.

1.5 Keaslian Penelitian

Penelitian tentang ketahanan budaya pernah dilakukan sebelumnya dalam

beberapa tinjauan. Namun penelitian tentang ketahanan budaya yang berkaitan


5

dengan “Peran Pemuda di Seni Tradisional Benjang” merupakan permasalahan

yang baru dan belum pernah diteliti sebelumnya. Penelitian tersebut berkaitan

dengan ketahanan budaya dalam beberapa tinjauan. Berikut ini adalah tiga

penelitian terdahulu yang berkaitan dengan ketahanan budaya:

Pertama, “Peran Upacara Garebeg Kraton Nyayogyakarta dalam

Mendukung Ketahanan Sosial Budaya di Kota Yogyakarta” (Dwi Purnomo,

2011). Fokus penelitian ini adalah Upacara Garebeg Kraton Ngayogyakarta yang

diselenggarakan dengan tujuan untuk menunjukkan rasa syukur dan merupakan

pemberian Sultan kepada rakyatnya, yang diwujudkan dalam simbol gunungan.

Sedangkan lokasi penelitian ini adalah Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta, sebagai tempat diselenggarakannya Upacara Garebeg.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran Upacara Garebeg dalam

mendukung ketahanan sosial budaya di Kota Yogyakarta. Metode yang digunakan

adalah metode deskriptif kualitatif melalui pengumpulan data dalam bentuk

wawancara dan penelaahan dokumen-dokumen yang ada.

Kedua, “Budaya Gotong Royong dan Implikasinya terhadap Ketahanan

Sosial Budaya di Era Globalisasi (Studi Kasus pada Masyarakat Cisaranten

Endah) (Saraswati, 2011). Fokus penelitian ini adalah Budaya Gotong Royong

yang merupakan salah satu nilai yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia diawali

dengan pendekatan saling tolong menolong dalam kehidupan masyarakat agraris

untuk menyelesaikan beberapa kegiatan yang memerlukan tenaga banyak. Adapun

lokasi penelitian ini adalah masyarakat di Desa Cisaranten Endah Kecamatan

Arcamanik Kab Bandung. Penelitian ini dilaksanakan untuk memeroleh solusi


6

bagaimana budaya gotong royong tidak punah dan dapat diwariskan dari generasi

ke generasi pada era teknologi ini.

Ketiga, “Pengaruh Jejaring Sosial terhadap Ketahanan Sosial Budaya di

Kalangan Pelajar (Studi Kasus Facebook di SMPN 51 Jakarta) (Maharani, 2012).

Fokus penelitian ini adalah situs jejaring sosial Facebook. Adapun fokus

penelitian ini adalah pelajar di SMPN 51 Jakarta. Melalui penelitian ini diperoleh

faktor pendorong pemanfaatkan jejaring sosial, pengaruh jejaring sosial terhadap

ketahanan sosial budaya serta respon dan sikap terhadap jejaring sosial.

1.6 Sistematika Penulisan


Penelitian ini terdiri dari beberapa hal yang saling berhubungan, untuk

memudahkan dalam memahaminya, maka dirancang sistematika penulisan yang

dibagi ke dalam sembilan bab yaitu:

Bab I Pengantar, berisi tentang latar belakang, pertanyaan penelitian,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, dan sistematika

penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori. Bab ini terdiri dari dua

sub bab, yaitu: Tinjauan Pustaka memaparkan tentang beberapa pustaka yang

menganalisis kesenian Benjang; Landasan Teori memaparkan beberapa teori,

yaitu perubahan sosial dan perkembangan seni pertunjukan di Indonesia, peran,

pemuda, seni tradisional, dan ketahanan budaya daerah.

Bab III Metode Penelitian. Bab ini memaparkan tentang lokasi penelitian,

penentuan informan, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. Bab IV

Gambaran Umum Daerah Penelitian, memaparkan deskripsi wilayah penelitian


7

yaitu Kecamatan Ujungberung berdasarkan geografi, demografi, dan sosial

budaya.

Bab V Seni Tradisional Benjang. Bab ini berisi tentang: sejarah seni

tradisional Benjang, makna-makna di balik seni tradisional Benjang,

perkembangan seni tradisional Benjang, dan Benjang dalam paguyuban, grup, dan

sanggar seni. Bab VI Peran Pemuda dalam Pelestarian Seni Tradisional Benjang.

Bab ini menjelaskan peran-peran pemuda dalam pelestarian seni tradisional

Benjang, yaitu: pemuda sebagai pewaris seni, pemuda sebagai pemilik seni,

pemuda sebagai pelaku seni, pemuda sebagai inovator seni, dan pemuda sebagai

edukator seni.

Bab VII Kendala yang Dihadapi Pemuda dalam Pelestarian Seni

Tradisional Benjang. Bab ini memaparkan tentang kendala-kendala yang dihadapi

pemuda dalam pelestarian seni tradisional Benjang, yaitu: kekurangan dana,

kurangnya pemahaman estetika seniman Benjang, kurangnya keterlibatan dari

pemerintah, kurangnya keterlibatan dari akademisi, dan masuknya budaya asing

secara masif. Bab VIII Implikasi Pelestarian Seni Tradisional Benjang terhadap

Ketahanan Budaya Daerah. Bab ini berisi: pelestarian seni tradisional Benjang,

indikator ketahanan budaya daerah, dan pelestarian seni tradisional Benjang

berimplikasi terhadap ketahanan budaya daerah. Bab IX Kesimpulan dan

Rekomendasi, terdiri dari kesimpulan hasil penelitian yang menjawab pertanyaan

penelitian, dan rekomendasi untuk pemerintah, masyarakat, dan para akademisi.

Anda mungkin juga menyukai