Anda di halaman 1dari 46

0

PENGARUH PELATIHAN, KOMPENSASI DAN KONDISI KERJA TERHADAP


KINERJA KARYAWAN DI PTP. MITRA OGAN PKS KARANG DAPO

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperolah Gelar Sarjana Ekonomi pada
Program Studi (S1) Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Baturaja

MUHAMMAD HASAN
NPM 1111019P
MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS BATURAJA
2015
1

ANALISIS PENGARUH HUMAN RELATION, KONDISI FISIK LINGKUNGAN KERJA


DAN LEADERSHIP TERHADAP ETOS KERJA KARYAWAN
DI PTP. MITRA OGAN PKS KARANG DAPO DI BATURAJA

1. Latar Belakang

Dewasa ini, perusahaan semakin berorientasi pada pelanggan dan perubahan

berskala besar. Perubahan besar akan selalu berkaitan dengan penentuan strategi.

Salah satu strategi yang dapat ditempuh adalah dengan membentuk sumber daya

manusia yang mampu bekerja secara bersama-sama selain itu perusahaan perlu

memberikan kondisi lingkungan yang membuat karyawan nyaman bekerja, sehingga

akan dapat menciptakan suatu kelompok kerja yang solid dan memiliki etos kerja

yang tinggi, dimana pada akhirnya akan membentuk sikap serta perilaku karyawan

sesuai dengan visi dan misi perusahaan untuk mencapai tujuannya.

Sebuah perusahaan pada hakekatnya merupakan sekelompok manusia yang

saling bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan

sebelumnya. Dari pengertian tersebut jelas terlihat bahwa tercapai organisasi yang

baik tidak dapat dilepaskan dari aktifitas orang-orang yang menjadi anggotanya.

Mereka dapat bekerja dengan baik apabila dilandasi oleh etos kerja yang tinggi. Etos

kerja dapat terbentuk apabila keinginan untuk dapat melakukan suatu pekerjaan

dengan hasil pekerjaan yang maksimal. Adapun beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi terbentuknya etos kerja yang baik antara lain adalah hubungan yang

terjalin dengan baik antar karyawan (human relation), situasi dan kondisi fisik dari

lingkungan kerja itu sendiri, keamanan kerja yang baik, keadaan sosial lingkungan

1
2

kerja, perhatian pada kebutuhan rohani, jasmani maupun harga diri dari lingkungan

kerja, faktor kepemimpinan, pemberian insentif yang menyenangkan bagi pekerja.

Tasmara, (2002: 13), etos kerja adalah totalitas kepribadian dirinya serta

caranya mengekspresikan, memandang, meyakini dan memberikan makna ada

sesuatu, yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal

sehingga pola hubungan antara manusia dengan dirinya dan antara manusia dengan

makhluk lainnya dapat terjalin dengan baik. Etos kerja ini dapat terbentuk apabila

seorang karyawan memiliki keinginan untuk dapat melakukan suatu pekerjaan

dengan hasil yang memuaskan atau hasil yang maksimal. Etos kerja ini harus dimiliki

oleh setiap karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya agar mereka dapat bekerja

dengan baik dan efektif.

Apabila pada suatu perusahaan atau organisasi maupun perusahaan karyawan

memiliki etos kerja yang rendah ketika melakukan pekerjaannya maka perusahaan itu

mengalami kerugian yang disebabkan karena karyawan tidak bekerja dengan seluruh

kemampuan yang dimilikinya. Sebaliknya dengan etos kerja yang tinggi dapat

membantu meningkatkan produktifitas kerja karyawan dan memberikan hasil kerja

yang optimal baik secara kualitatif maupun kuantitatif sehingga tujuan dari

perusahaan dapat tercapai. Hal ini dikarenakan para karyawan bekerja dengan

sepenuh hati yang dipengaruhi oleh human relation, kondisi fisik lingkungan kerja

dan leadership.
3

Human relation adalah interaksi antara seseorang dengan orang lain baik

dalam situasi kerja atau dalam organisasi kekaryaan. Hubungan-hubungan baik

formal maupun non formal yang dijalankan oleh atasan terhadap bawahan, oleh

bawahan terhadap sesama bawahan dalam usaha untuk memupuk kerja sama yang

intim dan selaras guna mencapai tujuan yang ditetapkan. Interaksi karyawan dalam

lingkungan perusahaan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan yang akan

menimbulkan tingkat kepuasan kerja individu.

Suatu perusahaan dalam menjalankan kegiatannya selain memperhatikan

faktor-faktor yang ada dalam perusahaan juga harus memperhatikan yang ada di luar

perusahaan atau yang disebut dengan lingkungan sekitar. Lingkungan sekitar

perusahaan yang ada sering disebut kondisi fisik lingkungan kerja. Kondisi kerja

yang menyenangkan terlebih lagi bagi semasa jam kerja akan memperbaiki moral

pegawai dan kesungguhan kerja, peralatan yang baik, ruangan kerja yang nyaman,

perlindungan terhadap bahaya, ventilasi yang baik, karyawan yang cukup, dan

keberhasilan bukan saja dapat meningkatkan efisiensi.

Selain faktor human relation dan kondisi fisik lingkungan kerja, suatu

perusahaan dapat meningkatkan etos kerja karyawan juga perlu memperhatikan

leadership. Etos kerja karyawan dapat diupayakan agar mencapai tingkat yang

diinginkan, sehingga dapat mendukung tingkat produktifitas yang tinggi yaitu dengan

adanya leadership yang dapat memberikan pengaruh yang baik. Leadership

merupakan faktor penentu sukses atau gagalnya suatu organisasi. Seorang pemimpin

mempunyai tanggung jawab untuk meyakinkan anggotanya akan perlu ditumbuhkan,


4

dikembangkan, dan dipraktekkan hubungan kerja sama yang sehat antar anggota

organisasi, sehingga akan mendorong anggota organisasi untuk bekerja sama dengan

produktif dan dengan perasaan puas.

Hal ini sesuai dengan tugas pemimpin yaitu mendorong bekerja sama secara

sukarela di antara karyawan dengan pimpinan dalam melaksanakan tugas

pekerjaanya. Perasaan pemimpin dalam hubungan dengan karyawan merupakan hal

yang penting, karena sikap pemimpin dalam menghadapi karyawan akan

mempengaruhi sikap karyawan. Seorang pemimpin juga harus menerapkan iklim

hubungan kerja yang menyenangkan di antara anggota organisasi.

Berdasarkan hasil wawancara yang diperoleh peneliti bahwa perusahaan

membutuhkan etos kerja yang baik yang berhubungan dengan human relation yang

baik, lingkungan kerja yang nyaman serta leadership yang memberikan pengaruh

yang baik, menurut narasumber di lapangan menyatakan jika selama ini human

relation berjalan masih kurang baik partisipasi antara karyawan satu dengan

karyawan yang lainnya belum menerima perubahan yang terjadi setiap saat untuk

meningkatkan produktivitas serta kualitas kerja, kemudian faktor lingkungan kerja

fisik mengambil andil dalam masalah karyawan karena faktor ini juga yang

menentukan nyaman tidaknya seorang karyawan, lingkungan kerja fisik PTP. Mitra

Ogan PKS Karang Dapo memiliki 206 orang karyawan yang bekerja di 5 bagian yang

terdiri dari bagian administrasi, proses, perawatan, quality control, dan

gudang/pengiriman. Masih kurangnya menjaga kebersihan dan kerapian lingkungan

kerja ini mengakibatkan menurunnya gairah dan semangat kerja dan berdampak
5

kepada menurunan kinerja karyawan. Masalah human relation dan kondisi

lingkungan kerja fisik di atas mau tidak mau akan mempengaruhi etos kerja karyawan

yang berada di dalamnya.

Selain itu kemampuan yang dimiliki oleh leadership pada PTP. Mitra Ogan

PKS Karang Dapo masih ada kurangnya bimbingan/arahan kepada karyawan

bawahan terhadap standarisasi dalam perencanaan, koordinasi dan pengawasan dalam

melaksanakan tugas dan tanggung jawab. Dari fenomena tersebut di atas akan timbul

suatu hal yang berhubungan dengan masalah karyawan baik itu masalah human

relation, kondisi lingkungan kerja, leadership serta etos kerja masing-masing

karyawan. Disini peranan human relation tersebut diterapkan, bagaimana pihak

manajemen nantinya dapat membentuk suatu strategi yang tepat agar dapat

membentuk tim kerja yang solid dan dapat bekerjasama dalam menghadapi dan

menanggapi masalah yang terjadi secara cepat tindak lanjut di tempat mereka bekerja

dengan melakukan komunikasi yang bersifat kekeluargaan yang melibatkan atasan

dan bawahan.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka peneliti mengadakan

penelitian dengan mengambil judul : “Analisis pengaruh human relation, kondisi fisik

lingkungan kerja dan leadership terhadap etos kerja karyawan di PTP Mitra Ogan

PKS Karang Dapo di Baturaja”.


6

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya maka rumusan

masalah penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh human relation, kondisi fisik lingkungan kerja dan

leadership secara parsial terhadap etos kerja karyawan di PTP. Mitra Ogan PKS

Karang Dapo di Baturaja?

2. Bagaimana pengaruh human relation, kondisi fisik lingkungan kerja dan

leadership secara simultan terhadap etos kerja karyawan di PTP. Mitra Ogan PKS

Karang Dapo di Baturaja?

3. Variabel mana yang mempunyai pengaruh paling dominan dari ketiga variabel

(human relation, kondisi fisik lingkungan kerja dan leadership) terhadap etos

kerja karyawan di PTP. Mitra Ogan PKS Karang Dapo di Baturaja?

3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh human relation, kondisi fisik lingkungan kerja dan

leadership secara parsial terhadap etos kerja karyawan di PTP. Mitra Ogan PKS

Karang Dapo di Baturaja.

2. Untuk mengetahui pengaruh human relation, kondisi fisik lingkungan kerja dan

leadership secara simultan terhadap etos kerja karyawan di PTP. Mitra Ogan PKS

Karang Dapo di Baturaja.


7

3. Untuk mengetahui variabel mana yang mempunyai pengaruh paling dominan dari

ketiga variabel (human relation, kondisi fisik lingkungan kerja dan leadership)

terhadap etos kerja karyawan di PTP. Mitra Ogan PKS Karang Dapo di Baturaja.

4. Manfaat Penelitian

Manfaat adalah suatu kegunaan. Apabila peneliti telah selesai mengadakan

penelitian dan memperoleh hasil, ia diharapkan dapat menyumbangkan hasil terhadap

perusahaan, atau khususnya kepada bidang yang sedang diteliti. Berikut ini manfaat

yang dapat diperoleh dalam penelitian:

1. Manfaat Teoritis

Memberikan masukan dan menambah wawasan pengetahuan bagi mahasiswa

Universitas Baturaja khususnya Program Studi Ekonomi Manajemen tentang

pengaruh human relation, kondisi fisik lingkungan kerja dan leadership terhadap

etos kerja karyawan di PTP. Mitra Ogan PKS Karang Dapo OKU

2. Manfaat Praktis

Meningkatkan human relation dalam bekerja sehingga pegawai tidak merasa

canggung dan memperkokoh leadership dan memperbaiki kondisi fisik

lingkungan kerja.
8

5. Tinjauan Pustaka
5.1 Landasan Teori
5.1.1 Manajemen Sumber Daya Manusia
Hasibuan (2011: 10), manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni

mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu

terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Notoatmojo (2009: 86),

manajemen sumber daya manusia adalah penarikan (rekruitmen), seleksi,

pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya manusia untuk

mencapai tujuan-tujuan individu maupun organisasi. Notoatmojo (2009: 87), tujuan

manajemen sumber daya manusia yang lebih operasional sebagai berikut :

a. Tujuan masyarakat (membawa manfaat bagi masyarakat)

b. Tujuan organisasi, yaitu MSDM, perlu memberikan konstribusi terhadap

pendayagunaan organisasi secara keseluruhan.

c. Tujuan fungsi yaitu memelihara konstribusi bagian – bagian lain agar mereka

melaksanakan tugas/fungsinya secara baik dan optimal.

d. Tujuan personel, peranan pimpinan disini untuk membantu para karyawan untuk

mencapai tujuan – tujuan pribadinya dalam rangka mewujudkan tujuan

organisasi.

Kemudian Notoatmojo (2009: 89), fungsi manajerial dikelompokkan menjadi

dua yaitu:

a. Fungsi-fungsi manajerial

1. Perencanaan (planning)
9

2. Pengorganisasian (organizing)

3. Pengarahan (directing)

4. Pengendalian (controlling)

b. Fungsi-fungsi operasional

1. Pengadaan sumber daya manusia (recruitment)

2. Pengembangan (development)

3. Kompensasi (compensation)

4. Integrasi (integration)

5. Pemeliharaan (maintenance)

6. Pemutusan hubungan kerja (separation)

Berdasarkan penjelasan tersebut diatas peneliti dapat menyimpulkan bahwa

dalam melakukan kegiatan manajemen sumber daya tidak hanya bagaimana

seseorang pimpinan mengetahui potensi karyawan, namun lebih pada bagaimana

seorang pemimpin mendesain sebuah formulasi tertentu dalam mengaplikasikan para

sumber daya karyawan yang ada sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Seperti

yang berkaitan dengan penelitian ini human relation, kondisi kerja, serta leadersip

termasuk didalam manajemen sumber daya manusia.

5.1.2 Human Relation

Human relation (hubungan antar manusia) merupakan syarat utama untuk

keberhasilan suatu komunikasi baik komunikasi antar perorangan maupun

komunikasi dalam instansi atau perusahaan. Penguasaan dalam menciptakan human


10

relation karyawan dalam perusahaan atau instansi akan sangat membantu seorang

pimpinan dalam membantu komunikasi vertikal maupun komunikasi horisontal. Di

sisi lain human relation karyawan merupakan hubungan manusiawi yang selalu

dibutuhkan oleh karyawan, dimana fungsinya sebagai makhluk pribadi dan makhluk

sosial, kebutuhan akan orang lain untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan

hidupnya.

Hubungan manusiawi adalah terjemahan dari human relation. Orang-orang

juga ada yang menterjemahkan menjadi “hubungan manusia” yang sebenarnya tidak

terlalu salah karena yang berhubungan satu sama lain adalah manusia. Hanya saja,

disini sifat hubungan sesama manusianya tidak seperti orang berkomunikasi biasa,

bukan hanya merupakan penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain,

tetapi hubungan antara orang-orang yang berkomunikasi dimana mengandung unsur-

unsur kejiwaan yang amat mendalam. Dikatakan bahwa hubungan manusiawi itu

merupakan suatu komunikasi karena sifatnya yang orientasi pada perilaku (action

oriented) yang mengandung kegiatan untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku

seseorang (Onong, 2001: 23).

Siagian (2013: 38), menjelaskan mengenai human relations yang berkaitan

dengan sikap dan perilaku positif serta produktivitas para karyawan tidak terlalu

dipengaruhi oleh fasilitas dan kondisi kerja melainkan oleh perhatian yang diberikan

oleh manajemen pada mereka. Human relations merupakan hubungan baik yang

formal maupun yang informal yang perlu diciptakan dan dibina dalam suatu

organisasi dalam rangka penyampaian tujuan yang telah ditentukan. Beberapa ahli
11

memberikan penjelasan mengenai faktor yang mendasari human relation yang dapat

disimpulkan yaitu:

1. Komunikasi

Komunikasi adalah saluran dalam organisasi kerja untuk mempengaruhi serta

mekanisme untuk melakukan perubahan. Masalah komunikasi dalam organisasi

dinilai sebagai sesuatu yang sangat menentukan maju mundurnya organisasi.

2. Partisipasi

Partisipasi merupakan segi yang penting dalam organisasi karena secara potensial

dapat mengakibatkan peningkatan produktivitas, memperbaiki kualitas kerja,

mengurangi ketegangan dan dapat menerima perubahan yang terjadi.

3. Hubungan konseling

Hubungan konseling adalah salah satu bentuk hubungan manusiawi dapat

dilakukan untuk menghilangkan hambatan-hambatan komunikasi, meniadakan

salah pengertian dan mengembangkan segi konstruktif sifat tabiat manusia.

Berdasarkan penjelasan tersebut diatas dapat disimpulkan jika human relation

merupakan interaksi antara seseorang dengan orang lain baik dalam situasi kerja atau

dalam organisasi kekaryaan. Human relation merupakan jembatan penghubung yang

menghubungkan antara atasan dan bawahan, bawahan dengan atasan dan bawahan

dengan bawahan. Untuk menciptakan kepuasan dalam bekerja sehingga

meningkatkan produktivitas kerja karyawan.


12

5.1.3 Kondisi Fisik Lingkungan Kerja

Menurut Sedarmayati (2001: 21) lingkungan kerja merupakan kseluruhan alat

perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja,

metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun

sebagai kelompok. Kondisi lingkungan kerja dikatakan baik atau sesuai apabila

manusia dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman, dan nyaman.

Kesesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang

lama lebih jauh lagi lingkungan-lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut

tenaga kerja dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya

rancangan sistem kerja yang efisien (Sedarmayanti, 2001: 21).

Secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi menjadi dua, yaitu

(Sedarmayanti, 2001: 21):

1. Lingkungan Kerja Fisik

Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat

disekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi pegawai baik secara langsung

maupun tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dapat dibagi menjadi dua kategori

yaitu:

a. Lingkungan kerja yang langsung berhubungan dengan pegawai seperti pusat

kerja, kursi, meja, dan sebagainya.

b. Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan

kerja yang mempengaruhi kondisi manusia misalnya temparatur, kelembaban,


13

sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanik, bau tidak sedap,

warna dan lain-lain.

2. Lingkungan Kerja Non Fisik

Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan

dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan, maupun hubungan dengan

sesama rekan kerja ataupun hubungan dengan bawahan.

Menurut Supriadi dalam Setya (2008: 28) “lingkungan kerja merupakan

keadaan sekitar tempat kerja baik secara fisik maupun non fisik yang dapat

memberikan kesan yang menyenangkan, mengamankan, menentramkan, dan betah

kerja”. Faktor lingkungan yang mempengaruhi lingkungan kerja Setya (2008: 28),

antara lain :

1. Lingkungan kerja non fisik

a) Faktor lingkungan sosial

Lingkungan sosial yang sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan adalah

latar belakang keluarga, yaitu antara lain status keluarga, jumlah keluarga, tingkat

kesejahteraan dan lain-lain.

b) Faktor status sosial

Semakin tinggi jabatan seseorang maka semakin tinggi pula kewenangan dan

keleluasaan dalam mengambil keputusan.

c) Faktor hubungan kerja dalam organisasi

Hubungan kerja yang ada dalam organisasi adalah hubungan kerja antara

karyawan dengan karyawan dan antara karyawan dengan atasan atau pimpinan.
14

d) Faktor sistem informasi

Hubungan kerja akan dapat berjalan dengan baik apabila ada komunikasi yang

baik diantara anggota organisasi atau diantara karyawan perusahaan. Adanya

komunikasi akan berinteraksi, saling memahami, saling mengerti satu sama lain

dapat menghilangkan perselisihan atau salah faham.

2. Lingkungan kerja fisik

a) Faktor lingkungan tata ruang kerja

Tata ruang kerja yang baik akan mendukung terciptanya hubungan kerja yang

baik antara sesama karyawan maupun dengan atasan karena akan mempermudah

mobilitas bagi karyawan untuk bertemu. Tata ruang yang tidak baik akan

membuat ketidaknyamanan dalam bekerja sehingga menurunkan kinerja.

b) Faktor kebersihan dan kerapian ruang kerja

Ruang kerja yang bersih, rapi, sehat dan aman akan menimbulkan rasa nyaman

dalam bekerja. Hal ini akan meningkatkan gairah dan semangat kerja karyawan

dan secara tidak langsung akan meningkatkan kinerja.

5.1.4 Leadership

Menurut Thoha (2012: 9), Leadership (kepemimpinan) merupakan “kegiatan

untuk mempengaruhi perilaku orang lain, atau seni mempengaruhi perilaku manusia

baik perorangan maupun kelompok”. Kepemimpinan didefinisikan juga oleh Terry

dalam Thoha (2012: 259) yaitu “kegiatan mempengaruhi orang-orang agar mereka

suka berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok”.


15

Istilah kepemimpinan juga didefinisikan oleh Moorhead dan Griffin (2013:

341), Kepemimpinan adalah “proses dan sifat, kepemimpinan sebagai proses adalah

penggunaan pengaruh nonkoersif untuk mengarahkan dan mengkoordinasikan

aktivitas anggota kelompok untuk mencapai tujuan sedangkan kepemimpinan sebagai

sifat adalah kumpulan karakteristik yang berhubungan dengan mereka yang dirasa

akan menggunakan pengaruh seperti itu dengan sukses”.

Pengertian kepemimpinan menurut Hasibuan (2011: 167) adalah “cara

seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan

bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi”. “Kegiatan

mempengaruhi perilaku orang lain atau seni mempengaruhi perilaku manusia, baik

secara perorangan maupun kelompok ke arah tercapainya suatu tujuan tertentu

(Robbins, 2001: 32).

Sunyoto (2013: 24), “kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting

dalam mempengaruhi prestasi organisasi karena kepemimpinan merupakan aktifitas

yang utama dengan mana tujuan organisasi dapat dicapai”. Pada umumnya

kepemimpinan didefinisikan sebagai suatu proses mempengaruhi aktivitas dari

individu atau kelompok untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.

Menurut Thoha (2012: 42) Indikator perilaku pemimpin menurut teori Path-

Goal, yaitu sebagai berikut:

1. Kepemimpinan Pengarah (Directive Leadership)

Pemimpin memberitahukan kepada bawahan apa yang diharapkan dari mereka,

memberitahukan jadwal kerja yang harus disesuaikan dan standar kerja, serta
16

memberikan bimbingan / arahan secara spesifik tentang cara-cara menyelesaikan

tugas tersebut, termasuk di dalamnya aspek perencanaan, organisasi, koordinasi

dan pengawasan.

2. Kepemimpinan Pendukung (Supportive Leadership)

Pemimpin bersifat ramah dan menunjukkan kepedulian akan kebutuhan

bawahan. Ia juga memperlakukan semua bawahan sama dan menunjukkan

tentang keberadaan mereka, status dan kebutuhan-kebutuhan pribadi sebagai

usaha untuk mengembangkan hubungan interpersonal yang menyenangkan di

antara anggota kelompok. Kepemimpinan pendukung (supportive) memberikan

pengaruh yang besar terhadap kinerja bawahan pada saat mereka sedang

mengalami frustasi dan kekecewaan.

3. Kepemimpinan Partisipatif (participative leadership)

Pemimpin partisipatif berkonsultasi dengan bawahan dan menggunakan saran-

saran dan ide mereka sebelum mengambil suatu keputusan. Kepemimpinan

partisipatif dapat meningkatkan motivasi kerja bawahan.

4. Kepemimpinan Berorientasi Prestasi (Achievement-Oriented Leadership)

Gaya kepemimpinan dimana pemimpin menetapkan tujuan yang menantang dan

mengharapkan bawahan untuk berprestasi semaksimal mungkin serta terus-

menerus mencari pengembangan prestasi dalam proses pencapaian tujuan

tersebut.

Jadi leadership (kepemimpinan) adalah kekuatan yang dimiliki oleh seorang

pemimpin yang dapat mempengaruhi orang lain guna mengikuti kehendaknya sesuai
17

dengan apa yang ia kehendakinya demi pencapaian prestasi organisasi karena

kepemimpinan merupakan aktifitas yang utama dengan mana tujuan organisasi dapat

dicapai dalam situasi tertentu.

5.1.5 Etos Kerja

Menurut Black dalam Dewi (2002: 2), kerja adalah suatu aktivitas yang

dilakukan seseorang untuk mencapai tujuan-tujuan yang ingin dipenuhinya. Etos

kerja menurut Chaplin (2001: 2) mengatakan bahwa etos kerja adalah watak atau

karakter suatu kelompok nasional atau kelompok rasial tertentu. Etos kerja dalam

suatu perusahaan tidak akan muncul begitu saja, akan tetapi harus diupayakan dengan

sungguh-sungguh melalui proses yang terkendali dengan melibatkan semua sumber

daya manusia dalam seperangkat sistem dan alat-alat pendukung.

Tasmara (2002: 56) mengatakan bahwa etos kerja merupakan suatu totalitas

kepribadian dari individu serta cara individu mengekspresikan, memandang,

meyakini dan memberikan makna terhadap suatu yang mendorong individu untuk

bertindak dan meraih hasil yang optimal (high performance). Menurut Tasmara dalam

Binham (2012), etos kerja seseorang tentu tidak sama antara satu orang dengan orang

yang lain. Hal itu di sebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut:

a. Motivasi

Dalam hal apapun motivasi akan selalu berpengaruh pada ketercapaian tindakan

yang di lakukan oleh seseorang, termasuk dalam sikap atau pandangan hidup

seseorang dalam bekerja. Namun motivasi yang lebih berperan di sini adalah
18

motivasi diri atau motivasi intrinsik. Seseorang yang memiliki motivasi diri yang

tinggi akan cenderung memiliki performasi kerja yang lebih baik dibandingkan

dengan orang yang memiliki motivasi diri rendah.

b. Lingkungan sosial budaya

Kualitas etos kerja seseorang juga sangat di pengaruhi oleh lingkungan sosial

budaya. Sebagai contoh seseorang yang hidup dalam lingkungan sosial budaya

yang maju, maka kecenderungan orang tersebut juga akan memiliki pemikiran

yang maju, demikian sebaliknya. Semangat kerja/etos kerja sangat ditentukan

oleh nilai-nilai budaya yang ada dan tumbuh pada masyarakat yang bersangkutan.

c. Pendidikan

Tidak bisa dipungkiri bahwa etos kerja yang tinggi sangat di tentukan oleh

kualitas sumber daya manusia yang ada. Sedangkan kita tahu bahwa sumber daya

manusia hanya dapat tercipta dengan melalui pendidikan. Meningkatnya kualitas

penduduk dapat tercapai apabila ada pendidikan yang merata dan bermutu,

disertai dengan peningkatan dan perluasan pendidikan, keahlian dan

keterampilan, sehingga semakin meningkat pula aktivitas dan produktivitas

masyarakat sebagai pelaku ekonomi

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan jika etos kerja mengarah

kepada sikap positif terhadap pekerjaan. Etos kerja adalah suatu pandangan dan sikap

suatu bangsa atau suatu umat terhadap kerja. Jika pandangan dan sikap itu melihat

kerja sebagai suatu hal yang luhur untuk eksistensi manusia, maka etos kerja akan

tinggi.
19

5.2 Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini membahas mengenai etos kerja pada suatu perusahaan

yang dimiliki karyawan perusahaan tersebut, para karyawan bekerja dengan sepenuh

hati yang dipengaruhi oleh human relation, kondisi fisik lingkungan kerja dan

leadership. Human relation merupakan syarat utama untuk keberhasilan suatu

komunikasi baik komunikasi antar perorangan maupun komunikasi dalam instansi

atau perusahaan. Lingkungan kerja merupakan keadaan sekitar tempat kerja baik

secara fisik maupun non fisik yang dapat memberikan kesan yang menyenangkan,

mengamankan, menentramkan, dan betah kerja. Leadership (kepemimpinan) adalah

kekuatan yang dimiliki oleh seorang pemimpinan yang dapat mempengaruhi orang

lain guna mengikuti kehendaknya sesuai dengan apa yang ia kehendakinya. Etos

kerja dalam suatu perusahaan tidak akan muncul begitu saja, akan tetapi harus

diupayakan dengan sungguh-sungguh melalui proses yang terkendali dengan

melibatkan semua sumber daya manusia dalam seperangkat sistem dan alat-alat

pendukung.
20

Gambaran kerangka pemikiran ini dapat lebih jelas dilihat pada gambar

berikut:
Human Relation (X1)
- Komunikasi
- Partisipasi
- Hubungan Konseling
(Siagian, 2003: 6)

Kondisi Fisik
Lingkungan (X2)
- Faktor lingkungan
social Etos Kerja:
- Faktor status sosial - Motivasi
Manajemen - Faktor hubugan kerja - Lingkungan
Sumber dalam organisasi sosial budaya
Daya - Faktor system - Pendidikan
Manusia informasi (Tasmara dalam
- Faktor lingkungan tata Binham (2012))
ruang kerja
- Faktor kerapian ruang
kerja
(Setya, 2008: 25)
Alat Analisis
1. Uji Validitas
2. Uji Reliabilitas
Leadership (X3)
3. Regresi Linear
- Kepemimpinan
Berganda
pengaruh
4. Uji T
- Kepemimpinan
5. Uji F
pendukung
6. Determinasi
- Kepemimpinan
partisipatif
- Kepemimpinan
berorientasi prestasi
(Thoha, 2012: 42)
\
Secara parsial
Secadra Simultan

Gambar 1. Kerangka Pemikiran


21

5.3 Penelitian Sebelumnya

Penelitian sebelumnya dilakukan oleh tiga peneliti yang mempunyai

persamaan dan perbedaan, berikut ini tabel yang menjelaskan mengenai penelitian

terdahulu berkaitan dengan penelitian sekarang.

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu terhadap Proposal Skripsi Penulis

Nama Peneliti
No Uraian
Prabowo Rukmana Muliyani Penulis
1 Judul Analisis Analisis Pengaruh Analisis pengaruh
Pengaruh Pengaruh Human human relation,
Human Relation, Human Relation Relation kondisi fisik
Kondisi Fisik (Hubungan (Hubungan lingkungan kerja
Lingkungan Antar Manusia) Antar Manusia) dan leadership
Kerja, dan dan Kondisi dan Kondisi terhadap etos
Leadership Fisik Lingkungan kerja karyawan di
Terhadap Etos Lingkungan Kerja Fisik PTP Mitra Ogan
Kerja Karyawan Terhadap Etos Terhadap Etos PKS Karang
Kantor Kerja Dan Kerja Pegawai Dapo di Baturaja
Pendapatan Kinerja Pada PDAM
Daerah di Pati Karyawan Dedy Tirtanadi
Jaya Plaza Tegal Sumatera Utara
Cabang
Cemara Medan

2 Landasan - Human - Human - Human - Human Relation


Teori Relation Relation Relation Siagian (2013:
Human relation Menurut Onong Human relation 38), sikap dan
adalah,hubungan (2001), human (hubungan antar perilaku positif
manusiawi yang relation adalah manusia ) serta
termasuk ke hubungan merupakan produktivitas para
dalam manusiawi yang syarat utama karyawan tidak
komunikasi termasuk ke untuk terlalu
antarpersona dalam keberhasilan dipengaruhi oleh
(interpersonal komunikasi suatu fasilitas dan
communication) antarpersonal komunikasi baik kondisi kerja.
sebab (interpersonal komunikasi
berlangsung pada communication), antar
umumnya antara sebab perorangan
- Kondisi Fisik
dua orang secara berlangsung pada maupun
22

dialogis. umumnya antara komunikasi Lingkungan


(Onong, 2001). dua orang secara dalam instansi Menurut
- Kondisi Fisik dialogis. atau Sedarmayati
Lingkungan perusahaan. (2001: 21)
Kerja - Kondisi fisik lingkungan kerja
Menurut lingkungan - Kondisi merupakan
Nitisemito dalam kerja lingkungan kseluruhan alat
Subroto, (2005) Menurut Sarwoto kerja Fisik perkakas dan
lingkungan kerja ( 1991 ) Manullang bahan yang
adalah segala : lingkungan kerja (1990) bahwa dihadapi,
sesuatu yang ada adalah segala adanya lingkungan
di sekitar pekerja sesuatu yang ada lingkungan sekitarnya dimana
dan dapat disekitar pekerja kerja fisik yang seseorang bekerja.
mempengaruhi dan dapat baik tidak saja
dirinya dalam mempengaruhi dapat
- Leadership
menjalankan dirinya dalam menambah
Menurut Thoha
tugas-tugas yang menjalankan produktifitas
dibebankan. tugas-tugas yang karyawan tetapi (2012: 9),
dibebankan. juga dapat Leadership
- Leadership meningkatkan merupakan
“Kegiatan - Etos Kerja efisiensi kerja “kegiatan untuk
mempengaruhi Etos kerja adalah mempengaruhi
perilaku orang totalitas - Etos Kerja perilaku orang
lain atau seni kepribadiaan diri etos kerja lain, baik
mempengaruhi individu serta adalah totalitas perorangan
perilaku manusia, cara individu kepribadian diri maupun
baik secara mengekspresikan, individu serta kelompok”.
perorangan memandang, cara individu
maupun meyakini suatu mengekspresika - Etos Kerja
kelompok ke arah pekerjaan n, memandang, Tasmara (2002:
tercapainya suatu sehingga menjadi meyakini suatu 56) mengatakan
tujuan tertentu suatu kebiasaan pekerjaan bahwa etos kerja
(Robbins, 2001). yang menjadi ciri sehingga merupakan suatu
khas untuk menjadi totalitas
- Etos Kerja bertindak dan kebiasaan yang kepribadian dari
etos kerja meraih hasil kerja menjadi ciri individu serta cara
adalah totalitas yang optimal. khas untuk individu
kepribadian diri bertindak dan mengekspresikan,
individu serta - Kinerja meraih hasil dan mendorong
cara individu Kinerja adalah kerja yang individu untuk
mengekspresikan, suatu hasil yang optimal.
bertindak dan
memandang, dicapai oleh
meraih hasil yang
meyakini suatu pekerja dalam
pekerjaannya optimal (high
pekerjaan
23

sehingga menjadi menurut kriteria performance).


suatu kebiasaan tertentu yang
yang menjadi ciri berlaku untuk
khas untuk suatu pekerjaan
bertindak dan (Roobins, 2000).
meraih hasil kerja
yang optimal.

3 Kerangka Variabel Variabel Variabel Variabel


Pemikiran independent independent independent independent
(human relation, (human relation, (human (human relation,
kondisi fisik dan kondisi fisik relation dan kondisi fisik
lingkungan kerja lingkungan kondisi fisik lingkungan kerja
dan leadership) kerja) lingkungan dan leadership)
dihubungkan dihubungkan kerja) dihubungkan
dengan variabel dengan dua dihubungkan dengan variabel
dependen variabel dengan variabel dependen (etos
(etoskerja) dependen (etos dependen kerja) kemudian
kemudian dicari kerja dan (etoskerja) dicari perhitungan
perhitungan kinerja) keemudian menggunakan
menggunakan kemudian dicari dicari metode analisis
metode analisis perhitungan perhitungan
menggunakan menggunakan
metode analisis metode analisis

4 Metode - Uji Validitas - Uji Validitas - Uji Validitas - Uji Validitas


Analisis - Uji Reliabilitas - Uji Reliabilitas dan Reliabilitas - Uji Reliabilitas
- Regresi Linier - Uji Asumsi - Regresi - Regresi Linear
Berganda Klasik Linear Berganda
- Uji t - Analisis Berganda - Uji T
- Uji F Kuantitatif - Uji T - Uji F
- Determinasi - Uji t - Uji F - Determinasi
- Uji F

Penelitian yang sejenis pernah dilakukan oleh Prabowo (2008) penelitian yang

berjudul “Analisis Pengaruh Human Relation, Kondisi Fisik Lingkungan Kerja, dan

Leadership Terhadap Etos Kerja Karyawan Kantor Pendapatan Daerah di Pati”.

Penelitian yang telah dilakukan dengan analisis data menggunakan uji hipotesis data
24

yaitu uji F dan uji t. Uji F diketahui bahwa F hitung > Ftabel pada tingkat keyakinan α =

5% yaitu sebesar Fhitung = 2421,225> Ftabel = 3,63 berarti variabel human relation,

kondisi fisik lingkungan kerja dan leadership berpengaruh secara signifikan terhadap

etos kerja karyawan. Nilai R2 adalah sebesar 0,816 ini berarti bahwa model yang

digunakan untuk menganalisa kasus ini cukup bagus. Sedangkan maksud nilai R2

sebesar 0,816 adalah variasi yang terjadi terhadap variabel dependen dijelaskan oleh

variasi dari variabel independen sebesar 0,816 atau 81,6%. Sedangkan sisanya

sebesar 18,6 % variasi varibel dependen dipengaruhi oleh variasi variabel independen

di luar model analisa data.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Rukmana (2010), universitas

Diponegoro dengan judul Analisis Pengaruh Human Relation (Hubungan Antar

Manusia) dan Kondisi Fisik Lingkungan Terhadap Etos Kerja Dan Kinerja Karyawan

Dedy Jaya Plaza Tegal. Berdasarkan hasil penelitian dari populasi sejumlah 68 orang,

dengan menggunakan teknik sampel acak proporsional, diperoleh jumlah sampel

sebanyak 40 orang. Analisis jalur digunakan sebagai analisis kuantitatif. Analisis jalur

menggunakan dua tahap regresi linear. Hasil perhitungan koefisien determinasi total

menunjukkan bahwa 28% perubahan variabel dependen mampu dijelaskan oleh

variabel independen. Sedangkan sisanya sebesar 72% dijelaskan oleh variabel-

variabel lain di luar model penelitian. Hasil pengujian hipotesis secara parsial dari

setiap jalur menunjukkan adanya pengaruh secara positif dan signifikan dari Etos

Kerja terhadap Kinerja. Selanjutnya, Hubungan Antar Manusia dan Kondisi Fisik
25

Lingkungan masing-masing tidak memiliki pengaruh secara positif dan signifikan

terhadap Etos Kerja

Penelitian yang dilakukan oleh Muliyani berjudul Pengaruh Human Relation

(Hubungan Antar Manusia) dan Kondisi Lingkungan Kerja Fisik Terhadap Etos Kerja

Pegawai Pada PDAM Tirtanadi Sumatera Utara Cabang Cemara Medan. Teknik

analisis data yang digunakan adalah Regresi Linier Berganda diperoleh persamaan

regresi Y = 2,970 + 0,381X1 + 0,341X2 + e. Nilai koefisien determinan (R2) sebesar

0,557 yang berarti veriabel human relation dan kondisi lingkungan kerja fisik sebesar

55,7% dan selebihnya 44,3% dipengaruhi oleh faktor lain. Dari hasil penelitian

membuktikan bahwa hipotesis diterima dengan thitung < ttabel. Dari hasil penelitian

diperoleh X1 (3,047) dan X2 (4,057) > 2,04 atau t hitung < ttabel, yang artinya bahwa

human relation dan kondisi lingkungan kerja fisik memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap etos kerja Pegawai PDAM Tirtanadi Sumatera Utara Cabang Cemara

Medan. Untuk menguji hipotesis digunakan uji F dengan nilai Fhitung (18,237) > Ftabel

(3,33). Dari hasil perhitungan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa hipotesis

diterima, yaitu terdapat pengaruh yang positif antara human relation dan kondisi

lingkungan kerja fisik terhadap Etos Kerja Pegawai PDAM Tirtanadi Sumatera Utara

Cabang Cemara Medan.


26

5.4 Hipotesis Penelitian

Menurut Arikunto (2002: 60) hipotesis didefinisikan sebagai persyaratan yang

dibuat oleh peneliti bagi problematika yang diajukan dalam penelitian. Hipotesis

adalah sebuah jawaban sementara, masih harus dibuktikan kebenarannya. Hipotesis

dalam penelitian ini adalah:

5.4.1 Diduga ada pengaruh human relation, kondisi fisik lingkungan kerja dan

leadership secara parsial terhadap etos kerja karyawan di PTP. Mitra Ogan PKS

Karang Dapo di Baturaja

5.4.2 Diduga ada pengaruh human relation, kondisi fisik lingkungan kerja dan

leadership secara simultan terhadap etos kerja karyawan di PTP. Mitra Ogan PKS

Karang Dapo di Baturaja.

5.4.3 Diduga variabel leadership mempunyai pengaruh yang dominant terhadap

etos kerja karyawan di PTP. Mitra Ogan PKS Karang Dapo di Baturaja.

6 Metodologi Penelitian

6.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada PTP. Mitra Ogan PKS Karang Dapo yang

beralamat di Desa Karang Dapo Kecamatan Peninjauan Kabupaten OKU Sumatera

Selatan. Peneliti membatasi ruang lingkup pembahasan pada pengaruh human

relation, kondisi fisik lingkungan kerja dan leadership terhadap etos kerja karyawan

di PTP. Mitra Ogan PKS Karang Dapo. Penelitian ini dilakukan mulai bulan April

2015.
27

6.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis dan sumber dalam penelitian ini menggunakan jenis data primer, sebab

data primer adalah data yang diperoleh langsung dari perusahaan yang bersangkutan

dengan cara melakukan observasi, kuesionir dan dokumentasi. Data primer dalam

penelitian ini diperoleh dari penyebaran kuesionir yang merupakan metode

pengumpulan data yang sering digunakan dalam penelitian kuantitatif deskriptif.

6.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui

penyebaran kuesioner. Menurut Arikunto (2010: 24) kuesioner adalah cara

pengumpulan data dengan menggunakan daftar pernyataan (angket) atau daftar isian

terhadap objek yang diteliti (populasi atau sampel).

6.4. Populasi dan Sampel

6.4.1 Populasi

Menurut Arikunto (2010: 125) “populasi adalah keseluruhan subjek penelitian

yang ada di dalam wilayah penelitian”. Berdasarkan definisi tersebut maka dapat

disimpulkan bahwa populasi adalah seluruh subjek yang menjadi perhatian kita dalam

suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan. Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh karyawan PTP. Mitra Ogan PKS Karang Dapo. Populasi dalam

penelitian diketahui jumlahnya karena ada catatan resmi serta perhitungan yang

akurat dengan total populasi 206 karyawan.


28

6.4.2 Sampel

Menurut Arikunto (2010: 174), mengemukakan sampel adalah sebagian

atau wakil populasi yang diteliti. Adapun untuk menentukan ukuran sampel

menggunakan Rumus Slovin, yaitu:

N
n
1  Ne 2

Keterangan :
n = Sampel
N= Populasi
d = Presisi (10%)
Sampel dalam penelitian ini yaitu :
N
n
1  Ne 2

206
n n = 67,32 = dibulatkan 67 responden.
1  206(0.1) 2

6.4.3 Teknik pengumpulan sampel

Peneliti akan menggunakan teknik pengambilan sampel yaitu sampel

berstara atau stratified sample dengan tipe proportionate stratified random

sampling. Menurut Arikunto (2010: 174), pengambilan sampel berstrata

merupakan teknik pengambilan sampel dimana populasi dikelompokan dalam

strata tertentu, kemudian diambil sampel secara random dengan proporsi yang

seimbang sesuai dengan posisinya dalam populasi. Kemudian untuk mentukan

sampelnya peneliti menggunakan proportionate stratified random sampling

karena jenis sampel ini adalah pengambilan sampel dari anggota populasi secara
29

acak dan berstrata secara proporsional, dilakukan sampling ini apabila anggota

populasinya heterogen (tidak sejenis). Proportionate stratified random

sampling ini dilakukan dengan cara membuat lapisan-lapisan (strata), kemudian

dari setiap lapisan diambil sejumlah subjek secara acak. Jumlah subjek dari

setiap lapisan (strata) adalah sampel penelitian (Sugiyono, 2011: 267).

Untuk menentukan besarnya jumlah sampel yang akan menjadi bahan

penelitian. Alokasi proporsional jumlah pembagian 67 karyawan PTP. Mitra

Ogan PKS Karang Dapo dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

Nixn
ni 
N

Keterangan :
ni = Banyaknya sampel yang dibutuhkan setiap kelompok
n = Jumlah sampel yang mewakili populasi
Ni = Banyaknya sub populasi tiap kelompok
N = Jumlah keseluruhan populasi
Tabel 1.2 Rincian Jumlah Sampel
No Bagian Populasi Sampel
1 Teknik Kantor 6 2
2 Pengelolaan Shift 1 34 11
3 Pengelolaan Shift 2 34 11
4 Pengelolaan Shift 3 35 11
5 Bengkel Mekanik 34 11
6 Bengkel Listrik 8 3
7 Qualiti Control 44 14
8 Gudang 12 4
Total 206 67
Sumber: Bagian SDM PTP. Mitra Ogan PKS Karang Dapo Tahun 2015

6.5 Teknik Analisis


30

6.5.1 Analisis Data

Analisis data adalah analisis yang dihitung berdasarkan hasil dari kuesioner

yang berupa jawaban dari responden. Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian

tersebut maka jawaban atas pertanyaan pada angket akan diberi nilai atau skor dengan

menggunakan skala likert yang terdiri dari pernyataan sangat setuju, setuju, netral,

tidak setuju dan sangat tidak setuju (Ridwan dan Sunarto, 2010: 15).

6.5.2 Uji Validitas dan Reliabilitas

6.5.2.1 Uji Validitas

Menurut Arikunto (2010: 174), validitas adalah suatu ukuran yang

menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen

yang valid mempunyai validitas tinggi dan sebaliknya bila validitasnya rendah maka

instrumen tersebut kurang valid. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu

mengukur apa yang hendak diukur dan diinginkan. Sebuah instrumen dikatakan valid

apabila dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti. Validitas instrument

terbagi dalam validitas internal (validitas kontruk/contract validity dan validitas

isi/contant validity) dan validitas eksternal/empiris.

Perhitungan validitas dari sebuah instrumen dapat menggunakan rumus

korelasi product moment atau dikenal dengan korelasi pearson dengan program SPSS

16, adapun rumusnya adalah sebagai berikut:


n XY   X  Y
Rxy 
n  X 2

 ( X ) 2 n Y 2  (  Y ) 2 

Keterangan.
31

Rxy : koefisien korelasi

n : jumlah responden uji coba

x : skor tiap item

y : skor seluruh item responden uji.

Untuk menentukan valid atau tidaknya data yang diuji dapat ditentukan

dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut: Jika r hasil positif, serta r

hasil > r tabel, maka butir atau variabel tersebut valid. Jika r hasil negatif, serta r hasil

< r tabel, maka butir atau variabel tersebut tidak valid. Jadi jika, r hasil > r tabel tetapi

bertanda negatif, Ho tetap akan ditolak.

6.5.2.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrumen

dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument

tersebut sudah dianggap baik tidak akan bersifat tendensius mengarahkan responden

untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Menurut Arikunto (2010: 174), reliabel

artinya dapat dipercaya juga dapat diandalkan, sehingga beberapa kali diulang pun

hasilnya akan tetap sama (konsisten). Pengujian reliabilitas dapat dilakukan secara

eksternal (stability/test restest, equivalent atau gabungan keduanya) dan secara

internal (analisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrument). Setelah penelitian

selesai dilakukan maka untuk mengukur pertanyaan dari masing-masing variabel

penelitian, dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan Alpha Cronbach’s dengan

rumus sebagai berikut.


32

R11 
k 
1 
 ob 2


k  1  ot 2


Dimana

r11 = reliabilitas yang dicari

k = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

∑σb2 = jumlah varians skor tiap-tiap item

σ t2 = varians total

Selanjutnya dalam pemberian interpretasi terhadap koefisien reliabilitas tes (r11)

pada umumnya digunakan patokan sebagai berikut :

1. Apabila r11, sama dengan atau lebih besar daripada 0,70 berarti tes yang

sedang diuji reliabilitasnya dinyatakan telah memiliki reliabilitas yang tinggi

(=reliable)

2. Apabila r11, lebih kecil daripada 0,70 berarti bahwa tes yang sedang diuji

reliabilitasnya dinyatakan belum memiliki reliabilitas yang tinggi (un-

reliable)

6.5.2.3 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi yang akan dilakukan mencakup pengujian normalitas,

multikoliniearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi (Ghozali, 2001:57-69).

a. Uji Normalitas
33

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel

pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t

dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Kalau

asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid (Ghozali, 2005: 110). Cara

untuk mengetahui normalitas adalah dengan melihat normal probability plot yang

membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan

membentuk suatu garis lurus diagonal, dan plotting data akan dibandingkan dengan

garis diagonal.

Gambar 1 Normal Probability Plot Uji Normalitas

Jika distribusi data residual adalah normal, maka garis yang menggambarkan

data sesungguhnya meliputi garis diagonalnya. Seperti ditunjukkan pada gambar 1.

b. Uji Multikolinearitas

Menurut Santoso (2004: 203) uji multikolinearitas dilakukan untuk menguji

apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Pedoman

suatu model regresi yang bebas multikolinearitas adalah koefisien korelasi antar
34

variabel independen haruslah lemah (di bawah 0,5). Jika korelasi kuat, maka terjadi

problem multikolinearitas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi

di antara variabel independen. Untuk dapat mendeteksi terjadi atau tidaknya

multikolinearitas pada sebuah model regresi, dapat dilakukan dengan tidak

mengandung multikolinieritas, apabila nilai VIF < 10 dan mempunyai nilai tolarance

> 0,10. Jika nilai VIF hasil regresi lebih besar dari 10 dan nilai tolerance lebih kecil

dari 0,10 maka dapat dipastikan ada multikolinearitas di antara variabel bebas

tersebut.

c. Heteroskedastisitas

Heterokedastisitas adalah untuk menguji sebuah model regresi, terjadi

ketidaksamaan varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika

varians dari residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap maka

disebut homokedastisitas, dan jika varians berbeda disebut heterokedastisitas. Model

regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas (Santoso, 2004: 208).

Heterokedastisitas dapat dideteksi dengan melihat ada tidaknya pola tertentu

pada scatterplot, dimana sumbu X adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu X

adalah residual (Y diprediksi – Y yang sesungguhnya) yang telah distudentized.


35

Gambar 2. Pola Scatterplot Uji Heterokedastisitas

Dasar pengambilan keputusan adalah:

1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik (point-point) yang ada membentuk suatu

pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka

telah terjadi heterokedastisitas.

2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka

nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas.

d. Uji Autokorelasi

Menurut Santoso (2004: 216) autokorelasi digunakan untuk menguji apakah

dalam sebuah model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada

periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka

dinamakan ada problem autokorelasi. Model regresi yang baik adalah regresi yang

bebas dari autokorelasi.


36

Mendeteksi adanya autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan

Durbin Watson, secara umum dapat diambil patokan:

a. Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif

b. Angka D-W di bawah -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi

c. Angka D-W di bawah +2 berarti ada autokorelasi negatif

Jika ada masalah autokorelasi, maka model regresi yang seharusnya signifikan,

menjadi tidak layak untuk dipakai. Autokorelasi dapat diatasi dengan cara melakukan

transformasi data dan menambah data observasi.

6.6 Metode Analisis

6.6.1 Analisis Regresi Linear Berganda

Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear

berganda. Model ini dikembangkan untuk mengestimasi nilai variabel dependen Y

dengan menggunakan lebih dari satu variabel independen (X1, X2,…, Xn). Analisis ini

akan dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut:

6.6.1.1 Transformasi Data

Sebelum dilakukan analisis regresi linear berganda, tahap awal yang

dilakukan adalah mentransformasi data yang diolah berdasarkan hasil dari kuesioner

yang berasal dari jawaban responden. Jawaban responden diberi skor atau nilai

berdasarkan skala likert, yang alternatif jawabannya terdiri dari yaitu sangat setuju,

setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju (Ridwan dan Sunarto, 2010: 15). Pendapat
37

responden terhadap pertanyaan tentang kualitas pelayanan, kepuasan konsumen dan

intensitas pembelian diberikan nilai sebagai berikut:

a. Setiap alternatif jawaban sangat tidak setuju diberi skor 1

b. Setiap alternatif jawaban tidak setuju diberi skor 2

c. Setiap alternatif jawaban netral diberi skor 3

d. Setiap alternatif jawaban setuju diberi skor 4

e. Setiap alternatif jawaban sangat setuju diberi skor 5

Data dari jawaban responden adalah bersifat ordinal, syarat untuk bisa

menggunakan analisis regresi adalah paling minimal skala dari data tersebut harus

dinaikkan menjadi skala interval, melalui Methode of Succesive Internal (MSI). Skala

interval menentukan perbedaan, urutan dan kesamaan besaran perbedaan dalam

variabel, karena itu skala interval lebih kuat dibandingkan skala nominal dan ordinal

(Ridwan dan Sunarto, 2010: 21).

Transformasi tingkat pengukuran dari skala ordinal ke skala interval

dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Perhatikan setiap item pertanyaan dalam kuesioner

b. Untuk setiap item tersebut tentukan berapa orang responden yang mendapat skor

1, 2, 3, 4, 5, yang disebut dengan frekuensi

c. Skor frekuensi dibagi dengan banyaknya responden yang disebut proporsi

d. Hitung proporsi kumulatif (pk)

e. Gunakan tabel normal, hitung nilai z untuk setiap proporsi kumulatif

f. Nilai densitas normal (fd) yang sesuai dengan nilai z


38

g. Tentukan nilai interval (scale value) untuk setiap skor jawaban sebagai berikut:

Nilai interval = (density at lower limit) – (density at upper limit)


(area under upper limit) – (area under lower limit)
Keterangan :

Area under upper limit : Kepadatan batas bawah

Density at upper limit : Kepadatan batas atas

Area under upper limit : Daerah dibawah batas atas

Area under lower limit : Daerah dibawah batas bawah

h. Sesuai dengan nilai skala ordinal ke interval, yaitu scale value (SV) yang nilainya

terkecil (harga negatif yang terbesar) diubah menjadi sama dengan 1 (satu).

6.6.1.2 Spesifikasi Model Analisis Regresi Linear Berganda

Model regresi linear berganda penelitian ini dapat diformulasikan sebagai

berikut: (Algifari, 2009: 47).

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + e

dimana:

Y = Etos Kerja

X1 = Human Relation

X2 = Kondisi Fisik Lingkungan Kerja

X3 = Leadership

b1-b2--b3 = Koefisien regresi

a = Konstanta

e = Error Term
39

6.6.1.3 Pengujian Hipotesis

a. Uji t (Uji Individual)

Menurut Kuncoro (2009: 238) Uji-t pada dasarnya menunjukkan seberapa

jauh pengaruh satu variabel penjelas secara individual dalam menerangkan variasi

variabel terikat.

H0 : bi = 0, artinya apakah suatu variabel independen bukan merupakan penjelas

yang signifikan terhadap variabel dependen. Hipotesis alternatifnya (H1)

parameter suatu variabel tidak sama dengan nol, atau:

Ha : bi ≠ 0, artinya, variabel tersebut merupakan penjelas yang signifikan terhadap

variabel dependen.

Hasil thitung dibandingkan dengan ttabel pada tingkat kepercayaan 95 % dan taraf

signifikansi 5% dengan menggunakan ttabel = t α/2, df (n-k-1) yang dapat digambarkan

sebagai berikut :

Daerah penolakan Daerah penolakan


(Ho) (Ho)
Ho Daerah penerimaan
(Ho) Ho

-t (α/2), df (n-k-1) t (α/2), df (n-k-1)

Gambar 3. Interval Keyakinan 95 % Untuk Uji Dua Sisi


40

b. Uji F

Uji F – statistik pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel bebas yang

dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap

variabel terikat (Kuncoro, 2009: 239). Hipotesis nol yang hendak diuji adalah:

H0 : b1 = b2 = b3 = 0, artinya, apakah semua variabel independen bukan merupakan

penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.

Hipotesis alternatifnya (H1) tidak semua parameter secara

simultan sama dengan nol, atau:

H1: b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0, artinya semua variabel independen secara simultan merupakan

penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.

Menurut Ridwan dan Sunarto (2010: 110) kaidah pengujian signifikansi:

Jika F hitung > F tabel, maka tolak Ho artinya signifikan dan

F hitung < F tabel, maka terima Ho artinya tidak signifikan

Hasil Fhitung dibandingkan dengan Ftabel pada tingkat kepercayaan 95 % dan

taraf signifikansi 5% dengan menggunakan Ftabel = F {(1- α) (dk pembilang = m), (dk

penyebut = n-m-1).

c. Analisis Koefisien Determinasi

Menurut Ridwan dan Sunarto (2010: 80-81), koefisien determinasi (R 2 / KP)

pada intinya digunakan untuk menunjukkan seberapa besar variabel X dalam

menjelaskan variabel Y. Nilai KP dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:


41

KP = r 2 x 100%

Keterangan :

KP = nilai koefisien determinasi

r = nilai koefisien korelasi

6.7 Batasan Operasional Variabel

Batasan operasional penelitian dalam penelitian ini adalah:

Tabel 2
Batasan Operasional Variabel
No. Variabel Definisi Indikator
1. Human Human relation (hubungan - Komunikasi
relation antar manusia) merupakan - Partisipasi
(X1) syarat utama untuk - Hubungan Konseling
keberhasilan suatu
komunikasi baik komunikasi
antar perorangan maupun
komunikasi dalam instansi
atau perusahaan.
2. Kondisi Lingkungan kerja - Faktor lingkungan sosial
Fisik merupakan keadaan sekitar - Faktor situasi sosial
Lingkungan tempat kerja baik secara fisik - Faktor hubungan kerja
(X2) maupun non fisik yang dapat dalam organisasi
memberikan kesan yang - Faktor sistem informasi
menyenangkan, - Faktor lingkungan tata ruang
mengamankan, kerja
menentramkan, dan betah - Faktor kebersihan dan
kerja kerapian ruang kerja
3. Leadership Leadership (kepemimpinan) - Energi dan keteguhan hati
42

(X3) adalah kekuatan yang - Visi


dimiliki oleh seorang - Menantang dan mendorong
pemimpinan yang dapat - Mengambil risiko
mempengaruhi orang lain - Kesetiaan
guna mengikuti - Harga diri
kehendaknya sesuai dengan
apa yang ia kehendakinya.
4. Etos Kerja Etos kerja adalah watak atau - Motivasi
(Y) karakter suatu kelompok - Lingkungan social budaya
nasional atau kelompok - Pendidikan
rasial tertentu. Etos kerja
dalam suatu perusahaan
tidak akan muncul begitu
saja, akan tetapi harus
diupayakan dengan sungguh-
sungguh melalui proses yang
terkendali dengan
melibatkan semua sumber
daya manusia dalam
seperangkat alat pendukung.

7. Kerangka Kerja Penelitian


7.1. Tahap Langkah kerja

a). Tahap Persiapan

1). Penyelesaian administrasi

2). Pengajuan dan pengesahan judul

3). Pengajuan dan pengesahan proposal penelitian


43

4). Penyusunan instrumen

5). Observasi awal

b). Tahap Pengumpulan Data

1). Pengumpulan data dari sumber data yang ada

2). Pemeriksaan data

3). Pengklasifikasian data

c). Tahap Pengolahan Data

1). Pemeriksaan data ulang

2). Pengklasifikasian data lebih lanjut

3). Melakukan analisis data

4). Mengevaluasi data

d). Tahap Penyusunan Data

1). Penyusunan data per bab

2). Perbaikan

DAFTAR PUSTAKA
44

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta:Rineka Cipta.

Binham, Rona. 2012. Jurnal Meningkatkan Etos Kerja. Diakses pada


http://cafemotivasi.com/meningkatkan-etos-kerja/ pada tanggal 20 April 2015
pukul 21.00 WIB.

Chaplin, J.P. 2001. Kamus Psikologi. (Terjemahan: Kartono, K). Bandung: CV. Pionir
Jaya.

Dewi, Iga Manuati, 2002. Makalah. Mengapa dan Untuk Apa Orang Bekerja?. Bali:
Unversitas Udayana.

Effendy, Onong Uchjana, 2003. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Jakarta:
Erlangga.

Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS 3 ED.
Semarang: Penerbit Unniversitas Diponegoro.

Hasibuan, S.P.M. 2011.Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi Revisi. Jakarta: PT.
Bumi Aksara.

Moorhead dan Griffin. 2013. Perilaku Organisasi Manajemn Sumber daya Manusia
dan Organisasi. Jakarta: Selemba Empat.

Muliyani, Sri. 2012. Pengaruh Human Relation (Hubungan Antar Manusia) dan
Kondisi Lingkungan Kerja Fisik Terhadap Etos Kerja Pegawai Pada PDAM
Tirtanadi Sumatera Utara Cabang Cemara Medan. Manajemen Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Medan.

Kuncoro, Mudrajat. 2009. Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi: Bagaimana
Meneliti dan Menulis Tesis. Erlangga: Yogyakarta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2009. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta:


Rineka Cipta

Robbins, Stephen P. dan Timothi A. Judge. 2001. Perilaku Organisasi. Ed.12. Jakarta:
Salemba Empat.

Ridwan dan Sunarto. 2010. Pengantar Statistika Untuk Penelitian Pendidikan,


Sosial, Komunikasi, Ekonomi dan Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Santoso, S. 2004. Buku Latihan SPSS Statistik Parametik. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.
45

Sedarmayanti. 2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Mandar Maju:
Bandung

Siagian, P.S. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara: Jakarta.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R&D. Bandung :


Alfabeta.

Sunyoto, Danang. 2013. Teori, Kuesioner, dan Proses Analisis Data Perilaku
Organisasional. Yogyakarta: PT. Buku Seru

Tasmara, Toto. 2002. Etos Kerja Islami. Jakarta : Gema Insani Pres.

Thoha, Miftah. 2012. Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada

Thoha, Miftah. 2012. Kepemimpinan dalam Manajemen. Jakarta: PT. RajaGrafindo


Persada

Prabowo, Ovi Setya. 2008. Analisis Pengaruh Human Relation, Kondisi Fisik
Lingkungan Kerja, dan Leadership Terhadap Etos Kerja Karyawan Kantor
Pendapatan Daerah di Pati. Thesis Fakultas Ekonomi Jurusan Mananajemen
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Priyatno. 2011. Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta:


Kecana Prenada Media Group.

Rukmana. Widdi Ega 2010. Analisis Pengaruh Human Relation (Hubungan Antar
Manusia) dan Kondisi Fisik Lingkungan Terhadap Etos Kerja Dan Kinerja
Karyawan Dedy Jaya Plaza Tegal. Thesis Fakultas Ekonomi Jurusan
Mananajemen Universitas Diponegoro

Anda mungkin juga menyukai