Anda di halaman 1dari 6

More Precious than Gold, Sweeter than Honey

(Psalm 19:10)
PA in Holiday II, POSA FMIPA UI, Januari 2003

PA PERUMPAMAAN
Perumpamaan ?
Kata Perumpamaan berasal dari kata Yunani, parabolē, yang berarti meletakkan barang-barang secara
berdampingan. Kata tersebut digunakan secara luas untuk bermacam-macam figure of speech (kata-kata
kiasan), tidak hanya untuk bermacam cerita yang biasa kita sebut Perumpamaan (Parables dalam bahasa Inggris).
Dalam bahasa Indonesia sendiri, Perumpamaan artinya perbandingan, ibarat. Dalam dunia Kristiani, istilah
perumpamaan diberikan untuk cerita-cerita atau lukisan-lukisan yang digunakan Tuhan Yesus untuk
mengajarkan kebenaran-kebenaran rohani.

Sifat Dasar Perumpamaan


A. Jenisnya Bermacam-macam.
Tidak semua perkataan Tuhan Yesus yang biasa kita juluki “Perumpamaan” merupakan satu jenis yang sama.
Sebenarnya mereka berasal dari jenis-jenis yang berbeda, beberapa diantaranya ialah :
 True Parable (Perumpamaan Sejati) : sebuah cerita yang murni dan sederhana, dengan sebuah pembukaan
dan sebuah penutup cerita. Dapat dikatakan bahwa perumpamaan ini mempunyai sebuah plot. Sehingga
disebut juga Story Parable (Perumpamaan Berbentuk Cerita).
Contoh: Orang Samaria yang Murah Hati, Orang Kaya dan Lazarus.
 Similitude: perumpamaan yang diambil dari kehidupan sehari-hari, dan dipakai Tuhan Yesus untuk
menyampaikan satu ajaran tertentu. Contohnya, Ragi dalam Makanan atau Biji Sesawi. Apa yang dinyatakan
tentang ragi atau biji sesawi tersebut merupakan hal yang nyata/benar-benar terjadi dalam kehidupan
sehari-hari.
 Simile (imageri yang menggunakan perbandingan secara langsung) dan Metafora (imageri yang
menggunakan perbandingan tidak langsung). Contohnya perkataan Tuhan Yesus, “Kamu adalah garam
dunia.”

Perumpamaan yang akan kita bahas saat ini adalah True Parable (selanjutnya kita sebut “Perumpamaan”
saja).

B. Bagaimana Perumpamaan Berfungsi.


Perumpamaan tidak berfungsi untuk mengilustrasikan pengajaran Yesus yang bersifat prosaik dengan
memberikan gambaran. Juga tidak berfungsi sebagai pembawa/kendaraan untuk membukakan kebenaran
(meskipun pada akhirnya mereka memang melakukan itu).

Sebaliknya, perumpamaan ini berfungsi sebagai suatu cara untuk memunculkan sebuah respon langsung
dari pendengarnya.

1
More Precious than Gold, Sweeter than Honey
(Psalm 19:10)
PA in Holiday II, POSA FMIPA UI, Januari 2003

Perumpamaan itu sendiri adalah suatu pesan yang ingin disampaikan. Diucapkan untuk berbicara dan
merangsang respon para pendengar, supaya mereka merubah perbuatan/sikap mereka, atau
memberikan respon tertentu terhadap Tuhan Yesus dan pelayananNya.

Cara kerjanya mirip seperti cara kerja lelucon; begitu kita menangkap dengan segera maksud dari sebuah
lelucon yang dilontarkan, kita akan langsung tertawa geli sebagai responnya.

Sifat inilah yang menimbulkan dilema besar dalam menafsirkan perumpamaan. Sebab dalam cara tertentu,
mengintepretasikan suatu perumpamaan berarti juga merusak perumpamaan tersebut. Hal ini sama seperti
saat kita harus lebih dahulu menafsirkan sebuah lelucon yang kita dengar (karena kita tidak segera
menangkap maksudnya saat lelucon itu dilontarkan). Pada akhirnya mungkin kita dapat menangkap maksud
lelucon itu, tetapi efek lucunya sudah berkurang.

Dalam perumpamaan ada 2 hal yang menarik perhatian pendengar dan yang bisa menghasilkan respon yang
diinginkan yaitu pengetahuan pendengar akan points of reference dan perubahan yang tak terduga dalam
cerita itu.

Kunci untuk mengerti suatu perumpamaan adalah points of reference (Pokok-Pokok Acuan)-nya, yaitu
berbagai bagian dari cerita tersebut, yang dengannya pendengarnya bisa mengidentifikasikan diri saat cerita
itu diceritakan. Jika ini tidak bisa kita tangkap, maka kekuatan dan maksud dari apa yang Tuhan Yesus
ucapkan tidak akan kita pahami.

Maksud (Inti Ajaran) dari perumpamaan itu sendiri tidak terdapat dalam points of reference-nya. Points of
reference hanyalah bagian-bagian cerita yang menarik pendengarnya ke dalam cerita itu.

Inti ajaran tersebut akan ditemukan dalam respon yang diharapkan muncul dari Original Hearer-nya (orang
yang kepadanya perumpamaan itu ditujukan pada saat Tuhan Yesus menyampaikannya dulu).

Saat perumpamaan diucapkan, sebagian pendengarnya dapat dengan segera mengidentifikasikan points of
reference dari perumpamaan tersebut, sehingga mereka bisa segera menangkap maksudnya—atau
ditangkap olehnya.

Sedangkan kita hanya mendapatkan perumpamaan tersebut dalam bentuk tertulis. Sebab itu kita mungkin
tidak dapat segera menangkap points of referencenya. Dan oleh karena itu, perumpamaan itu tidak akan
pernah berfungsi/menimbulkan pengaruh yang persis sama seperti bagaimana perumpamaan itu
berfungsi/menimbulkan pengaruh bagi para pendengarnya mula-mula.

2
More Precious than Gold, Sweeter than Honey
(Psalm 19:10)
PA in Holiday II, POSA FMIPA UI, Januari 2003

Tetapi dengan menginterpretasikannya, kita dapat memahami apa yang mereka tangkap, atau apa yang akan
kita tangkap jika kita bersama mereka dan mendengarkannya langsung. Dan hal inilah yang harus kita
lakukan saat melakukan eksegesis (penyelidikan mencari arti asal) pada perumpamaan.

Sedangkan tugas hermeneutik-nya (penyelidikan mencari arti dan penerapannya saat ini) adalah: bagaimana
kita menangkap kembali “kekuatan hantaman” perumpamaan-perumpamaan tersebut dalam zaman dan
setting kehidupan kita saat ini?

Eksegesis Perumpamaan
Dalam melakukan eksegesis perumpamaan, sebagian dari apa yang harus dilakukan adalah sama seperti bila kita
melakukan observasi dan interpretasi suatu perikop yang berbentuk narasi (lihat makalah “PA Narasi”).

Sedangkan hal khusus yang harus kita lakukan adalah :


1. Cobalah untuk “mendengarkan” perumpamaan yang telah kita pilih, beberapa kali.
2. Tentukan siapa the Original Hearer-nya.
3. Identifikasikan Points of Reference yang dimaksud oleh Tuhan Yesus, yang diditangkap oleh Original
Hearer-nya.
4. Coba tentukan bagaimana Original Hearer-nya itu akan mengidentifikasikan diri mereka dengan cerita
tersebut, sehingga kita bisa memahami apa yang mereka dengar.

Contoh Points of Reference dan Maksud (Inti Ajaran) dalam perumpamaan-perumpamaan :


1. Perumpamaan Peminjam Uang (Lukas 7:40-42).
Konteksnya ialah Tuhan Yesus diundang makan malam oleh orang Farisi bernama Simon. Tapi undangan itu
jelas tidak dimaksudkan untuk menghormati Yesus sebagai seorang Rabbi, sebab saat masuk Ia tidak diberi
air untuk membasuh kaki dan tidak dicium sebagaimana lazimnya seorang tamu (ay. 44-45).
Dan saat seorang wanita pelacur berhasil masuk dan membasuh kaki Yesus dengan air matanya serta
menyekanya dengan rambutnya, maka itu memperkuat pandangan Farisi itu : tidak mungkin Yesus adalah
seorang nabi, karena Ia membiarkan tindakan yang memalukan itu dimuka umum.
Mengetahui pikiran itu, maka Tuhan Yesus menyampaikan sebuah perumpamaan. Di dalamnya ada 3 points
of reference: si pelepas uang dan 2 orang yang berhutang.
Identifikasinya segera diberikan oleh Yesus sendiri : Allah adalah seperti pelepas uang itu. Dan Original
Hearer-nya, yaitu wanita pelacur dan Simon, adalah seperti 2 orang yang berhutang itu.
Perumpamaan itu adalah sebuah penghakiman yang meminta respon dari Simon. Tidak mungkin dia tidak
menangkap maksudnya. Saat perumpamaan itu selesai disampaikan, ia benar-benar mendapat malu. Seperti
itulah kekuatan sebuah perumpamaan.

3
More Precious than Gold, Sweeter than Honey
(Psalm 19:10)
PA in Holiday II, POSA FMIPA UI, Januari 2003

Wanita itu juga mendengarkan perumpamaan itu. Dia juga akan mengidentifikasikan diri saat cerita itu
diutarakan. Tetapi apa yang ia dengar bukanlah penghakiman, melainkan penerimaan dan pengampunan
oleh Yesus, yang juga berarti penerimaan dan pengampunan dari Allah.

2. Perumpamaan Orang Samaria yang Baik Hati (Lukas 10:25-37).


Original Hearer-nya adalah seorang ahli Taurat, yang karena ingin membenarkan diri sendiri, telah berkata
kepada Tuhan Yesus, “Dan siapakah sesamaku manusia?”
Bila kita perhatikan, perumpamaan ini tidak menjawab pertanyaan itu sebagaimana yang diinginkan si ahli
Taurat. Tetapi secara unik cerita ini menelanjangi kesombongan dan sikap membenarkan diri ahli Taurat itu.
Dia tahu apa yang dinyatakan Taurat mengenai mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri, dan ia siap
mendefinisikan “sesama manusia” dalam definisi yang akan menunjukkan bahwa ia adalah orang saleh yang
mematuhi hukum Taurat.
Dalam cerita ini ada 2 points of reference, yaitu orang yang dirampok dan orang Samaria, sedangkan detail
lainnya hanya membantu membangun efek cerita.
Ada 2 hal khusus yang harus diperhatikan di sini : (1) Dua orang yang melewati korban perampokan itu dari
seberang jalan adalah dari golongan imam, suatu golongan yang bermusuhan dan bersaing dengan para
rabbi dan orang Farisi yang merupakan ahli-ahli Taurat; (2) Memberikan sedekah kepada orang miskin
merupakan perkara besar yang menjadi kebanggaan orang Farisi; itu adalah cara mereka mengasihi sesama
manusia.
Perhatikan bagaimana ahli Taurat itu akan terkena oleh perumpamaan ini.
Seseorang menjadi korban perampokan di jalan dari Yerusalem ke Yerikho, adalah peristiwa yang cukup
sering terjadi. Dua orang dari golongan imam telah menuruni jalan itu dan melewati si korban dari seberang
jalan.
Cerita itu diutarakan dari sudut pandang si korban, dan dengan itu si ahli Taurat sekarang sedang “dijebak”.
Ia akan berkata pada dirinya sendiri,”Tentu saja mereka akan melewatinya. Apa yang bisa diharapkan dari
para imam? Orang berikut yang akan menuruni jalan ini tentunya adalah orang dari golonganku, seorang
Farisi. Dan ia akan menunjukkan kasih kepada sesama manusia dengan menolong orang yang malang itu.”

Tetapi ternyata orang berikut yang muncul dan memberikan pertolongan adalah orang Samaria! Bayangkan
betapa terkejutnya dan betapa malunya ahli Taurat itu!
Orang-orang Samaria adalah orang-orang yang sangat dipandang hina oleh orang Israel, terlebih lagi oleh
orang Farisi. Perhatikan bahwa ahli Taurat itu bahkan tidak mau menggunakan kata “orang Samaria” saat
menjawab pertanyaan Tuhan Yesus (ay. 37).
Hukum kedua dari the Great Commandment adalah kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Ahli-
ahli Taurat memiliki suatu sistem yang memperbolehkan mereka mengasihi dalam batasan-batasan tertentu.

4
More Precious than Gold, Sweeter than Honey
(Psalm 19:10)
PA in Holiday II, POSA FMIPA UI, Januari 2003

Yang Tuhan Yesus lakukan adalah mengekspos prasangka dan kebencian dalam hati ahli Taurat itu, yang juga
berarti mengekspos ketidaktaatannya pada hukum tersebut. “Sesama manusia” tidak boleh didefinisikan
dalam batasan-batasan tertentu. Ketiadaan kasih itu bukan dilihat dari tindakan tidak menolong korban
perampokan itu, tetapi dari tindakan membenci orang-orang Samaria (dan juga memandang rendah para
imam).

Hermeneutik Perumpamaan
Ada 2 hal yang perlu kita lakukan:
1. Menerjemahkan maksud (Inti Ajaran), yang telah kita dapatkan melalui eksegesis, ke dalam konteks kita.
2. Karena semua perumpamaan Tuhan Yesus dalam segi tertentu merupakan alat untuk memproklamasikan
Kerajaan Allah, maka perlu bagi kita untuk memahami makna Kerajaan Allah dalam pelayan Tuhan Yesus.
Sehingga dengan pemahaman tersebut kita bisa mendapatkan pesan mendesak dari Kerajaan Allah sebagai
Kerajaan yang sudah, sedang, dan akan terwujud, dari perumpamaan yang kita pelajari.

Hal-Hal Penting Lainnya yang Perlu Diperhatikan:


1. Perhatikanlah dengan seksama sebab/latar belakang dan penjelasan/penutup dari suatu perumpamaan.
Karena pada bagian-bagian ini kita bisa menemukan tujuan utama dari perumpamaan tersebut. Adakalanya
bagian-bagian itu tidak begitu jelas, sehingga kita perlu lebih banyak memperhatikan konteksnya.
2. Perhatikan selalu jalan cerita, tujuan utama dan sifat/nada perumpamaan.
3. Kuasailah terlebih dahulu pengertian harfiah dari suatu perumpamaan.
Jangan terburu-buru mencoba menafsir pelbagai aplikasi atau masuk ke pengertian figuratif. Untuk itu
selidikilah latar belakang, adat, budaya, kebiasaan, sejarah, ungkapan khusus, dll., yang berkaitan dengan
perumpamaan tersebut.
4. Ingatlah bahwa biasanya pada satu perumpamaan hanya terdapat satu tujuan utama, walaupun tidak
selalu demikian.
5. Buatlah suatu penafsiran yang natural dan sederhana.
Berusahalah untuk memeriksa kembali apakah tafsiran yang dibuat menjelaskan dan mendukung tujuan
utama perumpamaan tersebut, bahkan tujuan umum dari kitab Injil yang bersangkutan.
6. Jangan menafsirkan perumpamaan dengan cara penafsiran alegoris, yaitu melakukan penafsiran dengan
menarik arti dari semua unsur yang ada dalam cerita sehingga setiap detail memiliki makna “spiritual”
khusus.
Contohnya penafsiran yang dibuat Origen untuk perumpamaan Orang Samaria yang Baik Hati :

Orang yang dirampok adalah Adam. Yerusalem mewakili surga. Yerikho melambangkan dunia. Penyamun-
penyamun adalah iblis dan antek-anteknya. Imam menunjukkan hukum Taurat. Orang Lewi menunjukkan
para Nabi. Orang Samaria adalah Kristus. Keledai melambangkan tubuh Kristus yang menanggung Adam

5
More Precious than Gold, Sweeter than Honey
(Psalm 19:10)
PA in Holiday II, POSA FMIPA UI, Januari 2003

yang jatuh. Penginapan adalah gereja. Dua inar menunjukkan Allah Bapa dan Allah Anak. Dan janji orang
Samaria untuk kembali adalah kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali.

Kecuali kalau teksnya jelas menunjukkan bahwa itu merupakan alegori (mis. Perumpamaan Penabur),
penafsiran seperti di atas harus dihindari.

Latihan:
1. Coba tentukan Points of Reference dan Maksud (Inti Ajaran) dari perumpamaan di Lukas 15:11-32 dan
Lukas 12:16-21.
2. PA-kan Lukas 12:35-48

Daftar Pustaka:
1. Fee, Gordon D., and Douglas Stuart, HOW TO READ THE BIBLE FOR ALL ITS WORTH: A Guide to
Understanding the Bible, Scripture Union, London, 1989.
2. Sutanto, Hasan, HERMENEUTIK: Prinsip dan Metode Penafsiran Alkitab, SAAT, Malang, 1998.
3. ENSIKLOPEDI ALKITAB MASA KINI, Jilid II, M-Z, YKBK OMF, Jakarta, 1995.
4. Metzger, Bruce M., and Michael D. Coogan, editors, THE OXFORD COMPANION TO THE BIBLE, Oxford
Univ. Press, New York, 1993.
5. Sproul, R. C., MENGENALI ALKITAB, SAAT, Malang, 2001.

 Febyan Mirag Molle, Depok, Desember 2002

Anda mungkin juga menyukai