Anda di halaman 1dari 15

REFERAT ILMU KEDOKTERAN

FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


INFEKSI DAPATAN PADA INSTALASI KEDOKTERAN
FORENSIK

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Ujian


Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Bengkulu

Disusun Oleh:
Fitrah Hayati - H1AP120
Nurhapsari - H1AP12019
Olivia Kurnia Putri - H1AP12029
Suci Mentari - H1AP12045
Wenny Efrina - H1AP12008

Penguji:
dr. Wian Pisia A, MH, Sp.KF

Residen Pembimbing:
dr. Yudhitya Meglan H

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BENGKULU
RSUP DR. KARIADI SEMARANG
PERIODE 9 JULI – 4 AGUSTUS 2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini. Referat ini disusun untuk
memenuhi tugas dan melengkapi syarat ujian Kepaniteraan Klinik Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal RSUP Dr. Kariadi, Fakultas Kedokteran Universitas
Bengkulu, Bengkulu.
Pada kesempatan ini Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Wian Pisia A, MH, Sp.KF, sebagai referat ini.
2. dr. Yudhitya Meglan H, sebagai pembimbing yang telah bersedia meluangkan
waktu dan telah memberikan masukan-masukan, petunjuk serta bantuan dalam
penyusunan tugas ini.
3. Teman – teman yang telah memberikan dukungan dalam menyusun tinjauan
pustaka ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam referat ini, maka
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Penulis sangat
berharap agar referat ini dapat bermanfaat bagi semua.

Semarang, 26 Juli 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i

KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 3

A. Definisi............................................................................................. 3
1. Pengertian Infeksi........................................................................ 3
B. Infeksi Dapatan Dari Kamar Jenazah .............................................. 5
1. Pengertian Infeksi Dapatan Dari Kamar Janazah........................ 5
2. Faktor Yang Memengaruhi Infeksi ............................................. 5
C. Klasifikasi Agen Infeksius Pada Jenazah ........................................ 6
1. Infeksi Bakteri ............................................................................. 7
a. Infeksi Mycobacterium tuberculosis ...................................... 7
1) Definisi dan Epidemiologi ................................................. 7
2) Etiologi .............................................................................. 8
3) Masa Inkubasi .................................................................... 8
4) Masa Penularan .................................................................. 8
5) Gejala Klinis ...................................................................... 9
2. Infeksi Virus ................................................................................ 9
a. HIV - AIDS ............................................................................ 10
1) Definisi dan Epidemiologi ................................................. 10
2) Etiologi .............................................................................. 10
3) Masa Penularan Post Mortem ............................................ 11
4) Gejala Klinis ...................................................................... 13
b. Hapatitis B .............................................................................. 15
1) Definisi dan Etiologi .......................................................... 15
2) Manifestasi Klinis dan Masa Inkubasi ............................... 15
3) Masa Penularan Post Mortem ............................................ 16
c. Hepatitis C .............................................................................. 17
1) Definisi dan Etiologi .......................................................... 17
2) Masa Inkubasi dan Manifestasi Klinis............................... 17
3) Masa Penularan Post Mortem ............................................ 18
d. Virus Ebola ............................................................................. 18

iii
1) Definisi dan Etiologi .......................................................... 18
2) Manifestasi Klinis dan Masa Inkubasi ............................... 19
3) Masa Penularan Post Mortem ............................................ 19
e. Virus H5N1 ............................................................................ 20
1) Definisi dan Etiologi .......................................................... 20
2) Manifestasi Klinis dan Masa Inkubasi ............................... 20
3) Masa Penularan Post Mortem ............................................ 21
3. Infeksi Jamur ............................................................................... 22
a. Aspergillus ............................................................................ 23
b. Candida ................................................................................. 24
4. Infeksi Parasit .............................................................................. 24
a. Infeksi Ascaris Lumbricoides ................................................. 24
1) Definisi dan Epidemiologi ................................................. 24
2) Morfologi ........................................................................... 25
3) Siklus Hidup ...................................................................... 26
4) Penularan ........................................................................... 27
5) Manifestasi Klinis .............................................................. 28
b. Infeksi Entamoeba Hisolytica ................................................ 29
1) Definisi dan Epidemiologi ................................................. 29
2) Patogenesis dan Patologi ................................................... 29
3) Manifestasi Klinis .............................................................. 30
D. Pencagahan Infeksi di Ruang Otopsi ............................................... 31

BAB III PENUTUP ............................................................................................ 32

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 33

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Praktek kedokteran forensik berhubungan dengan peningkatan resiko
penularan infeksi yang signifikan di banding praktek spesialis kedokteran lain,
baik penularan penyakit lewat udara maupun penularan penyakit melalui
parenteral.1 Hal ini dikarenakan kasus meninggal karena penyakit infeksi saat
ini semakin meningkat terutama di negara berkembang.2 Beberapa studi
menyatakan terjadinya peningkatan prevalensi HIV, Hepatitis B dan C,
Tuberkulosis, infeksi H5N1, Infeksi bakteri atau HTCV pada pekerja di ruang
autopsi.1
Salah satu penyakit menular lain-nya yang saat ini menjadi perhatian di
Indonesia adalah HIV-AIDS, karena angka kejadian yang meningkat dengan
sangat cepat. Virus HIV masih tetap aktif selama kurang lebih empat jam
didalam tubuh penderita yang telah meninggal sehingga tetap berpotensi
menular pada orang disekelilingnya. Penularan dapat terjadi melalui cairan-
cairan yang keluar dari dalam tubuh jenazah.2 Beberapa studi telah melaporkan
bahwa dengan berakhirnya kehidupan seseorang, mikroorganisme patogenik
tertentu masih dapat dilepaskan dari tubuh jenazah, yang jika tidak diwaspadai
dapat ditularkan kepada orang–orang yang menangani jenazah tersebut.3
Autopsy safety belum menjadi pertimbangan hingga tahun 1980-an ketika
kasus infeksi HIV pertama kali muncul. Pada awalnya hal tersebut masih baru
ditekankan pada pencegahan infeksi dengan menegakkan kewaspadaan universal
dan pengembangan peraturan Occupational Safety and Health Adminsitration
(OSHA). Sejalan dengan itu diberlakukan peraturan-peraturan dan prosedur
untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya luka dan tertusuk jarum. Bahaya-
bahaya lainnya teridentifikasi seiring berjalannya waktudan penanganan yang
sesuai diberlakukan dalam tingkatan yang bervariasi.4,5
Walaupun peraturan OSHA awalnya ditentang dan disambut dengan
keengganan, peraturan-peraturan tersebut pada akhirnya memiliki dampak yaitu
menciptakan kesadaran akan pentingnya autopsy safety. Hal ini sangat penting
karena sebagian besar kecelakaan kerja adalah disebabkan faktor kelalaian
manusia dan kesadaran akan perlindungan diri. Dalam autopsy safety semua
telah diatur sedemikian rupa agar mencegah terjadinya penularan infeksi, mulai
dari syarat-syarat kamar autopsi, alat pelindung diri yang digunakan dalam
pemeriksaan dan langkah-langkah disinfeksi kamar autopsi.4,5

1
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dibahas dalam penulisan referat ini adalah :
1. Apa sajakah infeksi dapatan yang ada di kamar jenazah?
2. Bahaya apa saja yang dapat ditimbulkan dari infeksi dapatan kamar
jenazah?
3. Bagaimana cara mencegah terjadinya infeksi dapatan dari kamar
jenazah?

C. Tujuan
1. Mengetahui jenis infeksi dapatan dapatan yang ada di kamar jenazah.
2. Mengetahui bahaya-bahaya yang dapat ditimbulkan dari infeksi dapatan
dari kamar jenazah.
3. Mengetahui cara pencegahan infeksi dapatan dari kamar jenazah.

D. Manfaat
Diharapkan melalui penulisan ini dapat memberikan pengetahuan dan manfaat
kepada semua pihak, khususnya kepada penulis, teman sejawat dan petugas
pemulasaran jenazah untuk mencegah infeksi dapatan dan meningkatkan
kualitas pelayanan di kamar jenazah.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Infeksi
1. Pengertian Infeksi
Infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh mikroba patogen dan bersifat
sangat dinamis. Mikroba sebagai makhluk hidup memiliki cara bertahan hidup
dengan berkembang biak pada suatu reservoir yang cocok dan mampu mencari
reservoir lainnya yang baru dengan cara menyebar atau berpindah. Penyebaran
mikroba patogen ini tentunya sangat merugikan bagi orang-orang yang dalam
kondisi sehat, lebih-lebih bagi orang-orang yang sedang dalam keadaan sakit.
Orang yang sehat akan menjadi sakit dan orang yang sedang sakit serta sedang
dalam proses asuhan keperawatan di rumah sakit akan memperoleh “tambahan
beban penderita” dari penyebaran mikroba patogen ini.3
Secara garis besar, mekanisme transmisi mikroba patogen ke pejamu
yang rentan (suspectable host) dapat terjadi melalui dua cara:1
a. Transmisi langsung (direct transmission)
Penularan langsung oleh mikroba patogen ke pintu masuk (port d’entrée) yang
sesuai dari pejamu.Sebagai contoh adalah adanya sentuhan, gigitan, ciuman,
atau adanya droplet nuclei saat bersin, batuk, berbicara, atau saat transfusi
darah dengan darah yang terkontaminasi mikroba patogen.
b. Transmisi tidak langsung (indirect transmission)
Penularan mikroba patogen melalui cara ini memerlukan adanya “media
perantara” baik berupa barang / bahan, udara, air, makanan / minuman,
maupun vektor.
1) Vehicle-borne
Dalam kategori ini, yang menjadi media perantara penularan adalah
barang / bahan yang terkontaminasi seperti peralatan makan dan minum,
instrumen bedah / kebidanan, peralatan laboratorium, peralatan infus /
transfusi.
2) Vector-borne
Sebagai media perantara penularan adalah vektor (serangga), yang
memindahkan mikroba patogen ke pejamu dengan cara sebagai berikut..
a) Cara mekanis
Pada kaki serangga yang menjadi vektor melekat kotoran/ sputum yang
mengandung mikroba patogen, lalu hinggap pada makanan / minuman,
dimana selanjutnya akan masuk ke saluran cerna pejamu.

3
b) Cara biologis
Sebelum masuk ke tubuh pejamu, mikroba mengalami siklus
perkembangbiakan dalam tubuh vektor / serangga, selanjutnya mikroba
berpindah tempat ke tubuh pejamu melalui gigitan.
3) Food-borne
Makanan dan minuman adalah media perantara yang terbukti cukup efektif
untuk menjadi saran penyebaran mikroba patogen ke pejamu, yaitu melalui
pintu masuk (port d’entrée) saluran cerna.
4) Water-borne
Tersedianya air bersih baik secara kuantitatif maupun kualitatif, terutama
untuk kebutuhan rumah sakit, adalah suatu hal yang mutlak. Kualitas air
yang meliputi aspek fisik, kimiawi, dan bakteriologis, diharapkan telah
bebas dari mikroba patogen sehingga aman untuk dikonsumsi manusia. Jika
tidak, sebagai salah satu media perantara, air sangat mudah menyebarkan
mikroba patogen ke pejamu, melalui pintu masuk (port d’entrée) saluran
cerna maupun pintu masuk lainnya.
5) Air-borne
Udara bersifat mutlak diperlukan bagi setiap orang, namun sayangnya
udara yang telah terkontaminasi oleh mikroba patogen sangat sulit untuk
dapat dideteksi.Mikroba patogen dalam udara masuk ke saluran napas
pejamu dalam bentuk droplet nuclei yang dikeluarkan oleh penderita
(reservoir) saat batuk atau bersin, bicara atau bernapas melalui mulut atau
hidung. Sedangkan dust merupakan partikel yang dapat terbang bersama
debu lantai/tanah. Penularan melalui udara ini umumnya mudah terjadi di
dalam ruangan yang tertutup seperti di dalam gedung, ruangan/bangsal/
kamar perawatan, atau pada laboratorium klinik.

B. Infeksi Dapatan Instalasi Kedokteran Forensik


1. Pengertian Infeksi Dapatan Dari Instalasi Kedokteran Forensik
Infeksi nosokomial, atau dikenal sebagai infeksi yang didapat di rumah
sakit, adalah infeksi yang didapat di rumah sakit atau unit layanan perawatan
kesehatan, tanpa adanya tanda-tanda infeksi sebelumnya dan pertama kali
muncul 48 jam.7
Kamar jenazah dapat menjadi suatu tempat yang berbahaya bagi
kesehatan. Namun akan lebih berbahaya lagi bila orang yang bekerja dalam
lingkungan tersebut tidak mempedulikan atau bahkan tidak mengetahui potensi
bahaya yang bisa didapat dari kamar jenazah. Infeksi dapatan dari kamar

4
jenazah adalah infeksi yang didapat dari jenazah, dimana didalam tubuh
jenazah masih terdapat kuman patogen yang berpotensi menimbulkan sakit bila
dapat berpindah atau menginfeksi manusia yang masih hidup.

2. Rute Infeksi
Infeksi di ruang otopsi dapat diperoleh dengan salah satu dari rute berikut:9
1. Luka akibat cedera jarum suntik (misalnya benda tajam) yang
terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh.
2. Percikan darah atau cairan tubuh lainnya ke luka terbuka atau area
dermatitis.
3. Kontak darah atau cairan tubuh lainnya dengan selaput lendir mata,
hidung atau mulut.
4. Menghirup dan menelan partikel aerosol.

3. Faktor yang Memengaruhi Infeksi


Beberapa faktor dapat berperan dalam terjadinya infeksi yang mana kemudian
dibagi menjadi 4 faktor, yaitu :8
1. Faktor intrinsik, yaitu umur, jenis kelamin, kondisi umum, risiko terapi,
adanya penyakit lain, tingkat pendidikan dan lama pengalaman kerja.
2. Faktor ekstrinsik, yaitu dokter, perawat, penderita lain, bangsal atau
lingkungan, peralatan, material medis, pengunjung atau keluarga,
makanan dan minuman.
3. Faktor keperawatan, yaitu durasi hari perawatan, menurunnya standart
perawatan, dan padatnya pasien.
4. Faktor mikroba patogen, yaitu kemampuan invasi atau merusak jaringan
dan lamanya paparan.

4. Patogen Yang Didapat Secara Umum Saat Otopsi:


Agen infeksius dikategorikan ke dalam 4 kelompok bahaya, berdasarkan
pada:Virulensi menyebabkan infeksi, kemampuan untuk menyebabkan
epidemi., kemampuan pencegahan (oleh vaksin atau prophylactic
chemotherapy), dan kemampuan penatalaksanaan, bnvyaitu sebagai berikut:10
1. Kelompok bahaya (Hazard Group) 1: Organisme yang paling tidak
menyebabkan penyakit manusia.
2. Kelompok bahaya (Hazard Group) 2: Organisme yang dapat
menyebabkan penyakit manusia, yang mungkin berbahaya bagi pekerja
laboratorium tetapi tidak mungkin menyebar ke masyarakat, paparan

5
jarang menghasilkan infeksi dengan ketersediaan profilaksis dan
pengobatan yang efektif.
3. Kelompok Bahaya (Hazard Group) 3: Organisme yang dapat
menyebabkan penyakit berat pada manusia & menimbulkan bahaya
serius bagi pekerja laboratorium. Ini mungkin menimbulkan risiko
penyebaran ke masyarakat tetapi biasanya ada profilaksis dan pengobatan
yang efektif tersedia.
4. Kelompok Bahaya (Hazard Group) 4: Organisme yang menyebabkan
penyakit berat pada manusia & merupakan bahaya serius bagi pekerja
laboratorium. Ini mungkin menimbulkan risiko tinggi penyebaran ke
masyarakat & biasanya tidak ada profilaksis dan pengobatan yang
efektif.
Dengan deminikan, Hazard Group 1 in kelompok yang tidak
menimbulkan penyakit pada manusia. Hazard Group 2 merupakan agen
infeksius seperti: Methicillin Resistent Staphylococcus aureus (MRSA),
Vancomycin-resistent Enterococci (VRE), Salmonella spp dan bakteri enterik
patogen lainnya. Rute transmisi agen biologi ini melalui tangan ke mulut “hand
to mouth”. Prosedur hygiene yang baik termasuk cara mencuci tangan yang
benar dapat mengurangi angka transmisi dari kelompok ini. Meskupun
inokulasi dari Saphylococcus, Meningococcus, dan Streptococcus masih
mungkin terjadi dengan standart pencegahan unoversal modern hal ini bisa
diminimalisir.11
Kelompok yang signifikan untuk pekerja kamar jenazah adalah
Kelompok Bahaya (Hazard Group) 3 (HG3), yang disebabkan oleh agen
biologis tuberkulosis (TB), human immunodeficiency virus (HIV), hepatitis B
& C virus (HBV, HCV) yang dapat menyebabkan penyakit manusia yang
serius & hadir risiko serius bagi karyawan. Pada Hazard Group (HG4)
biasanya tidak ada profilaksis atau pengobatan yang efektif. Kelompok ini
termasuk virus haemorrhagic fevers (VHF): Marburg, Ebola, demam Lassa,
Congo Krimea demam berdarah & cacar kecil.11

C. Pencegahan Infeksi di Ruang Pemulasaran Jenazah


Setiap jenazah harus dianggap berpotensi infeksius dan perlu ditangani
sesuai dengan tindakan pencegahan yang disarankan, teknik prosedural dan
mengetahui prinsip profilaksis sebelum terpapar. Seluruh area otopsi dan isinya
harus ditetapkan sebagai tanda peringatan Biohazard dan tepat ditempatkan di

6
tempat jenazah. Oleh karena itu kesadaran akan keselamatan di kamar jenazah
adalah langkah pencegahan yang efektif.
Enam kategori risiko potensial ditemukan oleh staf otopsi selama
melakukan otopsi dan ini adalah:12
1. Cedera mekanis seperti mengalami jatuh atau tergelincir di lantai.
2. Cedera akibat pemotongan tajam.
3. Electrocution.
4. Paparan bahan kimia beracun (Formalin, sianida)
5. Infeksi.
6. Paparan radiasi.

Tabel 1. Risiko dan Bahaya dalam Kamar Jenazah12


Kategori Risiko Aktivitas Risiko
Risiko Fisik 1. Penggunaan alat berat. 1. Cedera tak disengaja
2.Mengangkat dan 2. Cedera muskuloskeletal
menyeret jenazah di atas terutama regangan
lantai licin punggung. Tergelincir dan
jatuh
Cedera benda tajam Selama otopsi, kesalahan Memotong atau luka
penanganan : tusukan. Jempol distal,
a. Scalpel / jarum, peluru telunjuk dan jari tengah,
yang terfragmentasi adalah luka yang paling
dengan jaket sering diderita oleh ahli
b. ujung runcing dari patologi.
tulang panjang yang
terfragmentasi c. Alat-alat
medis seperti staples bedah
d. Fragmen jarum di
pecandu narkoba.
Electrical Injury 1. Instrumen listrik Shock and Electrocution
(gergaji) secara rutin
ditangani dengan wet
gloves
2. peralatan dan koneksi
listrik yang buruk, kurang
terawatt.
3. Sering ditanamkan
cardioverter-defibrillator
pada jenazah
Paparan Kimia 1. Formaldehida Efek iritasi pada selaput
2. Digunakan sebagai lendir mata, saluran
fiksatif untuk pernafasan, dan kulit.
mempertahankan jaringan Gangguan reproduksi
pemeriksaan histopatologi. menstruasi, disfungsi
3. Menangani organ-organ seksual.
/ spesimen yang Paparan jangka panjang
berformalin yang belum terhadap zat terkait dengan
dicuci bersih peningkatan risiko untuk
a. Bekerja di area dengan semua kanker terutama

7
ventilasi yang buruk kanker paru-paru.
b. Paparan aerosol yang
sangat beracun, gas atau
zat volatie misalnya.
Organo-fosfat malathion,
parathion) kematian
keracunan, hidrogen
sulfida, sianida yang
merembes saat membuka
perut / rongga tubuh
lainnya.
Paparan Radiasi 1.Bahan radioaktif yang Potensi risiko untuk cedera
ditanamkan untuk radiasi.
pengobatan kanker. Malfomation dan anomali
2. Paparan sinar X sebelum kongenital pada wanita
dan selama otopsi diambil hamil dan pekerja di kamar
secara rutin dan sering. jenazah.

Penyakit Menular Terkena cipratan / Aerosol: Agen


kontak dekat. mikobakteri. Darah /
Permukaan kulit yang cairan tubuh: HIV,
rusak. Hepaitis B, Hepatitis C &
Permukaan mukosa. infeksi parasit.
Darah, cairan tubuh dan Penyalahgunaan narkoba
jaringan dari jenazah intravena: merupakan
dengan penyakit infeksi risiko terbesar penularan
dan pecandu narkoba. virus, agen bakteri
seperti staphylococcus
streptococcus dan
salmonella

Risiko infeksi dari jenazah manusia memiliki tingkat yang lebih rendah
daripada yang berasal dari individu yang hidup yang memiliki penyakit aktif
atau yang merupakan pembawa agen infeksi. Mencegah infeksi dari orang-
orang yang bersentuhan dengan mereka yang meninggal karena penyakit
menular terutama berkaitan dengan mencegah kontak langsung dengan darah
dan cairan tubuh lainnya, terutama pada selaput lendir atau kulit yang rusak.
Kontak tersebut harus dicegah dengan menggunakan prosedur yang aman atau,
jika hal ini tidak memungkinkan, penggunaan alat pelindung diri yang sesuai.
Ini harus dilakukan tanpa mengorbankan martabat almarhum dan, jika
mungkin, tidak mengganggu secara berlebihan dengan proses berduka dari
keluarga mereka. Dalam bencana alam berskala besar (dan juga dalam keadaan
darurat yang kompleks), pola penyakit umumnya sama pada orang yang
meninggal seperti pada korban yang selamat dan orang yang meninggal
memiliki risiko minimal. Pembuangan massal sisa-sisa mereka yang telah
meninggal dalam bencana semacam itu harus dilakukan sedemikian rupa untuk

8
memungkinkan penggalian yang mudah untuk tujuan identifikasi di masa
depan.

Tabel 2. Penggunaan Pakaian Pelindung


Tangan
Sarung tangan pemeriksaan (latex atau nitril): untuk menangani bahan-bahan
berbahaya. Pakailah setiap kali memeriksa tubuh. Hanya untuk sekali pemakaian dan
kemudian dibuang. Selalu cuci tangan setelah menggunakannya. Sarung tangan
berbahan latex dapat memberikan perlindungan jangka pendek (10 menit) terhadap
formaldehid sedangkan sarung tangan berbahan nitril bisa memberikan perlindungan
lebih lama.
Pelindung saluran nafas
Masker pelindung: tipe EN 149 FFP2 (atau sejenisnya, seperti N95) untuk bahan
berbahaya spesifik seperti debu timbal, spora jamur, dan aerosol lainnya
Masker bedah yang diproduksi secara khusus: Masker dapat memberikan
perlindungan terhadap cipratan, terutama jika anti air, tetapi tidak seefektif masker
filter dalam melindungi tehadap partikel halus karena ukurannya tidak di desain
seperti masker filter
Masker bedah kain: masker ini memberikan perlindungan minimal dan mungkin
tidak aman digunakan, tetapi lebih baik daripada tidak sama sekali.
Pelindung terhadap percikan
Wajah: Visor. Perlindungan terhadap percikan berbahaya ke mata, hidung dan mulut
(juga perlindungan mekanis). Masker pelindung pernapasan dan masker bedah kain
atau kertas biasanya memberikan perlindungan percikan ke mulut dan hidung saja.
Beberapa masker bedah menggunakan pelindung mata transparan.
Tubuh: Apron. Melindungi percikan ke badan disaat persiapan higienis,
pembalseman, pengumpulan jenazah yang mengalami trauma, pemeriksaan post-
mortem. Paling baik dikenakan di bawah gaun atau mantel jika percikan cenderung
menjadi berlimpah.
Kaki: Sepatu bot karet. Dalam situasi basah (kamar jenazah, kamar pembalseman,
pengumpulan beberapa kasus trauma yang parah).
Perlindungan Seluruh Tubuh
Gaun/mantel: Untuk melindungi pakaian dari cipratan.
Pakaian pelindung dengan tudung kepala: Untuk melindungi pakaian dan rambut dari
impregnasi debu, spora, dll.
Pakaian pelindung lainnya (helm pengaman, sepatu bot, kacamata pengaman, sarung
tangan kerja) harus dipakai sesuai kebutuhan untuk melindungi cedera mekanis.

9
BAB III

PENUTUP

Resiko untuk terjadinya penularan infeksi pada petugas kesehatan di ruang


pemulasaran jenazah terhadap jenazah yang mengalami infeksi memiliki prevalensi
yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penularan tersebut dapat melalui udara,
penetrasi ke kulit dan sebagainya. Tindakan untuk mencegah terjadinya penularan
infeksi dapat berupa penerapan kewaspadaan universal meliputi penggunaan alat
pelindung diri yang tepat, perilaku dan tindakan mencegah infeksi.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. Hostiuc S, Curca GC, Ceausu M, Rusu MC, Niculescu E, Dermengiu D.


Infectious risks in autopsy practice. Romanian J Legal Med 2011;(19):183-8.
2. Komisi Penangggulangan AIDS. Tata cara pemulasaran jenazah orang dengan
HIV dan AIDS. Jawa Tengah. 2012.
3. Darmadi. Infeksi Nosokomial, Problematika dan Pengendaliannya.Jakarta:
Salemba Medika, 2008
4. Charles V, Wetli. Autopsy safety. Center of Forensic Sciences, Happauge and
Departement of Pathology, State University. New York. Laboratory Medicine
2001;32(8).
5. OSHA Compliance Guidelines for Funeral Home. Atlanta; Georgia Institute of
technology. Available from https://www.funeralcourse.com/wp-
content/uploads/southcarolina/SC-OSHA-Compliance-Guidance-Funeral-
Homes-6hr.pdf
6. Darmadi. Infeksi Nosokomial, Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta.
Salemba Medika, 2008.
7. Kluwer, W. Healthcare – associated infections: A public health problem.
Nigerian Medical Journal: Journal Of The Nigeria Medical Association, vol. 53,
no. 2, pp. 1-2, 2012.
8. Creely KS. Infection risk and Embalming. Reaserch Report. Institutes
Occupational Medicine 2004.
9. The Royal College of Pathologist. Guidelines on autopsy practice main
document.pdf [internet]. September 2002; Chapter 6 (6.5, 6.7, 6.8), Health &
safety – infection. [cited may 5 2013]. Available from:
www.rcpath.org/publications-media/publications/guidelines-on- autopsy-
practice.
10. J. L. Burton. Health and safety at necropsy. J Clin Pathol. 2003 April; 56(4):
254–260.
11. Al-Wali A. biological safety. In: Burton JL, Rutti GN, Eds. The Hospital
Autopsy. London: Arnold, 2001:25-36.
12. Kusa Kumar Saha et al. Awareness of Risks, Hazards and Preventions in
autopsy practice: A review. JEMDS, June 2013.

11

Anda mungkin juga menyukai