Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan penelitian WHO (World Health Organization, 2000)

di enam negara berkembang, resiko kematian bayi antara usia 9-12

bulan meningkat sampai 40 % jika bayi tersebut tidak menyusu, untuk

bayi berusia di bawah dua bulan angka kematian ini meningkat menjadi

48 % (Muhammad, 2002)

Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih terbilang tinggi

dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN

(Assosiation of South East Asia Nation). AKB di Indonesia pada tahun

2007 menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) sebesar

35/1000 kelahiran hidup yaitu hampir 5 kali lipat dibandingkan dengan

angka kematian bayi di Malaysia, hampir 2 kali lipat dibandingkan

dengan Thailand dan 1,3 kali lipat dibandingkan dengan Philipina

(Antara News, 2010).

Angka Kematian Bayi merupakan indikator yang sangat sensitif

terhadap kesediaan kualitas, pemanfaatan pelayanan kesehatan

terutama yang berhubungan dengan bayi dan sebagai tolok ukur

pembangunan sosial ekonomi masyarakat menyeluruh. AKB juga

1
2

dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga,

pendidikan ibu dan gizi keluarga (Amiruddin, 2006).

Di Indonesia, upaya perbaikan gizi menduduki peranan penting

dalam pembangunan kesehatan. Upaya perbaikan gizi bertujuan untuk

meningkatkan status gizi masyarakat, diprioritaskan pada kelompok

masyarakat resiko tinggi yaitu golongan bayi, balita, usia sekolah,

remaja, ibu hamil dan ibu menyusui serta usia lanjut. Upaya perbaikan

gizi perlu dilakukan secara terpadu, lintas program dan lintas sektor agar

lebih berdaya guna dan berhasil guna menuju tercapainya sumber daya

manusia yang memadai (Arixs, 2005). Sumber daya manusia yang

berkualitas merupakan kunci keberhasilan dan prasyarat dalam mengisi

pembangunan dan mampu bersaing dalam era globalisasi. Sumber

daya manusia yang berkualitas adalah mempunyai ketahanan fisik yang

tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima dan menguasai ilmu

pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Terwujudnya kualitas sumber daya

manusia yang memadai harus ditata sedini mungkin dan telah

dilaksanakan sejak janin masih dalam kandungan ibu, selama proses

persalinan dan dilanjutkan perawatan yang baik segera setelah bayi

lahir dengan pemberian ASI eksklusif (Menkes, 2006).

Air susu ibu (ASI) adalah makanan terbaik bayi pada awal usia

kehidupannya. Hal ini tidak hanya karena ASI mengandung cukup zat

gizi tetapi juga karena ASI mengandung zat imunologik yang melindungi
3

bayi dari infeksi. Praktek menyusui di negara berkembang telah berhasil

menyelamatkan sekitar 1,5 juta bayi pertahun. Atas dasar tersebut WHO

merekomendasikan untuk hanya memberikan ASI sampai bayi berusia 6

bulan yang dikenal dengan ASI ekslusif. Pemberian ASI secara ekslusif

merupakan cara pemberian makanan yang terbaik bagi bayi yang

sedang dalam tahap awal tumbuh kembang, karena menyusui adalah

memenuhi secara tepat kebutuhan dasar bayi akan gizi, zat pelindung

terhadap infeksi serta kebutuhan interaksi psikologis. (Ali, 2002).

Begitu banyak keuntungan yang didapat dengan memberi ASI

eksklusif sehingga sangat disayangkan jika bayi sejak dini sudah

diberikan susu formula, susu sapi, susu bubuk, biji-bijian yang

diencerkan, air gula atau air putih kepada bayi. Oleh karena itu, dokter

dan petugas kesehatan diharapkan melakukan segala upaya untuk

melindungi, meningkatkan dan mendukung kegiatan menyusui serta

memberikan penyuluhan dan nasehat yang objektif dan konsisten pada

ibu hamil dan ibu yang baru melahirkan tentang ASI eksklusif, yaitu

pemberian ASI segera setelah lahir sampai berumur 6 bulan tanpa

tambahan apapun termasuk air putih (Amiruddin, 2006).

Kajian WHO atas lebih dari 3000 penelitian menunjukkan

pemberian ASI selama 6 bulan adalah jangka waktu yang paling optimal

untuk pemberian ASI eksklusif. ASI mengandung semua nutrisi yang

diperlukan bagi bayi untuk bertahan hidup pada 6 bulan pertama, mulai
4

dari hormon, antibodi, faktor kekebalan sampai antioksidan. Selain itu,

anak-anak yang tidak diberi ASI eksklusif juga lebih cepat terjangkiti

penyakit kronis seperti kanker, jantung, hipertensi, dan diabetes setelah

dewasa. Kemungkinan anak menderita kekurangan gizi dan obesitas

juga lebih besar (Purwanti, 2004).

Sejalan dengan hasil kajian WHO di atas, Menkes melalui

Kepmenkes RI No.450/MENKES/IV/2004 menetapkan perpanjangan

pemberian ASI secara eksklusif dari yang semula 4 bulan menjadi 6

bulan. Dari survey yang dilaksanakan pada tahun 2002 oleh Nutrion dan

Health Surveillance Sistem (NSS) kerjasama dengan Balitbangkes dan

Hellen Keller Internasional di 4 perkotaan (Jakarta, Surabaya,

Semarang, Makassar) dan 8 pedesaan (Sumatera Barat, Lampung,

Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat,

Sulawesi Selatan), menunjukkan bahwa cakupan ASI Ekslusif 4-5 bulan

di perkotaan antara 4%-12%, sedangkan di pedesaan 4-25%,

pencapaian ASI Ekslusif 5-6 bulan di perkotaan berkisar antara 1%-

13%, sedangkan di pedesaan 2%-13%. Pada ibu yang bekerja

singkatnya masa cuti hamil/melahirkan mengakibatkan sebelum masa

pemberian ASI Ekslusif berakhir sudah harus kembali kerja (Judarwanto,

2006).

Angka Cakupan ASI Ekslusif 6 bulan berdasarkan SDKI 2007 di

Indonesia hanya 32,3%, masih jauh dari rata-rata dunia, yaitu 38%.
5

Sementara saat ini jumlah bayi di bawah 6 bulan yang diberi susu

formula meningkat dari 16,7% pada tahun 2002 menjadi 27,9% pada

tahun 2007 (Antara News, 2010).

Menurut data Dinkes Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2003

dari 173.782 bayi yang mendapatkan ASI eksklusif hanya 91.536 bayi

(52,67 %), sedangkan di Rumah Sakit Tingkat II dr. A.K Gani sendiri

pada tahun 2006 dari 6670 bayi, yang mendapatkan ASI eksklusif ada

3553 bayi (52,2%), dan pada tahun 2007 dari 6676 bayi, yang

mendapatkan ASI eksklusif hanya 1020 (20,56%). Bila dilihat dari data

diatas, ternyata terjadi penurunan dalam pemberian ASI eksklusif

(Herika, 2008). Hal ini belum sesuai dengan target yang diharapkan

oleh Departemen Kesehatan RI dimana ditargetkan pada tahun 2010,

80% wanita Indonesia sudah memberikan ASI eksklusif.

Berdasarkan data tersebut diatas menunjukkan bahwa perlu

adanya informasi atau komunikasi penuh kepada masyarakat untuk

meningkatkan pemberian ASI eksklusif karena hal ini merupakan

sesuatu yang penting dan harus dilaksanakan oleh masyarakat.

Masyarakat terdekat yang diharapkan ialah ibu dari bayi itu sendiri yang

turut mempengaruhi pemberian ASI eksklusif.

Soeparmanto (2001), menyatakan bahwa terdapat beberapa

variabel yang mempunyai hubungan dengan pemberian ASI Eksklusif

pada bayi diantaranya adalah tingkat pendidikan tertinggi yang


6

ditamatkan ibu, pekerjaan, umur ibu, rata-rata penghasilan bersih,

pertolongan pertama waktu melahirkan, rata-rata jumlah pengeluaran

dan jumlah anak dalam keluarga. Berdasarkan latar belakang dan

uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti ”Faktor-faktor yang

Berhubungan dengan Pemberian ASI di Poliklinik Anak Rumah

Sakit Tingkat II dr. A.K Gani Palembang tahun 2010”.

B. Rumusan Masalah

Masih rendahnya cakupan ASI eksklusif di Poliklinik Anak Rumah

Sakit Tingkat. II dr. A.K Gani Palembang.

C. Pertanyaan penelitian

Apakah ada hubungan pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan ibu

dengan pemberian ASI di Poliklinik Anak Rumah Sakit Tingkat. II dr. A.K

Gani Palembang tahun 2010 ?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan

pemberian ASI di Poliklinik Anak Rumah Sakit Tingkat. II dr. A.K Gani

Palembang tahun 2010.


7

2. Tujuan Khusus

a.Diketahuinya hubungan pendidikan ibu dengan pemberian ASI di

Poliklinik Anak Rumah Sakit Tingkat. II dr. A.K Gani Palembang

tahun 2010.

b. Diketahuinya hubungan pekerjaan ibu dengan pemberian ASI di

Poliklinik Anak Rumah Sakit Tingkat. II dr. A.K Gani Palembang

tahun 2010

c.Diketahuinya hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian ASI

di Poliklinik Anak Rumah Sakit Tingkat. II dr. A.K Gani

Palembang tahun 2010.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan

masukan dalam melakukan penelitian lebih lanjut bagi mahasiswa

lainnya serta untuk menambah bahan perpustakaan.

2. Bagi Instansi Kesehatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan

untuk meningkatkan upaya-upaya penyuluhan dan pelaksanaan

pemberian ASI eksklusif pada bayi.


8

3. Bagi Penulis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana untuk

menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama mengikuti perkulihan

di Akper Kesdam II/Sriwijaya Palembang serta menambah

wawasan, pengetahuan dan pengalaman dalam penelitian.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Dalam penelitian ini penulis membahas masalah tentang hubungan

pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan ibu dengan pemberian ASI,

dengan sampel ibu-ibu yang mempunyai bayi usia 7-12 bulan yang

datang berkunjung ke Poliklinik Anak Rumah Sakit Tingkat II dr. A.K

Gani Palembang tahun 2010.


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar ASI (Air Susu Ibu)

1. Definisi

a. ASI Eksklusif

ASI ekslusif adalah bayi yang hanya diberikan ASI saja, tanpa

tambahan cairan seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air

putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang,

pepaya, bubur susu, biscuit, bubur nasi dan tim. (Roesli, 2001)

ASI ekslusif adalah pemberian ASI sejak bayi lahir sampai

sekitar usia 6 bulan. (Notoatmodjo, 2005)

ASI ekslusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah

persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain

walaupun hanya air putih sampai bayi berumur 6 bulan.

(Purwanti, 2004)

b. Air Susu Ibu

Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan yang terbaik untuk bayi.

ASI mengandung zat-zat yang dibutuhkan bayi dalam jumlah

yang cukup dan seimbang untuk menjamin pertumbuhan dan

perkembangan bayi yang optimal pada bulan-bulan pertama

9
10

kehidupannya (PT Food Indonesia, 2002). Komposisi yang

terkandung dalam ASI adalah sebagai berikut. (Roesli, 2001)

1) Kolostrum Pelindung yang Kolosal

ASI yang keluar pada tiga hari pertama setelah

kelahiran. “Kolostrum adalah cairan pelindung emas, cairan

perlindungan yang kaya zat anti-infeksi dan berprotein

tinggi.”

ASI Transisi/Peralihan

Adalah ASI yang keluar setelah kolostrum sampai

sebelum menjadi ASI yang matang (setelah hari ketiga

sampai ke-14 setelah kelahiran). Kadar energi ASI pada

masa transisi lebih rendah dibandingkan susu Matur, yaitu

67 kcal/100 cc.

2) Komposisi ASI Foremik dan Hindmilk

ASI yang keluar pada lima menit pertama dinamakan

foremilk. Foremilk mempunya komposisi yang berbeda

dengan ASI yang keluar kemudian (hindmilk). Foremilk lebih

encer, hindmilk mengandung lemak 4-5 kali lebih banyak

dibanding foremilk. Diduga hindmilk ini yang menenangkan

bayi.
11

3) ASI Matang (Mature)

a. Merupakan ASI yang dikeluarkan pada sekitar hari ke-14

dan seterusnya, komposisi relatif konstan.

b. Pada ibu yang sehat dengan produksi ASI cukup, ASI

merupakan makanan satu-satunya yang paling baik dan

cukup baik dan cukup untuk bayi sampai umur 6 bulan.

4) Lemak ASI

a. Lemak ASI, lemak yang tepat bagi bayi.

b. Lemak ikatan panjang ASI, makanan untuk otak.

c. Merupakan kolesterol baik atau buruk untuk bayi.

5) Karbohidrat ASI

Karbohidrat utama ASI adalah laktosa (gula). ASI

mengandung lebih banyak laktosa dibandingkan dengan

susu mamalia lainnya atau sekitar 20-30% lebih banyak dari

susu sapi.

6) Protein ASI

Protein adalah baku untuk tumbuh. Kualitas protein

sangat penting selama tahun pertama kehidupan bayi,

karena pada saat ini pertumbuhan bayi paling cepat. Air

susu ibu mengandung protein khusus yang racang untuk

pertumbuhan bayi manusia.


12

Susu sapi dan ASI mengandung dua macam protein

utama, yaitu whey dan kasein (casein). Whey adalah

protein yang halus, lembut, dan mudah dicerna. Kasein

adalah protein yang bentuknya ASI mengandung zat anti

kasar, bergumpal, dan sukar dicerna oleh usus bayi.

7) Faktor Pelindung dalam ASI

Pada waktu lahir sampai usia bayi beberapa bulan bayi

belum dapat membentuk kekebalan sendiri secara

sempurna. ASI mampu memberikan perlindungan secara

aktif maupun pasif. ASI tidak saja menyediakan

perlindungan yang unik terhadap infeksi dan alergi, tetapi

juga merangsang perkembangan sistem kekebalan bayi itu

sendiri. ASI memberikan zat kekebalan yang belum didapat

oleh bayi. Dengan adanya zat anti infeksi dari ASI maka bayi

ASI insklusif akan terlindung dari berbagai macam infeksi,

baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur atau parasit.

ASI mengandung zat anti infeksi antara lain :

a. Sel darah putih.

b. Imunoglobullin atau antibiotika alamiah.

c. Imunisasi aktif dan pasif oleh ASI.

d. Sistem perlindungan tubuh yang selalu diperbaharui.

8) Vitamin, Mineral, dan Zat Besi ASI


13

ASI merupakan zat nutrisi yang bersifat unik, karena

sebagian besar zat yang ada dalam ASI dapat dipergunakan

oleh tubuh. Berikut ini perlindungan ASI dengan susu

formula :

a. ASI mengandung vitamin dan mineral yang lengkap.

b. Kadar mineral ASI eksklusif relatif rendah, tetapi

cukup untuk bayi sampai berumur 6 bulan.

c. Hampir semua vitamin dan mineral dalam ASI akan

diserap oleh tubuh bayi.

d. Zat makanan yang tidak diserap oleh bayi akan

memperberat kerja usus.

e. Satu hal yang menyebabkan ASI efisien adalah

jumlah zat-zat ini akan berubah secara otomatis sesuai

dengan kebutuhan pertumbuhan bayi saat itu.


14

Gambar 2.1 Anatomi Payudara

Sel-sel otot Sel-sel pengeluaran air susu

Pembuluh-pembuluh

Sinus
laktiferus

areola

Jaringan
penunjang kelenjar montgomeri
alveoli
dan lemak

Sumber : Hubertin, 2002

2. Faktor – Faktor yang Mempercepat Produksi ASI

Beberpa faktor yang meningkatkan pengeluaran ASI yang terkait

dengan refleks oksitosin, yaitu :

a. Bila Melihat Bayi

Naluri keibuan akan timbul pada saat dia melihat bayinya. Ibu pasti

ingin segera menyentuh dan menyayangi anaknya. Akibat naluri ini

hormon akan bekerja dan payudara siap mengeluarkan ASI.


15

b. Memikirkan Bayinya dengan Perasaan Penuh Kasih Sayang

Barangkali tidak semua orang percaya akan hal ini, namun secara

kejiwaan hal itu sangat berkaitan. Rasa rindu dan sayang akan

mempengaruhi hormon oksitosin memproduksi ASI

c. Bila Mendengar Bayinya Menangis

Ibu yang mendengar tangisan bayinya akan segera berpikir bahwa

bayinya membutuhkan sesuatu dan untuk memenuhi kebutuhan

jiwanya ibu segera mencari apa yang dibutuhkan bayinya, apakah

bayi lapar, haus dan lain-lain.

d. Mencium Bayinya

Sentuhan langsung berupa pelukan dan ciuman bahkan akan

membuat bayi merasa senang.

e. Ibu dalam Keadaan Tenang

Seorang ibu yang sedang menyusui selalu dianjur untuk tidak

hidup stress. Stress mempengaruhi produksi ASI, sehingga hormon

oksitosi untuk memproduksi ASI dengan menciptakan suasana

yang nyaman bagi ibu dan bayi, proses menyusui dapat berjalan

dengan baik.

f. Ayah Sangat Membantu

Peran serta ayah sangat mempengaruhi hormon oksitosin untuk

memproduksi ASI, dengan menciptakan suasana yang nyaman

bagi ibu dan bayi. Proses menyusui dapat berjalan dengan baik.
16

3. Refleksi Laktasi pada Ibu

Dua refleks pada ibu sewaktu menyusui adalah refleks prolaktin,

dan reflek let-down (refleks aliran).

a. Refleks prolaktin

Sewaktu bayi menyusu, ujung saraf peraba yang terdapat pada

putting susu terangsang. Rangsangan tersebut oleh serabut afferent

dibawa ke hipotalamus di dasar otak, lalu memacu hipofise anterior

untuk mengeluarkan hormon prolaktin ke dalam darah. Melalui

sirkulasi prolaktin memacu sel kelenjar (alveoli) untuk memproduksi air

susu. Jumlah prolaktin yang disekresi dan jumlah susu yang

diproduksi berkaitan dengan stimulus isapan, yaitu frekuensi,

intensitas, dan lama bayi menghisap.

b. Refleks let-down (refleks aliran)

Rangsangan yang ditimbulkan oleh bayi saat menyusu selain

mempengaruhi hipofise anterior mengeluarkan hormon prolaktin juga

mempengaruhi hipofise posterior mengeluarkan hormon oksitosin.

Dimana setelah oksitosin dilepas kedalam darah akan memacu otot-

otot polos yang mengelilingi alveoli dan duktulus berkontraksi

sehingga memeras air susu dari alveoli, duktulus, dan sinus menuju

puting susu.
17

Refleks let-down dapat dirasakan sebagai sensasi kesemutan

atau dapat juga ibu tidak merasakan sensasi apapun. Tanda-tanda lain

dari let-down adaalah tetesan pada payudara lain yang tidak sedang

dihisap oleh bayi. Refleks ini dipengaruhi oleh kejiwaan ibu.

Saraf sensori
putting susu

Oksitosin dan
prolaktin
dalam darah

Isapan bayi

Gambar 2.2 : Refleksi laktasi

4. Manfaat ASI

Manfaat pemberian ASI khususnya ASI Ekslusif dibagi menjadi 3

yaitu bagi bayi, bagi ibu, keluarga dan Negara. (Notoatmodjo, 2005)

a. Manfaat Untuk Bayi

1) Nutrien (zat besi) yang sesuai untuk bayi : lemak, karbohidrat,

protein, garam mineral, vitamin.


18

2) Mengandung zat proaktif seperti faktor anti streptokokus, anti

bodi, imunitas seluler, dan tidak menimbulkan alergi.

3) Mempunyai psikologis yang menguntungkan

4) Waktu menyusui kulit bayi akan menempel pada kulit ibu.

Kontak kulit yang dini ini sangat besar pengaruhnya pada

perkembangan bayi kelak. Walaupun seseorang ibu dapat

memberikan kasih sayang yang lebih besar dengan

memberikan susu formula, tetapi menyusui sendiri akan

memberikan efek psikologis yang besar, selain itu akan

menimbulkan rasa aman bagi bayi.

5) Menyebabkan pertumbuhan yang baik

6) Bayi yang mendapat ASI mempunyai kenaikan berat badan

yang baik setelah lahir, pertumbuhan sesudah perinatal yang

baik dan mengurangi obesitas.

7) Mengurangi kejadian karies dentis

8) Insiden karies dentis pada bayi mendapat susu formula jauh

lebih tinggi dibandingkan yang mendapat ASI, karena

kebiasaan menyusui dengan botol dan dot terutama pada

waktu akan tidur menyebabkan gigi lebih lama kontak dengan

sisi susu formula dan menyebabkan asam yang terbentuk

yang akan merusak gigi. Kecuali jika ada anggapan bahwa


19

kadar selenium yang tinggi dalam ASI akan mencegah karies

dentis.

9) Mengurangi kejadian maloklusi

10) Maloklusi rahang adalah kebiasaan lidah yang mendorong ke

depan akibat menyusui dengan botol dan dot.

b. Manfaat Untuk Ibu

1) Aspek kesehatan ibu

Isapan bayi pada payudara akan merangsang terbentuknya

oksitosin oleh kelenjar hipofis. Oksitosin uterus dapat mencegah

terjadinya perdarahan pasca persalinan. Penundaan haid dan

berkurangnya perdarahan pasca persalinan mengurangi

prevalensi anemia defisiensi besi. Kejadian karsinoma

mammae pada ibu yang menyusui lebih rendah dibandingkan

yang tidak menyusui.

2) Aspek keluarga berencana

Menyusui secara murni (Eksklusif) dapat menjarangkan

kehamilan. Ditemukan perataan jarak kelahiran ibu yang

menyusui adalah 24 bulan, sedangkan yang tidak menyusui 11

bulan. Hormon yang mempertahankan laktasi bekerja menekan

hormon untuk evolusi, sehingga dapat menunda kembalinya

kesuburan. Ibu yang sering hamil kecuali terjadi beban bagi ibu

sendiri, juga merupakan resiko tersendiri bagi ibu untuk


20

mendapatkan penyakit seperti anemia, resiko kesakitan dan

kematian akibat persalinan.

3) Aspek psikologis

Keuntungan menyusui bukan hanya bermanfaat untuk bayi,

tetapi juga untuk ibu. Ibu akan merasa bangga dan diperlukan,

rasa yang dibutuhkan oleh semua manusia.

c. Manfaat Untuk Keluarga

1) Aspek ekonomi

ASI tidak perlu dibeli, sehingga dana yang seharusnya

digunakan untuk membeli susu formula dapat digunakan untuk

keperluan lian. Kecuali itu, penghematan disebabkan karena

bayi yang dapat ASI lebih jarang sakit sehingga mengurangi

biaya berobat.

2) Aspek psikologis

Kebahagiaan keluarga bertambah, karena kelahiran lebih

jarang, sehingga suasana kejiwaan ibu lebih baik dan dapat

mendekatkan hubungan bayi dengan keluarga.

3) Aspek kemudahan

Menyusui sangat praktis, karena dapat diberikan dimana saja

dan kapan saja. Keluarga tidak perlu repot menyiapkan air

masak, dan botol dan dot yang harus selalu dibersihkan, tidak

perlu minta pertolongan orang lain.


21

d. Manfaat Untuk Negara

1) Menurunkan angka kesakitan dan kematian anak

Adanya faktor proteksi dan nutrient yang sesuai dalam ASI

menjamin status gizi bayi baik serta kesakitan dan kematian

anak menurun. Beberapa penelitian epidemiologis menyatakan

bahwa ASI melindungi bayi dan anak dari penyakit infeksi,

misalnya diare, otitis media dan infeksi saluran pernafasan akut

bagian bawah.

2) Mengurangi subsidi untuk Rumah Sakit

Subsidi untuk rumah sakit berkurang, karena rawat gabung

akan memperpendek lama rawat ibu dan bayi, mengurangi

komplikasi persalinan dan infeksi nosokomial serta mengurangi

biaya yang diperlukan untuk perawatan anak sakit. Anak yang

mendapatkan ASI lebih jarang di rawat di rumah sakit

dibandingkan anak yang mendapatkan susu formula.

3) Mengurangi devisa untuk membeli susu formula

ASI dapat dianggap sebagai kekayaan nasional. Jika

semua ibu menyusui, diperkirakan dapat menghemat devisa

sebesar Rp. 8,6 milyar yang seharusnya di pakai untuk membeli

susu formula.
22

4) Meningkatkan kualitas generasi penerus bangsa

Anak yang mendapatkan Asi dapat tumbuh kembang secara

optimal, sehingga kualitas generasi penerus bangsa akan

terjamin.

5. Pemberian ASI Pertama

Menurut Rusli (2001), pemberian ASI pertama dilakukan berdasarkan :

a. Ruang Persalinan

1) Saat terbaik bagi bayi untuk belajar mengisap pada usia 20-30

menit, refleks hisap bayi sangat kuat.

2) Isapan pertama merangsang produksi oksitosin yang

membantu menghentikan perdarahan setelah persalinan.

3) Jam-jam pertama saat terpenting menjalin ikatan antara ibu dan

anak.

4) Menyusui segera setelah melahirkan, ibu akan lebih mudah

menyusui untuk jangka waktu yang lama. Bila terjadi

keterlambatan ibu walaupun hanya beberapa jam, proses

menyusui menjadi lebih sering gagal.

5) Pemberian ASI pertama bagi bayi tidak dimaksudkan untuk

pemberian makan awal tetapi lebih pada pengenalan.


23

b. Rawat Gabung

Bila persalinan normal, bayi dan ibu tidak perlu terpisah.

Rawat gabung akan mempermudah keberhasilan pemberian ASI

Ekslusif sehingga dapat mencegah timbulnya masalah menyusui.

c. Menyusui atas permintaan bayi atau “on deman”

Ibu memberikan ASInya setiap bayi meminta dan tidak

berdasarkan jam. Pada mulanya bayi menyusui secara tidak

teratur, tetapi setelah satu atau dua minggu pola menyusuinya

sudah teratur. Jenjang waktu menyusui 2-3 jam sekali.

d. Kesukaran menyusui berdasarkan permintaan

Bila bayi tidak sering minta disusui. Beberapa bayi terlalu

tenang dan tidak menangis bila lapar. Dan bila bayi terlalu sering

minta disusui. Beberapa bayi ingin disusui terus-menerus dan ini

dapat melelahkan ibunya.

e. Lama menyusui

Dulu ibu sering dinasehati untuk menyusui dalam waktu yang

sangat singkat. Sekarang telah diketahui bahwa lama menyusui

tidak menjadi masalah.

f. Menyusu dari kedua payudara

Banyak ibu yang merasa posisinya lebih nyaman bila menyusui

pada payudara kiri atau kanan saja. Tetapi bila bayi mengisap
24

satu payudara saja, payudara yang lain bisa berhenti

menghasilkan ASI.

g. Menyusu waktu malam

Menyusui bayi pada malam hari selama diinginkan oleh bayi

akan lebih baik karena : membantu menjaga persediaan ASI

karena bayi akan menghsisap lebih sering. Sangat bermanfaat

bagi ibu pekerja, dan sangat penting karena dapat menunda

kehamilan.

Sudah menjadi kebiasaan di sebagian besar Rumah Sakit

untuk memberikan minuman prelakteal. Minuman ini bisa berupa

susu formula, atau air gula. Petugas kesehatan bianya takut akan

lapar atau kekurangan air pada beberapa hari pertama karena

ASI dianggap masih sedikit.

Sekarang telah diketahui bahwa prelakteal tidak diperlukan,

karena dapat memasukan kuman ke dalam tubuh bayi. Pada hari

pertama bayi belum memerlukan cairan, tetapi ASI harus

secepatnya diperkenalkan agar bayi segera belajar menysu.

Banyak pakar sekarang percaya bahwa kolostrum dapat

diberikan dengan aman pada saat bayi pertama kali disusukan,

walaupun pada keadaan dimana bayi dicurigai menderita

kelainan menelan.
25

6. Keunggulan Pemberian ASI

Keuntungan pemberian ASI adalah sebagai berikut :

a. ASI mempunyai kelebihan dalam susunan kimia, komposisi

biologis dan mempunyai substansia spesifik untuk bayi.

b. ASI siap setiap saat untuk diberikan pada bayi dengan sterilitas

yang terjamin.

c. ASI dapat disimpan selama 6-8 jam tanpa perubahan apapun,

sedangkan susu botol hanya cukup 4 jam.

d. Karena bersifat spesifik, maka pertumbahan bayi baik dan

terhindar dari beberapa penyakit tertentu.

Ibu yang siap memberikan ASI mempunyai keuntungan :

a. Terjadi laktasi amenorea, dapat bertindak sebagai metode KB

dalam waktu relatif 3 sampai 4 bulan.

b. Mempercepat terjadinya involusi uterus.

c. Pemberian ASI mengurangi kejadian karsinoma mammae.

d. Melalui pemberian ASI kasih sayang ibu terhadap bayi lebih baik

sehingga menumbuhkan hubungan batin lebih sempurna.

e. Makanan alam atau natural, ideal dan psikologik (Dinkes, 2007).

7. Penghambat Pemberian ASI

a. Waktu pemberian ASI tidak terjadwal, tergantung dari bayinya.

b. Kesiapan ibu untuk memberikan ASI setiap saat.

c. Terdapat kesulitan bagi ibu yang bekerja diluar rumah.


26

8. Teknik Menyusui yang Benar

Urutan tindakan menyusui yang benar yaitu :

a. Pilih posisi yang paling nyaman untuk menyusui. Siapkan

peralatan, seperti kapas, air hangat, handuk kecil yang bersih atau

tisu, bantal untuk penopang bayi, selimut kecil, dan penopang kaki

ibu. Siapkan semua sesuai dengan kebutuhan.

b. Baringkan bayi diatas bantal dengan baik sehingga posisi bayi

saling berhadapan dengan ibu. Perut ibu berhadapan dan

bersentuhan dengan perut bayi. Perhatikan kepala agar tidak

terjadi pemuntiran leher dan punggung bayi harus lurus (tidak

membungkuk).

c. Mula-mula masase payudara dan keluarkan sedikit ASI untuk

membasahi putting susu, tujuannya menjaga kelembapan putting.

Kemudian oleskan putting susu ibu ke bibir bayi untuk merangsang

refleks hisap bayi (rooting reflex).

d. Topang payudara dengan tangan kiri atau kanan dan empat jari

menahan bagian bawah areola mammae sampai bayi membuka

mulutnya.

e. Setelah bayi menyusu masukan putting susu sampai daerah areola

mammae masuk ke mulut bayi. Pastikan bayi menghisap dengan

benar dan biarkan bayi bersandar kearah ibu. Jaga posisi kepala

agar tidak menggantung, karena kondisi ini akan menyebabkan


27

bayi sulit menyusu dengan benar. Saat menghisap akan sering

terlepas karena tidak ada tahanan pada kepala. Mulut bayi tertekan

pada buah dada ibu.

f. Pertahankan posisi bayi yang tepat dan nyaman sehingga dapat

memungkinkan bayi menghisap dengan benar. ASI keluar dengan

lancar dan putting susu ibu tidak lecet. Bila posisi tidak benar dan

putting susu ibu lecet akan menjadi pintu masuk kuman yang

membahayakan ibu dan bayi.

g. Susui bayi selama ia mau dan berikan ASI secara bergantian pada

kedua payudara sehingga mempertahankan ASI tetap diproduksi

seimbang pada kedua payudara.

h. Bila menghadapi masalah, segera cari bantuan petugas yang

memahami tata laksana ASI sehingga segera mendapatkan

pemecahannya karena bila produksi ASI mengalami penekanan,

produksinya akan segera berhenti dan sulit untuk dirangsang

kembali.

i. Setelah bayi selesai menyusu, sebaiknya puting susu dan

sekitarnya dibasahi oleh ASI dan biarkan kering sendiri untuk

menjaga kelembaban

j. Setelah menyusui, bila bayi tidak tidur, sendawakan bayi dengan

meletakkan bayi terlungkup kemudian punggungnya ditepuk-tepuk


28

secara perlahan bayi ditidurkan terlungkup di pangkuan dan tepuk

punggung bayi (Purwanti, 2004).

Tanda mengisap yang efektif adalah :

a. Bayi mengisap dalam, lambat, berirama, yang diselingi dengan

istirahat, mungkin terdengar bayi menelan.

b. Apabila bayi sudah kenyang maka ia akan melepaskan perlekatan

secara spontan, bayi tampak tenang, mengantuk dan tidak

berminat lagi pada ASI.

Tanda mengisap tidak efektif adalah :

a. Bayi mengisap dengan isapan yang cepat dan dangkal

b. Tidak terlihat lekukan pada pipi

c. Tidak terdengar suara menelan

d. Bayi tampak belum kenyang dan tidak tenang, ia akan menangis

dan mencoba untuk mengisap.

9. Tanda-Tanda Bayi Memperoleh ASI Cukup :

a. Bayi BAK minimal 6 kali per hari dan warna urine jernih atau

kekuningan

b. Bayi sering BAB kuning dan tampak lebih encer /lunak

c. Bayi tampak puas, tenang dan mengantuk

d. Bayi menyusu paling sedikit 10 kali dalam 24 jam

e. Payudara ibu terasa kosong dan lunak setelah menyusui.


29

f. Ibu dapat merasakan turunnya ASI ketika pertama kali bayi

menyusu

g. Ibu dapat mendengar bunyi menelan ketika bayi menelan ASI Berat

bayi naik

10. Larangan untuk Memberikan ASI

Sekalipun upaya untuk memberikan ASI digalakkan tetapi pada

beberapa kasus pemberian ASI tidak dibenarkan.

a. Faktor Dari Ibu

1) Ibu dengan penyakit jantung yang berat, akan menambah

beratnya penyakit ibu

2) Ibu dengan pre-eklampsia dan eklampsia, karena banyaknya

obat-obatan yang telah diberikan, sehingga dapat

mempengaruhi bayinya.

3) Penyakit infeksi berat pada payudara sehingga kemungkinan

menular pada bayinya.

4) Ibu dengan psikosis, dengan pertimbangan kesadaran ibu sulit

diperkirakan sehingga dapat membahayakan bayi.

5) Ibu dengan infeksi virus.

6) Ibu dengan TBC atau lepra.


30

b. Faktor Dari Bayi

1) Bayi dalam kejang-kejang, yang dapat menimbulkan bahaya

aspirasi ASI.

2) Bayi yang menderita sakit berat, dengan pertimbangan dokter

anak tidak dibenarkan untuk mendapat ASI.

3) Bayi dengan berat badan lahir rendah, karena refleks

menelannya sulit sehingga bahaya aspirasi mengancam.

4) Bayi dengan cacat bawaan yang tidak mungkin menelan

(labiokisis, palatognatokisis, labiognatopalatohkisis).

5) Bayi yang tidak dapat menerima ASI, penyakit metabolisme

seperti alergi ASI (Dinkes, 2007).

11. Keadaan Patologis pada Payudara

Pada stagnasi ASI yang dapat menimbulkan infeksi dan abses

dapat dihindari. Sekalipun demikian masih ada keadaan patologis

payudara yang memerlukan konsultasi dokter sehingga tidak merugikan

ibu dan bayinya.

Keadaan patologis yang memerlukan konsultasi adalah :

a. Infeksi payudara.

b. Terdapat abses yang memerlukan insisi.

c. Terdapat benjolan payudara yang membesar saat hamil dan

menyusui.
31

d. ASI yang bercampur dengan darah.

12. Tips Keberhasilan Pemberian ASI Ekslusif

Langkah-langkah yang terpenting dalam persiapan keberhasilan

menyusui secara Ekslusif meliputi sebagai berikut :

a. Mempersiapkan payudara, bila diperlukan.

b. Mempelajari tatalaksana menyusui.

c. Menciptakan dukungan, teman, dan sebagainya.

d. Memilih tempat melahirkan “seperti rumah sakit sayang bayi” atau

”rumah bersalin sayang bayi”.

e. Memilih tenaga kesehatan yang mendukung pemberian ASI secara

Ekslusif

f. Mencari ahli persoalan menyusui seperti klinik laktasi dan atau

konsultasi laktasi (lactation consultan), untuk mempersiapkan

apabila kita menemui kesulitan.

g. Menciptakan suatu sikap yang positif tentang ASI dan menyusui

(Roesli, 2001)

B. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI Ekslusif

1. Pendidikan Ibu

Pendidikan berupa interaksi individu dengan lingkungan, baik

secara formal maupun informal. Proses dan kegiatan pendidikan


32

pada dasarnya melibatkan masalah perilaku individu maupun

kelompok (Sunaryo, 2004).

Menurut perundang-undangan Sistem Pendidikan Nasional

(Sisdiknas) RI tahun 2003, jenjang pendidikan dibagi atas tiga, yaitu :

a. Jenjang Pendidikan Dasar / Rendah

1) Pendidikan yang paling rendah atau yang mendasari

2) Pendidikan yang termasuk pendidikan dasar yaitu : SD,

3) Madrasah dan SMP

4) Pendidikan yang termasuk pendidikan yang sesuai dengan

program dasar 9 tahun.

b. Jenjang Pendidikan Menengah

1) Pendidikan yang mendasari pendidikan tinggi

2) Pendidikan termasuk pendidikan menengah yaitu :

SMA, Madrasah Aliyah, Sekolah Menengah Kejuruan.

c. Jenjang Pendidikan Tinggi

1) Pendidikan yang paling tinggi

2) Pendidikan yang termasuk pendidikan tinggi yaitu :

Diploma dan Sarjana

Mitos tentang ASI yang berkaitan dengan bentuk tubuh ibu

menyusui dikhawatirkan akan membuat tubuh ibu sukar kembali ke

bentuk aslinya yang langsing dan payudara yang kencang. Padahal

timbunan lemak yang terjadi selama masa kehamilan yang


33

dicemaskan akan sulit menghilang justru lebih muda lenyap karena

digunakan dalam proses menyusui. (Amiruddin, 2006)

Hasil penelitian Soeparmanto (2001), pada tiga kelompok ibu

menyusui yaitu kelompok pendidikan SD, tamat SD, tidak tamat SD

SLTP, SLTA dan D I atau lebih. Proporsi pemberian ASI Ekslusif pada

kelompok ibu tamat SD dan tidak tamat SD rendah (65,9%)

dibandingkan dengan proporsi pemberian ASI Ekslusif pada

kelompok ibu tamat SLTP dan SLTA (74,7%) dan proporsi pemberian

ASI Ekslusif pada ibu tamat D I atau lebih, sebesar 72,9%.

2. Pekerjaan Ibu

Ibu bekerja, lama cutinya tiga bulan dan kadang-kadang sudah

diambil sebelum melahirkan. Setelah ibu kembali bekerja haru

sdifikirkan jalan keluar agar ibu tetap dapat memberikan ASI.

Misalnya menjempunya secara rutin, atau memeras dan menyimpan

ASI dalam lemari es.

Adapun cara-cara yang dapat ditempuh oleh para ibu yang

bekerja diluar rumah untuk menghindari penurunan produksi ASI dan

menyapih terlalu dini :

a. Siapkan ASI sekurang-kurangnya dua hari sebelum mulai

bekerja

b. Sebelum ibu berangkat bekerja bayi sudah disusui, selanjutnya

ASI diperas dan disimpan untuk diberikan selama bekerja.


34

c. Perahlah ASI setiap 3 jam, makin sering ASI dikeluarkan,

produksi ASI akan makin melimpah

d. Jangan berikan dot atau empeng pada bayi

e. Siapkan pengasuh bayi yang terampil untuk memberikan ASI

perah denagn sendok/cangkir

f. Susuilah bayi ibu selama bayi bersama ibu termasuk malam

hari

g. Banyak minum atau minumlah bila haus dan sebelum serta

sesudah menyusui atau memerah ASI

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Amirudin (2006), pekerjaan

berkaitan dengan pemberian ASI, ibu yang bekerja cenderung

memiliki waktu yang sedikit untuk menyusui bayinya akibat

kesibukan bekerja. Sedangkan ibu yang tidak bekerja (IRT)

mempunyai waktu yang cukup untuk menyusui bayinya.

(Suradi, dkk. 2003)

Alasan ibu bekerja menyebabkan ibu mencari jalan pintas atau

petugas kesehatan memberi solusi untuk memberikan makanan

pendamping selain ASI agar bayi terlatih dan tidak rewel pada saat

ibu sedang bekerja.

3. Pengetahuan
35

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian

besar pengetahuan manusia diperoleh melaui mata dan telinga

(Notoatmodjo, 2003).

Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu :

a. Tahu (know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang

telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuati.

b. Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek

tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang

tersebut harus dapat mengintropeksikan secara benar terhadap

objek yang diketahui tersebut.

c. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek

yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan

prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)
36

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan

atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara

komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau

objek yang diketahui.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk

merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis

dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek

tertentu (Notoatmodjo, 2005).

Kurangnya pengetahuan tentang menyusui dan pentingnya

pemberian ASI eksklusif yang terjadi dimasyarakat merupakan salah

satu faktor yang menyebabkan rendahnya motivasi ibu dalam

pemberian ASI eksklusif kepada bayinya. Banyak yang beranggapan

bahwa menyusui itu repot, disinilah perlunya pengetahuan bagi si

ibu.
37

BAB III

KERANGKA KONSEP

DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

Konsep adalah abstraksi dari suatu realita agar dapat di

komunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan

antara variabel (baik variabel yang diteliti maupun tidak diteliti),

sedangkan kerangka konsep adalah konsep yang dipakai landasan

berfikir dalam kegiatan ilmu (Notoatmodjo, 2003).

Soeparmanto (2001) menyatakan bahwa terdapat beberapa variabel

yang mempunyai hubungan dengan pemberian ASI eksklusif pada bayi

diantaranya adalah tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan ibu,

pekerjaan, umur ibu, rata-rata penghasilan bersih, pertolongan pertama

waktu melahirkan, pengetahuan, rata-rata jumlah pengeluaran dan jumlah

anak dalam keluarga. Untuk lebih jelasnya kerangka konsep dapat

digambarkan sebagai berikut :

Bagan 3.1 Kerangka Konsep :

Variabel Independen Variabel Dependen

1. Pendidikan
2. Pekerjaan
Pemberian ASI
3. Pengetahuan

37
38

B. Definisi Operasional

1. Variabel Dependen

Pemberian ASI Eksklusif

a. Pengertian : Ibu-ibu yang memberikan ASI saja tanpa

makanan tambahan lain sampai bayi berumur 6

bulan.

b. Cara Ukur : Angket

c. Alat Ukur : Kuesioner

d. Hasil Ukur : 1. Ya, bila bayi diberikan hanya ASI saja tanpa

makanan dan minuman lain sejak lahir

sampai usia 6 bulan.

2. Tidak, bila bayi diberikan makanan dan

minuman lain sejak lahir sampai bayi berusia

6 bulan. (Roesli, 2001)

e. Skala Ukur : Nominal

2. Variabel Independen

Pendidikan

a. Pengertian : Jenjang pendidikan formal yang

diselesaikan ibu pada saat penelitian

b. Cara Ukur : Angket

c. Alat Ukur : Kuesioner


39

d. Hasil Ukur : 1. Rendah, apabila pendidikan ibu < SMU

2. Tinggi, apabila pendidikan ibu  SMU.

e. Skala Ukur : Ordinal

Pekerjaan Ibu

a. Pengertian : Suatu aktivitas atau kegiatan rutin yang

dilakukan ibu untuk memperoleh penghasilan

guna menafkahi hidup.

b. Cara Ukur : Angket

c. Alat Ukur : Kuesioner

d. Hasil Ukur : 1. Bekerja, bila kegiatan ibu sebagai sumber

penghasilan utama

2. Tidak bekerja, bila kegiatan ibu tidak

sebagai sumber penghasilan utama

(Dinkes, 2007).

e. Skala Ukur : Nominal

Pegetahuan Ibu

a. Pengertian : Hal-hal yang diketahui

ibu tentang ASI

eksklusif

b. Cara Ukur : Angket

c. Alat Ukur : Kuesioner


40

d. Hasil ukur : 1. Baik, bila ≥ 75 % jawaban ibu benar

C. Hipotesis

1. Ada hubungan pendidikan ibu dengan pemberian ASI di Poliklinik

Anak Rumah Sakit Tingkat. II dr. A.K Gani Palembang tahun 2010.

2. Ada hubungan pekerjaan ibu dengan pemberian ASI di Poliklinik

Anak Rumah Sakit Tingkat. II dr. A.K Gani Palembang tahun 2010

3. Ada hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian ASI di Poliklinik

Anak Rumah Sakit Tingkat. II dr. A.K Gani Palembang tahun 2010.
41

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat survei analitik dengan pendekatan cross

sectional dimana variabel independen (pendidikan, pekerjaan dan

pengetahuan ibu) serta variabel dependen (pemberian ASI) yang

dikumpulkan secara bersamaan (Notoatmodjo, 2005).

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti (Soeparmanto, 2001). Populasi dalam penelitian ini adalah

semua ibu yang mempunyai bayi usia 7-12 bulan yang datang

berkunjung ke Poliklinik Anak Rumah Sakit Tingkat II dr. A.K Gani

Palembang pada saat penelitian bulan Juni tahun 2010.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek

yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.

(Soeparmanto, 2001). Sampel pada penelitian ini adalah sebagian

dari ibu yang mempunyai bayi berusia 7-12 bulan diambil secara non

41
42

random dengan teknik accidental sampling yaitu pengambilan

sampel yang dilakukan dengan cara mengambil kasus yang ada

pada saat penelitian. Dengan kriteria inklusi :

a. Ibu yang memberikan ASI pada bayinya

b. Ibu-ibu yang bisa membaca dan menulis

c. Ibu yang mau / bersedia untuk menjadi

responden dalam penelitian

Pada penelitian ini jumlah responden sebanyak 40 orang.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Anak Rumah Sakit Tingkat II

dr. A.K Gani Palembang.

3. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni tahun 2010.

D. Teknik dan Instrunen Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

a. Data Primer

Yaitu data yang diperoleh dari hasil memberikan angket dengan

menggunakan kuesioner yang berisikan pertanyaan mengenai

variabel pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan ibu tentang

ASI pada responden.


43

b. Data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh dari buku panduan/referensi, internet,

Rumah sakit, dan Dinas Kesehatan Provinsi Palembang.

2. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang berisikan

pertanyaan tentang pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan ibu

tentang ASI. Pertanyaan tentang pengetahuan ASI berjumlah 10

pertanyaan dengan pilihan jawaban multiple choice.

E. Teknik Pengolahan Data

Langkah-langkah pengolahan data, adalah :

1. Pengeditan data (editing) adalah upaya untuk memeriksa

kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan,

dapat dilakukan pada tahap pengumpulan atau setelah data

terkumpul.

2. Pengkodean data (coding) merupakan kegiatan pemberian

kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas

beberapa kategorik.

3. Memasukan data (entry) adalah kegiatan memasukan data

yang telah dikumpulkan kedalam master tabel atau

database komputer.
44

4. Pembuatan tabel (tabulating) adalah menyusun data yang

merupakan pengorganisasian data sedemikian rupa agar

dengan mudah dapat dijumlah, disusun, dan didata untuk

disajikan dan analisa. (Suradi, 2003)

F. Analisa Data

1. Analisa Univariat

Analisa data untuk mendapatkan gambaran tentang

distribusi frekuensi masing-masing variabel pendidikan,

pekerjaan dan pengetahuan ibu serta variabel pemberian ASI

eksklusif.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang

diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2002),

yaitu antara variabel independent (pendidikan, pekerjaan dan

pengetahuan ibu) dan variabel dependen (pemberian ASI

eksklusif) disajikan dalam bentuk tabel. Analisa data

menggunakan komputerisasi sistem SPSS (Statistical Product

and Service Solutions) dengan menggunakan uji statistik Chi

Square dengan batas kemaknaan  = 0,05. Dikatakan ada

hubungan yang bermakna bila p value ≤ 0,05 (Notoatmodjo,

2005).

Anda mungkin juga menyukai