Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Kulit

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,

merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar

16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 –

1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm

tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak

mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit

tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.

Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah

epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan

dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan

suatu lapisan jaringan ikat (Perdanakusuma, 2007).

2.1.1 Epidermis

Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari

epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan

merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal

pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh

ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu. Epidermis terdiri atas lima

lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam):


1. Stratum Korneum

Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.

2. Stratum Lusidum

Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan

telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.

3. Stratum Granulosum

Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya ditengah dan

sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula keratohialin

yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans.

4. Stratum Spinosum

Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril, dianggap

filamenfilamen tersebut memegang peranan penting untuk mempertahankan

kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis pada tempat yang terus

mengalami gesekan dan tekanan mempunyai stratum spinosum dengan lebih

banyak tonofibril. Stratum basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan

Malfigi. Terdapat sel Langerhans.

5. Stratum Basale (Stratum Germinativum)

Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan bertanggung jawab dalam

pembaharuan sel epidermis secara konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari

untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain.

Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit. Fungsi Epidermis :

Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan

mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans)

(Perdanakusuma, 2007)..
2.1.2 Dermis

Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap

sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan

menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling

tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm. Dermis terdiri dari dua lapisan :

Lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.

Lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat.

2.1.3 Subkutis

Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari

lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit

secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda

menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang

suplai darah ke dermis untuk regenerasi. Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat

ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan

mechanical shock absorber (Perdanakusuma, 2007).


Gambar 2.1 Struktur Anatomi Kulit (Perdanakusuma, 2007)

2.1.4 Vaskularisasi Kulit

Arteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak antara

lapisan papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara dermis dan jaringan

subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi papilla dermis,

tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu cabang vena. Pada

epidermis tidak terdapat pembuluh darah tapi mendapat nutrient dari dermis

melalui membran epidermis (Perdanakusuma, 2007).

2.1.5 Fisiologi Kulit

Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh

diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan,

sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan

metabolisme. Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari
elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi

mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi

kulit dalam merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf seperti pada

daerah bibir, puting dan ujung jari. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan

keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus.

Temperatur perifer mengalami proses keseimbangan melalui keringat, insessible

loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan

dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperature meningkat terjadi

vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur

dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat

meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh

darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas

(Perdanakusuma, 2007).

2.2 Luka / ulser recurrent aphthous stomatitis (RAS)

2.3 Proses Penyembuhan Luka

Ada tiga fase dalam proses penyembuhan luka, dimana ketiganya saling

tumpang tindih, yaitu fase inflamasi, proliferasi dan remodeling (Lorenz,

Longaker, 2006). Pada setiap fase penyembuhan tersebut terdapat satu jenis sel

khusus yang mendominasi. Fase awal yakni fase inflamasi dimulai segera setelah

terjadinya suatu cidera, dengan tujuan untuk menyingkirkan jaringan mati dan

mencegah infeksi. Fase proliferasi berlangsung kemudian, di mana akan terjadi

keseimbangan antara pembentukan jaringan parut dan regenerasi jaringan. Fase

yang paling akhir merupakan fase terpanjang dan hingga saat ini merupakan fase
yang paling sedikit dipahami, yaitu fase remodeling yang bertujuan untuk

memaksimalkan kekuatan dan integritas struktural dari luka (Gurtner, 2007).

Gambar 2.3 Fase penyembuhan luka, waktu dan sel karakteristik yang tampak

pada waktu tertentu (Diambil Greaves et al, 2013. Journal of Dermatological

Science-elsevier.).

Pembagian fase penyembuhan luka pada respon normal mamalia yang

mengalami defek akibat kerusakan integritas kulit yang terjadi adalah fase

inflamasi, fase proliferasi dan fase maturasi.

Fase inflamasi (lag phase)

Pada fase inflamasi terjadi proses hemostasis yang cepat dan dimulainya

suatu siklus regenerasi jaringan (Lorenz, Longaker, 2006). Fase inflamasi dimulai

segera setelah cidera sampai hari ke-5 pasca cidera. Tujuan utama fase ini adalah

hemostasis, hilangnya jaringan yang mati dan pencegahan kolonisasi maupun

infeksi oleh agen mikrobial patogen (Gurtner, 2007).


Gambar 2.4 Fase inflamasi (Diambil dari Gurtner, 2007. Grabb and Smith’s

Plastic Surgery.6th ed.)

Komponen jaringan yang mengalami cidera, meliputi fibrillar collagen dan

tissue factor, akan mengaktivasi jalur koagulasi ekstrinsik dan mencegah

perdarahan lebih lanjut pada fase ini. Pembuluh darah yang cidera mengakibatkan

termobilisasinya berbagai elemen darah ke lokasi luka. Agregasi platelet akan

membentuk plak pada pembuluh darah yang cidera. Selama proses ini

berlangsung, platelet akan mengalami degranulasi dan melepaskan beberapa

growth factor, seperti platelet-derived growth factor (PDGF) dan transforming

growth factor-β (TGF-β). Hasil akhir kaskade koagulasi jalur intrinsik dan

ekstrinsik adalah konversi fibrinogen menjadi fibrin (Gurtner, 2007). Berbagai

mediator inflamasi yakni prostaglandin, interleukin-1 (IL-1), tumor necrotizing

factor (TNF), C5a, TGF-βdan produk degradasi bakteri seperti lipopolisakarida

(LPS) akan menarik sel netrofil sehingga menginfiltrasi matriks fibrin dan mengisi
kavitas luka. Migrasi netrofil ke luka juga dimungkinkan karena peningkatan

permeabilitas kapiler akibat terlepasnya serotonin dan histamin oleh mast cell dan

jaringan ikat. Netrofil pada umumnya akan ditemukan pada 2 hari pertama dan

berperan penting untuk memfagositosis jaringan mati dan mencegah infeksi.

Keberadaan netrofil yang berkepanjangan merupakan penyebab utama terjadinya

konversi dari luka akut menjadi luka kronis yang tak kunjung sembuh (Regan,

Barbul, 1994; Gurtner, 2007).

Makrofag juga akan mengikuti netrofil menuju luka setelah 48-72 jam dan

menjadi sel predominan setelah hari ke-3 pasca cidera. Debris dan bakteri akan

difagositosis oleh makrofag. Makrofag juga berperan utama memproduksi

berbagai growth factor yang dibutuhkan dalam produksi matriks ekstraseluler oleh

fibroblas dan pembentukan neovaskularisasi. Keberadaan makrofag oleh

karenanya sangat penting dalam fase penyembuhan ini (Gurtner, 2007). Limfosit

dan mast cell merupakan sel terakhir yang bergerak menuju luka dan dapat

ditemukan pada hari ke-5 sampai ke-7 pasca cidera. Peran keduanya masih belum

jelas hingga saat ini (Gurtner, 2007).

Fase ini disebut juga lag phase atau fase lamban karena reaksi

pembentukan kolagen baru sedikit, belum ada tensile strength, di mana pertautan

luka hanya dipertahankan oleh fibrin dan fibronektin (Regan, Barbul, 1994). Sel

punca mesenkim akan bermigrasi ke luka, membentuk sel baru untuk regenerasi

jaringan baik tulang, kartilago, jaringan fibrosa, pembuluh darah, maupun jaringan

lain. Fibroblas akan bermigrasi ke luka dan mulai berproliferasi menghasilkan

matriks ekstraseluler. Sel endotel pembuluh darah di daerah sekitar luka akan

berproliferasi membentuk kapiler baru untuk mencapai daerah luka. Ini akan
menandai dimulainya proses angiogenesis. Pade akhir fase inflamasi, mulai

terbentuk jaringan granulasi yang berwarna kemerahan, lunak dan granuler.

Jaringan granulasi adalah suatu jaringan kaya vaskuler, berumur pendek, kaya

fibroblas, kapiler dan sel radang tetapi tidak mengandung ujung saraf (Anderson,

2000).

Fase proliferasi (fibroplasi, regenerasi)

Fase proliferasi berlangsung mulai hari ke-4 hingga hari ke-21 pasca

cidera. Keratinosit yang berada pada tepi luka sesungguhnya telah mulai bekerja

beberapa jam pasca cidera, menginduksi terjadinya reepitelialisasi. Pada fase ini

matriks fibrin yang didominasi oleh platelet dan makrofag secara gradual

digantikan oleh jaringan granulasi yang tersusun dari kumpulan fibroblas,

makrofag dan sel endotel yang membentuk matriks ekstraseluler dan neovaskular

(Gurtner, 2007).

Gambar 2.5 Fase proliferasi (Diambil dari Gurtner, 2007. Grabb and Smith’s

Plastic Surgery. 6th ed.)


Faktor setempat seperti growth factor, sitokin, hormon, nutrisi, pH dan

tekanan oksigen sekitar menjadi perantara dalam proses diferensiasi sel punca

(Anderson, 2000). Regresi jaringan desmosom antar keratinosit mengakibatkan

terlepasnya keratinosit untuk bermigrasi ke daerah luka. Keratinosit juga

bermigrasi secara aktif karena terbentuknya filamen aktin di dalam sitoplasma

keratinosit. Keratinosit bermigrasi akibat interaksinya dengan protein sekretori

seperti fibronektin, vitronektin dan kolagen tipe I melalui perantara integrin

spesifik di antara matriks temporer. Matriks temporer ini akan digantikan secara

bertahap oleh jaringan granulasi yang kaya akan fibroblas, makrofag dan sel

endotel. Sel tersebut akan membentuk matriks ekstraseluler dan pembuluh darah

baru. Jaringan granulasi umumnya mulai dibentuk pada hari ke-4 setelah cidera

(Lorenz, Longaker, 2006).

Fibroblas merupakan sel utama selama fase ini dimana ia menyediakan

kerangka untuk migrasi keratinosit. Makrofag juga akan menghasilkan growth

factor seperti PDGF dan TGF-β yang akan menginduksi fibroblas untuk

berploriferasi, migrasi dan membentuk matriks ekstraseluler. Matriks temporer ini

secara bertahap akan digantikan oleh kolagen tipe III. Sel endotel akan

membentuk pembuluh darah baru dengan bantuan protein sekretori VEGF, FGF

dan TSP-1. Pembentukan pembuluh darah baru dan jaringan granulasi merupakan

tanda penting fase proliferasi karena ketiadaannya pembuluh darah baru dan atau

jaringan granulasi merupakan tanda dari gangguan penyembuhan luka. Setelah

kolagen mulai menggantikan matriks temporer, fase proliferasi mulai berhenti dan

fase remodeling mulai berjalan (Gurtner, 2007). Faktor proangiogenik yang

diproduksi makrofag seperti vascular endothelial growth factor (VEGF), fibroblas


growth factor (FGF)-2, angiopoietin- 1 dan thrombospondin akan menstimulasi

sel endotel membentuk neovaskular melalui proses angiogenesis. Hal yang

menarik dari fase proliferasi ini adalah bahwa pada suatu titik tertentu, seluruh

proses yang telah dijabarkan di atas harus dihentikan. Fibroblas akan segera

menghilang segera setelah matriks kolagen mengisi kavitas luka dan pembentukan

neovaskular akan menurun melalui proses apoptosis. Kegagalan regulasi pada

tahap inilah yang hingga saat ini dianggap sebagai penyebab terjadinya kelainan

fibrosis seperti jaringan parut hipertrofik (Gurtner, 2007).

Fase maturasi (remodeling)

Fase ketiga dan terakhir adalah fase remodeling. Selama fase ini jaringan

baru yang terbentuk akan disusun sedemikian rupa seperti jaringan asalnya. Fase

maturasi ini berlangsung mulai hari ke-21 hingga sekitar 1 tahun. Fase ini segera

dimulai segera setelah kavitas luka terisi oleh jaringan granulasi dan proses

reepitelialisasi usai. Perubahan yang terjadi adalah penurunan kepadatan sel dan

vaskularisasi, pembuangan matriks temporer yang berlebihan dan penataan serat

kolagen sepanjang garis luka untuk meningkatkan kekuatan jaringan baru. Fase

akhir penyembuhan luka ini dapat berlangsung selama bertahun-tahun (Gurtner,

2007).
Gambar 2.6 Fase remodeling (Diambil dari Gurtner, 2007. Grabb and Smth’s

Plastic Surgery. 6th ed).

Kontraksi dari luka dan remodeling kolagen terjadi pada fase ini.

Kontraksi luka terjadi akibat aktivitas miofibroblas, yakni fibroblas yang

mengandung komponen mikrofilamen aktin intraselular. Kolagen tipe III pada

fase ini secara gradual digantikan oleh kolagen tipe I dengan bantuan matrix

metalloproteinase (MMP) yang disekresi oleh fibroblas, makrofag dan sel endotel.

Sekitar 80% kolagen pada kulit adalah kolagen tipe I yang memungkinkan

terjadinya tensile strength pada kulit (Gurtner, 2007). Keseimbangan antara proses

sintesis dan degradasi kolagen terjadi pada fase ini. Kolagen yang berlebihan

didegradasi oleh enzim kolagenase dan kemudian diserap. Sisanya akan mengerut

sesuai tegangan yang ada. Hasil akhir dari fase ini berupa jaringan parut yang

pucat, tipis, lemas dan mudah digerakkan dari dasarnya. Kolagen awalnya

tersusun secara tidak beraturan, sehingga membutuhkan lysyl hydroxylase untuk


mengubah lisin menjadi hidroksilisin yang dianggap bertanggung jawab terhadap

terjadinya cross-linking antar kolagen. Cross-linking inilah yang menyebabkan

terjadinya tensile strength sehingga luka tidak mudah terkoyak lagi. Tensile

strength akan bertambah secara cepat dalam 6 minggu pertama, kemudian akan

bertambah perlahan selama 1-2 tahun. Pada umumnya tensile strength pada kulit

dan fascia tidak akan pernah mencapai 100%, namun hanya sekitar 80% dari

normal (Hidayat, 2013)

Metaloproteinase matriks yang disekresi oleh makrofag, fibroblas dan sel

endotel akan mendegradasi kolagen tipe III. Kekuatan jaringan parut bekas luka

akan semakin meningkat akibat berubahnya tipe kolagen dan terjadinya

crosslinking jaringan kolagen. Pada akhir fase remodeling, jaringan baru hanya

akan mencapai 70% kekuatan jaringan awal (Gurtner, 2007). Berbagai mediator

atau sitokin yang turut berperan pada penyembuhan luka dapat dilihat pada

gambar 2.7.
Gambar 2.7 Growth factors, sitokin dan molekul biologis aktif dalam

penyembuhan luka (Diambil dari Gurtner, 2007. Grabb and Smth’s Plastic

Surgery. 6th ed) :


2.4 Tanaman Pisang

2.4.1 Klasifikasi pisang

Determinasi tanaman pisang Mauli yang dilakukan di Laboratorium Dasar

MIPA Banjarbaru adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales

Familia : Musaceae

Genus : Musa

Spesies : Musa sp.

(Aprilia, 2014)

2.4.2 Morfologi pisang

a. Akar

Pohon pisang berakar rimpang dan tidak mempunyai akar tunggang yang

berpangkal pada umbi batang

b. Batang

Batang pisang sebenarnya terletak di dalam tanah, yakni berupa umbi batang,

sedangkan yang berdiri tegak di atas tanah dan sering dianggap sebagai batang

merupakan batang semu

c. Daun

Helaian daun pisang berbentuk lanset memanjang yang letaknya tersebar

dengan bagian bawah daun tampak berlilin


d. Bunga

Bunga pisang disebut juga jantung pisang karena bentuknya menyerupai

jantung. Bunga pisang tergolong berkelamin satu

e. Buah

Bakal buah disebut sebagai sisir. Sisir pertama yang terbentuk akan terus

memanjang menjadi sisir kedua, ketiga dan seterusnya (Aprilia, 2014)

2.4.3 Manfaat pisang

Tanaman pisang memiliki banyak manfaat. Buah pisang bermanfaat

sebagai astringen, antidiare, penawar racun, pereda demam, antiradang, peluruh

kencing dan laksatif. Bunga pisang bermanfaat sebagai pereda demam dan

perawatan rambut. Cairan dari bonggol mengatasi infeksi saluran kencing,

menghentikan perdarahan, penghitam dan pencegah rambut rontok.

Buah muda bermanfaat sebagi antidiare, antidisentri, dan pengobatan tukak

lambung. Daun yang masih tergulung digunakan untuk tapal dingin pada kulit

bengkak atau lecet, disentri, mimisan dan pendarahan lainnya, radang

tenggorokan, radang otak, keputihan, batuk atau sakit dada seperti bronchitis.

Kulit buah pisang digunakan untuk penyembuhan luka, kelainan kulit pada herpes,

menghilangkan kutil, rambut tipis dan jarang, kemerahan pada kulit (Rosida,

2013).

2.4.4 Kandungan pisang

Ekstrak batang pisang secara umum mengandung beberapa jenis fitokimia

yaitu saponin, flavonoid, tanin. Menurut penelitian Maharani dkk (2013) batang

pisang Mauli mengandung beberapa jenis fitokimia yaitu tanin, asam askorbat,

saponin, β-karoten, flavonoid, likopen dan alkaloid.


Flavonoid memiliki aktivitas antiinflamasi, antioksidan dan merangsang

pembentukan fibroblast. Batang pisang juga mengandung tanin yang bersifat

antiseptic. Saponin, antrakuinon dan kuinon berfungsi sebagai antibakteri,

penghilang rasa sakit dan merangsang pembentukan sel-sel baru pada kulit

(Aprilia, 2014).

2.5 TGF-β (Transforming Growth Factor Beta)

TGF-β termasuk dalam family polipeptida homolog yang mencakup tiga

isoform β (TGF-β1, TGF-β2, TGF-β3) serta factor-faktor dengan fungsi beragam,

misalnya protein morfogenik tulang, aktivin, inhibin, dan mullerian inhibiting

substance. Pada mamalia, TGF-β memiliki distribusi paling luas dan akan disebut

sebagai TGF-β. TGF-β adalah protein homodimer yang dihasilkan oleh

bermacam-macam sel, termasuk trombosit, sel endotel, limfosit dan makrofag.

TGF-β asli disintesis sebagai protein perkursor, yang disekresikan dan kemudian

dipecah secara proteolitis untuk menghasilkan factor pertumbuhan yang aktif

secara biologis dan komponen laten kedua. TGF-β aktif berikatan dengan dua

reseptor permukaan sel (tipe I dan tipe II) dengan aktivitas serin/ treonin kinase

dan memicu fosforilasi faktor-faktor transkripsi sitoplasma yang disebut Smads.

TGF-β mula-mula berikatan dengan reseptor tipe I sehingga terjadi fosforilasi

membentuk heterodimer dengan Smad4, yang masuk ke nucleus dan berikatan

dengan protein pengikat DNA untuk mengaktifkan atau menghambat transkripsi

gen. TGF-β memiliki efek yang beragam dan sering saling bertentangan

bergantung pada jaringan dan jenis cedera. Zat-zat yang efeknya beragam disebut
pleiotropik. Karena sangat beragamnya efek TGF-β, dikatakan bahwa TGF-β

adalah molekul yang bersifat sangat pleiotropik.

TGF-β adalah inhibitor pertumbuhan bagi kebanyak sel epitel dan bagi

leukosit. Zat ini menghambat siklus sel dengan meningkatkan ekspresi inhibitor

siklus sel dengan meningkatkan ekspresi inhibitor siklus sel dari family Cip/Kip

dan INK4/ARF. Hilangnya reseptor TGF-β sering dijumpai pada tumor manusia,

yang member keuntungan bagi sel tumor. Efek TGF-β pada sel mesenkim

bergantung pada konsentrasi dan kondisi biakan, dan zat ini biasanya merangsang

proliferasi fibroblast dan otot polos.

TGF-β adalah zat fibrogenik kuat yang merangsang kemotaksis fibroblast,

dan meningkatkan pembentukan kolagen, fibronektin, proteoglikan. Zat ini

menghambat penguraian kolagen dengan mengurangi protease matriks dan

meningkatkan aktivitas inhibitor protease. TGF-β berperan pada terjadinya

fibrosis di berbagai peradangan kronik, terutama di paru, ginjal dan hati.

TGF-β memiliki efek antiinflamasi yang kuat. Knockout mice yang tidak

memiliki gen TGF-β mengalami peradangan luas dan proliferasi limfosit

berlebihan, mungkin akibat proliferasi sel T yang tidak terkendali dan pengaktifan

makrofag (Kumar et al, 2007)..

2.6 PDGF (Platelet-Derived Growth Factor)

PDGF adalah suatu family protein yang saling berkaitan erat, yang

masing-masing terdiri atas dua rantai yang diberi nama A dan B. ketiga isoform

PDGF (AA, BB, AB) disekresikan dan secara biologis aktif. Baru baru ini

diidentifikasi dua isoform baru PDGF-C dan PDGF-D. isoform-isoform PDGF


menimbulkan efeknya dengan mengikat dua reseptor permukaan sel, yang disebut

PDGF-α dan β, yang memiliki spesifisitas ligan berbeda. PDGF disimpan di

granula α trombosit dan dibebaskan jika trombosit teraktifkan. Zat ini juga dapat

dihasilkan oleh beragam sel lain, termasuk makrofag aktif, sel endotel sel otot

polosdan banyak sel tumor. PDGF menyebabkan migrasi dan proliferasi

fibroblast, sel otot polos dan monosit seperti dibuktikan oleh timbulnya defek

pada fungsi-fungsi ini pada mencit yang mengalami defisiensi rantai A atau rantai

B PDGF. PDGF juga ikut serta dalam pengaktifan sel stelata hati di tahap-tahap

awal fibrosis hati (Kumar et al, 2007)..

2.7 Kolagen

Kolagen adalah protein yang paling banyak dijumpai dalam dunia hewan,

yang membentuk kerangka ekstrasel bagi semua organisme multisel. Tanpa

kolagen tubuh manusia akan tereduksi menjadi segumpalan sel yang saling

terhubung oleh beberapa neuron. Kolagen terdiri dari suatu heliks tripel tiga rantai

α polipeptida, yang memiliki sekuens berulang gly-x-y. ssat ini diketahui terdapat

27 jenis kolagen yang berlainan yang dikode oleh 41 gen yang tersebar paling

sedikit di 14 kromosom. Tipe I, II, III, IV, V dan VI adalah kolagen intersitium

atau kolagen fibrilar serta merupakan jenis kolagen terbanyak. Tipe IV adalah

kolagen non fibrilar (membentuk lembaran bukan serat) dan merupakan

komponen utama MB, bersama dengan laminin. Kolagen lain dapat membentuk

jaringan yang berfungsi sebagai jangkar di taut epidermis-dermis, tulang rawan,

dan dinding pembuluh darah.

Kolagen fibrilar disintesis dari prokolagen, yaitu suatu molekul precursor

yang berasal dari prokolagen, yang ditranskripsikan dari gen-gen kolagen. Setelah
hidroksilasi residu prolin dan lisin serta glikosilasi lisin terjadi, tiga rantai

prokolagen berikatan untuk membentuk heliks tripel. Prokolagen disekresikan dari

sel dan diuraikan oleh protease untuk membentuk satuan dasar fibril.

Pembentukan fibril kolagen berkaitan dengan oksidasi residu lisin dan hidroklisin

spesifik oleh enzim ekstrasel lisil oksidase. Hal ini menyebabkan pengikatan

silang antar rantai molekul yang berdekatan sehingga struktur menjadi stabil (khas

untuk kolagen). Pembentukan ikatan silang berperan besar menentukan daya

regang (tensile strength) kolagen. Hidroksilasi prokolagen membutuhkan vitamin

C, suatu prasyarat yang menjelaskan terganggunya penyembuhan luka pada

skorbut. Defek genetic pada pembentukan kolagen menyebabkan beragam

sindrom herediter, termasuk berbagai bentuk sindrom Ehlers-Danlos dan

osteogenesis imperfekta (Kumar et al, 2007).

Anda mungkin juga menyukai