Anda di halaman 1dari 8

Aspek Sosial Budaya Bayi Baru Lahir dan Anak Prasekolah

Aspek sosial budaya merupakan sesuatu yang mendasar berkaitan dengan


akal dan pemikiran manusia dalam kehidupan sosial. Karena aspek sosial budaya
inilah, berkembang yang namanya mitos dan fakta yang ada dalam kehidupan
masyarakat. Kebudayaan pada bayi baru lahir dan anak prasekolah ini
menyebabkan banyaknya mitos mengenai bayi baru lahir dan anak prasekolah.
Mitos-mitos yang lahir dimasyarakat ini kebenarannya kadang tidak masuk akal
dan bahkan dapat berbahaya bagi ibu dan bayi. Hal ini dikarenakan kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang merawat bayi baru lahir. Bayi baru lahir normal
adalah bayi baru lahir dari kehamilan yang normal.

Mitos dan fakta yang berkembang sekitar perawatan bayi baru lahir, yaitu sebagai
berikut:

1. Mitos: Bayi baru lahir perlu dipijat setiap hari Fakta: Pemijatan hanya berguna
jika dilakukan dengan benar dan tepat. Sebaiknya yang melakukan pijat adalah ibu
si bayi sendiri. Tentu saja setelah mempelajari teknik memijat bayi dengan baik.
Perlu diperhatikan kondisi si kecil, apakah ia sedang dalam keadaan nyaman dan
sehat untuk dipijat. Selain itu perlu juga diperhatikan bahan-bahan atau minyak
yang digunakan untuk memijat dapat membuat bayi alergi.

2. Mitos: membedong bayi dapat memperkuat kaki atau membuat struktur kaki
bayi menjadi lurus Yang sebenarnya adalah sentuhan kulit ke kulit membuat bayi
baru lahir, terutama bayi premature, lebih baik perkembangannya. Walaupun
begitu, tidak diperlukan untuk memijatnya setiap hari. Yang perlu dilakukan adalah
perbanyak sentuhan dan berkomunikasi dengan si kecil agar ia merasa nyaman dan
aman.

3. Mitos: makanan dan minuman yang manis membuat gigi berlubang Fakta:
Bahwa gigi menjadi berlubang diakibatkan tiga hal, yaitu kuman, suasana asam dan
keduanya berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama. Bila makanan yang
mengandung gula menetap pada sela gigi, kuman akan mengubahnya menjadi
asam. Kondisi asam disertai bakteri yang juga menjadi aktif pada suasana asam,
adalah penyebab utama dari gigi berlubang. Diawali dengan kerusakan pada lapisan
email gigi, jika dibiarkan lama kelamaan gigi menjadi berlubang. Hal-hal yang
dapat menyebabkan gigi berlubang antara lain adalah kebiasaan mengemut atau
minum susu dengan botol sampai tertidur. Makanan manis tidak secara langsung
menyebabkan gigi berlubang, tapi memudahkan pertumbuhan kuman penyebab
kerusakan gigi jika tidak rajin membersihkan gigi dan mulut.

4. Mitos: Jika anak rewel saat diberi ASI artinya ASI sedikit dan harus diganti susu
botol Fakta: ASI diproduksi sesuai dengan hisapan si bayi, jadi banyak sedikitnya
ASI ditentukan oleh bayi sendiri. Bayi yang banyak minum ASI akan membuat
produksi ASI meningkat. Jadi, sebenarnya tidak ada istilah ASI sedikit.Bahwa
kondisi tertentu mungkin dapat mengurangi produksi ASI, seperti jika ibu menyusui
mengkonsumsi obat-obatan tertentu, stress atau tidak tenang saat menyusui, sedang
sakit dan sebagainya. Di sisi lain, bayi mungkin merasa tidak nyaman saat menyusu
karena posisi yang kurang nyaman, puting susu yang cenderung masuk ke dalam,
ASI yang memancar terlalu kencang atau ia sedang tidak lapar, sedang tidak enak
badan dan sebagainya.

5. Mitos: Air susu ibu (ASI) sebagai makanan yang komplit sampai usia si kecil
satu tahun Fakta: ASI sangat baik untuk pertumbuhan bayi sampai sia berusia 6
bulan. Namun semakin bertambahnya usia bayi, ASI tidaklah mengandung cukup
kalori dan kurang mengenyangkan seiring dengan makin aktifnya si kecil. Ada
beberapa zat tambahan yang dibutuhkan anak, misalnya zat besi dan vitamin C yang
banyak didapat dari sumber makanan. Jadi, anak tetap memerlukan makanan
tambahan untuk kebutuhan gizinya juga untuk menghindari resiko anemia.

6. Mitos: Baby Walker membantu anak berlatih berjalan Fakta: Justru sebaliknya,
baby walker dapat menghambat perkembangan motorik anak. Anak tanpa baby
walker dapat lebih bebas bergerak, berguling, duduk dan berdiri serta bermain di
lantai yang merupakan dasar untuk belajar berjalan. Penelitian pada saudara kembar
menunjukan kembar yang menggunakan baby walker mengalami gangguan
motorik berjalan ketimbang saudaranya. Baby walker tidak lagi disarankan karena
menjadi penyebab utama kecelakaan pada bayi usia 5-15 bulan.
7. Mitos: Gurita mencegah perut buncit Faktanya pemakaian gurita pada bayi—
terutama bayi perempuan, sama sekali tidak ada hubungannya dengan upaya
pencegahan agar perut anak Anda tidak melar ketika ia dewasa. Ketika dilahirkan,
semua bayi memang memiliki perut yang ukurannya lebih besar daripada dada.
Seiring pertambahan usia, perut bayi akan kelihatan mengecil dengan sendirinya.
Pemakaian gurita malah sebaiknya dihindari karena membuat bayi Anda susah
bernapas. Pasalnya, pada awal kehidupan, bayi bernapas dengan menggunakan
pernapasan perut sebelum ia belajar menggunakan pernapasan dada. Pemakaian
gurita yang menekan perut bisa membatasi jumlah udara yang dihirupnya. Mitos
ini tak benar, karena organ dalam tubuh malah akan kekurangan ruangan. Dinding
perut bayi masih lemas, volume organ-organ tubuhnya pun tak sesuai dengan
rongga dada dan rongga perut yang ada karena sampai 5 bulan dalam kandungan,
organ-organ ini terus tumbuh sementara tempatnya sangat terbatas. Jika bayi
menggunakan gurita maka ruangan untuk pertumbuhan organ-organ ini akan
terhambat. Kalau mau tetap memakaikan gurita, boleh saja. Asal ikatan bagian atas
dilonggarkan sehingga jantung dan paru-paru bias berkembang. Bila gurita
digunakan agar tali pusar bayi tidak bodong, sebaiknya pakaikan hanya disekitar
pusar dan ikatannya longgar. Jangan sampai dada dan perut tercekik sehingga
jantung tidak bias berkembang dengan baik karena gurita yang terlalu kencang.

8. Mitos: Pusar ditempel uang logam supaya tidak bodong Faktanya pusar
menonjol atau sering diistilahkan bodong pada bayi adalah kondisi yang wajar.
Sebab, otot dinding perut pada bayi masih lemah sehingga bisa mempengaruhi
bentuk pusar. Seiring bertambah kuatnya dinding perut, bentuk pusar juga akan
mengalami perubahan. Pusar bayi bisa menonjol akibat terlalu banyak menangis
atau ‘ngulet’. Kondisi ini sering dialami bayi yang alergi susu sapi atau formula.
Atau, pada bayi ASI yang sensitif serta memiliki bakat alergi terhadap makanan
yang dikonsumsi ibunya. Misal, makanan laut, cokelat, telur, kacang tanah, serta
produk makanan yang mengandung susu.

9. Mitos: Bedong agar kaki bayi tidak bengkok Fakta: Tidak ada hubungan antara
membedong dengan kekuatan kaki atau struktur kaki bayi. Justru bayi akan lebih
mudah bergerak untuk melatih kaki dan tangannya, jika bedong dilakukan dengan
longgar. Biarkan kaki dan tangan bayi bebas bergerak. Membedong anak sekuat
mungkin tidak ada hubungannya sama sekali untuk meluruskan kaki bayi. Semua
kaki bayi memang bengkok pada awalnya. Hal ini berkaitan dengan posisi bayi
yang meringkuk di dalam rahim. Nanti, dengan semakin kuatnya tulang anak dan
kian besarnya keinginan untuk bisa berjalan, kaki anak akan lempeng sendiri.
Perkembangan fisiologis kaki memang seperti itu.

Berikut ini merupakan mitos yang berkembang berkaitan dengan tumbuh


kembang anak prasekolah.

1. Setiap anak yang mengalami diare, demam dan rewel biasanya oleh
orang tua sering mengaitkannya dengan perubahan tumbuh kembang
anak tersebut. Contohnya : Tumbuhnya gigi, mulai belajar berjalan,
mulai belajar berbicara .
2. Biasanya kepercayaan masyarakat terhadap anak, jika anak yang
mengalami tumbuh gigi terlebih dahulu maka kemungkinan untuk
berjalannya lambat, begitu pula sebaliknya jika anak berjalan terlebih
dahulu maka kemungkinan untuk tumbuh gigi terlambat.
3. Jika anak mengalami step atau demam tinggi biasanya orang tua yang
masih kental dengan adat dan budayanya sering menyikapi hal tersebut
dengan mengibaskan sapu ijuk dimuka anak tersebut.
4. Jika menjelang maghrib anak kecil tidak diperbolehkan untuk keluar
dari rumah dan biasanya orang tua menakut-nakutinya agar anak
tersebut tetap berada didalam rumah. Hal ini, bertujuan agar anak tidak
terkena angin malam yang menyebabkan anak tersebut sakit.
5. Jika rambut anak anda basah maka anak anda akan masuk angin.
Seorang Pakar Kesehatan Jims Scars mengatakan dari riset yang pernah
dilakukannya di Inggris dimana setengah kelompok anak dibiarkan
berada dalam ruangan hangat sedangkan sisanya berada di lorong
dengan kondisi basah kuyup. Setelah beberapa jam, kelompok yang
berada di lorong tadi tidak mengalami flu. Kedinginan belum tentu
mempengaruhi sistem kekebalan tubuh secara langsung.
6. Anak perlu makan ketika kedinginan dan meminum banyak air ketika
demam. Hal yang seharusnya dilakukan adalah menjaga keseimbangan
komposisi cairan tubuh. Jika seseorang banyak cairan maka akan mudah
terserang penyakit begitupun sebaliknya. Meskipun demikian anak tidak
perlu mengonsumsi minuman elektrolit bila tidak mengalami dehidrasi
ataupun diare.
7. Anak akan kehilangan 75% panas melalui kepala Mitos ini berkembang
karena keharusan bahwa kepala bayi yang baru lahir ditutupi ketika
cuaca dingin ataupun panas. Hal tersebut dibenarkan karena kepala bayi
memiliki presentasi lebih besar daripada bagian tubuh yang lainnya.
Tetapi saat beranjak dewasa, keluarnya panas melalui kepala hanya
10%, sisanya keluar melalui kaki, lengan, dan tangan.
8. Mitos tentang vitamin sangat perlu diketahui agar tidak salah langkah.
a.) Anak kurus karena kurang vitamin Orang sering berpikir, anak yang
gemuk dan lincah pastilah sehat, padahal belum tentu benar. Anak
gemuk belum tentu cukup vitamin. Pasalnya, tubuh yang besar relatif
butuh makanan lebih banyak. "Bisa jadi, anak yang gemuk tersebut
kurang darah alias mengidap anemia." Biasanya pada saat lahir, anak
tersebut mendapat cadangan makanan (baik zat besi maupun vitamin)
yang cukup dari ibunya. Namun seiring pesatnya pertumbuhan, ia
ternyata relatif kekurangan vitamin pembentukan darah. Untuk itu harus
mendapat tambahan asam folat, zat besi, dan vitamin C. Sebaliknya,
anak yang kurus juga belum tentu kekurangan vitamin. Pemikiran
bahwa anak gemuk itu sehat dan anak kurus tidak sehat, tidak berlaku
lagi sekarang. "Patokannya sekarang adalah tumbuh dan kembang.
Untuk mengetahui apakah anak kita cukup ideal, bisa menggunakan alat
ukur grafik berat, tinggi dan umur yang saling dibandingkan," lanjut
Ghazali. Selain itu, faktor genetik pun bisa mempengaruhi anak menjadi
kurus, gemuk, pendek, tinggi, dan lainnya.
b) Nafsu makan hilang, cekok saja dengan vitamin Sering kita lihat
orang tua yang sembarangan mencekokkan vitamin pada anaknya yang
sulit makan. "Mencekokkan vitamin dianggap bisa mengembalikan
nafsu makan anak. Padahal, hilangnya nafsu makan anak disebabkan
banyak hal, seperti karena sakit tenggorokan, sariawan, gigi tumbuh,
gigi copot, anak flu, atau terkena TBC," ujar Ghazali. Pemberian
vitamin yang berlebihan justru bisa membuat anak kehilangan nafsu
makan. Terutama jika anak kehilangan vitamin C alias asam askorbat.
Asam jika dimakan berlebih akan menyebabkan perut perih. Apalagi
jika anak makan tidak teratur, bisa saja terjadi luka di lambung. Tetapi
pada anak kecil hal ini jarang terjadi. Penyakit mag biasanya diderita
orang dewasa. Untuk itu sebaiknya mengkonsumsi vitamin sesuai dosis
wajarnya 50 mg. Jangan termakan iklan yang menyebutkan bahwa
menelan vitamin dosis tinggi (sampai 1.000 mg) bisa membantu stamina
tetap kuat dan tidak sakit-sakitan.
c) Vitamin membuat anak lebih cerdas Vitamin memang bisa membuat
anak cerdas, namun tetapi prosesnya tentu saja tidak langsung. Cerdas
itu terjadi karena anak mengalami perkembangan. Misalnya cepat
bicara, berjalan, bermain, dan lainnya.

A. Pendekatan melalui Agama Dari permasalahan aspek sosial budaya yang


berkaitan dengan bayi baru lahir dan anak prasekolah

kita dapat memberikan solusi pendekatan melalui agama. Agama


memberikan petunjuk/pedoman pada umat manusia dalam menjalani hidup
meliputi seluruh aspek kehidupan. Selain itu juga agama dapat membantu umat
manusia dalam memecahkan berbagai masalah hidup yang sedang dihadapi.
Melalui pendekatan agama, bidan dapat mengadakan pengajian bersama
masyarakat yang kemudian diselingi dengan memberikan informasi mengenai cara
merawat bayi baru lahir dan anak prasekolah yang benar. Serta mengklarifikasi
tentang mitos yang berkembang di masyarakat seputar bayi baru lahir dan anak
prasekolah.
B. Pendekatan melalui Kesenian Tradisional

Dari permasalahan aspek sosial budaya berkaitan dengan bayi baru lahir dan
anak prasekolah, kita dapat memberikan solusi dengan pendekatan melalui
Kesenian Tradisional. Pendekatan sosial budaya yang dilakukan oleh bidan melalui
kesenian tradisonal menyatakan bahwa peran bidan bukan hanya dalam pelayanan
kesehatan saja, tetapi bidan juga dapat menjadi seorang bidan pengelola. Misalnya
seorang bidan praktik selain sebagai tenaga kesehatan, bidan juga dapat membuka
hubungan kerja sama dengan suatu sanggar tari, lewat yayasan tersebut ia dapat
menyampaikan pesan atau melakukan penyuluhan kesehatan. Dalam perannya
sebagai peneliti dimana bidan ikut meneliti tentang kebudayaan apa yang ada pada
suatu daerah tempat penelitiannya tersebut. Melalui pendekatan Kesenian
tradisional: bidan dan ahli kesehatan lainnya dapat ikut dalam kesenian tradisional
misalnya kesenian wayang orang yang di dalamnya menampilkan pesan-pesan
tentang hal yang mitos dan yang nyata agar masyarakat awam tidak salah persepsi
dan tidak mempercayai hal-hal yang belum ada kebenarannya. Dan juga
memberikan penyuluhan tentang kesehatan ibu dan bayi baru lahir, agar para ibu
dan masyarakat di lingkungannya dapat mengerti benar.

C. Pendekatan melalui Paguyuban

Dari permasalahan aspek sosial budaya yang berkaitan dengan bayi baru
lahir dan anak prasekolah, kita dapat memberikan solusi dengan pendekatan melalui
paguyuban. Paguyuban atau Gemeinschaft adalah suatu kelompok atau masyarakat
yang diantara para warganya di warnai dengan hubungan-hubungan sosial yang
penuh rasa kekeluargaan, bersifat batiniah dan kekal,serta jauh dari pamrih-pamrih
ekonomi. Dalam rangka peningkatan kualitas dan mutu pelayanan kebidanan
diperlukan pendekatan-pendekatan khususnya paguyuban. Untuk itu kita sebagai
tenaga kesehatan khususnya calon bidan agar mengetahui dan mampu
melaksanakan berbagai upaya untuk meningkatkan peran aktif masyarakat agar
masyarakat sadar pentingnya kesehatan, misalnya saja dengan mengadakan
kegiatan posyandu di puskesmas-puskesmas. Melalui pendekatan Paguyuban:
bidan dapat masuk kedalam kelompok masyarakat untuk bersosialisasi dan mencari
tahu apa masalah yang sedang dialami masyarakat yang berhubungan dengan bayi
baru lahir dan anak prasekolah, serta harus meluruskan mitos yang berkembang di
masyarakat ini dengan cara yang baik agar tidak merusak hubungan sosial yang
sudah ada di dalamnya.

D. Pendekatan melalui Pesantren

Dari permasalahan aspek sosial budaya yang berkaitan dengan bayi baru
lahir dan anak prasekolah, kita dapat memberikan solusi pendekatan melalui
pesantren. Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan islam yang
mengembangkan fungsi pendalaman agama, kemasyarakatan dan penyiapan
sumber daya manusia. Tujuan umumnya adalah tercapainya pengembangan dan
pemantapan kemandirian pondok pesantren dan masyrakat sekitar dalam bidang
kesehatan. Tujuan khususnya adalah tercapainya pengertian positif pondok
pesantren dan masyarakat sekitarnya tentang norma hidup sehat, meningkatkan
peran serta pondok pesantren dalam menyelenggarakan upaya kesehatan,
terwujudnya keteladanan hidup sehat di lingkungan pondok pesantren. Melalui
pendekatan Paguyuban: bidan dapat melakukan penyuluhan di pesantren mengenai
aspek sosial budaya yang berkaitan dengan bayi baru lahir dan anak prasekolah
serta mitos yang berkembang yang tidak boleh dipercayai dan yang boleh
dipercaya.

Sumber : Suyadi, 2009. Ternyata Anakku Bisa Kubuat Genius. Jogjakarta :Power
Books.

Anda mungkin juga menyukai