Anda di halaman 1dari 2

Ketika kita mendengar imunisasi mungkin kita ingat lagu:

“Aku anak sehat, tubuhku kuat!


Karena ibuku rajin dan cermat
Semasa aku bayi selalu di beri asi
Makanan bergizi dan imunisasi..”

Mungkin juga kita tidak pernah ingat apapun mengenai kita menerima imunisasi dan hanya
terbayang foto-foto ibu menggendong anaknya yang sedang disuntik vaksin. Jadi, apa yang
sebenarnya disuntikan ke dalam tubuh sang anak? Lalu bagaimana caranya tubuh sang anak menjadi
kebal terhadap penyakit?

Mari kita mulai mengenal vaksin dengan kembali ke lima abad yang lalu.

Pada abad ke-16 kasta Brahma di India telah menggunakan nanah kering dari penderita cacar untuk
dioleskan kepada pasien secara rutin [1]. Teknik ini menyebar dari India hingga ke Inggris dan
digunakan oleh banyak tokoh penting di Inggris untuk mencegah keluarga mereka terjangkit cacar.
Namun, teknik yang masih sederhana ini memakan korban sebanyak 3% karena penyakit cacar itu
sendiri.

Pada tahun 1774, seorang peternak sapi di Inggris bernama Benjamin Jetsy terjangkit cacar sapi dan
menyadari bahwa Ia sendiri menjadi imun terhadap cacar [1]. Dengan menggunakan prinsip yang
sama Ia memberikan imunitas kepada keluarganya dengan memberikan mereka cacar sapi. “Seorang
ayah memberikan penyakit kepada keluarganya” bisa menjadi berita yang kontroversial, kecuali
eksperimen ini berhasil dan menghebohkan warga setempat. Barulah 30 tahun kemudian teknik ini
di konfirmasi secara ilmiah oleh Edward Jenner dan digunakan secara luas di Inggris.

Jadi sesusai dengan sejarahnya, untuk memberikan orang kekebalan atas penyakit, kita perlu
memberikan orang tersebut sumber penyakitnya? Ya dan Tidak. Ya, karena yang diberikan kepada
pasien memang adalah virus atau mikroba penyebab penyakit (baca: patogen). Tidak, karena virus
atau mikroba tersebut telah dilemahkan, dimatikan, bagiannya saja, data gentik, atau racunnya saja
yang telah dimodifikasi sedemikian rupa hingga tidak menyebabkan penyakit lagi.

Ketika patogen lemah ini disuntikkan ke dalam tubuh, sistem kekebalan tubuh berupa protein yang
disebut antibodi akan menyerang patogen tersebut dan produsen antibodi akan “mengingat”
patogen yang diserang. Sehingga ketika pathogen yang asli menyerang tubuh, sistem kekebalan
sudah tahu cara menanganinya sehingga kekebalan pun didapatkan.

Kekebalan tubuh tidak hanya bisa didapatkan dari vaksinasi, melainkan hanya satu dari cara tubuh
mendapatkan kekebalan [2]. Beberapa jenis kekebalan yang ada:

 Kekebalan aktif (natural): terpapar penyakit atau infeksi


 Kekebalan aktif (akusisi): vaksinasi
 Kekebalan pasif (natural): melalui placenta pada masa kehamilan
 Kekebalan pasif (akusisi): donor antibody

Dari semua jenis kekebalan ini, vaksinasi memampukan tubuh untuk mempunyai kekebalan
terhadap berbagai macam penyakit dan mengingat penyakit tersebut sehingga ada kekebalan yang
independen dari penerima vaksin.
Jadi memang vaksin adalah salah satu cara paling efektif untuk memanfaatkan potensi yang ada di
dalam tubuh manusia dalam melawan berbagai penyakit mengerikan. Tetapi vaksin tidak bisa begitu
saja diberikan ke dalam tubuh. Ada bahan-bahan pelengkap yang menjaga vaksin untuk tetap
berfungsi [2]. Seperti antibiotik yang mencegah bakteri bertumbuh, beberapa jenis bahan pengawet,
formaldehida yang membunuh virus lain, hingga telur sebagai media tempat virus-virus ini tinggal.
Semua bahan ini memastikan vaksin aman dan siap berfungsi ketika diberikan kepada banyak orang.

Meski konsep imunisasi telah jelas dan berjalan selam beberapa abad, masih masalah yang harus
dihadapi oleh penduduk dunia. Berdasarkan laporan WHO mengenai Global Vaccine Action Plan
2011-2020, kombinasi dari imunisasi dan program kesehatan lain-nya memang telah menurunkan
angka kematian anak dibawah umur 5 tahun dari 9.6 juta pada tahun 2000 hingga 7.6 juta pada
tahun 2010. Jenis dan kemampuan vaksin terus berkembang dan dukungan negara-negara terhadap
program imunisasi terus meningkat. Namun cakupan pemeberian imunisasi dalam aspek geografis,
ekonomi, pendidikan, dan sosial masyarakat masih belum merata terhadap seluruh lapisan yang ada
[3]. Riset yang berkesinambungan, peningkatan kualitas tenaga medis, dan dukungan keuangan
harus terus berkembang sehingga memungkinkan imunisasi untuk terus berkembang dan
memperluan cakupan.

Dengan perspektif ini, mari kita dukung program imunisasi di Indonesia dan terlibat di dalamnya
sehingga lebih banyak orang yang mempunyai masa depan yang lebih baik.

Bibliography

[1] Plotkin, Susan L., "Vaccines," in 1- A short history of Vaccination, Edinburgh, Saunders, 2013, pp.
1-13.
[2] B. M. P. Mitrzyk, "Vaccine Types," Salem Press Encyclopedia of Health, 2011.
[3] W. H. Organization, "The Immunization Landscape Today," in Global Vaccine Action Plan, 2012.

Anda mungkin juga menyukai