Full Text
Full Text
2019
Lubis, Bastian
Universitas Sumatera Utara
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/11565
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
SEPSIS ACUTE KIDNEY INJURY (AKI)
BASTIAN LUBIS
19841228 201012 1 003
1
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan ini, sebagai salah satu tulisan
pada Program Studi Anastesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.
Tulisan ini berjudul “Sepsis Acute Kidney Injury (AKI)”. Dalam penyelesaian tulisan
ini, penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak
yang telah membantu.
Penulis menyadari bahawa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis
mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan
tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat berguna bagi kita semua.
2
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Tujuan 2
BAB 3. KESIMPULAN 24
Daftar Pustaka 25
3
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
4
Universitas Sumatera Utara
pasien rawat inap yang dirawat di ICU, oleh karena angka mortalitas yang tetap tinggi secara
signifikan. Hal ini mungkin disebabkan oleh pemahaman yang terbatas mengenai patogenesis
sepsis AKI, kemampuan menilai fungsi ginjal dalam diagnosis dini AKI yang masih rendah
serta tidak adanya pengobatan yang spesifik selain perawatan suportif. 6
5
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
Universitas Sumatera Utara
nilai baseline dalam waktu 7 hari sebelumnya; atau volume urin ≤0,5 ml/kgBB/jam selama 6
jam.8
7
Universitas Sumatera Utara
Seperti yang telah diungkapnkan sebelumnya, Acute Kidney Injury adalah suatu sindrom
dengan spektrum etiologi yang luas. Berdasarkan mekanisme penyebabnya, AKI dapat dibagi
menjadi AKI pre-renal, renal, dan post renal. Penyebab AKI pre-renal adalah hipoperfusi
ginjal, akibat hipovolemia atau menurunnya volume sirkulasi yang efektif misalnya pada
sepsis dan gagal jantung, serta disebabkan oleh gangguan hemodinamik intrarenal seperti
pada pemakaian antiinflamasi non-steroid. AKI renal disebabkan oleh kelainan pada
komponen vaskular ataupun tubuler ginjal secara langsung misalnya akibat vaskulitis,
hipertensi maligna, glomerulus nefritis akut, nefritis interstitial, zat-zat nefrotoksik, dan
sebagainya yang menimbulkan vasokonstriksi intrarenal,iskemia dan penurunan laju filtrasi
ginjal. Sedangkan AKI post renal biasanya disebabkan oleh masalah obstruksi intrarenal dan
ekstra renal yang mengganggu aliran darah ginjal.2,3
Meskipun telah banyak penelitian yang dilakukan selama dekade terakhir, patofisiologi
gagal ginjal akut (Acute Kidney Injury/AKI) yang disebabkan oleh sepsis masih belum
sepenuhnya dipahami. Patofisiologi AKI pada sepsis bersifat kompleks dan multifaktorial,
meliputi perubahan hemodinamik intrarenal, disfungsi endotel, infiltrasi sel inflamasi di
parenkim ginjal, trombosis intraglomerular, dan obstruksi tubulus oleh sel-sel nekrotik dan
debris. Beberapa penelitian terakhir mengungkapkan terdapat tiga komponen utama dalam
patofisiologi sepsis AKI, di antaranya: inflamasi, abnormalitas aliran mikrosirkulasi, dan
respon adaptif sel terhadap perubahan dan cedera jaringan.5,9,12
8
Universitas Sumatera Utara
proinflamasi. Sitokin-sitokin yang dihasilkan dalam jumlah yang sangat banyak selama fase
awal sepsis ini mengaktifkan leukosit, sel endotel, dan sel epitel, yang menyebabkan aktivasi
leukosit dan platelet, disfungsi mikrovaskular, hipoksia dan kerusakan jaringan.12,13
Mediator proinflamasi mengaktifkan sel-sel endotel dan meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah. Sel-sel endotel aktif meningkatkan ekpresi adhesi molekul dan melepaskan
mediator pro-inflamasi tambahan yang melepaskan zat serta enzim-enzim yang merusak
jaringan, serta memperberat peradangan lebih lanjut. Leukosit-leukosit dalam aliran darah
dapat secara langsung mengaktifkan sel-sel epitel tubular dengan melepaskan mediator
proinflamasi, damage associated molecular pattern molecules (DAMPs) dan pathogen
associated molecular patterns (PAMPs) melalui mikrosirkulasi peritubulus atau disaring ke
dalam glomerulus, memasuki tubulus proksimal dan berikatan dengan TLR2 dan TLR4, yang
menyebabkan perubahan keadaan metabolik dan fungsional sel-sel epitel tubulus,
menghasilkan stres oksidatif dan menyebabkan kerusakan pada tubulus ginjal (Gambar
1).12,13
9
Universitas Sumatera Utara
reseptor sitokin atau DAMPs/PAMPs dapat menginduksi apoptosis atau berhentinya siklus
sel.12
2.3.3. Respon Adaptif Sel-Sel Endotel dan Tubulus Ginjal Terhadap Perubahan Lokal
Akibat Sepsis
Sel-sel endotel dan tubulus ginjal yang terkena reaksi inflamasi dan menimbulkan disfungsi
pada aliran mikrosirkulasi, memiliki respon adaptasi terhadap perubahan lingkungan di
10
Universitas Sumatera Utara
sekitarnya. Sel-sel endotel dan tubulus ginjal sebagai target utama pada sepsis AKI sangat
rentan terhadap kerusakan mitokondria dan stres oksidatif. 12,13,15
Stres oksidatif yang disebabkan oleh zat atau enzim yang dirangsang produksinya oleh
mediator inflamasi dapat menginduksi apoptosis sel-sel endotel dan tubulus ginjal. Respon
adaptif lainnya untuk mengurangi peradangan dilakukan dengan cara mengurangi energi
melalui autodigesti organela (autophagy), pencernaan dan disfungsi mitokondria
(mitophagy), dan berhentinya siklus sel. Bagaimana proses ini terjadi masih belum dipahami
sepenuhnya. Respon adaptif ini sekalipun bertujuan untuk mengurangi paparan terhadap
reaksi inflamasi dan menyelamatkan sel-sel yang sehat dari kerusakan, namun pada dasarnya
apabila berlebihan akan menyebabkan kematian sel yang masif, meninggalkan daerah
nekrosis dan menyebabkan kerusakan organ. 12,13,15
11
Universitas Sumatera Utara
gejala sepsis ketika mengevaluasi pasien dengan AKI dan sebaliknya mengevaluasi untuk
AKI ketika pasien datang dengansepsis.3,16
Tanda dan gejala sepsis bervariasi tidak hanya dengan keterlibatan organ, tetapi
juga dari satu individu ke individu lain karena karakteristik dan kerentanan khusus pasien dan
penyakit. Tanda-tanda sepsis mencerminkan fase penyakit dan bervariasi dari gejala yang
terbatas pada organ utama (misalnya pneumonia) hingga sindrom disfungsi multi-organ berat
(Multi-Organ Dysfunction Syndrome/MODS) dan syok septik. Petugaspelayanankesehatan
harus waspada terhadap tanda-tanda infeksi, sepsis atau syok septik ketika mengevaluasi
pasien untuk gagal ginjal, dan sebaliknya penting untuk sering memantau fungsi ginjal
(bersama dengan keterlibatan organ lainnya) pada pasien dengan sepsis yang
didokumentasikan atau dicurigai.16
Studi klinis berdasarkan data fisiologis dan beberapa laporan postmortem baru-baru
ini telah mulai mendefinisikan AKI yang disebabkan oleh sepsis dan bagaimana
perbedaannya dengan jenis cedera ginjal lainnya. Secara histologi, AKI yang diinduksi oleh
sepsis ditandai oleh cedera tubular sel yang heterogen dengan vakuolisasi apikal, tetapi
dengan tidak adanya nekrosis tubular atau bahkan apoptosis yang luas. Semua gambaran ini
dapat berkembang dalam konteks vasodilatasi ginjal danaliran darah ginjal (Renal Blood
Flow/RBF)yang normal atau meningkat dan menggambarkan fenotipe klinis yang ditandai
dengan penurunan tingkat filtrasi glomerulus (GFR), kreatininclearance, dan didapatkan
uremia.13
12
Universitas Sumatera Utara
Ini dianggap sebagai sistem PIRO (predisposisi, infeksi, respon, disfungsi organ). Diagnosis
sepsis menjadi lebih kompleks daripada yang asli. Dalam definisi baru, beberapa aspek
penting lainnya dari sepsis dimasukkan seperti hemodinamik dan disfungsi organ.17
Gambar 3. Empataspek sepsis: faktor predisposisi, infeksi, respon host dan disfungsi
organ17
13
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4. Definisi sepsis daribeberapa aspek17
Sebuah task force 2016 yang diselenggarakan oleh masyarakat nasional termasuk Society of
Critical Care Medicine (SCCM) dan European Society of Intensive Care Medicine (ESICM)
mengusulkan definisi baru dari sepsis, yang disebut Sepsis-3. Konsensusini mendefinisikan
sepsis sebagai disfungsi organ yang mengancam jiwa yang disebabkan olehdisregulasi
responshost terhadap infeksi. Definisi baru tidak menggunakan kriteria Systemic
Inflammatory Response Syndrome (SIRS)dalam identifikasi sepsis dan mengeliminasisepsis
berat.18
Penilaian Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) adalah skor sederhana dan obyektif
yang memungkinkan untuk menghitung baik jumlah dan tingkat keparahan disfungsi organ
dalam enam sistem organ (pernapasan, koagulasi, hati, kardiovaskular, ginjal, dan
neurologis), dan skor dapat mengukur disfungsi organ individu atau agregat.19
Penggunaan skor SOFA dalam uji klinis sudah umum dilakukan dan merupakan
komponen rutin pengumpulan data untuk uji klinis di unit perawatan intensif (ICU). Namun,
kompleksitas metode, kurangnya data yang diperlukan untuk banyak pasien, dan
14
Universitas Sumatera Utara
kekhawatiran bahwa hal itu dapat mengakibatkan identifikasi terlambat relatif terhadap
metode lain meningkatkan kemungkinan bahwa penggunaannya sesuai dengan metode
Sepsis-3 mungkin terbukti tidak praktis dalam praktek klinis. Menyadari keterbatasan praktis
ini, task force SCCM / ESICM2016 menggambarkan metode yang disederhanakan yang
disebut "quickSOFA" untuk memfasilitasi identifikasi yang lebih mudah dari pasien yang
berpotensi berisiko meninggal akibat sepsis. Skor ini adalah versi modifikasi dari skor
Sequential (Sepsis-related) Organ Failure Assessment(SOFA). qSOFA hanya terdiri dari tiga
komponen yang masing-masing dialokasikan satu poin. Skor qSOFA≥2 poin menunjukkan
disfungsi organ.18
Deteksi dini AKI dalam pengaturan ICUadalah sangat penting. AKI telah menjadi isu utama
dengan meningkatnya insiden yang menyebabkan lebih dari empat juta kematian per tahun di
seluruh dunia. Juga, kurangnya biomarker awal yang reliableuntuk AKI menyebabkan
penundaan yang signifikan dalam memulai terapi yang tepat. Hal ini berbeda dengan
"revolusi biologis" dalam kardiologi, yang menghasilkan berbagai penanda (termasuk
troponin) untuk diagnosis dini kerusakan jantung yang memungkinkan pengobatan dini dan
efektif.20
15
Universitas Sumatera Utara
Gambar 5. Definisi AKI dengankriteria RIFLE17
Diagnosis AKI didasarkan pada peningkatan kreatinin serum dan / atau penurunan urin
output.Definisi tersebut telah berevolusi dari kriteria Risk, Injury, Failure, Loss, End-
stage(RIFLE) pada tahun 2004 ke klasifikasi Acute Kidney Injury Network (AKIN) pada
tahun 2007. Pada tahun 2012, keduanya digabung dan terbentuknyaklasifikasiKidney Disease
Improving Global Outcomes (KDIGO).21
16
Universitas Sumatera Utara
Dikombinasikan dengan bukti dalam evidence-based medicine, KDIGO menerbitkan
pedoman KDIGO pada Maret 2012 dan menetapkan kriteria diagnostik AKI: peningkatan
kreatinin serum> 0,3 mg / dl (26,5 μmol / L) dalam waktu 48 jam; atau peningkatan serum
kreatinin menjadi 1,5 kali baseline, yang diketahui atau diduga telah terjadi dalam 7 hari; atau
urin output<0,5 ml/kgBB/jam selama 6–12 jam. Menurut tingkat keparahannya, kondisi ini
dibagi menjadi tahap 1, 2, dan 3, mirip dengan klasifikasiAKIN.22
Pedoman KDIGO menyoroti diagnosis dan pengobatan dini AKI, dan penanda diagnostik
tetap pada tingkat kreatinin serum dan karena tes kreatinin serum bersifat nyaman dan murah,
maka dapat digunakam sebagai indikator klinis praktis. Namun, ada beberapa keterbatasan.
Hipoperfusi ginjal karena penyebab prerenal dapat menyebabkan peningkatan kreatinin,
meskipun tidakadagangguan pada parenkim ginjal. Ketika parenkim ginjal terluka,
kompensasi ginjal dapat menyebabkan lag dalam peningkatan kreatinin. Selain itu, cedera
pada 50% ginjal dapat terjadi tanpa peningkatan kadar kreatinin, sehingga diagnosis dan
intervensi tertunda. Dengan demikian, penanda baru dengan sensitivitas dan spesifisitas yang
lebih tinggi diharapkan dapat membantu diagnosis awal AKI. Saat ini, banyak penelitian
yang melaporkan adanyapenanda diagnostik awal AKI, beberapa di antaranya adalah uji
klinis yang menunjukkan sensitivitas dan spesifisitas yang baik, dengan nilai diagnostik awal
untuk AKI. Selain itu, penanda biologis yang berbeda telah terbukti menunjukkan berbagai
mekanisme luka.22
Terbukti, AKI terjadi melalui mekanisme kompleks sering karena beberapa faktor.
Mekanisme yang berbeda menyebabkan cedera di berbagai bagian ginjal. Menggunakan
penanda yang sama untuk mendiagnosis cedera pada semua subregion ginjal yang disebabkan
oleh semua penyakit adalah sukar untuk menetapkan diagnosis yang jelas dan lokalisasi
cedera yang akurat. Studi diskret tentang penyakit tertentu dancedera ginjal yang terkait pasti
akan meningkatkan akurasi diagnostik. Sekitar 45-70% AKI dikaitkan dengan sepsis, yang
merupakan salah satu penyebab paling penting dari AKI. Selanjutnya, proporsi pasien sepsis
dengan cedera ginjal sekunder adalah 16-50%, sedangkan mortalitas sepsis yang terkait
dengan AKI hingga 50-60%. Dengan demikian, studi terfokus dari AKI yang diinduksi sepsis
dan mencari biomarker yang terkait dengan diagnosis dini akan membantu dalam
memecahkan masalah klinis penting dari sepsis dan penyakit AKI.22
17
Universitas Sumatera Utara
Hypoxia L-FABP
Cell-cycle arrest IGFBP 7, TIMP-2
18
Universitas Sumatera Utara
Previous AKI Specific exposures: Sepsis, cardiac
surgery
Sebagian besar kasus AKI terjadi berkaitan dengan penurunan volume dan sepsis,maka
penting untuk mengembalikan perfusi ginjal yang efektif sesegera mungkin. Ini akan
memungkinkan pemulihan fungsi ginjal secara dini dan membantu menghindari
perkembangan nekrosis tubular akut.24
Pasien dengan AKI dan yang memiliki resiko lebih besar untuk terkena AKI
membutuhkan perhatian yang lebih terhadap pengaturan status hemodinamik. Terutama
akibat hipotensi yang mengakibatkan penurunan perfusi ginjal, yang jika berkelanjutan
menyebabkan kerusakan ginjal yang lebih parah, akibatnya ginjal kehilangan kemampuan
autoregulasi aliran darah, untuk mempertahankan aliran darah. Manajemen cairan dan
penggunaan vasopresor memiliki tantangan tersendiri dalam penanganan AKI dan
memerlukan evaluasi serta monitoring yang ketat.25
Kristaloid versus koloid.Hipotensi dan hipovolemia selama sepsis dapat menyebabkan atau
memperburuk AKI. Bukti terakumulasi menunjukkan bahwa kristaloid dan bukan koloid
yang digunakan untuk ekspansi volume intravaskular awal pada pasien septik yang berisiko
19
Universitas Sumatera Utara
untuk AKI. Berdasarkan rekomendasi KDIGO, pada pasien tanpa syok hemoragik,
penggunaan kristaloid isotonik daripada koloid (albumin dan hydroxyethyl starch) lebih
disarankan sebagai manajemen awal untuk ekspansi volume intravascular pada pasien yang
beresiko AKI atau dengan AKI.Pada pasien dengan syok sepsis diberikan inisiasi resusitasi
menggunaka cairan kristaloid 30 ml/kg untuk mengatasi hipotensi.14,25
Early use of continuous RRT (CRRT).Kelebihan cairan dapat meningkatkan resiko edema
ginjal dan meningkatkan tingkat keparahan dan tidak dapat pulihnya sepsis AKI. Oleh karena
itu, penggunaan CRRT tepat waktu dalam kasus kelebihan cairan yang kurang merespon
terhadap diuretik mungkin merupakan pendekatan yang wajardilakukanuntuk mengendalikan
sepsis AKI.14
20
Universitas Sumatera Utara
betalaktam dengan makrolid dapat diberikan pada pasien syok sepsis dengan infeksi
Streptococcus pneumonia. 2,7
2.6.4. Monitoring
Renal Doppler.Ginjal menerima sekitar 25% dari total aliran darah. Namun, ginjal hanya
menggunakan setengah dari aliran ini terutama karena intrikasiintra-renal shunting.
Pemantauan aliran darah ginjal dengan demikian memberikan sedikit informasi tentang
kecukupan suplai oksigen ke ginjal. Oleh karena itu, renal doppler bukan alat yang dapat
diandalkan untuk menilai suplai oksigen ginjal dan respon akhirnya terhadap pemuatan
cairan.14
21
Universitas Sumatera Utara
Lactate clearance rate. Kadar laktat lebih tepat mencerminkan perfusi arteri dibandingkan
suplai oksigen, terutama ketika menghitung peningkatanintra-renal oxygen shunting. Lactate
clearance rate dapat mencerminkan perfusi ginjal lebih baik. Laktat adalah prediktor
mortalitas yang kuat pada pasien dengan sepsis AKI dan perbaikanlactate clearance telah
dikaitkan dengan hasil yang lebih baik. Janssen dkk. melaporkan bahwa lactate-guided
therapy mengurangi kejadian AKI pada pasien ICU.14
Central venous pressure (CVP) and kidney afterload. Selama beberapa dekade, para ahli
memperkirakan bahwa preload adalah penentu utama fungsi ginjal. Peningkatan preload
dianggap meningkatkan volume dan aliran darah ginjal. Meskipun nilai CVP "kritis"
diperlukan untuk memastikan fungsi ginjal yang optimal, peningkatan preload tak terkendali
dapat membahayakan ginjal dengan meningkatkan kongesti vena dan memblokir aliran vena
(yaitu, peningkatan "afterload"). Baru-baru ini, kadar CVP yang lebih tinggi ditemukan
terkait dengan peningkatan insidensi dan morbiditas AKI selama syok septik. Kenaikan yang
relatif kecil pada tekanan toraks sudah mengganggu aliran balik vena ke ginjal. Ginjal dengan
demikian sangat rentan terhadap kompresi dengan menyebabkanterjadinya edema. AKI
disebabkan "sindrom kompartemen ginjal" mungkin merupakan tanda awal hipertensi
abdominal.14
Vasopressive dan inotropic support.Dalam model hipotensif eksperimental dan syok septik
hiperdinamik, Di Giantomasso dkk. menunjukkan bahwa vasopresin dengan noradrenalin
secara signifikan meningkatkan aliran darah ginjal global dan meduler dan memulihkan nada
vaskular ginjal normal. Dalam model yang sama, infus angiotensin II menurunkan aliran
darah ginjal sambil meningkatkan diuresis dan normalisasi kreatinin clearance. Vasopresin
dosis rendah tidak mengurangi tingkat kematian dibandingkan dengan noradrenalin di antara
pasien dengan syok septik. Pada pasien dengan sepsis AKI, vasopresin hanya mengurangi
perkembangan ke tahap I tetapi tidak ke tahap AKI yang lebih parah. Tekanan perfusi
optimal belum ditentukan. Asfar dkk. diusulkan (dalam uji coba terkontrol secara acak) MAP
dari 65-70 mmHg sebagai obyektif yang wajar studi lain (pengamatan) menemukan bahwa
nilai MAP antara 72 dan 82 mmHg diperlukan untuk mencegah AKI pada pasien dengan
syok septik dan gangguan ginjal fungsidini.14
22
Universitas Sumatera Utara
Tujuan pengelolaan AKI yang utama adalah mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut dan
mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal ginjalnya kembali ke fungsi normal. Sampai
saat ini belum ada terapi spesifik dalam penanganan AKI, penatalaksanaan yang diberikan
hanya berupa terapi konservatif (suportif) dan terapi pengganti ginjal (renal replacement
therapy/RRT). Terapi suportif dilakukan dengan obat-obatan atau pemberian cairan dengan
tujuan mencegah atau mengurangi progresivitas penurunan fungsi ginjal, morbiditas, dan
mortalitas akibat komplikasi AKI. Jika terapi koservatif gagal, maka perlu dipertimbangkan
terapi pengganti ginjal (dialisis).2
23
Universitas Sumatera Utara
- Perikarditis uremikum
- Abnormalitas konsentrasi natrium plasma >155 mmol/L atau <120 mmol/L
- Hipertemia
- Keracunan obat
2.7.2. Diuretik
Penggunaan diuretik untuk menginduksi atau meningkatkan produksi urin tanpa adanya
hipervolemia dikaitkan dengan peningkatan mortalitas. KDIGO tidak merekomendasikan
penggunaan diuretik dalam pencegahan maupun penanganan AKI. Sebaliknya, diuretik dapat
digunakan untuk memperbaiki outcome ketika keseimbangan cairan tetap positif atau dalam
kasus kelebihan cairan (volume overload). Penelitian oleh Ho dan Power meninjau
penggunaan furosemide di AKI dan tidak menemukan efek menguntungkan dalam penurunan
angka mortalitas.14
24
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.8. Dosis rekomendasi untuk beberapa antimikroba yang sering digunakan selama
CRRT, (mode CVVH; 25 ml/kg /jam)14
Antimicrobial Loading Dose Maintenance dose
Amikacin 30-35 mg/kg TDM
Meropenem 2g 2g over 3 h tid
Piperacillin- 4 g/0.5 g 16 g/2 g (CI)
tazobactam
Vancomycin 35 mg/kg over 4 h 30 mg/kg (TDM= 25-30
mg/L)
Teicoplanin 15 mg/kg bid 600 mg od
Linezolid 600 mg tid
Ciprofloxacin 800 mg 400 mg tid
Tigecycline 150 mg 100 mg tid
Colistin 9 MIU 4,5 MIU tid
Viroconazole 8 mg/kg bid 6 mg/kg bid
Fluconazole 600 mg bid
Cefepime 2 g tid
Gentamycin 7 mg/kg od
Bactrim 1200 mg/240 mg 800 mg/160 mg (2 amp) tid
(3amp)
Clindamycin 900 mg qid
TDM: therapeutic drug monitoring, od: once daily, bid: twice daily, tid: three times daily,
qid: four times daily, amp: ampules, CI: continuous infusion, MIU: million units
25
Universitas Sumatera Utara
Dibandingkan dengan etiologi AKI lainnya, sepsis AKI mungkin memiliki implikasi
prognostik spesifik. Dalam kebanyakan laporan, ini terkait dengan tingkat kematian jangka
pendek yang lebih tinggi. Dalam analisis subkelompok percobaan BESTKidney,
kemungkinan kematian di rumah sakit adalah 50% lebih tinggi padasepsis AKI dibandingkan
dengan non-sepsis AKI. Jelas, prognosis yang berbeda antara sepsis AKI dan non-sepsis AKI
sebagian besar dipengaruhi oleh komposisi kelompok non-sepsis dan proporsinya dari
kondisi dengan prognosis buruk (seperti syok kardiogenik). Selain itu, peran
confoundingdalam hubungan antara sepsis AKI dan mortalitas perlu diatasi karena semua
penelitian secara konsisten melaporkan keparahan penyakit yang lebih tinggi saat onset dan
lebih sering membutuhkan RRT pada pasien tersebut.7
Sebaliknya, untuk pasien yang bertahan hidup di rumah sakit, sepsis AKI telah dikaitkan
dengan perbaikan ginjal yang membaik dibandingkan dengan etiologi AKI lainnya. Dalam
studi BEST Kidney ada kecenderungan untuk kreatinin serum yang lebih rendah dan
ketergantungan RRT (9 vs.14%, P = 0,052). Jelas, banyak faktor lain yang mungkin
memainkan peran dalam pemulihan ginjal seperti modalitas RRT, waktu RRT, dan lebih
lanjut nefrotoksik atau penghambatan iskemik. Pemulihan ginjal juga sangat dipengaruhi oleh
kondisi premorbid seperti yang diilustrasikan oleh penelitian observasional multisentris
Prancis, yang menunjukkan bahwa pasien diabetes dengan sepsis AKI yang selamat ke rumah
sakit cenderung lebih membutuhkan RRT jangka panjang dan memiliki tingkat serum
kreatinin yang lebih tinggi. Terlepas dari pemulihan jangka pendek, bagaimanapun, sekarang
jelas bahwa bahkan satu episode AKI dikaitkan dengan risiko yang lebih besar dari CKD
berikutnya dan bahkan penyakit ginjal stadium akhir.7
26
Universitas Sumatera Utara
BAB III
KESIMPULAN
Sepsis-Induced Acute Kidney Injury (Sepsis AKI) adalah sindrom klinis akibat kerusakan
akut pada fungsi dan kerusakan organ yang berhubungan dengan outcome jangka panjang
yang merugikan tergantung pada tingkat keparahan dari kerusakan organ yang
mendasarinya.Umumnya manifestasi klinis AKI lebih didominasi oleh faktor-faktor
presipitasi atau penyakit utamanya.Tujuan pengelolaan AKI yang utama adalah mencegah
kerusakan ginjal lebih lanjut dan mempertahankan pasien tetap hidup sampai faal ginjalnya
kembali ke fungsi normal.
27
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
1. Hoste EAJ, Bagshaw SM, Bellomo R, Cely CM, Colman R, Cruz DN, et al.
Epidemiology of acute kidney injury in critically ill patients: the multinational AKI-EPI
study. Intensive Care Med. 2015; 41(7): 15p.
2. Melyda. Diagnosis dan Tatalaksana Acute Kidney Injury (AKI) pada Syok Septik.CKD-
259. 2017; 44(17): 907-11.
3. Markum HMS. Gagal Ginjal Akut. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI. 2015; 585-9.
4. Wan L, Bellomo R, Giantomasso DD, Ronco C. The pathogenesis of septic acute renal
failure. Current Opinion in Critical Care. 2004; 9: 496-502.
5. Bilgili B, Haliloglu M, Cinel I. Sepsis and Acute Kidney Injury. Turk J Anaesth Reanim.
2014; 42: 294-301.
6. Rodrigues VM, Freitas ACS, Figueiredo MJ, Machado JR, Menezes LB, Soave DF, et al.
Sepsis-Induced Acute Kidney Injury: Biomarkers for Diagnosis. Rev Patol Trop. 2017;
46(3): 221-32.
7. Bellomo R, Kellum JA, Ronco C, Wald R, Martensson J, Maiden M, et al. Acute Kidney
Injury in Sepsis. Intensive Care Med. 2017; 43 :816-28.
8. Mohsenin V. Practical approach to detection and management of acute kidney injury in
critically ill patient. Journal of Intensive Care. 2017; 5: 57.
9. Doi K. Role of kidney injury in sepsis. Journal of Intensive Care. 2016; 4:17.
10. Poukkanen M. Acute Kidney Injury in Severe Sepsis and Sepsis Shock. Department of
Anaesthesiology and Intensive Care Medicine Helsinki University Central Hospital.
2015: 108 p.
28
Universitas Sumatera Utara
11. Rajapakse S, Rodrigo C, Wijewickrema E. Management of Sepsis-Induced Acute
Kidney Injury.SLJCC. 2009; 1(1): 3-14.
12. Zarbock A, Gomez H, Kellum JA. Sepsis-induced acute kidney injury revisited:
pathophysiology, prevention and future therapies. Curr Opin Crit Care. 2014; 20(6): 588-
95.
13. Gomez H, Ince C, Backer B, Pickkers P, Payen D, Hotchkiss, Kellum JA. A Unified
theory of sepsis-induced acute kidney injury: inflammation, microcirculatory
dysfunction, bioenergetics, and the tubular cell adaptation to injury. Shock. 2014; 41(1) :
3-11.
14. Honore PM, Jacobs R, Hendrickx I, Bagshaw SM, Boyau OJ, Boer W, et al. Prevention
and treatment of sepsis-induced acute kidney injury: an update. Ann Intensive Care.
2015; 5(51) : 10 p.
15. Emlet DR, Shaw AD, Kellum JA. Sepsis-Associated AKI: Epithelial Cell Dysfunction.
Seminars in Nephrology. 2015; 35(1) : 85-95.
16. Godin M, Murray P, Mehta R.L. Clinical Approach to the Patient with AKI and Sepsis.
SeminNephrol. 2015; 35(1): 12-22
17. Zhang Z. Biomarkers, diagnosis and management of sepsis-induced acute kidney injury:
a narrative review. Heart. Lung and Vessels. 2015; 7(1): 64-73
18. Marik P.E, Taeb A.M. SIRS, qSOFA and new sepsis definition. J Thorac Dis. 2017;
9(4): 943-5
19. Jones A.E,Trzecak S, Kline J.A. The Sequential Organ Failure Assessment score for
predicting outcome in patients with severe sepsis and evidence of hypoperfusion at the
time of emergency department presentation. Crit Care Med. 2009; 37(5): 1649-54
20. Honore P.M, Jacobs Rita, Joannes-Boyau, Regt J.D. Boer W, Waele E.D, Collin V, et al.
Septic AKI in ICU patients. Diagnosis, pathophysiology, and treatment type, dosing, and
timing: a comprehensive review of recent and future developments. Annals of Intensive
Care. 2011; 1(32): 1-9
21. Ostermann M, Joannidis M. Acute kidney injury 2016: diagnosis and diagnostic workup.
Critical Care. 2016; 20(299): 1-13
22. Wang K, Xie S, Xiao K, Yang P, He W, Xie L. Biomarkers of Sepsis-Induced Acute
Kidney Injury. BioMed Research International. 2018; Article ID 6937947: 1-7
23. Kidney Disease Improving Global Outcomes. KDIGO Clinical Practice Guideline for
Acute Kidney Injury. KDIGO.2012: 132 p.
29
Universitas Sumatera Utara
24. Harty J. Prevention and Management of Acute Kidney Injury. Ulster Med J. 2014; 83(3):
149-157
30
Universitas Sumatera Utara