Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

STATUS ASMATIKUS

A. ANATOMI FISIOLOGI
Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan. Organ-organ pernafasan terdiri dari :
1. Hidung / Nasal
Merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai 2 lubang ( kavum nasi ), dipisahkan
oleh sekat hidung ( septum nasi ). Didalamn ya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk
menyaring udara, debu, dan kotoran-kotoran yang masuk ke dalam lubang hidung.
Lapisan-lapisan lubang hidung yaitu :
a) lapisan luar dinding terdiri dari lapisan kulit
b) lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan
c) lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat (konka nasali/karang
hidung) yang berjumlah 3 buah yaitu konka nasalis inferior, konka nasalis media,
dan konka nasalis superior.

Hidung juga berhubungan dengan saluran air mata disebut tuba lakrimalis. Fungsi hidung
yaitu sebagai saluran pernafasan, penyaring udara pernafasan yang dilakukan oleh bulu-bulu
hidung, menghangatkan udara pernafasan yang dilakukan oleh mukosa, membunuh kuman-
kuman yang masuk, bersama-sama udara pernafasan oleh leukosit yang terdapat dalam
selaput lendir ( mukosa ).

2. Tekak / Faring
Faring merupakan persimpangan antara jalan pernafasan dengan pencernaan, yang
terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung atau mulut sebelah depan ruas
tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain : ke atas berhubungan dengan rongga
hidung, ke depan berhubungan dengan rongga mulut. Rongga faring terdiri dari dalam tiga
bagian : sebelah atas yang sama tingginya dengan koana disebut nasofaring, bagian tengah
yang sama tingginya dengan ismus fausium disebut orofaring, bagian bawah sekali
dinamakan laringofaring.
3. Pangkal / Tenggorok
Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak didepan
bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk kedalam trakea di bawahnya.
4. Batang tenggorok / Trakea
Merupakan lanjutan dari faring yang dibentuk oleh 16 s/d 20 cincin yang terdiri dari
tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C), sebelah dalam diliputi
oleh selaput lendir yang berbulu getar disebut sel bersilia, hanya bergerak kearah luar.
Panjang trakea 9-11 cm dan di belakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot
polos. Sel-sel berselia gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-
sama dengan udara pernafasan, yang memisahkan trakea menjadi bronkus kiri dan kanan
yang disebut karina.

5. Cabang tenggorok / Bronkus


Merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra
torakalis ke IV dan ke V. Mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel
yang sama. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri, terdiri dari 6-8
cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan,
terdiri dari 9-11 cincin mempunyai 2 cabang.

6. Paru – paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-
gelembung udara (alveoli). Gelembung-gelembung alveoli terdiri dari: sel-sel epitel dan
endotel. Pada lapisan ini terjadi pertukaran darah, O2 masuk kedalam darah dan CO2
dikeluarkan dari darah. Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner:
ventilasi pulmoner, gerakan pernafasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar;
arus darah melalui paru-paru, darah mengandung oksigen masuk ke seluruh tubuh,
karbondioksida dari tubuh masuk ke paru-paru; distribusi arus udara dan arus darah
sedemikian rupa dengan jumlah yang tepat yang bisa dicapai untuk semua bagian; difusi gas
yang menembus membran alveoli dan kapiler karbondioksida lebih mudah berdifusi dari
pada oksigen. (Syaifuddin, 1997, hal. 87-93).
B. KONSEP DASAR PENYAKIT STATUS ASMATIKUS
1. Definisi Asma
 Asma adalah kondisi peradangan kronis pada saluran pernapasan yang ditandai
dengan mengi yang berulang, sesak napas, sesak dada dan batuk. Asma tidak dapat
dicegah atau disembuhkan tetapi manifestasi klinis dapat dikendalikan secara efektif
dengan pengobatan yang tepat. Ketika asma terkontrol, maka gejala hanya sesekali
kambuh (GINA, 2012:1).
 Asma menyebabkan saluran udara menjadi lebih sensitif dan bereaksi terhadap hal-hal
yang biasanya tidak bereaksi, seperti tungau udara atau debu dingin dan bahkan
hewan peliharaan. Hal ini yang disebut pemicu (Asthma Society of Ireland, 2013).
 Asma merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan tetapi dengan diagnosis,
pengobatan dan edukasi pasien yang tepat dapat menghasilkan manajemen dan
kontrol asma yang baik. Dengan terkontrolnya asma maka dapat meningkatkan
kualitas hidup penderita asma (WHO, 2011).
 Status asmatikus adalah suatu keadaan darurat madik yang lain, bila tidak diatasi
dengan secara cepat dan tepat kemungkinan besar akan terjadi kegawatan medik yakni
kegagalan pernafasan. Pada status asmatikus selain spasme otot-otot broncus terdapat
pula sumbatan oleh lendir yang kental dan peradangan. Faktor-faktor ini yang terutam
menyebabkan refrakternya serangan asma ini terhadap obat-obatan bronkodilator.

2. Etiologi
Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik. Menurut mereka,
secara umum pemicu asma adalah:
1. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang,
serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b. Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-buahan dan
anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-obatan (seperti
aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas
merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu
binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga
pemaparan terhadap faktor pencetus alergen ini dapat mengakibatkan
degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast seperti histamin dan protease
sehingga berakibat respon alergen berupa asma.
2. Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas biasanya
terjadi segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan
fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang
biasanya terjadi beberapa saat setelah latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan
cepat, ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan oleh adanya bronkospasme, nafas
pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan pemanasan
selama 2-3 menit sebelum latihan.
3. Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan eksaserbasi
pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem trakeo
bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi peningkatan
hiperresponsif pada sistem bronkial.
4. Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan motivasi
untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi maka gejala
asmanya belum bisa diobati.
5. Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya
rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan inflamasi
membran mukus.

3. Manifestasi Klinis
Gejala asma sering timbul pada waktu malam dan pagi hari. Pada keadaan asma yang
parah gejala yang ditimbulkan dapat berupa peningkatan distress pernapasan (tachycardia,
dyspnea, tachypnea, retraksi iga, pucat), pasien susah berbicara dan terlihat lelah. Gejala
yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa. Yang termasuk gejala yang
berat adalah serangan batuk yang hebat, sesak napas yang berat dan tersengal-sengal, sianosis
(kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut), sulit tidur dengan posisi tidur yang
dianggap nyaman adalah dalam keadaan duduk, dan kesadaran menurun ( Depkes RI, 2007).
Gejala asma dapat diperburuk oleh keadaan lingkungan, seperti terpapar oleh bulu
binatang, uap kimia, perubahan temperatur, debu, obat (aspirin, beta-blocker), olahraga berat,
serbuk, infeksi sistem respirasi, asap rokok dan stres (GINA, 2004).
Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan wheezing, ronchi
ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi
pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi
alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun
makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi
pertanda bahaya gagal pernapasan (Brunner & Suddarth, 2001).

4. Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan
sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkhiolus terhadap benda-
benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara
sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah
antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila
reaksi dengan antigen spesifikasinya. (Tanjung, 2003) Pada asma, antibody ini terutama
melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan
brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang
tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat
anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik
dan bradikinin.
Efek gabungan dari semua faktor - faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada
dinding bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus
dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi
sangat meningkat. (Tanjung, 2003) Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama
ekspirasi daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi
paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka
sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat
terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan
baik dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea.
Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama
serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa
menyebabkan barrel chest. (Tanjung, 2003)
1) Pencetus serangan (alergen, emosi/stress, obat-obatan, infeksi)
2) Kontraksi otot polos
3) Edema mukusa
4) Hipersekresi
5) Penyempitan saluran pernapasan (obstruksi)
6) Hipoventilasi
7) distribusi ventilasi tak merata dengan sirkulasi darah paru
8) Gangguan difusi gas di alveoli
9) Hipoxemia
10) Hiperkarpia

Etiologi: Allergen masuk ke dalam tubuh



Merangsang sel plasma

Ig E

Sejumlah mediator (histamine, neokotrien, factor pengaktifasi platelet, bradikinin dll)

Permeabilitas kapiler meningkat

Produksi mucus meningkat (pembengkakan mukosa bronchial dan pengentalan sekresi)

Diameter bronchial menurun

Abnormalitas ventilasi perfusi

Hipoksemia dan respirasi alkalosis

Respirasi asidosis
Pathway:
5. Komplikasi
1. Komplikasi yang ditimbulkan oleh status asmatikus adalah
2. Atelaktasis
3. Hipoksemia
4. Pneumothoraks Ventil
5. Emfisema
6. Gagal napas

6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan sputum. Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapati :
a) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
b) Spiral curshman, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
c) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
d) Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan
viskositas yang tinggi dan kadang terdapat muncul plug.

2) Pemeriksaan darah

a) Analisa gas darah terdapat peningkatan normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
b) Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
c) Hiponatermia dan kadar leukosit kadang-kadang diatas 15.000/mm3 dimana
menadakan terdapatnya suatu infeksi.
d) Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu
serangan dan penurunan pada waktu bebas dari serangan.

Pemeriksaan Radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan
peleburan rongga intercostalis, serta diafragma. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka
kelainan yang didapatadalah sebagai berikut :
1) Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak dihilus akan bertambah.
2) Bila terdapat komplikasiempisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin
bertambah.
3) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru.
4) Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
5) Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardim, maka
dapat diliat bentuk gambaran pada paru-paru.

Pemeriksaan tes kulit


Dilakukan untuk mencari faktor alergi yang berbagai alergi yang dapat menimbulkan
reaksi yang positif pada asma. Pemeriksaan menggunakan tes tempel.

a. Elektrokardiografi
Gambaran Elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3
bagian, dan disesuakan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
1) Perubahan aksis jantung, yakni pada umunya terjadi right axis deviasi dan clokwise
ratation.
2) Terdapat tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapat RBB ( Right bundle
branch block).
3) Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapat pada sinus tachycardia, SVES, dan
4) VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.

b. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat
dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEVI atau FVC sebanyak lebih
dari 20% menunjukan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari
20%. Pemeriksaan spirometri tidk saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga
penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan
tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obtruksi. (Medicafarma, 2008)

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keperawatan:
Pencegahan

Serangan Asma dapat dicegah jika faktor pemicunya diketahui dan bisa
dihindari. Serangan yang dipicu oleh olah raga bisa dihindari dengan minuman
obat sebelum melakukan olah raga. Dan upaya pencegahan asma pada anak
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pada anak yang asmanya belum
bermanifestasi.

Tindakan pencegahan pada anak yang belum bermanifestasi


a. Mencegah terjadinya sesitisasi pada anak ; walau faktor genetik
merupakan faktor penting, tetapi manifestasinya dipengaruhi oleh faktor
lingkungan.
b. Penghindaraan terhadap makanan-makanan yang mempunyai tingkat
elerginitis tinggi pada ibu hamil dan yang menyusui maupun sang anak.
c. Orang tua terutama ibu dianjurkan tidak merokok.
d. Menghindarkan faktor pencetus ; alergen makanan, inhalan, bahan iritan,
infeksi virus atau bakterial, hindari latihan fisik yang berat, perubahan
cuaca dan emosi sebagai faktor pencetus.
e. Penggunaan obat-obatan, untuk mengatasi serangan asma.

Hal-hal yang harus diperhatikan pada asma anak


a. Hindari makan makanan yang mengandung kola, bersoda, kacang-
kacangan, minuman dingin, atau es, goreng-gorengan.
b. Hindari debu yang sering terdapat pada kasur dan bantal kapuk, selimut,
lantai kerpet, gordin, perabotan rumah.sebaiknya laci dan rak dibersihkan
dengan lap basah, gordin dan selimut dicuci setiap 2 minggu, kerpet,
majalah, mainan, buku dan apakian yang jarang dipakai diletakkan diluar
kamar tidur dab lantai diapel setiap hari.
c. Hindarkan zat-zat yang mengiritasi ; obat semprot rambut, minyak wangi,
asap rokok, asap obat nyamuk, bau cat yang tajam, bau bahan kimia,
udara yang tercemar, udara dan air dingin.
d. Sebelum melakukan aktifitas fisik sebaiknya jangan melakukan aktifitas
fisik yang berat, sebelum melakukan aktifitas sebaiknya melakukan
pemanasan terlebih dahulu, dan jka perlu pemberian obat sebelum
beraktifitas.
(Medicafarma, 2008 )
7. Penatalaksanaan Status Asmatikus
a. Berikan posisi fowler/ semi powler serta longgarkan pakaian klien.
b. Buka saluran pernafasan dengan mengekstensikan leher.
c. Tanda- tanda dehidrasi diidentifikasi dengan memeriksa turgor kulit.
d. Masukan cairan penting untuk melawan dehidrasi.
e. Mengencerkan sekresi dan untuk memudahkan ekspekturasi hingga 3 sampai 4 liter
per hari kecuali jika ada kontra indikasi.
f. Pemantauan terhadap pasien oleh perawat secara terus- menerus penting dilakukan
dalam 12 sampai 24 jam pertama, atau sampai status asmatikus dapat diatasi.
g. Enegi pasien harus dihemat dan ruangan harus tenang serta bebas dari iritan
pernapasan, termasuk bunga, asap tembakau, perfume, atau bau bahan pembersih.
h. Bantal non alergik harus digunakan.
i. Berikan pendidikan kesehatan pada pasien berupa instruksi untuk dengan segera
melaporkan tanda dan gejala yang menyulitkan seperti bangun saat malam hari
dengan serangan akut, tidak mendapatkan peredaan komplit dari penggunaan inhaler
atau mengalami infeksi pernapasan.

Penatalaksanaan medik:

a. Dalam lingkungan kedaruratan pasien mula-mula diobati dengan agonis beta


(misalnya metapropanol, terbutalin, dan albuteron) dan kortikosteroid.
b. Pasien juga membutuhkan oksigen supplemental dan cairan intravena untuk dehidrasi.
c. Terapi oksigen dilaksanakan untuk mengatasi dipsnea, sianosis, dan hipoksemia.
d. Aliran oksigen yang diberikan harus didasarkan pada nilai gas darah. PaO2
dipertahankan antara 65 dan 85 mmHg.
e. Pemberian sedative merupakan kontra indikasi jika tidak mendapat respon dari
pengobatan berulang, dibutuhkan perawatan dirumah sakit.

Semua penderita yang dirawat inap di rumah sakit menunjukkan keadaan obstruktif
jalan napas yang berat. Perhatian khusus harus diberikan didalam perawatannya, sedapat
mungkin dirawat oleh dokter dan perawat yang berpengalaman. Pemantauan harus dilakukan
secara ketat berpedoman pada klinis, uji faal paru (APE) untuk dapat menilai respons
pengobatan apakah membaik atau justru memburuk. Perburukan mungkin saja terjadi baik
oleh karena konstriksi bronkus yang lebih hebat lagi maupun sebagai akibat terjadinya
komplikasi seperti infeksi, pneumothoraks, pneumomediastinum yang sudah barang tentu
memerlukan pengobatan yang lainnya. Efek samping obat yang berbahaya dapat terjadi pada
pemberian drip aminofilin. Dokter yang merawat harus mampu juga dengan akurat
menentukan kapan penderita mesti dikirim ke Unit Perawatan Intensif.
Penderita status asmatikus yang dirawat inap di ruangan, setelah dikirim dari UGD
dilakukan penatalaksanaan sebagai berikut:
1. Pemberian oksigen diteruskan
2. Agonis B2
Dilanjutkan dengan pemberian inhalasi nebulasi 1 dosis setiap jam, kemudian dapat
diperjarang pemberiannya setiap 4 jam bila sudah ada perbaikan yang jelas. Sebagai
alternative lain dapat diberikan dalam bentuk inhalasi dengan nebuhaler/volumatic atau
secara injeksi. Bila tejadi perburukan, diberikan drip salbutamol atau terbutalin.
3. Aminofilin
Diberikan melalui infus/drip dengan dosis 0,5-0,9 mg/kgBB/jam. Pemberian perdrip
didahului dengan pemberian secara bolus apabila belum diberikan. Dosis drip aminofilin
direndahkan pada penderita dengan penyakit hati, gagal jantung atau bila penderita
menggunakan simetidin, siprofloksasin, atau eritromisin. Dosis tinggi diberikan pada
perokok. Gejala toksik pemberian aminofiilin perlu diperhatikan. Bila terjadi mual,
muntah, atau anoreksia dosis harus diturunkan. Bila terjadi konvulsi, aritmia jantung drip
aminofilin segera dihentikan karena terjadi gejala toksik yang berbahaya.
4. Kortikosteroid
Kortikosteroid dois tinggi intravena diberikan setiap 2-8 jam tergantung beratnya
keadaan serta kecepatan respons. Preparat pilihan adalah hidrokortison 200-400 mg
dengan dosis keseluruhan 1-4 gram/24 jam. Sediaan lain yang juga dapat diberikan
sebagai alternatif adalah triamsinolon 40-80mg, deksametason/betametason 5-10 mg.
dalam hal ini tidak tersedianya kortikosteroid intravena, dapat diberikan kortikosteroid
peroral yaitu prednisone atau prednisolone 30-60 mg/hari.
5. Antikolinergik
Iptropium bromid dapat diberikan baik sendiri maupun dalam kombinasi dengan agonis
B2, secara inhalasi nebulisasi, penambahan ini tidak diperlukan bila pemberian agonis B2
sudah memberikan hasil yang baik.
6. Pengobatan lainnya
a. Hidrasi dan Keseimbangan Elektrolit
Dehidrasi hendaknya dinilai secara klinis, perlu juga pemeriksaan elektrolit serum, dan
penilaian adanya asidosis metabolic. Ringer laktat dapat diberikan sebagai terapi awal
untuk rehidrasi dan pada keadaan asidosis metabolic diberikan natrium bikarbonat.
b. Mukolitik dan ekspektorans
Walaupun manfaatnya diragukan pada penderita dengan obstruksi jalan napas berat,
ekspektoran seperti obat batuk hitam dan gliseril guaikolat dapat diberikan, demikian
juga mukolitik bromeksin maupun N-asetilsistein
c. Fisioterapi dada
Drainase postural, vibrasi dan perkusi serta teknik fisioterapi lainnya hanya dilakukan
pada penderita dengan hipersekresi mucus sebagi penyebab utama eksaserbasi akut yang
terjadi.
d. Antibiotic
Diberikan kalau jelas ada tanda-tanda infeksi seperti demam, sputum purulent dengan
neutrophil leukositosis.
e. Sedasi dan antihistamin
Obat-obat sedative merupakan indikasi kontra, kecuali diruang perawatan intensif.
Sedangkan antihistamin tidak terbukti bermanfaat dalam pngobatan asma akut berat,
malahan dapat menyebabkan pengeringan dahak yang mengakibtkan sumbatan bronkus.

Penatalaksanaan Lanjutan
Setelah diberikan terapi intensif awal, dilakukan monitor yang ketat terhadap respons
pengobatan dengan menilai parameter klinis: sesak napas, bising mengi, frekuensi napas,
frekuensi nadi, retraksi otot bantu napas, APE, Foto thoraks, analisis gas arteri, kadar serum
aminofilin, kadar kalium dan gula darah diperiksa sebagai dasar tindakan selanjutnya.
 Indikasi Perawatan Intensif
Penderita yang tidak menunjukkan respons terhadap terapi intensif yang diberikan perlu
dipikirkan apakah penderita akan dikirim ke Unit Perawatan Intensif. Penderita dengan
keadaan berikut biasanya memerlukan perawatan intensif
a. Terdapat tanda-tanda kelelahan
b. Gelisah, bingung, kesadaran menurun
Henti napas membakat (PaO2 < 40 mHg atau PaCO2 > 45 mmHg) sesudah
pemberian oksigen
Penatalaksanaan Lanjutan di Ruangan
Pada penderita yang telah memberikan respons yang baik terhadap pengobatan, terapi
intensif dilanjutkan paling sedikit 2 hari. Pada 2-5 hari pertama semua pengobatan intravena
diganti, diberikan steroid oral dan aminofilin oral serta agonis B2 dengan inhaler dosis terukur
6-8 kali per hari atau preparat oral 3-4 kali perhari.
Pada hari 5-10, steroid oral (prednisone, prednisolone) diturunkan, obat B2 dan
aminofilin diteruskan.

Penatalaksanaan Lepas Rawat


Kapan penderita dipulangkan, belum ada kriteria pasti yang dapat dipergunakan.
Sebagai patokan, penderita dapat dipulangkan apabila :
a. Tidak ada sesak waktu isirahat
b. Bising tidak ada atau minimal
c. Retraksi otot bantu napas minimal
d. Tidur sudah normal
e. APE >70% dari nilai normal atau nilai terbaik
Selama minggu pertama penderita dipulangkan, diberikan pengobatan yang sama
dengan hari-hari terakhir perawatan di rumah sakit. Yang terpenting adalah mengenai
penggunaaan steroid. Penurunana dosis steroid 5 mg/hari baru dilakukan pada minggu kedua
pasca perawatan. Pada penderita asma kronik yang tergantung steroid penurunan steroid
dilakukan sampai dosis rendah yang masih ditoleransi penderita, sebaiknya diberikan dosis
tunggal pagi hari setiap hari atau selang sehari. Kalau memungkinkan, lebih baik diberikan
steroid aerosol.
Pendidikan terhadap penderita juga penting, diberikan pengetahuan tentang obat-
obatan yang harus dipergunakan, cara menggunkana inhaler, mengenal tanda-tanda
perburukan asmanya dan kapan harus segera mencari pertolongan medic ke unit pelayanan
kesehatan.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan Kritis
 AIRWAY
Pengkajian:
Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya penumpukan sputum pada jalan
nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas sehingga status asmatikus ini
memperlihatkan kondisi pasien yang sesak karena kebutuhan akan oksigen semakin sedikit
yang dapat diperoleh.
Diagnose keperawatan :
Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sputum
Intervensi Rasional
 Amankan pasien ke tempat yang aman  Lokasi yang luas memungkinkan
 Kaji tingkat kesadaran pasien sirkulasi udara yang lebih banyak
 Segera minta pertolongan untuk pasien
 Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan  Dengan melihat, mendengar, dan
telinga ke mulut pasien merasakan dapat dilakukan untuk
 Berikan teknik membuka jalan napas dengan mengetahui tingkat kesadaran pasien
cara memiringkan pasien setengah telungkup  Bantuan segera dari rumah sakit
dan membuka mulutnya memungkinkan pertolongan yang
lebih intensif
 Mengetahui tingkat pernapasan
pasien dan mengetahui adanya
penumpukan sekret
 Memudahkan untuk mengeluarkan
sputum pada jalan napas

 BREATHING
Pengkajian :
Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan bertambahnya usaha napas
pasien untuk memperoleh oksigen yang diperlukan oleh tubuh.Namun pada status asmatikus
pasien mengalami nafas lemah hingga adanya henti napas.Sehingga ini memungkinkan
bahwa usaha ventilasi pasien tidak efektif.Disamping itu adanya bising mengi dan sesak
napas berat sehingga pasien tidak mampu menyelesaikan satu kalimat dengan sekali napas,
atau kesulitan dalam bergerak.Pada pengkajian ini dapat diperoleh frekuensi napas lebih dari
25 x / menit.Pantau adanya mengi.
Diagnose keperawatan :
Ketidakefektifan pola napas b/d penurunan kemampuan bernapas
Intervensi Rasional
 Kaji usaha dan frekuensi napas pasien  Mengetahui tingkat usaha napas
 Auskultasi bunyi napas dengan mendekatkan pasien
telinga pada hidung pasien serta pipi ke  Mengetahui masih adanya usaha
mulut pasien napas pasien
 Pantau ekspansi dada pasien  Mengetahui masih adanya
pengembangan dada pasien

 CIRCULATION
Pengkajian :
Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk memperoleh oksgien maka
jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi kebutuhan tersebut hal ini ditandai dengan adanya
peningkatan denyut nadi lebih dari 110 x/menit.Terjadi pula penurunan tekanan darah sistolik
pada waktu inspirasi.Pulsus paradoksus, lebih dari 10 mmHg. Arus puncak ekspirasi ( APE )
kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari 120
lt/menit. Adanya kekurangan oksigen ini dapat menyebabkan sianosis yang dikaji pada tahap
circulation ini.

Diagnose Keperawatan :
perubahan perfusi jaringan perifer b/d kekurangan oksigen
Intervensi Rasional
 Pantau tanda – tanda vital ( nadi, warna  Mengetahui masih adanya denyut
kulit ) dengan menyentuh nadi jugularis nadi yang teraba.

 DISABILITY
Pengkajian :
Pada tahap pengkajian ini diperoleh hasil bahwa pasien dengan status asmatikus mengalami
penurunan kesadaran. Disamping itu pasien yang masih dapat berespon hanya dapat
mengeluarkan kalimat yang terbata – bata dan tidak mampu menyelesaikan satu kalimat
akibat usaha napas yang dilakukannya sehingga dapat menimbulkan kelelahan. Namun pada
penurunan kesadaran semua motorik sensorik pasien unrespon.

 EXPOSURE
Pengkajian :
Setelah tindakan pemantauan airway, breathing, circulation, disability, dan exposure
dilakukan, maka tindakan selanjutnya yakni transportasi ke rumah sakit untuk mendapatkan
pertolongan yang lebih intesif.

B. Asuhan Keperawatan Asmatikus


 Pengkajian
a. Identitas klien
1). Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin
 Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
 Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
 Kaji riwayat pekerjaan pasien.
2). Riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas, keringat dingin.
3). Riwayat keluarga: riwayat keturunan
4). Status mental : lemas, takut, gelisah
5). Pernapasan
 Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
 Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
 Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan
hidung.
 Adanya bunyi napas mengi.
 Adanya batuk berulang.
6). Gastro intestinal : adanya mual, muntah.
7). Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelah
 Pemeriksaan Fisik
Dada:
1). Contour, Confek, tidak ada defresi sternum
2). Diameter antero posterior lebih besar dari diameter transversal
3). Keabnormalan struktur Thorax
4). Contour dada simetris
5). Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna merata
6). RR dan ritme selama satu menit.
Palpasi :
1). Temperatur kulit
2). Premitus : fibrasi dada
3). Pengembangan dada
4). Krepitasi (bunyi seperti gesekan rambut dengan jari)
5). Massa
6). Edema (penimbunan cairan yang berlebih didalam jaringan).
Auskultasi:
1). Vesikuler
2). Broncho vesikuler
3). Hyper ventilasi
4). Rochi
5). Wheezing
6). Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul:


1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
2. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
5. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan kurangnya
informasi
Intervensi Keperawatan
KRITERIA HASIL NIC REASON NOC
A (airway) 1. Kaji dan pantau 1. Untuk mengetahui 1. Jalan napas tidak
pernapasan, adanya obstruksi ada hambatan
reflek sekresi jalan napas
2. Berikan posisi 2. Untuk membantu 2. Bunyi napas bersih
semi fowler 15- melonggarkan jalan
30º nafas
3. Auskultasi bunyi 3. Memudahkan untuk
napas mengeluarkan

4. Kolaborasi sputum

pemberian
nebulizer
(bronkodilator-
expectoran)

B (breathing) 1. Pemberian 1. Untuk mensuplai 1. Pasien bisa bernafas


oksigenasi 5- kebutuhan oksigen dengan efektif
8lt/mnt simple tubuh
face mask

C (circulation) 1. Pemantauan TTV 1. Tekanan darah,


1. Untuk memantau
dan CRT nadi, RR, Suhu
keadaan tanda-
dalam batas normal,
tanda vital dan CRT
CRT <2dtk
pada klien

D (disability) 1. Kaji tingkat 1. Klien dapat


1. Untuk mengetahui
kesadaran dan menunjukkan
tingkat kesadaran
respon kondisi kesadaran
dan respon klien
compos mentis
secara normal.
EVM = 456 dan
respon alert (sadar)
Implementasi

Tanda
Tgl Jam Tindakan
tangan
A (airway)
1. Mengkaji dan memantau pernapasan, reflek
batuk dan sekresi
2. Memberikan posisi semi fowler 15º
3. Melakukan auskultasi bunyi napas
4. Kolaborasi pemberian nebulizer (bronkodilator-
expectoran)

B (breathing)
1. Memberikan oksigenasi 5-8lt/mnt simple face
mask (cari macam macam masker oksigen)

C (circulation)
1. Melakukan observasi TTV dan CRT

D (disability)
1. Memantau status GCS dan respon klien
Evaluasi

KRITERIA
EVALUASI RENCANA
HASIL
A (airway)

B (breathing)

C (circulation)

D (disability)
Daftar Pustaka

Bakta I Made,dkk. 1999. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : EGC
Djojodibroto Darmanto. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta : EGC
Nursing diagnoses: definitions and clasification 2012-2014, Jakarta : EGC, 2012.
Nursing diagnosis nadbook with NIC interventions and NOC Outcomes, Jakarta : EGC, 2006.
Rab Tabrani. 1996. Prinsip Gawat Paru (Edisi 2). Jakarta: EGC
Triyoga,H, Maliya, A & Kartikowati I, ‘Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Ny. P
dengan Asma Bronchiale’, jurnal gawat darurat

Anda mungkin juga menyukai