Anda di halaman 1dari 20

DENDENG IKAN

( Laporan Praktikum Teknologi Hasil Perikanan)

Oleh
Anisah Qulub
1614201007
Kelompok 1

PROGRAM STUDY SUMBERDAYA AKUATIK


JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Praktikum : Dendeng Ikan


Tanggal : 6 November 2017
Tempat : Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Lampung
Nama : Anisah Qulub
NPM : 1614201007
Kelompok : 1 (satu)
Program Studi : Sumberdaya Akuatik
Jurusan : Perikanan dan Kelautan
Fakultas : Pertanian
Universitas : Lampung

Bandarlampung,13 November 2017


Mengetahui,
Asisten

Restu Putri Fitarni


NPM.1514111061
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan merupakan sumber gizi hewani utama dan diperoleh dari daging ikan segar,
maupun daging ikan yang telah diawetkan dengan metode tradisional maupun
modern. Daging ikan mengandung unsur -unsur gizi seperti protein, lemak,
vitamin dan mineral. Unsur-unsur gizi tersebut merupakan sumber kalori, zat
pembangun, zat pengganti sel dan jaringan tubuh yang rusak serta membantu
pengaturan organ tubuh ( Apriyantono, 1989)

Pada matakuliah Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional dan Modern


meliputi hal-hal dimana sumber daya ikan dapat diolah baik secara tradisional
maupun modern. Cara tradisional masih menggunakan alat dan metode sederhana
dimana biasanya metode yang dilakukan turun-temurun atau sesuai budaya yang
dimiliki. Alat atau teknologi yang digunakan pun masih sederhana dan masih
menggunakan alat-alat yang hanya terdapat di lingkungan setempat dimana proses
pengolahan tradisional dilakukan. Karena cara dan metode yang digunakan masih
sederhana, sehingga pengolahan tersebut dapat dilakukan dengan mudah dan
diaplikasikan di dalam praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Perairan
Tradisional dan Modern.

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan dari praktikum pembuatan dendeng ikan ini adalah mengetahui proses
pembuatan oalahan tradisional denden ikan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Ikan tongkol

Ikan tongkol mempunyai bentuk tubuh seperti cerutu dengan kulit licin dan
tergolong tuna kecil. Sirip dada melengkung dan sirip dubur terdapat sirip
tambahan kecil-kecil (Auzi, 2008). D.XV (Sirip punggung berjari-jari keras 15),
D.VII (berjari-jari lemah 13), diikuti 8 - 10 jari-jari tambahan atau finlet. A.XIV
(Sirip dubur berjari-jari lemah 14) diikuti 6 - 8 jari-jari tambahan. Tongkol
termasuk ikan buas, predator dan karnivor. Pada umumnya mempunyai panjang
50 - 60 cm dan hidup bergerombol. Warna tubuh bagian atas biru kehitaman dan
bagian bawah putih keperakan (Bahar, 2004). Klasifikasi ikan tongkol menurut
Effendi(1979)adalah sebagai berikut:

Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Teleostei
Subkelas : Actinopterygi
Ordo : Perciformes
Subordo : Scombridei
Famili : Scombridae
Genus : Euthynnus
Spesies : Euthynnus sp.

Komponen kimia utama daging ikan adalah air, protein kasar dan lemak.
Semuanya sekitar 98 % dari total berat daging. Komponen kimia tersebut
berpengaruh besar terhadap nilai nutrisi, sifat fungsi, kualitas sensor dan stabilitas
penyimpanan daging. Kandungan komponen kimia lain seperti karbohidrat,
vitamin dan mineral hanya berjumlah sedikit, yang berperan pada proses biokimia
di dalam jaringan post-mortem. (Budiman, 2004).

Ikan tongkol merupakan jenis ikan dengan kandungan gizi yang tinggi yaitu
dengan kandungan protein mencapai 24%, kadar lemak rendah yaitu 1% dan
kandungan garam-garam mineral. Secara umum bagian ikan yang dapat dimakan
(edible portion) berkisar antara 45-50 % (Istanti, 2005).

1.2 Dendeng ikan

Dendeng merupakan salah satu hasil produk olahan daging kering secara
tradisional atau konvensional, yang merupakan hasil suatu proses
kombinasi curing dan pengeringan, dengan memotong dalam bentuk lembaran
tipis, kemudian ditambahkan garam sendawa, gula dan garam dapur (NaCl)
serta bumbu berupa rempah–rempah misalnya ketumbar, bawang putih,
bawang merah, laos dan jahe (Eko et al, 2008).
Proses pembuatan dendeng merupakan kombinasi dari proses curing dan
pengeringan. Proses curing yaitu proses pembumbuan dengan tujuan
mengawetkan, memperbaiki warna, rasa aroma dan tekstur dari daging. Proses
curing ada dua cara yaitu, cara kering dan cara basah. Proses curing cara kering
dilakukan dengan membalur bahan dendeng dengan bahan curing yang telah
dihaluskan, sedangkan cara basah dilakukan dengan cara merendam bahan–bahan
dendeng dengan bahan–bahan curing yang telah dihaluskan dan dibuat larutan
(Esti, 2000).

Proses pengeringan bertujuan untuk mengurangi air dalam bahan sampai


batas tertentu dengan cara menguapkan air dalam bahan menggunakan energi
panas. Pada proses pengeringan juga terjadi perubahan warna, tekstur, aroma dan
zat gizi. Berkurangnya kadar air pada dendeng mengakibatkan konsentrasi protein
meningkat. Kadar air maksimal dendeng sesuai dengan syarat mutu dendeng yaitu
12 % (Esti, 2000).
Ciri dendeng yang baik adalah berwarna coklat kehitaman, lembaran
daging relatif tipis, tidak terdapat bercak putih kehijauan yang diakibatkan oleh
jamur dan masih agak terasa basah permukaan dendeng karena dendeng
mempunyai kadar air sekitar 20-40%. Warna kecoklatan yang terjadi pada
dendeng disebabkan adanya penambahan gula merah pada daging, karena pada
dendeng terjadi reaksi pencoklatan yang tidak disebabkan aktivitas enzim
(browning non enzymatic), yaitu reaksi antara amino bebas dari protein
dalam daging dengan kelompok karbonil gula pereduksi (Ishikawa , 1988).

1.3 Fungsi Garam Pada Dendeng

Gula dan garam merupakan bahanbahan yang penting dalam pembuatan dendeng
Garam (NaCl) dalam pembuatan dendeng ikan disamping berfungsi sebagai
pengawet, garam juga berfungsi sebagai penambah rasa (Margono, Suryati dan
Hartinah, 1993). Garam juga mempengaruhi aktivitas air (Aw) yang kemudian
dapat mengontrol pertumbuhan mikrobial pada dendeng (Musbir, at al. 2006).
Garam dapur dengan komponen yang dominan sodium klorida (NaCl) berfungsi
sebagai pelarut protein dan meningkatkan daya ikat protein. semakin banyak
penambahan garam nilai kadar protein yang terkandung akan cenderung menurun.
Hal ini dapat disebabkan karena terjadi denaturasi protein yang mana denaturasi
protein adalah proses perubahan struktur lengkap dan karakteristik bentuk protein
akibat dari gangguan interaksi sekunder, tersier, dan kuaterner struktural. Proses
denaturasi berlangsung secara tetap, dan tidak berubah, suatu protein yang
mengalami proses denaturasi akan mengalami perubahan viskositas atau
berkurangnya kelarutan cairan sehingga mudah mengendap (Stoker, 2010).
Denaturasi akibat asam/basa terjadi ketika adanya penambahan kadar asam atau
basa pada garam protein yang dapat memutus kandungan struktur dari protein
tersebut karena terjadi subtitusi ion negatif dan positif pada garam dengan ion
positif dan negatif pada asam atau basa. Penurunan nilai protein ini terjadi karena
garam mempunyai sifat higroskopis dan mengabsorpsi air dari jaringan daging.
Garam merupakan elektrolit kuat yang dapat melarutkan protein, sehingga garam
mampu memecah ikatan molekul air dalam air dan dapat mengubah sifat alami
protein (Zaitsev, Kizevetter, Lagunov, Makarova, Minder, dan Podsevalov, 1969).

1.4 Fungsi Gula Pada Dendeng

Penambahan gula juga dimaksudkan sebagai penambahan rasa, memodifikasi


rasa, memperbaiki aroma, warna dan tekstur produk pada bahan yang diolah
(Sumbaga, 2006). Gula dapat menghambat pertumbuhan plasmolisis dari sel-sel
mikroba dengan cara menurunkan kandungan air seminimal mungkin sehingga
ketersediaan air untuk aktivitas hidup mikroba tidak ada dan ketika gula dengan
konsentrasi tinggi (40%) ditambahkan dalam pangan dapat menghalangi
pertumbuhan mikroba dan aktifitas air (Aw) berkurang (Buckle et al., 2009). Gula
kelapa memiliki aktivitas air 0,63–0,69 dan kadar air 10,8–13,5 persen berat
kering serta mengandung fruktosa 2,95–9,00 persen, glukosa 3,00–8,96 persen
dan sukrosa 70,52– 78,97 persen (Purnomo, 1997).

semakin banyak penambahan kadar gula nilai kadar air mengalami penurunan.
Hal ini disebabkan karena penambahan gula dapat menyebabkan persentase total
padatan meningkat sedangkan persentase air menurun. Penurunan kadar air
terlihat dengan semakin besarnya gula yang ditambahkan. Menurut Buckle et al.
(2009), gula mempunyai kemampuan untuk mengikat air yang ada dalam bahan
pangan. Terjadinya ikatan hidrogen yang menyebabkan berkurangnya aktivitas air
dalam bahan pangan. Semakin tinggi gula yang ditambahkan pada produk
menunjukkan pada akhir pengeringan terlihat total padatan semakin meningkat
sedangkan kadar air semakin menurun. Lebih lanjut Syarief dan Halid (1993)
menambahkan bahwa gula yang larut menyebabkan tekanan uap yang lebih
rendah. Tekanan uap yang lebih rendah menyebabkan air lebih mudah menguap
dari bahan yang dikeringkan(Fadimas Pursudarsono,2015).

Semakin banyak penambahan gula nilai kadar protein yang terkandung akan
cenderung menurun. Hal ini dapat disebabkan oleh terjadinya proses pencoklatan
non-enzimatis atau reaksi Maillard. Reaksi Maillard terjadi antara gugus amin
(asam amino) dan gula pereduksi (gugus keton atau aldehidnya). Pada akhir reaksi
terbentuk pigmen coklat melanoidin yang memiliki bobot molekul besar. Reaksi
yang diawali dengan reaksi antara gugus aldehid atau keton pada gula dengan
asam amino pada protein ini membentuk glukosilamin. Selain gugus
aldehid/keton dan gugus amino. Faktor yang memengaruhi reaksi Maillard, adalah
suhu, konsentrasi gula, konsentrasi amino, pH, dan tipe gula. Umumnya molekul
gula yang lebih kecil bereaksi lebih cepat dibanding molekul gula yang lebih
besar. Dalam hal ini, konfigurasi stereokimia juga memengaruh, misalnya pada
sesama molekul heksosa, galaktosa lebih reaktif dibanding yang lain.
Mekanismenya yaitu gula dan amino bereaksi membentuk aldosilami yang
kemudian mengalami pengaturan kembali amadori menjadi ketosa amin. Setelah
itu mengalami suatu seri reaksi kompleks yang akhirnya menghasilkan polimer
berwarna coklat yang disebut melanoidin. Laju pencoklatan meningkat cepat
karena peningkatan suhu dan pH di atas 6,8(Fadimas Pursudarsono,2015).

Semakin banyak penambahan kadar gula nilai kadar air mengalami penurunan.
Hal ini disebabkan karena penambahan garam menyebabkan persentase air
menurun karena garam menyerap air dalam daging sehingga kadar air menurun.
Penggaraman dapat menghilangkan air pada permukaan daging. Konsentrasi
garam yang semakin tinggi dapat menghilangkan air lebih banyak dari daging
(Desniar, Purnomo, dan Wijatur, 2009)

Menurut Fardiaz (1992), protein merupakan komponen kimia terbesar dalam


daging yang mempunyai peranan penting bagi pertumbuhan, perawatan sel serta
sebagai sumber kalori. Hal yang sama dikemukakan oleh Winarno (2008), yang
menyatakan bahwa protein merupakan zat makanan yang sangat penting bagi
tubuh, karena berfungsi sebagai sumber energi, zat pembangun dan pengatur
dalam tubuh. Protein merupakan polimer dari ikatan beberapa asam amino yang
dihubungkan oleh peptida dan mempunyai berat molekul yang besar. Asam amino
adalah senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus karbonil (-COOH) dan satu
atau lebih gugus amino (-NH2) yang salah satunya terbentuk pada atom C tepat di
sebelah gugus karbonil (Fardiaz, 1992). Kadar protein kasar merupakan jumlah
total N yang terhitung dari sampel yang diukur. Peningkatan asam amino dendeng
fermentasi iris dan giling tidak dipengaruhi oleh jumlah total N protein yang
dikandungnya. Hal ini terjadi karena beberapa asam amino dapat berubah struktur
kimianya melalui proses deaminisasi menjadi asam amino bentuk lain. Lebih
lanjut, dikatakan bahwa komposisi asam amino daging dapat dipengaruhi oleh
proses pengolahan (misalnya pemanasan dan iradiasi ionisasi) yang dapat
menyebabkan perubahan struktur kimianya (Soeparno, 2005). Sebagai contoh,
perubahan asam amino glutamin menjadi glutamat dan asam amino asparagin
menjadi aspartat setelah dilakukan pemanasan.

1.5 Para-Para
Pengeringan dengan suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya

casehardning, sedangkan pengeringan pada suhu yang terlalu rendah masih


memberikan kesempatan untuk tumbuhnya mikroorganisme. Pengeringan daging
memberikan efek terhadap kadar protein, keempukan dan cita rasa dendeng yang
dihasilkan, oleh karena itu proses pengeringan dendeng harus memperhatikan
tingginya suhu dan lama pengeringan (Suradi, 2009).

Pengeringan merupakan cara pengawetan ikan dengan mengurangi kadar


air pada tubuh ikan sebanyak mungkin. Tubuh ikan mengandung 56-80% air, jika
kandungan air ini dikurangi, maka metabolisme bakteri terganggu dan akhirnya
mati. Pada kadar air 40% bakteri sudah tidak dapat aktif, bahkan sebagian mati,
namun sporanya masih tetap hidup. Spora ini akan tumbuh dan aktif kembali jika
kadar air meningkat. Oleh karena itu, ikan hampir selalu digarami sebelum
dilakukan pengeringan. Kecepatan pengeringan ditentukan oleh faktor-faktor
sebagai berikut (Prasetyo dan Sunarwo, 2008) :

1. Kecepatan udara, makin cepat udara di atas ikan, makin cepat ikan
menjadi kering.
2. Suhu udara, makin tinggi suhu, makin cepat ikan menjadi kering
3. Kelembaban udara, makin lembab udara, makin lambat ikan menjadi
kering
4. Ukuran dan tebal ikan, makin tebal ikan, makin lambat kering. Makin luas
permukaan ikan, makin cepat ikan menjadi kering.
Arah aliran udara terhadap ikan, makin kecil sudutnya, makin cepat ikan
menjadi kering.
5. Sifat ikan, ikan berlemak lebih sulit dikeringkan

Dalam pengeringan alam, ikan dijemur diatas rak-rak/ para-para yang dipasang
miring (+15o) kearah datangnya angin dan diletakkan ditempat terbuka supaya
terkena sinar matahari dan hembusan angin secara langsung .Keunggulan
pengeringan alami adalah proses sangat sederhana, murah dan tidak memerlukan
peralatan khusus sehingga mudah dilakukan oleh semua orang (Musbir, at
al. 2006).

Pada proses pengeringan ini, angin berfungsi untuk memindahkan uap air
yang terlepas dari ikan, dari atas ikan ke tempat lain sehingga penguapan
berlangsung lebih cepat. Tanpa adanya pergerakan udara, misalnya jika
penjemuran ditempat tertutup (tanpa adanya hembusan angin), pengeringan
akan berjalan lambat. Selain tiupan angin, pengeringan alami juga dipengaruhi
oleh intensitas cahaya matahari pada saat penjemuran berlangsung. Makin tinggi
intensitasnya maka proses pengeringan akan semakin cepat berlangsung
begitupun sebaliknya. Oleh karena itu, proses pengeringan alami sering
terhambat pada saat musim penghujan karena intensitas cahaya matahari
sangat kurang. Karena lambatnya pengeringan, proses pembusukan
kemungkinan tetap berlangsung selama proses pengeringan.
Masalah lain yang dihadapi pada pengeringan alami adalah ikan yang
dijemur ditempat terbuka gampang dihinggapi serangga atau lalat. Lalat yang
hinggap akan meninggalkan telur, dalam waktu 24 jam telur tersbut akan
menetas dan menjadi ulat yang hidup didalam daging ikan(Nurjanah, 2011).
III. METODELOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Adapun waktu dan tempat dilaksanakannya praktikum ini adalah pada hari Senin,
6 November 2017 pukul 13:00 WIB sampai dengan selesai dan dilanjutkan pada
hari Rabu 8 November 2017 pukul 14:30 WIB. Bertempat di Laboratorium
Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Lampung.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu pisau, blender, talenan, baskom,
dan oven. Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu ikan
tongkol, gula pasir, garam, bawang merah, bawang putih, ketumbar, asam jawa,
dan lengkuas.

3.3 Cara Kerja

Ikan tongkol disiangi dan dibelah menjadi bentuk butterfly yang tipis

Siapkan semua bahan dan bumbu yang dibutuhkan

Bahan- bahan bumbu dimasukan kedalam blender

Bumbu dihaluskan, lalu dipisahkan bumbu yang telah halus dari


ampasnya
Daging ikan direndam dengan larutan garam selama 20 menit

Ikan ditiriskan setelah perendaman

Daging ikan direndam dengan bumbu yang sudah halus selama 30 menit

Ikan ditiriskan, kemudian ikan dimasukan kedalam oven

Ikan dibalik-balik agar ikan kering merata

Dilakukan pengamatan dan uji organoleptik pada hari berikutnya


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Warna Rasa Aroma Tekstur Gambar

Kecoklatan Sangat khas Khas Agak lembek

4.2 Pembahasan

Pada praktikum pembuatan dendeng ikan ini didapatkan hasil uji organoleptik yaitu warna
pada dendeng ikan coklat kehitaman, rasa yang dihasilkan sangat khas dendeng karena
penambahan gula pasir , aromanya begitu khas karena penambahan lengkuas pada proses
pembuatannya serta tekstur yang dihasilkan setelah melalui proses pengovenan kering
tetapi agak sedikit lembek.

Cara kerja yang dilakukan pada pembuatan dendeng ikan tongkol ini pertama, ikan tongkol
disiangi dan di fillet, menyiapkan bumbu yaitu bawang merah, bawang putih, garam, gula
pasir, lengkuas, asam jawa dan ketumbar.semua bumbu dihaluskan. Ikan yang sudah difillet
dan diiris tipis direndam dengan air garam selama 10 menit, lalu tiriskan. Kemudian
rendam dengan bumbu selama 30 menit. Selanjutnya letakkan di para-para dan
dikeringkan.
Semakin banyak penambahan kadar gula nilai kadar air mengalami penurunan. Hal ini
disebabkan karena penambahan garam menyebabkan persentase air menurun karena garam
menyerap air dalam daging sehingga kadar air menurun. Penggaraman dapat
menghilangkan air pada permukaan daging. Konsentrasi garam yang semakin tinggi dapat
menghilangkan air lebih banyak dari daging (Desniar, Purnomo, dan Wijatur, 2009). Kadar
air dendeng dengan penambahan gula merah lebih tinggi dari pada dendeng dengan
penambahan gula pasir .Hal ini disebabkan karena masing-masing jenis gula
memiliki kandungan air yang berbeda. Gula merah mengandung air sebanyak 3,5 %
sedangkan gula pasir hanya mengandung air sebanyak 1 % (Buckle et al., 1987). Hal ini
menyebabkan dendeng ikan yang ditambahkan dengan gula merah akan
memiliki kadar air lebih tinggi daripada dendeng ikan yang ditambah gula pasir.
Selain itu, perbedaan kadar air diduga juga disebabkan oleh kandungan protein yang
berbeda di dalam gula pasir dan gula merah. Gula pasir terdiri atas 99,8 % sukrosa dan 0,2
% terdiri dari senyawa lainnya, sedangkan gula merah terdiri dari 92 % sukrosa dan 8 %
senyawa lain seperti protein (Buckle et al., 1987). Adanya kandungan
protein atau senyawa lain yang lebih tinggi pada gula merah memungkinkan dendeng yang
menggunakan gula merah dapat mengikat air lebih banyak, sehingga kadar airnya lebih
tinggi. Kadar air dendeng ikan leubiem yang dihasilkan telah
memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu
tidak lebih dari 12 %.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada dua, yaitu faktor yang berhubungan
dengan udara pengering seperti suhu, kecepatan aliran udara pengering, dan kelembapan
udara, sedangkan faktor yang berhubungan dengan sifat bahan yang dikeringkan berupa
ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial bahan. Peneringan dengan oven akan
lebih cepat kering uhu yang semakin tinggi dan kecepatan aliran udara pengering semakin
cepat akan mengakibatkan proses pengeringan berlangsung lebih cepat. Semakin tinggi
suhu udara pengering semakin besar energi panas yang dibawa udara, sehingga semakin
banyak jumlah massa cairan yang diuapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan.
Kecepatan aliran udara pengering semakin tinggi akan mengakibatkan semakin cepat pula
massa uap air yang dipindahkan dari bahan ke atmosfer.

Faktor kegagalan praktikum ini ialah proses peneringan yang tidak sempurna dan
pengorenan denan api yang terlalu besar.
V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum mie rumput laut ini adalah hasil uji organoleptik kelompok satu
yaitu kerupuk cumi memiliki rasa yang normal, warna coklat setelah penggorengan dan
tekstur sedikit keras.

5.2 Saran

Sebaiknya dalam menambahkan air kedalam adonan diperhatikan ukurannya agar adonan
tidak terlalu keras ataupun terlalu lembek dan dalam penggorenan api kompor dikecilkan
agar tidak gosong hasil kerupuknya.
DAFTAR PUSTAKA

Apriyantono, E. dan Liviawaty, E. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius,


Yogyakarta.

Budiman, M.S. 2004. Teknik Penggaraman dan Pengeringan. Departemen Pendidikan


Nasional.

Damanhuri. 1980. Diktat Fishing Ground. Bagian Teknik Penangkapan Ikan. Fakultas
Perikanan Universitas Brawijaya. Malang.

Effendi, M.I. 1979. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Tama. Yogyakarta.

Eko Nurcahya Dewi dan Ratna Ibrahim. 2008. Mutu Dan Daya Simpan Fillet Dendeng
Ikan Nila Merah Yang Dikemas Hampa Udara Dengan Vacuum Sealer Skala Rumah
Tangga. Jurnal Saintck Perikanan. Vol.4, No.1

Esti. Sediadi, A. 2000. Dendeng Ikan. Kantor Deputi Menristek Bidang Pendayagunaan
dan Pemasyarakatan Ilmu dan
Teknologi, Jakarta.

Fadimas Pursudarsono,2015. Pengaruh Perlakuan Imbangan Garam Dan Gula


Terhadap Kualitas Dendeng Paru-Paru Sapi. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Hasil
Ternak, April 2015, Hal 35-45 Vol. 10, No. 1.Issn : 1978 – 0303. Fakultas
Peternakan, Universitas Brawijaya

Ishikawa K.1988. Teknik Penuntun Pengendalian Mutu (Terjemahan). Di dalam Muhandri


T dan D. Kasarisma. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Bogor. IPB Press.

Musbir, at al. 2006. Pendugaan Ukuran Pertama Kali Matang Gonad Ikan
Kembung Rastreliger kanagurta Di Perairan Laut Flores. Sulawesi Selatan. J. Sains
& Teknologi, April 2006, Vol. 6 No. 1: 19 – 26.

Nurjanah, Abdullah A, Kustiariyah. 2011. Pengetahuan dan Karakteristik Bahan Baku


Hasil Perairan. IPB Press. Bogor.
LAMPIRAN
No Gambar Keterangan
1 bawang merah dan bawang
putih sebagai bumbu
dendeng
2 Garam

3 Ketumbar halus

4 Garam direbus untuk


perendaman

5 Asam jawa di rendam air

6 Ikan tongkol di siangi

7 Ikan yang sudah di fillet

8 Bumbu di blender
9 Hasil fillet ikan tongkol
yang siap direndam

10 Asam jawa

11 Bumbu dimasukkan dalam


blender untuk dihaluskan

12 Air larutan asam jawa

13 Bumbu halus

14 Bumbu halus dicampur


lengkuas iris

15 Lengkuas di iris

16 Denden yang direndam


bumbu selama 30 menit

Anda mungkin juga menyukai