Anda di halaman 1dari 9

HUBUNGAN HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DENGAN

KEJADIAN ISPA PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS


NGAMPILAN YOGYAKARTA
TAHUN 20091

Anindita Insani2, Herlin Fitriani K3

Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih merupakan


penyebab utama kesakitan dan kematian balita.. Tujan penelitian ini adalah
diketahuinya hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA
pada baita usia 1-5 tahun di puskesmas Ngampian Yogyakarta tahun 2009.
Metode penelitan ini menggunakan metode penelitian survey dengan
pendekatan waku retrospektif. Waktu dilakukan penelitian ini pada bulan Mei-
Juni 2009. Jumlah populasi penelitian ini adalah 80 balita. Teknik sampling adlah
sampel jenuh. Cara pengamilan data dengan menggunakan teknik wawancara
kepada ibu yang memeriksakan anaknya yang menderita ISPA di Puskesmas
Ngampilan Yogyakarta.dan untuk kontrolnya kepada ibu yang menimbangkan
anaknya ke posyandu Pala 3 RW 3 notoprajan Ngamplan Yogyakarta. Analisis
data menggunakan Chi Square.
Hasil analisis uji chi square penelitian ini menunjukkan ada hubungan dan
kekuatan hubungan dua variabel yang rendah antara pemberian ASI eksklusif
dengan kejadian ISPA pada balita usia 1-5 tahun di Puskesmas Ngampilan
Yogyakarta yang ditunjukkan dari nilai Asymp. Sig. (2-sided) yang diperoleh
sebesar 0,025 dan koefisien kontingensi sebesar 0.243. Dengan hasil tersebut
diatas, diharapkan Bidan memberikan penyuluhan dan lebih meningkatkan
pelayanan dalam mengatasi ISPA.

Kata kunci : ASI eksklusif, Kejadian ISPA

PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu


Penyakit Infeksi Saluran negara dengan jumlah kematian bayi
Pernapasan Akut (ISPA) masih dan balita akibat pneumonia cukup
merupakan penyebab utama besar yaitu pada 2003, sebanyak 5
kesakitan dan kematian balita. dari 1000 balita meninggal karena
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) penyakit pernapasan ini (Dinkes,
pada tahun 2005 mencatat penyebab 2003).
kematian balita di seluruh dunia Penyakit infeksi masih
terdiri atas pneumonia 19 persen, termasuk penyebab kematian balita
diare 17 persen, malaria 8 persen, di Indonesia. Angka Kematian Bayi
dan campak 4 persen. Dan terdapat (AKB) saat ini masih tinggi yaitu 52
pula 37 persen karena penyebab per 1.000 kelahiran hidup dalam
neonatal. Di antara berbagai setahun. Tetapi angka 52 per 1000
penyebab kematian bayi baru lahir merupakan AKB yang cukup
(neonatal) 26 persen disebabkan oleh menurun dibandingkan dengan pada
infeksi berat seperti tahun 1970 dengan AKB 145 per
sepsis/pneumonia/ meningitis. 1000. Kematian yang tinggi pada
1
Judul Karya Tulis Ilmiah
2
Mahasiswa Prodi Kebidanan STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta
3
Dosen STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta
umumnya akibat Infeksi Saluran dengan membuka Program
Pernafasan Akut (ISPA) bawah yang Pemberantasan Penyakit Infeksi
berat. Kejadian pneumonia di negara Saluran Pernapasan Akut (P2 ISPA)
dengan angka kematian bayi diatas melalui program Manajemen
40 per 1000 kelahiran hidup adalah Terpadu balita sakit (MTBS)
15%-20% pertahun. Program sesungguhnya sejak tahun 1984
Pemberantasan Infeksi Saluran dengan target menurunkan angka
Pernafasan Akut (P2 ISPA) kematian balita menjadi 3 per 1.000
menetapkan angka 10% balita balita dalam tahun 2004. Namun
sebagai target penemuan penderita penanggulangan ISPA melalui
pneumonia akan meninggal bila program MTBS ini masih menemui
tidak diberi pengobatan (Depkes, banyak kendala, di antaranya
2005). Kelompok yang paling rentan menyangkut sosial budaya
terserang ISPA adalah anak balita, masyarakat (Depkes RI, 2004).
usia 2 bulan sampai 5 tahun. Untuk Pemerintah juga mendukung
itu, diperlukan pengetahuan yang peningkatan ASI antara lain, inpres
memadai agar orangtua bisa no 14, 1975. Menko Kesra selaku
mengetahui dan menangani anaknya koordinator pelaksana menetapkan
yang terkena ISPA. Dengan begitu bahwa salah satu program dalam
pada akhirnya tingkat kesembuhan usaha perbaikan gizi adalah
anak bisa dicapai maksimal (Anni, peningkatan penggunaan ASI,
2008). menganjurkan menyusui secara
Dari beberapa hasil SKRT eksklusif sampai6 bulan dan
(Survey Kesehatan Rumah Tangga) menganjurkan menyusui sampai usia
diketahui bahwa 80% - 90% dari 2 tahun, melaksanakan rawat gabung
seluruh kasus kematian akibat ISPA, di tempat persalinan, milik
disebabkan oleh pneumonia. pemerintah maupun swasta (Sidi,
Pneumonia merupakan penyebab 2002). Masyarakat saat ini sudah
kematian pada balita dengan mulai peduli dengan kesehatannya
peringkat pertama hasil Survei dengan bukti bahwa Rumah Sakit
Kesehatan Nasional (Surkesnas) (RS) dan Puskesmas di daerah-
2001. ISPA sebagai penyebab utama daerah saat ini banyak didatangi
kematian pada bayi dan balita diduga pasien dengan keluhan batuk, pilek,
karena pneumonia merupakan flu, dan demam (Prihatmo, 2007).
penyakit yang akut dan kualitas Faktor-faktor yang
penatalaksanaan masih belum mempengaruhi terjadinya penyakit
memadai. Upaya dalam rangka ISPA antara lain kelengkapan
pemberantasan penyakit infeksi imunisasi, status gizi, lingkungan,
saluran pernapasan akut lebih tingkat pengetahuan, usia balita,
difokuskan pada upaya penemuan serta pemberian ASI eksklusif. ASI
dini dan tatalaksana kasus yang cepat eksklusif adalah pemberian ASI
dan tepat terhadap penderita tanpa memberikan makanan
pneumonia balita yang ditemukan pendamping selama 6 bulan. ASI
(Anni, 2008). mengandung bahan kekebalan tubuh
Pemerintah telah berusaha imunoglobulin A (Ig.A) dan
untuk menanggulangi masalah ISPA imunoglobulin M (Ig.M), Ig.A
adalah antibodi yang berfungsi dengan frekuensi terjadinya ISPA
menggumpalkan dan menghancurkan pada balita usia 1 -5 tahun.
kuman, sedangkan Ig.M mencegah
perkembangbiakan virus,
menetralisir racun dan jasad renik
(Anni, 2008). METODE PENELITIAN
Data yang ada pada Dinas Penelitian ini menggunakan
Kesehatan Kota Yogyakarta tahun metode survey analitik yaitu
2007 menunjukkan angka kejadian penelitian yang mencoba menggali
ISPA untuk anak usia 1-5 tahun bagaimana dan mengapa fenomena
sejumlah 23.083 kasus, diare 9.008 kesehatan terjadi (Notoadmodjo,
kasus, pneumonia 1.521 kasus 2005). Kemudian menganalisis
campak 54 kasus, dan gizi buruk 471 hubungan antara pemberian ASI
kasus. Pola penyakit yang menderita eksklusif dengan kejadian ISPA pada
ISPA bukan pneumonia merupakan balita usia 1-5 tahun.
penyakit yang menempati urutan Pendekatan waktu yang
paling tinggi ( Dinkes DIY, 2008). digunakan adalah pendekatan
Berdasarkan studi retrospektif yaitu efek penyakit atau
pendahuluan yang dilakukan di status kesehatan diidentifikasi saat
puskesmas Ngampilan Yogyakarta ini, kemudian faktor risiko
pada bulan Oktober 2008 didapatkan diidentifikasi pada waktu yang lalu
penderita ISPA yang memeriksakan (Notoadmodjo, 2005). Data tentang
di puskesmas Ngampilan Yogyakarta kejadian ISPA (anak yang menderita
yaitu sekitar 214 (20,9%) balita dari ISPA dan tidak ISPA) dikumpulkan
kunjungsan balita perbulan yaitu terlebih dahulu dilanjutkan dengan
1023 balita. Dan dari hasil mencari data tentang pemberian ASI
wawancara pada tanggal 2 eksklusif kemudian dilakukan
November 2008 kepada ibu yang kontrol dengan karakteristik yang
anaknya menderita ISPA terdapat sama dan jumlah yang sama.
dari sepuluh ibu yang memeriksakan Populasi pada penelitian
anaknya ke puskesmas Ngampilan ini adalah 80 anak balita terdiri
hanya ada 4 (40%) orang yang dari anak balita yang terkena
memberikan ASI eksklusif kepada ISPA sebagai kelompok kasus 40
anaknya pada usia sampai 6 bulan. anak dan anak balita yang tidak
Pemberian asuhan tentang ASI terkena ISPA sebagai kelompok
eksklsif diberikan kepada ibu yang kontrol 40 anak Sampel di ambil
memberikan imunisasi anaknya ke dengan sampel jenuh yaitu teknik
Puskesmas Ngampilan Yogyakarta. penentuan sampel jenuh yaitu
Tetapi masih banyak ibu yang tidak teknik penentuan sampel bila
memberikan ASI eksklusif kepada semua anggota digunakan sebagai
anaknya selama 6 bulan Atas dasar sampel dan yang sesuai dengan
hasil studi pendahuluan tersebut kriteria.
maka peneliti tertarik melakukan Data ISPA diperoleh dari data
penelitian tentang hubungan antara sekunder yaitu buku register format
pemberian ASI eksklusif pada rekap data dan KMS. Pemberian ASI
eksklusif diperoleh dari hasil
wawancara dengan pertanyaan a. Usia
mengenai riwayat pemberian ASI
eksklusif.
Peneliti menyiapkan
keperluan sebelum melaksanakan
penelitian yaitu ijin di tempat
penelitian, surat permohonan
menjadi responden, informed
consent, format pengambilan data. D
Ibu-ibu yang mempunyai anak balita istribusi frekuensi usia pada pederita
yang sedang menderita ISPA yang ISPA
datang ke Puskesmas Ngampilan
untuk memeriksakan anak balitanya Berdasarkan gambar 3 dapat
kemudian mengisi informed consent. dilihat bahwa kejadian ISPA terjadi
Diagnosis kejadian ISPA diperoleh pada usia 1-2 tahun 60% (24 balita)
dari buku register dan format rekap dan 40% (16 balita) pada usia >2
data. Sedangkan pemberian ASI tahun. Hal ini dikarenakan pada usia
eksklusif diperoleh dari hasil <2 tahun daya tahan terhadap
wawancara. Penelitian ini penyakit masih belum maksimal,
menggunakan kontrol dan sebagai sehingga rentan terkena berbagai
kontrolnya yaitu balita yang tidak macam penyakit (Kartasasmita,
terkena ISPA yang mempunyai 2003).Penelitian ini juga di dukung
karakteristik yang sama dan jumlah oleh penelitian Rosmala yang
yang sama yaitu 40 balita di menyatakan terdapat hubungan
Posyandu Pala 3 RW 3 Notoprajan antara usia dengan tingkat keparahan
Ngampilan Yogyakarta. ISPA. Usia yang lebih muda akn
Pengolahan data dilakukan lebih parah terkena ISPA.
dengan cara editing, coding,
tabulating dan dianalisis dengan b. Jenis kelamin
komputerisasi. Kemudian hasilnya
dibandingkan dengan tabel.
Hasil dan Pembahasan
Dari hasil penelitian yang dilakukan
di puskesmas Ngampilan didapatkan
beberapa karakteristik

Gambar 4 Distribusi frekuensi jenis


kelamin pada penderita ISPA

Berdasarkan gambar 4 dapat


dilihat bahwa kejdian ISPA terjadi
pada 58 % (23 balita) berjenis
kelamin laki-laki dan 42% (17 balita)
berjenis kalamin perempuan.
Menurut Misnadiarly (2008) a. Pemberian ASI
mengatakan bahwa jenis kelamin Eksklusif
laki-laki lebih rentan terkena ISPA.

c. Tingkat pendidikan

Gambar 6 Diagram pie pemberian


ASI eksklusif

Hasil pengumpulan data dari 80


Gambar 5 distribusi frekuensi tingkat responden beradasarkan pemberian
pendidikan ibu ASI Eksklusif diperoleh 46.25%(37
balita) tidak ASI Eksklusif diperoleh
Dari gambar 5 dapat 53,75%(43 balita).
disimpulkan bahwa tingkat b. Kejadian ISPA
pendidikan paling banyak adalah
SMP sebesar 47% (19 orang).
Hal ini menyebutkan bahwa
pendidikan juga mempengaruhi
terjadinya ISPA. ibu yang memiliki
pendidikan relatif tinggi cenderung
memperhatikan kesehatan anak-
anaknya dibandingkan dengan ibu-
ibu yang berpendidikan rendah Gambar 7. Diagram kejadian ISPA
(Potter & Perry, 2005). Walaupun pada anak balita usia 1-5 tahun
dengan pendidikan tidak bisa di ukur
tingkat pengetahuan tetapi orang Berdasarkan gambar 7 menunjukkan
dengan tingkat pendidikan formalnya bahwa anak yang menderita ISPA
lebih tinggi cenderung akan sebanyak 40 anak (50 %) dan anak
mempunyai pengetahuan yang lebih yang tidak terkena ISPA sebanyak 40
dibandingkan orang dengan tingkat anak (50%). Hal ini bisa didapatkan
pendidikan formal yang lebih rendah, karena peneliti mengambil
karena akan lebih mampu dan mudah perbandingan kasus dan kontrol
memahami arti serta pentingnya dengan perbandingan 1:1.
kesehatan. Tingkat pendidikan
mempengaruhi kesadaran akan c. Hubungan pemberian ASI
pentingnya arti kesehatan bagi diri Eksklusif dengan kejadian ISPA
dan lingkungan yang dapat pada balita usia 1-5 tahun di
mendorong kebutuhan akan puskesmas ngampilan
pelayanan kesehatan. Yogyakarta tahun 2009
Kejadian ISPA Tidak Jumlah lendir hidung dan mulut yang
ISPA ISPA berpengaruh pada masalah
pernapasan.
Untuk menguji ada tidaknya
Pemberian hubungan pemberian ASI Eksklusif
ASI dengan kejadian ISPA pada balita di
ASI 14 24 38 puskesmas Ngampilan Yogyakarta
eksklusif tahun 2009, dilakukan penghitungan
Tidak ASI 26 16 16 dengan Chi Square dan odds ratio
eksklusif untuk mengetahui apakah faktor
Jumlah 40 40 80 risiko mempengaruhi efek, dengan
bantuan program SPSS Versi 15 for
Berdasarkan tabel diatas Windows.
diketahui bahwa terdapat 17,5 % (14 Berdasakan Hasil Chi Square untuk
balita) yang diberi ASI eksklusif dan df = 1, dengan tingkat kepercayaan
menderita penyakit ISPA, 30% (24 sebesar 95% atau taraf kesalahan
balita) yang diberi ASI eksklusif dan 5%, diperoleh nilai x2tabel sebesar
tidak menderita penyakit ISPA, 5,013. Untuk menetukan H0 diterima
32,5% ( 26 balita) yang tidak diberi atau tidak maka hasil dari x2 hitung
ASI eksklusif tetapi menderita ISPA, =5,013 > X2 tabel = 3,481. Bedasarkan
20% (16 balita yang tidak diberi ASI hasil hipotesis yang diajukan Ho
Eksklusif menderita ISPA. ditolak atau Ha diterima, dalam hal
ASI mengandung nutrisi, ini, berlaku ketentuan bila dalam chi
hormon, unsur kekebalan, antialergi, Square hitung lebih kecil dari tabel
serta anti inflamasi. Faktor kekebalan maka Ho diterima Ha diolak,
ASI antara lain laktoferin yang sedangkan bila Chi Square hitung
lebih besar atau sama dari tabel maka
menghambat bakteri yang
Ho ditolak Ha diterima, dari hasil
merugikan, lisozim dan IgA
tersebut diketahui adanya hubungan
memecah dinding sel bakteri kuman
antara pemberian ASI eksklusif
enterobakteri dan kuman gram
dengan kejadian ISPA pada balita
positif yang merupakan salah satu
usia 1-5 tahun di Puskesmas.
penyebab penyakit ISPA. Oleh
Untuk mengetahui apakah faktor
karena itu balita yang mendapatkan
risiko mempengaruhi efek dengan
ASI Ekslusif akan terhindar penyakit
melihat odd ratio. Hasil analisis
infeksi seperti ISPA (Purwanti,
2004). Dalam penelitian ini kasus kontrol diperoleh nilai odd
menyebutkan bahwa terdapat balita ratio (OR) sebesar 2,786. Oleh
yang sudah diberi ASI eksklusif karena nilai odd ratio lebih besar
tetapi masih terkena ISPA. Hal ini dari 1, maka dapat dikatakan anak
dikarenakan masih banyak faktor balita yang tidak diberi ASI eksklusif
yang lain yang mepengaruhi kejadian 2,786 kali lebih besar untuk
ISPA seperti lingkungan. terjadinya ISPA.
Lingkungan yang sehat merupakan Balita yang tidak diberi ASI
suatu persyaratan untuk memelihara eksklusif lebih rentan terkena ISPA,
tubuh sehat, kelembaban yang karena dalam ASI mengandung
rendah dapat mengeringkan selaput bahan kekebalan tubuh
imunoglobulin A (Ig.A) dan 1. Pada penderita ISPA sebanyak
imunoglobulin M (Ig.M), Ig.A 14 anak (17,5%) yang diberi ASI
adalah antibodi yang berfungsi eksklusif dan sebesar 26 anak
menggumpalkan dan menghancurkan (32,5%) yang tidak diberi ASI
kuman, sedangkan Ig.M mencegah eksklusif
perkembangbiakan virus, 2. Pada kelompok balita yang tidak
menetralisir racun dan jasad renik menderita ISPA terdapat 24 anak
(Anni, 2008). Sehingga balita yang (30%) yang diberi ASI eksklusif
tidak diberi ASI eksklusif akan dan 16 anak (20%)yang tidak
terjadi ISPA dan apabila ISPA diberi ASI eksklusif
dibiarkan akan menimbulkan tingkat 3. Ada hubungan antara pemberian
kesakitan yang lebih dan akan ASI eksklusif dengan kejadian
menimbulkan kematian. ISPA pada balita di Puskesmas
ASI mengandung nutrisi, Ngampilan Yogyakarta tahun
hormon, unsur kekebalan, antialergi, 2009. Dengan tingkat kekuatan
serta anti inflamasi. Anti Faktor hubungan dua variabel yang
kekebalan ASI antara lain laktoferin rendah yang dibuktikan koefisien
yang menghambat bakteri yang kontingensi sebesar 0,243.
merugikan, lisozim dan IgA Saran
memecah dinding sel bakteri kuman Berdasarkan kesimpulan penelitian
enterobakteri dan kuman gram diatas maka peniliti memberikan
positif yang merupakan salah satu saran sebagai berikut:
penyebab penyakit ISPA. Oleh 1. Bagi Puskesmas Ngampilan
karena itu balita yang mendapatkan Yogyakarta
ASI Ekslusif akan terhindar penyakit Agar dapat lebih melengkapi
infeksi seperti ISPA (Purwanti, pemeriksaan dan memberikan
2004). asuhan untuk ibu yang
Apabila terdapat balita dengan mempunyai anak balita yang
tanda-tanda dan gejala ISPA atau menderita ISPA
sudah terkena penyakit ISPA atau 2. Bagi ibu balita
sudah terkena ISPA sesegera Agar para ibu lebih
mungkin untuk diperiksakan ke memperhatikan kesehatan
pelayanan kesehatan terdekat agar anaknya dengan segera
dapat mengurangi angka kesakitan memeriksakan anaknya apabila
dan kematian pada balita. Balita anaknya sakit.
dengan daya tahan tubuh yang baik 3. Bagi peneliti selanjutnya
dan sehat maka akan tumbuh dengan Agar para peneliti selanjutnya
baik. dapat melakukan penelitian
tentang hubungan pemberian ASI
Kesimpulan dan Saran eksklusif dengan kejadian ISPA
Kesimpulan dengan metode yang berbeda dan
Berdasarkan hasil jumlah responden yang lebih
penelitian yang telah dilakukan di banyak.
puskesmas Ngampilan Yogyakarta 4. Bagi bidan
tahun 2009, dapat disimpulkan Agar bidan lebih memperhatikan
keadaan balita yang menderita
ISPA dan memberikan asuhan Cissy, 2008, ISPA penyebab
tentang pemberian ASI eksklusif. Kematian Balita No Satu,
http://www.sinarharapan.co
Daftar Rujukan .id, 8 September 2008.

Alsagaff, H. dan Mukti, A., 2005, Depkes RI, 2001, Buku Panduan
Dasar Ilmu Penyakit Paru, Manajemen Laktasi:
Airlangga, Surabaya. Dit.Gizi Masyarakat,
Anggraeni., 2007, Perbedaan http://www.gizi.net, 8
Tingkat Kesakitan Ispa September 2008.
Antara Bayi Yang Mendapat
Asi Eksklusif Dengan Bayi , 2003, Waspadai ISPA,
Yang Tidak Mendapat Asi http://www.indosiar.com.,
Eksklusif Di Wilayah Kerja 16 Oktober 2008.
Puskesmas Pakusari
Kabupaten , 2004, Pengertian ISPA
Jember.http://digilib.unej.ac dan Pneumonia,
.id, 8 September 2008. http://www.indosiar.com.,
16 Oktober 2008.
Ani., 2008, Sekali Lagi Khasiat
ASI,.http:// Dinas Kesehatan Dinkes DIY, 2008, Profil Kesehatan
Kota Medan., 3 Januari Kabupaten/ kota Tahun
2009. 2008.,
http://www.dinkesjogjaprov
Anonymous., 2007, Air Susu Ibu .go.id., 28 Februari 2009.
Cegah Infeksi.
http://www.anakku.net., 8 Hartanto, 2008, Penderita ISPA
September 2008. Meningkat.,
http://harianjoglosemar.co
Arikunto, Suharsini., 2006, Prosedur m., 16 Oktober 2008.
Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik, Edisi Kelik,. 2004, Sekali lagi kasiat ASI,.
Revisi IV, Rineka Cipta, http://majalah.tempointerak
Jakarta. tif.com., 23 November
2008.
Azwar, A., Prihartono,J., 2003,
Metodologi Penelitian Misndiarly., 2008, Penyakit infeksi
Kedokteran Dan Kesehatan saluran nafas Pneumonia
Masyarakat, Binarupa pada anak balita, orang
Aksara, Jakarta. dewasa, usia lanjut, Pustaka
Populer Obor, Jakarta.
Biddulph,j., Stace,j., 1999,
Kesehatan anak, cetakan 1, Notoatmodjo, S., 2005 Metodologi
Gadjah Mada University Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta,
Press, Jakarta. Jakarta.
Notoatmodjo, S., 2003, Pendidikan Zahrani,2008, ISPA dan Pneumonia.,
dan perilaku kesehatan, http://zaharani.multiply.co
Rineka Cipta, Jakarta. m., 8 September 2008.

Ngastiyah., 2005, Perawatan anak


Sakit Edisi 2., EGC, Jakarta.

Prihatmo, Agus., 2007, 28.865


Terserang ISPA,
http//Suaramerdeka.com., 8
September 2008.

Purwanti, H,S., 2004, Konsep


Penerapan ASI Eksklusif,
EGC, Jakarta.

Rasmaliah., 2004, Infeksi Saluran


Pernafasan Akut (ISPA)
Dan Penanggulangannya,
http://www.usu.com, 8
Oktober 2008.

Sidi, Ieda., P, S., 2002, Manajemen


Laktasi, Perkumpulan
Perinatologi Indonesia,
Jakarta.

Sugiyono., 2006, Statistik untuk


Penelitian, Alfabeta,
Bandung.

Potter & Perry, 2005, Foundamental


Keperawatan volume 1, EGC,
Jakarta.

WHO, 2003, Penanganan ISPA pada


Anak di Rumah Sakit Kecil
Negara Berkembang, EGC,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai