Oleh
Anisah Qulub
1614201007
Kelompok 1
Ikan merupakan sumber gizi hewani utama dan diperoleh dari daging ikan segar,
maupun daging ikan yang telah diawetkan dengan metode tradisional maupun
modern. Daging ikan mengandung unsur -unsur gizi seperti protein, lemak,
vitamin dan mineral. Unsur-unsur gizi tersebut merupakan sumber kalori, zat
pembangun, zat pengganti sel dan jaringan tubuh yang rusak serta membantu
pengaturan organ tubuh ( Apriyantono, 1989)
Ikan tongkol mempunyai bentuk tubuh seperti cerutu dengan kulit licin dan
tergolong tuna kecil. Sirip dada melengkung dan sirip dubur terdapat sirip
tambahan kecil-kecil (Auzi, 2008). D.XV (Sirip punggung berjari-jari keras 15),
D.VII (berjari-jari lemah 13), diikuti 8 - 10 jari-jari tambahan atau finlet. A.XIV
(Sirip dubur berjari-jari lemah 14) diikuti 6 - 8 jari-jari tambahan. Tongkol
termasuk ikan buas, predator dan karnivor. Pada umumnya mempunyai panjang
50 - 60 cm dan hidup bergerombol. Warna tubuh bagian atas biru kehitaman dan
bagian bawah putih keperakan (Bahar, 2004). Klasifikasi ikan tongkol menurut
Effendi(1979)adalah sebagai berikut:
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Teleostei
Subkelas : Actinopterygi
Ordo : Perciformes
Subordo : Scombridei
Famili : Scombridae
Genus : Euthynnus
Spesies : Euthynnus sp.
Komponen kimia utama daging ikan adalah air, protein kasar dan lemak.
Semuanya sekitar 98 % dari total berat daging. Komponen kimia tersebut
berpengaruh besar terhadap nilai nutrisi, sifat fungsi, kualitas sensor dan stabilitas
penyimpanan daging. Kandungan komponen kimia lain seperti karbohidrat,
vitamin dan mineral hanya berjumlah sedikit, yang berperan pada proses biokimia
di dalam jaringan post-mortem. (Budiman, 2004).
Ikan tongkol merupakan jenis ikan dengan kandungan gizi yang tinggi yaitu
dengan kandungan protein mencapai 24%, kadar lemak rendah yaitu 1% dan
kandungan garam-garam mineral. Secara umum bagian ikan yang dapat dimakan
(edible portion) berkisar antara 45-50 % (Istanti, 2005).
Dendeng merupakan salah satu hasil produk olahan daging kering secara
tradisional atau konvensional, yang merupakan hasil suatu proses
kombinasi curing dan pengeringan, dengan memotong dalam bentuk lembaran
tipis, kemudian ditambahkan garam sendawa, gula dan garam dapur (NaCl)
serta bumbu berupa rempah–rempah misalnya ketumbar, bawang putih,
bawang merah, laos dan jahe (Eko et al, 2008).
Proses pembuatan dendeng merupakan kombinasi dari proses curing dan
pengeringan. Proses curing yaitu proses pembumbuan dengan tujuan
mengawetkan, memperbaiki warna, rasa aroma dan tekstur dari daging. Proses
curing ada dua cara yaitu, cara kering dan cara basah. Proses curing cara kering
dilakukan dengan membalur bahan dendeng dengan bahan curing yang telah
dihaluskan, sedangkan cara basah dilakukan dengan cara merendam bahan–bahan
dendeng dengan bahan–bahan curing yang telah dihaluskan dan dibuat larutan
(Esti, 2000).
Gula dan garam merupakan bahanbahan yang penting dalam pembuatan dendeng
Garam (NaCl) dalam pembuatan dendeng ikan disamping berfungsi sebagai
pengawet, garam juga berfungsi sebagai penambah rasa (Margono, Suryati dan
Hartinah, 1993). Garam juga mempengaruhi aktivitas air (Aw) yang kemudian
dapat mengontrol pertumbuhan mikrobial pada dendeng (Musbir, at al. 2006).
Garam dapur dengan komponen yang dominan sodium klorida (NaCl) berfungsi
sebagai pelarut protein dan meningkatkan daya ikat protein. semakin banyak
penambahan garam nilai kadar protein yang terkandung akan cenderung menurun.
Hal ini dapat disebabkan karena terjadi denaturasi protein yang mana denaturasi
protein adalah proses perubahan struktur lengkap dan karakteristik bentuk protein
akibat dari gangguan interaksi sekunder, tersier, dan kuaterner struktural. Proses
denaturasi berlangsung secara tetap, dan tidak berubah, suatu protein yang
mengalami proses denaturasi akan mengalami perubahan viskositas atau
berkurangnya kelarutan cairan sehingga mudah mengendap (Stoker, 2010).
Denaturasi akibat asam/basa terjadi ketika adanya penambahan kadar asam atau
basa pada garam protein yang dapat memutus kandungan struktur dari protein
tersebut karena terjadi subtitusi ion negatif dan positif pada garam dengan ion
positif dan negatif pada asam atau basa. Penurunan nilai protein ini terjadi karena
garam mempunyai sifat higroskopis dan mengabsorpsi air dari jaringan daging.
Garam merupakan elektrolit kuat yang dapat melarutkan protein, sehingga garam
mampu memecah ikatan molekul air dalam air dan dapat mengubah sifat alami
protein (Zaitsev, Kizevetter, Lagunov, Makarova, Minder, dan Podsevalov, 1969).
semakin banyak penambahan kadar gula nilai kadar air mengalami penurunan.
Hal ini disebabkan karena penambahan gula dapat menyebabkan persentase total
padatan meningkat sedangkan persentase air menurun. Penurunan kadar air
terlihat dengan semakin besarnya gula yang ditambahkan. Menurut Buckle et al.
(2009), gula mempunyai kemampuan untuk mengikat air yang ada dalam bahan
pangan. Terjadinya ikatan hidrogen yang menyebabkan berkurangnya aktivitas air
dalam bahan pangan. Semakin tinggi gula yang ditambahkan pada produk
menunjukkan pada akhir pengeringan terlihat total padatan semakin meningkat
sedangkan kadar air semakin menurun. Lebih lanjut Syarief dan Halid (1993)
menambahkan bahwa gula yang larut menyebabkan tekanan uap yang lebih
rendah. Tekanan uap yang lebih rendah menyebabkan air lebih mudah menguap
dari bahan yang dikeringkan(Fadimas Pursudarsono,2015).
Semakin banyak penambahan gula nilai kadar protein yang terkandung akan
cenderung menurun. Hal ini dapat disebabkan oleh terjadinya proses pencoklatan
non-enzimatis atau reaksi Maillard. Reaksi Maillard terjadi antara gugus amin
(asam amino) dan gula pereduksi (gugus keton atau aldehidnya). Pada akhir reaksi
terbentuk pigmen coklat melanoidin yang memiliki bobot molekul besar. Reaksi
yang diawali dengan reaksi antara gugus aldehid atau keton pada gula dengan
asam amino pada protein ini membentuk glukosilamin. Selain gugus
aldehid/keton dan gugus amino. Faktor yang memengaruhi reaksi Maillard, adalah
suhu, konsentrasi gula, konsentrasi amino, pH, dan tipe gula. Umumnya molekul
gula yang lebih kecil bereaksi lebih cepat dibanding molekul gula yang lebih
besar. Dalam hal ini, konfigurasi stereokimia juga memengaruh, misalnya pada
sesama molekul heksosa, galaktosa lebih reaktif dibanding yang lain.
Mekanismenya yaitu gula dan amino bereaksi membentuk aldosilami yang
kemudian mengalami pengaturan kembali amadori menjadi ketosa amin. Setelah
itu mengalami suatu seri reaksi kompleks yang akhirnya menghasilkan polimer
berwarna coklat yang disebut melanoidin. Laju pencoklatan meningkat cepat
karena peningkatan suhu dan pH di atas 6,8(Fadimas Pursudarsono,2015).
Semakin banyak penambahan kadar gula nilai kadar air mengalami penurunan.
Hal ini disebabkan karena penambahan garam menyebabkan persentase air
menurun karena garam menyerap air dalam daging sehingga kadar air menurun.
Penggaraman dapat menghilangkan air pada permukaan daging. Konsentrasi
garam yang semakin tinggi dapat menghilangkan air lebih banyak dari daging
(Desniar, Purnomo, dan Wijatur, 2009)
1.5 Para-Para
Pengeringan dengan suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya
1. Kecepatan udara, makin cepat udara di atas ikan, makin cepat ikan
menjadi kering.
2. Suhu udara, makin tinggi suhu, makin cepat ikan menjadi kering
3. Kelembaban udara, makin lembab udara, makin lambat ikan menjadi
kering
4. Ukuran dan tebal ikan, makin tebal ikan, makin lambat kering. Makin luas
permukaan ikan, makin cepat ikan menjadi kering.
Arah aliran udara terhadap ikan, makin kecil sudutnya, makin cepat ikan
menjadi kering.
5. Sifat ikan, ikan berlemak lebih sulit dikeringkan
Dalam pengeringan alam, ikan dijemur diatas rak-rak/ para-para yang dipasang
miring (+15o) kearah datangnya angin dan diletakkan ditempat terbuka supaya
terkena sinar matahari dan hembusan angin secara langsung .Keunggulan
pengeringan alami adalah proses sangat sederhana, murah dan tidak memerlukan
peralatan khusus sehingga mudah dilakukan oleh semua orang (Musbir, at
al. 2006).
Pada proses pengeringan ini, angin berfungsi untuk memindahkan uap air
yang terlepas dari ikan, dari atas ikan ke tempat lain sehingga penguapan
berlangsung lebih cepat. Tanpa adanya pergerakan udara, misalnya jika
penjemuran ditempat tertutup (tanpa adanya hembusan angin), pengeringan
akan berjalan lambat. Selain tiupan angin, pengeringan alami juga dipengaruhi
oleh intensitas cahaya matahari pada saat penjemuran berlangsung. Makin tinggi
intensitasnya maka proses pengeringan akan semakin cepat berlangsung
begitupun sebaliknya. Oleh karena itu, proses pengeringan alami sering
terhambat pada saat musim penghujan karena intensitas cahaya matahari
sangat kurang. Karena lambatnya pengeringan, proses pembusukan
kemungkinan tetap berlangsung selama proses pengeringan.
Masalah lain yang dihadapi pada pengeringan alami adalah ikan yang
dijemur ditempat terbuka gampang dihinggapi serangga atau lalat. Lalat yang
hinggap akan meninggalkan telur, dalam waktu 24 jam telur tersbut akan
menetas dan menjadi ulat yang hidup didalam daging ikan(Nurjanah, 2011).
III. METODELOGI PRAKTIKUM
Ikan tongkol disiangi dan dibelah menjadi bentuk butterfly yang tipis
Daging ikan direndam dengan bumbu yang sudah halus selama 30 menit
4.1 Hasil
4.2 Pembahasan
Pada praktikum pembuatan dendeng ikan ini didapatkan hasil uji organoleptik yaitu warna
pada dendeng ikan coklat kehitaman, rasa yang dihasilkan sangat khas dendeng karena
penambahan gula pasir , aromanya begitu khas karena penambahan lengkuas pada proses
pembuatannya serta tekstur yang dihasilkan setelah melalui proses pengovenan kering
tetapi agak sedikit lembek.
Cara kerja yang dilakukan pada pembuatan dendeng ikan tongkol ini pertama, ikan tongkol
disiangi dan di fillet, menyiapkan bumbu yaitu bawang merah, bawang putih, garam, gula
pasir, lengkuas, asam jawa dan ketumbar.semua bumbu dihaluskan. Ikan yang sudah difillet
dan diiris tipis direndam dengan air garam selama 10 menit, lalu tiriskan. Kemudian
rendam dengan bumbu selama 30 menit. Selanjutnya letakkan di para-para dan
dikeringkan.
Semakin banyak penambahan kadar gula nilai kadar air mengalami penurunan. Hal ini
disebabkan karena penambahan garam menyebabkan persentase air menurun karena garam
menyerap air dalam daging sehingga kadar air menurun. Penggaraman dapat
menghilangkan air pada permukaan daging. Konsentrasi garam yang semakin tinggi dapat
menghilangkan air lebih banyak dari daging (Desniar, Purnomo, dan Wijatur, 2009). Kadar
air dendeng dengan penambahan gula merah lebih tinggi dari pada dendeng dengan
penambahan gula pasir .Hal ini disebabkan karena masing-masing jenis gula
memiliki kandungan air yang berbeda. Gula merah mengandung air sebanyak 3,5 %
sedangkan gula pasir hanya mengandung air sebanyak 1 % (Buckle et al., 1987). Hal ini
menyebabkan dendeng ikan yang ditambahkan dengan gula merah akan
memiliki kadar air lebih tinggi daripada dendeng ikan yang ditambah gula pasir.
Selain itu, perbedaan kadar air diduga juga disebabkan oleh kandungan protein yang
berbeda di dalam gula pasir dan gula merah. Gula pasir terdiri atas 99,8 % sukrosa dan 0,2
% terdiri dari senyawa lainnya, sedangkan gula merah terdiri dari 92 % sukrosa dan 8 %
senyawa lain seperti protein (Buckle et al., 1987). Adanya kandungan
protein atau senyawa lain yang lebih tinggi pada gula merah memungkinkan dendeng yang
menggunakan gula merah dapat mengikat air lebih banyak, sehingga kadar airnya lebih
tinggi. Kadar air dendeng ikan leubiem yang dihasilkan telah
memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu
tidak lebih dari 12 %.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada dua, yaitu faktor yang berhubungan
dengan udara pengering seperti suhu, kecepatan aliran udara pengering, dan kelembapan
udara, sedangkan faktor yang berhubungan dengan sifat bahan yang dikeringkan berupa
ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial bahan. Peneringan dengan oven akan
lebih cepat kering uhu yang semakin tinggi dan kecepatan aliran udara pengering semakin
cepat akan mengakibatkan proses pengeringan berlangsung lebih cepat. Semakin tinggi
suhu udara pengering semakin besar energi panas yang dibawa udara, sehingga semakin
banyak jumlah massa cairan yang diuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan.
Kecepatan aliran udara pengering semakin tinggi akan mengakibatkan semakin cepat pula
massa uap air yang dipindahkan dari bahan ke atmosfer.
Faktor kegagalan praktikum ini ialah proses peneringan yang tidak sempurna dan
pengorenan denan api yang terlalu besar.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum mie rumput laut ini adalah hasil uji organoleptik kelompok satu
yaitu kerupuk cumi memiliki rasa yang normal, warna coklat setelah penggorengan dan
tekstur sedikit keras.
5.2 Saran
Sebaiknya dalam menambahkan air kedalam adonan diperhatikan ukurannya agar adonan
tidak terlalu keras ataupun terlalu lembek dan dalam penggorenan api kompor dikecilkan
agar tidak gosong hasil kerupuknya.
DAFTAR PUSTAKA
Damanhuri. 1980. Diktat Fishing Ground. Bagian Teknik Penangkapan Ikan. Fakultas
Perikanan Universitas Brawijaya. Malang.
Eko Nurcahya Dewi dan Ratna Ibrahim. 2008. Mutu Dan Daya Simpan Fillet Dendeng
Ikan Nila Merah Yang Dikemas Hampa Udara Dengan Vacuum Sealer Skala Rumah
Tangga. Jurnal Saintck Perikanan. Vol.4, No.1
Esti. Sediadi, A. 2000. Dendeng Ikan. Kantor Deputi Menristek Bidang Pendayagunaan
dan Pemasyarakatan Ilmu dan
Teknologi, Jakarta.
Musbir, at al. 2006. Pendugaan Ukuran Pertama Kali Matang Gonad Ikan
Kembung Rastreliger kanagurta Di Perairan Laut Flores. Sulawesi Selatan. J. Sains
& Teknologi, April 2006, Vol. 6 No. 1: 19 – 26.
3 Ketumbar halus
8 Bumbu di blender
9 Hasil fillet ikan tongkol
yang siap direndam
10 Asam jawa
13 Bumbu halus
15 Lengkuas di iris