Pada tahun 2014, sebanyak 3228 contoh pangan segar yang terdiri dari buah
dan sayur, diambil dari peredaran dan diuji terhadap parameter residu pestisida. Dari
contoh yang di uji tersebut sebanyak 2.361 contoh atau setara dengan 73,14 %
dinyatakan aman untuk dikonsumsi, apabila dilihat dari aspek keterkandungan
residu pestisida. Maknanya adalah sampel tersebut tidak terindikasi mengandung
residu pestisida dari kelompok yang telah dilarang untuk beredar, dalam hal ini
kelompok organoklorin. Disisi lain, contoh tersebut juga tidak mengandung residu
pestisida dari kelompok lain di atas ambang yang diijinkan.
Dari 98 (11,30%) contoh pangan segar yang tidak memenuhi syarat, sekitar 87
(10,03 %) contoh pangan segar mengandung residu pestisida yanng dilarang.
Sisanya 11 (1,27 %) contoh pangan segar mengandung residu pestisida di atas
Batas Maksimum Residu (BMR).
Sayangnya sampai saat ini, Dinas Kesehatan provinsi belum banyak tersedia
data perkembangan penyakit degeneratif, seperti kanker. Dengan demikian, belum
dapat dianalisis sejauh mana dampak yang sesungguhnya dapat terjadi, akibat
mengkonsumsi pangan segar yang mengandung residu tersebut diatas dalam
jangka panjang.
Jumlah contoh pangan segar yang diambil juga berpengaruh terhadap hasil
pengujian. Hasil pengujian yang diperoleh merupakan “puncak gunung es”.
Maknanya, hanya sedikit contoh yang memberikan hasil tidak mengandung
pestisida. Namun hal ini belum mencerminkan kondisi yang sesungguhnya. Sebagai
contoh di provinsi Sulawesi Tengah, beredar sebanyak 54 nama dagang pestisida
kimiawi. Namun, yang diuji hanya 35 contoh, dan tidak mengandung residu
pestisida. Begitu juga dengan di provinsi Sulawesi Utara, contoh yang diuji hanya 36
contoh dan tidak mengandung residu pestisida. Apabila contoh yang diambil dan
diuji lebih banyak, besar kemungkinan contoh pangan segar yang di uji akan
memberikan hasil tidak memenuhi syarat yang dimungkinkan akan makin tinggi.
Di sisi lain, hasil pengujian terhadap contoh pangan segar yang diambil di
Provinsi Kalimantan Timur, menunjukkan hasil yang ironis. Dari 414 contoh pangan
segar yang diambil, semuanya mengandung pestisida dalam batas yang masih
memenuhi syarat. Propinsi Kalimantan Timur menyumbang 47.75 % contoh sampel
yang mengandung pestisida dari 14 propinsi lainnya. Apabila contoh pangan segar
yang diambil lebih besar, kemungkinan jumlah contoh yang tidak memenuhi syarat
juga akan semakin tinggi.
Data yang diperoleh dari provinsi Kalimantan Selatan dan Jawa Tengah cukup
memprihatinkan. Dari 139 contoh pangan segar yang diambil oleh Badan Ketahanan
provinsi Jawa Tengah, 69 contoh pangan segar atau setara dengan 69,7 % contoh
tidak memenuhi syarat untuk dikonsumsi. Contoh pangan segar tersebut tidak
memenuhi syarat karena mengandung residu pestisida yang dilarang peredarannya
dan berada diatas BMR. Begitu juga di Provinsi Kalimantan Selatan. Dari 74 contoh
yang di uji, 21 contoh mengandung residu pestisida yang dilarang peredarannya dan
berada diatas BMR. Penyebab keberadaan residu pestisida yang dilarang ini antara
lain : penggunaan pestisida yang tidak diperuntukkan bagi proses budidaya atau
terdapatnya residu organoklorin yang persisten di lahan. Perilaku petani yang tidak
menggunakan pestisida secara bijak, memberikan sumbangan cukup besar untuk
keberadaan residu pestisida yang diijinkan untuk beredar, akan tetapi berada di atas
ambang BMR.