Anda di halaman 1dari 5

BAB II

ANALISIS KEAMANAN PANGAN SEGAR

Pada tahun 2014, sebanyak 3228 contoh pangan segar yang terdiri dari buah
dan sayur, diambil dari peredaran dan diuji terhadap parameter residu pestisida. Dari
contoh yang di uji tersebut sebanyak 2.361 contoh atau setara dengan 73,14 %
dinyatakan aman untuk dikonsumsi, apabila dilihat dari aspek keterkandungan
residu pestisida. Maknanya adalah sampel tersebut tidak terindikasi mengandung
residu pestisida dari kelompok yang telah dilarang untuk beredar, dalam hal ini
kelompok organoklorin​. Disisi lain, contoh tersebut juga tidak mengandung residu
pestisida dari kelompok lain di atas ambang yang diijinkan.

Gambar 1. Hasil pengujian residu pestisida tahun 2014

Pangan segar tersebut aman untuk dikonsumsi, apabila pada proses


budidayanya telah menerapkan cara budidaya yang baik. Pada cara budidaya yang
baik, diwajibkan untuk menggunakan pestisida dengan prinsip 5 tepat (tepat dosis,
tepat sasaran, tepat waktu, tepat takaran, tepat guna). Dengan demikian walaupun,
proses budidayanya menggunaka pestisida kimiawi sintetis, produk akan tetap aman
untuk dikonsumsi apabila pestisida digunakan secara bijak sesuai anjuran.

Berdasarkan penyebabnya, pangan segar menjadi tidak memenuhi syarat,


karena 2 hal, pertama karena mengandung residu pestisida yang dilarang, dan
kedua karena mengandung residu pestisida di atas Batas Maksimum Residu (BMR).
Dari 3228 contoh pangan segar, 867 contoh atau setara dengan 26,86 % pangan
segar mengandung residu pestisida. Dari jumlah pangan segar yang mengandung
residu pestisida, sebanyak 11,30 % (98 contoh) residu pestisida tidak memenuhi
syarat konsumsi. Sisanya, sebesar 88,70 % masih memenuhi syarat untuk
dikonsumsi sebagai pangan segar.

Gambar 2. Hasil pengujian residu yang mengandung pestisida

Dari 98 (11,30%) contoh pangan segar yang tidak memenuhi syarat, sekitar 87
(10,03 %) contoh pangan segar mengandung residu pestisida yanng dilarang.
Sisanya 11 (1,27 %) contoh pangan segar mengandung residu pestisida di atas
Batas Maksimum Residu (BMR).

Gambar 3. Hasil pengujian residu pestisida yang tidak aman


Pestisida dari golongan organoklorin yang terdeteksi dalam contoh pangan
segar antara lain : Aldrin, Lindan, Heptachlor, dan Dieldrin. Pestisida golongan
organoklorin telah dilarang peredarannya karena dianggap berbahaya terhadap
produk yang dihasilkan. Artinya, sebenarnya tidak ada pestisida organoklorin yang
secara resmi beredar. Keberadaan organoklorin di dalam pestisida dapat
disebabkan karena penggunaan produk pestisida yang sesungguhnya tidak
diperuntukan bagi proses budidaya tanaman pangan. Sebagai contoh endrin,
dieldrin dan aldrin merupakan pestisida yang umumnya digunakan untuk membasmi
hama tikus. Dalam kasus ini, pelaku menggunakannya karena ketidaktahuan akan
bahaya penggunaan pestisida yang tidak sesuai dengan peruntukkannya.
Ketidaktahuan petani dapat disebabkan karena kurangnya penyampaian informasi
terkait kepada petani/kelompok tani/gabungan kelompok tani tentang pentingnya
kepedulian untuk bertanggung jawab terhadap produk pangan segar yang
dihasilkan. Keberadaan residu pestisida organoklorin dapat juga diakibatkan
keberadaan residu organoklorin pada lahan yang digunakan untuk budidaya. Seperti
diketahui, salah satu penyebab dilarang beredarnya pestisida golongan organoklorin
adalah sifat residunya yang persisten dan bertahan lama di dalam lahan, apabila
tidak digunakan secara bijak. Dengan demikian apabila petani telah
menggunakannya pada lahan, maka residunya dapat bertahan dalam beberapa
tahun kedepan.

Terdapat 3 golongan pestisida yang diijinkan untuk beredar, yaitu : golongan


Organophosphat, golongan Karbamat dan golongan Piretroid. Ambang batas
maksimum residu (BMR) ditetapkan, karena konsumsi pangan segar yang
mengandung residu pestisida tersebut, di atas ambang batas akan menyebabkan
dampak buruk terhadap kesehatan. Beberapa dampak kesehatan yang mungkin
terjadi antara lain :

● Terjadinya kasus penyakit degeneratif seperti kanker


● Terjadinya kasus kelainan pada janin seperti : cacat bawaan pada janin, dan
kasus autis
● Terjadinya kasus perubahan perilaku atau transgender
● Berkurangnya masa aktivitas seksual.

Sayangnya sampai saat ini, Dinas Kesehatan provinsi belum banyak tersedia
data perkembangan penyakit degeneratif, seperti kanker. Dengan demikian, belum
dapat dianalisis sejauh mana dampak yang sesungguhnya dapat terjadi, akibat
mengkonsumsi pangan segar yang mengandung residu tersebut diatas dalam
jangka panjang.

Jumlah contoh pangan segar yang diambil juga berpengaruh terhadap hasil
pengujian. Hasil pengujian yang diperoleh merupakan “puncak gunung es”.
Maknanya, hanya sedikit contoh yang memberikan hasil tidak mengandung
pestisida. Namun hal ini belum mencerminkan kondisi yang sesungguhnya. Sebagai
contoh di provinsi Sulawesi Tengah, beredar sebanyak 54 nama dagang pestisida
kimiawi. Namun, yang diuji hanya 35 contoh, dan tidak mengandung residu
pestisida. Begitu juga dengan di provinsi Sulawesi Utara, contoh yang diuji hanya 36
contoh dan tidak mengandung residu pestisida. Apabila contoh yang diambil dan
diuji lebih banyak, besar kemungkinan contoh pangan segar yang di uji akan
memberikan hasil tidak memenuhi syarat yang dimungkinkan akan makin tinggi.

Di sisi lain, hasil pengujian terhadap contoh pangan segar yang diambil di
Provinsi Kalimantan Timur, menunjukkan hasil yang ironis. Dari 414 contoh pangan
segar yang diambil, semuanya mengandung pestisida dalam batas yang masih
memenuhi syarat. Propinsi Kalimantan Timur menyumbang 47.75 % contoh sampel
yang mengandung pestisida dari 14 propinsi lainnya. Apabila contoh pangan segar
yang diambil lebih besar, kemungkinan jumlah contoh yang tidak memenuhi syarat
juga akan semakin tinggi.

Gambar 2. Hasil uji residu provinsi Kalimantan Timur tahun 2014

Data yang diperoleh dari provinsi Kalimantan Selatan dan Jawa Tengah cukup
memprihatinkan. Dari 139 contoh pangan segar yang diambil oleh Badan Ketahanan
provinsi Jawa Tengah, 69 contoh pangan segar atau setara dengan 69,7 % contoh
tidak memenuhi syarat untuk dikonsumsi. Contoh pangan segar tersebut tidak
memenuhi syarat karena mengandung residu pestisida yang dilarang peredarannya
dan berada diatas BMR. Begitu juga di Provinsi Kalimantan Selatan. Dari 74 contoh
yang di uji, 21 contoh mengandung residu pestisida yang dilarang peredarannya dan
berada diatas BMR. Penyebab keberadaan residu pestisida yang dilarang ini antara
lain : penggunaan pestisida yang tidak diperuntukkan bagi proses budidaya atau
terdapatnya residu organoklorin yang persisten di lahan. Perilaku petani yang tidak
menggunakan pestisida secara bijak, memberikan sumbangan cukup besar untuk
keberadaan residu pestisida yang diijinkan untuk beredar, akan tetapi berada di atas
ambang BMR.

Anda mungkin juga menyukai