Anda di halaman 1dari 24

TUGAS KELOMPOK

PENGANTAR HUKUM INDONESIA

HUKUM INTERNASIONAL
YANG DISUSUN OLEH KELOMPOK 5

A.NADYA.R.SINGKE (10200116115)
ALDA MUCHTAR (10200116133)
FIRDA AYU LESTARI (10200116128)
A.TRIADI WAHYUDI (10200116 )
HARIADI CAKTI (10200116 )

HUKUM PIDANA DAN KETATANEGARAAN


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN AJARAN 2017-2018
Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wata΄ala atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hukum
Internasional” ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu
tugas yang diberikan oleh dosen matakuliah Pengantar Hukum Indonesia.

Makalah ini disusun dari hasil penyusunan materi-materi yang kami peroleh dari media
massa yang berhubungan dengan Hukum Internasional.

Kami berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam
hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai Hukum Internasional. Makalah ini masih
jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 28 November 2017

Penyusun

1
DAFTAR ISI

Kata pengantar ……………………………………………………………………….ii


Daftar isi …………………………………………………...................………...........iii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………....……………..iv
A. Latar belakang masalah ………………………………………………...………iv
B. Rumusan masalah ………………………………………………........…...……iv
C. Tujuan ……………………………………………………………………...…..iv
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Hukum Internasional .....................................................................4
2. Sejarah Perkembangan Hukum .......................................................................7
3. Dasar Hukum Internasional .............................................................................10
4. Subjek Hukum International ............................................................................11
5. Asas-asas Hukum International .......................................................................11
6. Bentuk-bentuk Hukum Internasional ..............................................................13
7. Sumber Hukum Internasional ..........................................................................13
8. Sebab-sebab Sengketa .....................................................................................16

KESIMPULAN …………………………………………………..............................23
SARAN …………………………………………………….....................…………..23

2
BAB I

PENDAHULUAN

Adanya hubungan yang terdapat antara anggota masyarakat internasional -karena adanya
kebutuhan yang disebabkan antara lain oleh pembagian kekayaan dan perkembangan industri yang
tidak merata di dunia seperti adanya perniagaan atau pula hubungan di lapangan kebudayaan, ilmu
pengetahuan, keagamaan, sosial dan olah raga- mengakibatkan timbulnya kepentingan untuk
memelihara dan mengatur hubungan bersama merupakan suatu kepentingan bersama. Untuk
menertibkan, mengatur dan memelihara hubungan Internasional inilah dibutuhkan hukum dunia
menjamin unsur kepastian yang diperlukan dalam setiap hubungan yang teratur. Masyarakat
Internasional pada hakekatnya adalah hubungan kehidupan antar manusia dan merupakan suatu
kompleks kehidupan bersama yang terdiri dari aneka ragam masyarakat yang menjalin dengan erat.
Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala
internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan
antar negara. Namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks,
pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku
organisasi internasional dan pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan individu.
Hukum internasional merupakan hukum bangsa-bangsa, hukum antarbangsa atau hukum
antar negara. Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan
hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu. Hukum antarbangsa atau hukum
antarnegara menunjukkan pada kompleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota
masyarakat bangsa-bangsa atau negara.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, kami merumuskan beberapa masalah, yaitu :
1) Apa saja pengertian, Ruang Lingkup, Dasar Hukum Internasional?
2) Bagaimana Sejarah Perkembangan Hukum International?
3) Apa saja Asas-asas, Bentuk, Sumber Hukum International?
4) Apa saja sebab-sebab persengketaan Internasional dan cara penyelesaiannya?
C. Tujuan
Dalam makalah ini, kami merumuskan beberapa masalah, yaitu :
1) Mengetahui , Ruang Lingkup, Dasar Hukum Internasional.
2) Mengetahui Sejarah Perkembangan Hukum International.
3) Mengetahui Asas-asas, Bentuk, Sumber Hukum International.
4) Mengetahui sebab-sebab persengketaan Internasional dan cara penyelesaiannya.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN HUKUM INTERNASIONAL


Harus disadari, sebenarnya banyak sarjana yang mengemukakan pengertian atau batasan
tentang hukum internasional. Akan tetapi perlu disadadri terlebih dahulu, bahwa batasan atau
pengertian tentang hukum internasional dari sarjana yang satu tidak persis sama dengan batasan atau
pengertian yang lainnya. Meskepin demikian, dari pengertian atau batasan yang berbeda-beda itu,
dapat ditarik perbedaan-perbedaan dan persamaan-persamaannya. Berikut ini beberapa pengertian
hukum internasional yang dipaparkan oleh beberapa sarjana:
Hukum internasional adalah kumpulan ketentuan hukum yang berlakunya dipertahankan oleh
masyarakat internasional. Sebagai bagian dari hukum, hukum internasional memenuhi unsur-unsur
yang menetapkan pengeertian hukum, yakni kumpulan ketentuan yang mengatur tingkah laku orang
dalam masyarakat yang berlakunya dipertahankan oleh “external power” masyarakat yang
bersangkutan.1
Mochtar kusumaatmaja mendefinisikan hukum internasional sebagai: keseluruhan kaidah dan
asas hukum yang menatur hubungan atau persoalan yang menlintasi batas Negara (hubungan
internasional) yang bukan bersifat perdata.2
Menurut I Wayan bahwa kalau ditelaah lebih lanjut batasan yang dikemukakan oleh ochtar
ini, sebenarnya barulah menunjukkan batas-batas luar dari hukum internasional. Kata-kata kalimat
“melintasi batas-batas Negara-negara” tampaknya dimaksudkan untuk menunjukkkan perbedaan
antara hukum internasional dengan hukum nasional. Sedangkan dengan adanya kata-kata “ yang
bukan bersifat perdata” bermaksud untuk menunjukkan perbedaan sifat antara hukum internasional
yang mengatur persoalan-persoalan yang bersifat public dengan hukum perdata internasional.3
Akan tetapi, mochtar kusmaatmadja tidaklah berhenti hanya sampai disini, sebab batasannya
tersebut di atas masih dilanjutkannya lagi dengan penambahan batasan lain yang dapat dikatakan
menunjukkan ruang lingkup dan subtansi dari hukum internasional, yaitu: Dalam kesempatan lain,
mochtar menegaskan bahwa hukum internasional adalah: keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur
hubungan atau persoalan yang melintasi batas Negara antara Negara dengan Negara, dan Negara
dengan subjek hukum lain yang bukan Negara atau subjek hukum bukan Negara satu sama lain.4
Dari penegasan di atas, tampak dua hal yang ingin disampaikan oleh mochtar:

1
Sugeng Istanto, Hukum Internasional, (Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya, 2010), 4-5.
2
Mohtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung: Alumni,1999), 1.
3
I Wayan Partehiana, Pengantar Hukum Internasional Kontemporer, (Bandung: Mandar Maju, 2003), 8.
4
Mohtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, 3.

4
Pertama subyek-subyek hukum internasional oleh ia dibedakan ked ala dua kelompok, yaitu
Negara dan subyek hukum bukan Negara.
Kedua: ruang lingkup atau subtansi dari hukum internasional yang menurut mochtar meliputi:
a. Hubungan atau persoalan hukum antara negara dan Negara
b. Hubungan atau persoalan hukum antara Negara dan subyek hukum bukan Negara
c. Hubungan atau persoalan hukum antara subyek hukum bukan Negara dan subyek hukum
bukan neara satu dengan lainnya.5
Hukum internasional dapat didefinisakan sebagai sekumpulan hukum yang sebagian besar
terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang mengatur tentang perilaku yang harus diaati
oleh Negara-negara, dan oleh karena itu juga harus diaati dalam hubungan-hubungan antara mereka
satu dengan lainnya, serta yang juga mencakup:
a. Organisasi internasional, hubungan antara organisasi internasional satu dengan lainnya,
hubungan peraturan-peraturan hukumm yang berkenaan dengan fungsi-fungsi lembaga
atau antara organisasi internasional dan Negara atau Negara-negara dan hubungan antara
organisasi internasional dengan individu atau individu-individu.
b. Peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-individu dan
subyek-subyek hukum bukan Negara sepanjang hak-hak dan kewajiban-kewajiban
individu dan subyek hukum bukan Negara tersebut bersangkut paut dengan masalah
masyarakat internasional.6
Dari pengertian di atas, secara sepintas sudah diperoleh gambaran umum tentang ruang
lingkup dan subtansi dari hukum internasional itu sendiri. Di dalamnya terkandung unsur subyek atau
pelaku-pelaku yang berperan, hubungan-hubunganhukum antar subyek atau pelaku, serta hal-hal atau
obyek yang tercakup dalam pengaturannya, serta prinsip-prinsip peraturan hukum yang semuanya
terjalin sebagai satu keseluruhan. Berkenaan dengan subyek hukumnya, tampaklah bahwa Negara
tidak lagi merupakan stau-satunya subyek hukum internasional, sebagaimana pernah menjadi
pandangan yang berlaku umum di kalangan para sarjana hukum internasional pada masa sekitar abad
ke 19 dan awal abad ke 20. Ternyata subyek-subyek hukum internasional yang diakui eksistensinya
dewasa ini, selain Negara, juga organisasi internasional, individu, dan subyek hukum bukan Negara.
Sedangkan mengenai subtansinya juga tampak bahwa subtansi hukum internasional itu sangat
luas, yakni mencakup:
a. Prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan Negara atau Negara-
negara, misalnya tentang kualifikasi suatu Negara sebagai pribadi internasional, terbentuknya
maupun berakhirnya suatu Negara, peristiwa-peristiwa hukum yang dapat menimpa Negara
dan pengaruhnya terhadap eksistensinya, hak-hak dan kewajiban-kewajiban Negara, dan lain-
lainnya.

5
I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional , 9-10.
6
Ibid., 4.

5
b. Prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan atau yang mengatur
persoalan-persoalan tentang hubungan antara Negara dan Negara, seperti perjanjian-perjanian
internasional, hubungan diplomatic dan konsuler, hubungan dlam bidang politik dan ekonimi,
dan lain-lainnya.
c. Prinsip-prinsip dan peraturan hukum yang berkenaan dengan organisasi internasional dan
fungsi-fungsinya, misalnya, tentang kualifikasi suatu organisasi internasional, kepribadian
dan kemampuan hukum suatu organisasi internasional, tentang piagam, atau statute suatu
organisasi internasional.
d. Prinsip-prinsip dan peraturan hukum yang mengatur hubungan antara organisasi internasional
dengan organisasi internasional, seperti perjanjian-perjanjian antara dua atau lebih oerganisasi
internasional, penggabungan ataupun pemisahan suatu organisasi internasional dan semua
konsekuensi hukumnya.
e. Prinsip-prinsip dan peraturan hukum yang mengatur persoalan antara Negara dan organisasi
internasional, seperti perjanjian ntara Negara dan organisasi internasional.
f. Prinsip-prinsip dan peraturan hukum yang berkenaan dengan individu dan subyek-subyek
hukum bukan neara, sepanjang hak-hak dan kewajiban mereka itu menyangkut masalah
masyarkat internasional.
g. Prinsip-prinsip dan peraturan hukum yang mengatur hubungan antara organisasi internasional
dengan individu, antara organisasi internasional dengan subyek hukum bukan Negara,
maupun antara subyek hukum bukan Negara satu dengan lainnya.

Patut ditegaskan, bahwa individu ataupun subyek hukum bukan Negara barulah bisa dikatan
berkedudukan sebagai subyek hukum internasional apabila hukum internasional secara langsung
memberikan ataupun mengakui hak-hak dan kewajiban-kewajiban kepada individu maupun subyek
hukum internasional bukan Negara itu.7
Hukum internasional terbagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Hukum Perdata Internasional, adalah hukum internasional yang mengatur hubungan


hukum antara warga negara di suatu negara dengan warga negara dari negara lain
(hukum antar bangsa)
2. Hukum Publik Internasional, adalah hukum internasional yang mengatur negara yang
satu dengan lainnya dalam hubungan internasional (Hukum Antarnegara)

Perbedaan dan persamaan

7
Ibid,. 4-6.

6
Hukum Internasional publik berbeda dengan Hukum Perdata Internasional. Hukum
Perdata Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas hukum yang mengatur hubungan
perdata yang melintasi batas negara atau hukum yang mengatur hubungan hukum perdata
antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang
berlainan. Sedangkan Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang
mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional)
yang bukan bersifat perdata.

Persamaannya adalah bahwa keduanya mengatur hubungan atau persoalan yang


melintasi batas negara(internasional). Perbedaannya adalah sifat hukum atau persoalan yang
diaturnya (obyeknya).

B. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN HUKUM INTERNASIONAL


Pengungkapan sejarah sistem hukum internasional harus dimulai dari masa periode kuno,
karena justru pada periode itu kaidah-kaidah yang mengatur hubungan antar masyarakat internasional
berupa adat istiadat. Traktat, kekebalan duta besar, peraturan perang ditemukakan sebelum lahirnya
agama Kristen di India dan Mesir Kuno. Di Cina kuno ditemukan aturan penyelesaian melalui arbitras
dan mediasi. Demikian juga di Yunani kuno dan Romawi kuno. Sedangkan sistem hukum
internasional merupakan suatu produk dari empat ratus tahun terakhir ini. Pada mulanya berupa adat
istiadat dan praktek-praktek negara Eropa moderen dalam hubungan dan komunikasi antar mereka
dan adanya bukti-bukti pengaruh dari para ahli hukum pada abad ke enambelas, tujuhbelas dan
delapan belas. Lagi pula hukum internasional masih diwarnai oleh konsep-konsep kedaulatan
nasional, kedaulatan teritorial, konsep kesamaan penuh dan kemerdekaan negara-negara yang
meskipun memperoleh kekuatan dari teori-teori politik yang mendasari sistem ketatanegaraan Eropa
moderen juga dianut oleh negara-negara non Eropa yang baru muncul.8
Pada masa Romawi kuno, hukum yang mengatur hubungan antar kerajaan tidak mengalami
perkembangan karena masyarakat bangsa-bangsa adalah satu imperium, yaitu Imperium Romawi.
Sumbangan utama bangsa Romawi bagi perkembangan hukum pada umumnya dan sedikit sekali bagi
perkembangan hukum internasional. Pada masa Romawi ini diadakan pembedaan antara Ius
Naturale dan Ius Gentium. Ius Gentium (hukum masyarakat) menunjukkan hukum yang merupakan
sub dari hukum alam (Ius Naturale). Pengertian Ius Gentium hanya dapat di kaitkan dengan dunia
manusia sedangkan Ius naturale (hukum alam) meliputi seluruh penomena alam. Sumbangan bangsa
Romawi terhadap hukum pada umumnya yaitu dengan adanya the Corpus Juris Civilis, pada masa
Kaisar Justinianus. Konsep-konsep dan asas-asas hukum perdata yang kemudian diterima dalam
hukum internasional seperti occupation, servitut, bona fides, pacta sunt servanda.
Pada masa kekuasaan Romawi, hukum internasional tidak mengalami perkembangan Hal ini

8
J.G.Starke, Pengantar Hukum Internasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), 16.

7
disebabkan karena adanya Imperium Romawi Suci (Holly Roman Empire), yang tidak
memungkinkan timbulnya suatu bangsa merdeka yang berdiri sendiri, serta adanya struktur
masyarakat eropa barat yang bersifat feodal, yang melekat pada hierarki otoritas yang menghambat
munculnya negara-negara merdeka, oleh karenanya tidak diperlukan hukum yang mengatur
hubungan antar bangsa-bangsa.9
Pada masa abad pertengahan atau biasa disebut sebagai the Dark Age (masa kegelapan),
hukum alam mengalami kemajuan kembali melalui transformasi di bawah gereja. Peran keagamaan
mendominasi sektor-sektor sekuler. Sistim kemasyarakatan di Eropa pada waktu itu terdiri dari
beberapa negara yang berdaulat yang bersifat feodal dan Tahta Suci. Pada masa itu muncullah
konsep perang adil sesuai dengan ajaran kristen, yang bertujuan untuk melakukan tindakan yang
tidak bertentangan dengan ajaran gereja. Selain itu, beberapa hasil karya ahli hukum memuat
mengenai persoalan peperangan, seperti Bartolo yang menulis tentang tindakan balas yang seimbang
(reprisal), Honore de Bonet menghasilkan karya The Tree of Battles tahun 1380.10
Meskipun pada abad pertengahan hukum internasional tidak mengalami perkembangan yang
berarti, sebagai akibat besarnya pengaruh ajaran gereja, tetapi negara-negara yang berada di luar
jangkuan gereja seperti di Inggris, Perancis, Venesia, Swedia, Portugal, benih-benih perkembangan
hukum internasional mulai bermunculan. Traktat-traktat yang dibuat oleh negara lebih bersifat
mengatur peperangan, perdamaian, gencatan senjata dan persekutuan-persekutuan.
Melemahnya kekuasaan gereja yang ditandai dengan upaya sekulerisasi, seperti yang
dilakukan oleh Martin Luther sebagai tokoh reformis gereja, dan seiring dengan mulai
terbentuknya negara-negara moderen. Misalnya, Jean Bodin dalam Buku Six Livers De la
Republique 1576, mengemukakan bahwa kedaulatan atau kekuasaan bagi pembentukan hukum
merupakan hak mutlak bagi lahirnya entitas suatu negara.
Pada akhir abad pertengahan ini, hukum internasional digunakan dalam isu-isu politik,
pertahanan dan militer. Hukum mengenai pengambilalihan wilayah berkaitan dengan eksplorasi
Eropa terhadap benua Afrika dan Amerika. Beberapa ahli hukum seperti, Fransisco De Vittoria
yang memberikan kuliah di Universitas Salamanca Spanyol bertujuan untuk justifikasi praktek
penaklukan Spanyol. Ia menulis buku Relectio de Indies, yang menjelaskan hubungan bangsa Spantol
dan Portugis dengan bangsa Indian di benua Amerika, Di dalam buku itu juga dikemukakan bahwa
negara tidak dapat bertindak sekehendak hatinya, dan ius inter gentes (hukum bangsa-bangsa)
diberlakukan bukan saja bagi bangsa Eropa tetapi juga bagi semua umat manusia.
Alberico Gentili, dengan hasil karyanya De Jure Belli Libri Tres tahun 1598. Hasil
pemikirannya lainnya adalah studi tentang hukum perang, doktrin perang adil, pembentukan traktat,
hak-hak budak dan kebebasan di laut11.

9
Ibid,. 9-10
10
Tontowi, Jawahir dan Pranoto Iskandar(bandung, refika adimata, 2006): 34.
11
Ibid., 35-36.

8
Pada abad ke l5 dan 16, telah terjadi penemuan dunia baru, masa pencerahan ilmu dan
reformasi yang merupakan revolusi keagamaan yang telah memporakporandakan belenggu kesatuan
politik dan rohani di Eropa dan menguncangkan fundamen-fundamen umat Kristen pada abad
pertengahan.
Para ahli hukum pada abad tersebut telah mulai memperhitungkan evolusi suatu masyarakat
negara-negara merdeka dan memikirkan serta menulis tentang berbagai macam persoalan hukum
bangsa-bangsa. Mereka menyadari perlunya serangkaian kaidah untuk mengatur hubungan antar
negara-negara tersebut. Andai kata tidak terdapat kaidah-kaidah kebiasaan yang tetap maka para ahli
hukum wajib menemukan dan membuat prinsip-prinsip yang berlaku berdasarkan nalar dan analogi.
Mereka mengambil prinsip-prinsip hukum Romawi untuk dijadikan pokok bahasan studi di Eropa.
Mereka juga menjelaskan preseden-preseden sejarah kuno, hukum kanonik, konsep semi teologis dan
serta hukum alam.12
Hugo De Groot atau Grotius (1583-1645), orang yang paling berpengaruh atas keadaan
hukum internasional moderen dan dianggap sebagai Bapak Hukum Internasional. . Karyanya yang
terkenal adalah buku on the law of war and peace (de jure Belli ac Pacis) tahun 1625. Hasil karyanya
itu menjadi karya acuan bagi para penulis selanjutnya serta mempunyai otoritas dalam keputusan-
keputusan pengadilan . Sumbangan pemikirannya bagi perkembangan hukum internasional adalah
pembedaan antara hukum alam dengan hukum bangsa-bangsa. Hukum bangsa-bangsa berdiri sendiri
terlepas dari hukum alam, dan mendapatkan kekuatan mengikatnya dari kehendak negara-negara itu
sendiri. Beberapa doktrin Grotius bagi perkembangan hukum internasional moderen adalah
pembedaan antara perang adil dan tidak adil, pengakuan atas hak-hak dan kebebasan-kebebasan
individu, netralitas terbatas, gagasan tentang perdamaian, konferensi-konferensi periodik antara
pengusa-penguasa negara serta kebebasan di laut yang termuat dalam buku Mare Liberium tahun
1609.13
Memasuki abad 17-18 Bentuk negara-negara tidak lagi berdasarkan kerajaan tetapi
didasarkan atas negara-negara nasional, serta adanya pemisahan antara gereja dengan urusan
pemerintahan. Dasar-dasar perjanjan Westphalia kemudian diperkuat lagi dengan adanya perjanjian
Utrecht, yaitu dengan menerima asas keseimbangan kekuatan sebagai asas politik internasional. Ada
kecendrungan dari para ahli hukum untuk lebih mengemukakan kaidah-kaidah hukum internasional
terutama dalam bentuk traktat dan kebiasaan dan mengurangi sedikit mungkin hukum alam sebagai
sumber dari prinsip-prinsip tersebut.14
Hukum internasional berkembang lebih jauh lagi ketika memasuki abad ke 19. Beberapa
faktor yang mempengaruhi perkembangan ini adalah adanya kebangkitan negara-negara baru, baik di
dalam maupun di luar benua Eropa, Moderenisasi sarana angkutan dunia, penemuan-penemuan baru,

12
Starke, Pengantar Hukum Internasional, 11
13
Jawahir dan Pranoto Iskandar, 39
14
J.G.Starke: 13

9
terutama di bidang persenjataan militer untuk perang. Kesemuanya itu menimbulkan kebutuhan
akan adanya sistem hukum internasional yang bersifat tegas untuk mengatur hubungan-hubungan
internasional tersebut. Pada abad ini juga mengalami perkembangan kaidah-kaidah tentang perang
dan netralitas, serta meningkatnya penyelesaian perkara-perkara internasional melalui lembaga
Arbitrase internasional. Praktek negara-negara juga mulai terbiasa dengan pembuatan traktat-traktat
untuk mengatur hubungan-hubungan antar negara. Hasil karya para ahli hukum, lebih memusatkan
perhatian pada praktek yang berlaku dan menyampingkan konsep hukum alam, meskipun tidak
meninggalkan pada reason dan justice, terutama apabila sesuatu hal tidak diatur oleh traktat atau
kebiasaan.15
Hukum internasional mengalami perkembangan yang cukup penting Pada abad ini mulai
dibentuk Permanent of Court Arbitration pada Konferensi Hague 1899 dan 1907. Pembentukan
Permanent Court of International Justice sebagai pengadilan yudicial internasional pada tahun 1921,
pengadilan ini kemudian digantikan oleh International Court of Justice tahun 1948 hingga sekarang.
Terbentuk juga organisasi internasional yang fungsinya menyerupai pemerintahan dunia untuk tujuan
perdamaian dan kesejahteraan umat manusia, seperti Liga Bangsa Bangsa, yang kemudian digantikan
oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Adanya perluasan ruang lingkup traktat multiulateral tidak saja
dibidang sosial ekonomi tetapi juga mencakup perlindungan hak-hak dan kebebasan-kebesasan
fundamental individu. Para ahli hukum internasional lebih memusatkan perhatian pada praktek-
praktek dan putusan-putusan pengadilan.16
Sejalan dengan perkembangan dalam masyarakat moderen, maka hukum internasional
dituntut agar dapat mengatur mengenai energi nuklir dan termonuklir, perdagangan internasional.
Pengangkutan internasional melalui laut, pengaturan ruang angkasa di luar atmosfir dan di ruang
kosmos, pengawasan lingkungan hidup, menetapkan rezim baru untuk eksplorasi dan eksploitasi
sumber-sumber daya alam di dasar laut di luar batas-batas teritorial, sistim jaringan informasi dan
pengamana data-data komputer serta terorisme internasional.17

C. DASAR HUKUM INTERNASIONAL


Ada tiga dasar utama hukum internasional yang umumnya diakui oleh para penulis, yakni rasa
keadilan, hukum kodrat, dan positivisme.
1) Rasakeadilan
Hukum internasional sebagai bagian dari norma hukum pada umumnya memiliki dasar yang
sama dengan hukum lainnya. Menurut Wirjono (1967), rasa keadilan adalah dasar segala hukum.
Artinya, hukum internasional harus berdasar pada rasa keadilan yang hidup dan terpelihara dalam
berbagai bangsa di dunia.
2) Hukum Kodrat
Sudah lama bahkan pertama kali hukum internasional mendasarkan pada hukum kodrat
(natural law). Kelompok penulis hukum internasional yang mendasarkan pada hukum kodrat disebut

15
Ibid., 14.
16
Ibid., 14-15
17
Ibid,. 16.

10
kaum naturalis. Kelompok naturalis berpendapat bahwa kaidah dan prinsip hukum dalam semua
sistem hukum tidak dibuat oleh manusia melainkan berasal dari kaidah dan prinsip yang telah berlaku
sepanjang masa dan bersifat universal. Beberapa asas hukum alam yang berlaku universial di seluruh
dunia antara lain: orang dilarang mengambil barang milik orang lain dengan maksud untuk memiliki,
kalau orang menguasai barang milik orang lain maka barang tersebut harus dikembalikan, setiap
orang harus memenuhi janji, orang harus mengganti kerugian akibat kesalahannya, orang yang
melakukan kejahatan hares dihukum, dan masih banyak lagi ketentuan lainnya.
3) Positivisme
Positivisme merupakan dasar hukum intemasional yang bersumber pada kesepakatan bersama
antara negara berupa perjanjian dan kebiasaan internasional. Kelompok posivisme beranggapan
bahwa peraturan dalam hubungan antarnegara adalah kaidah atau prinsip yang buat bersama sesuai
dengan kepentingan dan kemauan negara-negara tersebut. Dasar hukum ini bersumber pads
kesepakatan atau perjanjian sebagaimana dinyalakan Rousseau dalam bukunya Du Contract Social
bahwa hokum adalah pemyataan kehendak bersama.

D. SUBJEK HUKUM INTERNASIONAL


Subjek hukum Internasional terdiri dari :

1. Negara
2. Individu
3. Tahta Suci / vatican
4. Palang Merah Internasional

Organisasi Internasional

E. ASAS-ASAS HUKUM INTERNASIONAL


Hukum internasional diberlakukan dalam rangka mewujudkan dan memelihara hubungan dan
kerja sama antar negara. Hal ini karena ada kecenderungan bahwa negara yang kuat ingin
menanamkan pengaruhnya dan bahkan ada yang ingin menguasai pihak yang lemah. Oleh karena itu,
diperlukan asas-asas hukum internasional. Hukum internasional yang menjadi landasan hukum bagi
setiap hubungan internasional sudah pasti mempunyai asas atau dasar yang kuat. Asas atau dasar
hukum internasional ini disesuaikan dengan cara pandang dan pemikiran tiap-tiap negara. Dengan
demikian, asas hukum internasional dapat dijadikan sebagai pelindung hak dan kewajiban bagi setiap
negara yang melakukan hubungan internasional. Asas-asas hukum internasional dapat kita pahami
sebagai berikut:18

a. Asas-Asas PBB yang termuat dalam Pasal 2 Piagam PBB sebagai berikut:
1) Setiap anggota mempunyai persamaan kedaulatan.
2) Setiap anggota harus memenuhi kewajiban yang tercantum dalam Piagam PBB.

18
http://budisma.web.id/asas-hukum-internasional.html, diakses pada 15 september 2013.

11
3) Setiap anggota mencegah tindakan ancaman atau kekerasan terhadap negara lain dalam
menjalin hubungan internasional.
4) Setiap anggota akan menyelesaikan persengketaan internasional dengan jalan damai.
5) Setiap anggota akan berperan aktif dalam membantu program PBB sesuai dengan ketentuan
Piagam PBB.
6) PBB menjamin negara yang bukan anggota PBB bertindak selaras dengan asas-asas PBB.
7) PBB tidak dibenarkan ikut campur tangan urusan dalam negeri anggotanya.

b. Asas Berlakunya Hukum Internasional


1) Asas Teritorial
Asas teritorial didasarkan pada kekuasaan negara atas daerah atau wilayahnya. Hal ini berarti
bahwa negara melaksanakan berlakunya hukum dan peraturan-peraturannya bagi semua orang
dan barang yang ada di wilayahnya. Sebaliknya, di luar daerah atau wilayah negara tersebut
berlaku hukum asing.

2) Asas Kebangsaan
Asas kebangsaan didasarkan pada kekuasaan negara pada warga negaranya. Hal ini berarti bahwa
setiap warga negara di mana pun ia berada, tetap mendapatkan perlakuan hukum dari negaranya.
Asas ini dikenal dengan asas exterritorialiteit.

3) Asas Kepentingan Umum


Asas kepentingan umum didasarkan pada kewenangan negara untuk melindungi dan mengatur
kepentingan dalam kehidupan masyarakat.

4) Asas Persamaan Derajat


Asas ini menyatakan bahwa semua negara adalah sama derajatnya baik negara kecil atau besar,
memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam hubungan internasional. Secara formal negara-
negara di dunia derajatnya sama, tetapi secara faktual dan substansial masih terjadi ketidaksamaan
derajat, terutama di bidang ekonomi.

5) Asas Keterbukaan
Dalam hubungan antarbangsa yang berdasarkan hak internasional diperlukan adanya kesediaan
tiap-tiap pihak untuk memberikan informasi secara jujur dan dilandasi rasa keadilan. Tiap-tiap
pihak pun mengetahui secara jelas tentang manfaat, hak, dan kewajiban dalam menjalin hubungan
internasional.

c. Asas Hukum Publik Internasional


Asas hukum publik internasional meliputi hal-hal berikut:

12
1) Asas persamaan derajat (equality), yaitu negara-negara yang mengadakan hubungan memiliki
derajat yang sama.
2) Asas kehormatan (courtesy), yaitu negara-negara yang mengadakan hubungan harus saling
menghormati.
3) Asas timbal balik (reciprocity), yaitu adanya hubungan timbal balik dan saling menguntungkan
antarnegara yang mengadakan hubungan.
4) Asas pacta sunt servanda, yaitu negara-negara yang mengadakan hubungan harus menaati
setiap perjanjian dan melaksanakannya dengan kejujuran.

F. BENTUK-BENTUK HUKUM INTERNASIONAL


Terdapat beberapa bentuk perwujudan atau pola perkembangan yang khusus berlaku di suatu
bagian dunia (region) tertentu :19
1. Hukum Internasional Regional
Hukum Internasional yang berlaku/terbatas daerah lingkungan berlakunya, seperti Hukum
Internasional Amerika / Amerika Latin, seperti konsep landasan kontinen (Continental Shelf) dan
konsep perlindungan kekayaan hayati laut (conservation of the living resources of the sea) yang mula-
mula tumbuh di Benua Amerika sehingga menjadi hukum Internasional Umum.
2. Hukum Internasional Khusus
Hukum Internasional dalam bentuk kaedah yang khusus berlaku bagi negara-negara tertentu
seperti Konvensi Eropa mengenai HAM sebagai cerminan keadaan, kebutuhan, taraf perkembangan
dan tingkat integritas yang berbeda-beda dari bagian masyarakat yang berlainan. Berbeda dengan
regional yang tumbuh melalui proses hukum kebiasaan. Hukum Internasional merupakan
keseluruhan kaedah dan asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara
antara:
 Negara dengan negara
 Negara dengan subyek hukum lain bukan negara
 Subyek hukum bukan negara satu sama lain

G. SUMBER-SUMBER HUKUM INTERNASIONAL


Sumber hukum internasional merupakan dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional.
Pada dasarnya, sumber hukum internasional terbagi menjadi dua, yakni sumber hukum formal dan
sumber hukum material.
Sumber hukum formal adalah prosedur hukum dan metode bagi pembentukan mengenai
20
aturan untuk pengenaan secara umum mengikat secara hukum kepada pihak-pihak yang dituju.
Sumber hukum formal dalam hukum internasional ditegaskan dalam Statuta Mahkamah Internasional

19
(http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_internasional), diakses pada 14 september 2013.
20
Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, (Bandung: PT. Refika Aditama,
2006), 53.

13
pasal 38 ayat (1). Menurut pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, sumber-sumber hukum
internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili perkara adalah sebagai berikut:21

1) Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional yang menjadi sumber hukum utama atau primer dari hukum
internasional adalah perjanjian internasional (treaty) baik berbentuk law making treaty maupun yang
berbentuk treaty contract. Law making treaty artinya perjanjian internasional yang menetapkan
ketentuan hukum internasional yang berlaku umum. Misalnya, Konvensi Wina tahun 1961 tentang
Hubungan Diplomatik dan Konvensi Wina tahun 1963 tentang Hubungan Konsuler. Adapun treaty
contract artinya perjanjian internasional yang menetapkan ketentuan-ketentuan hukum kebiasaan
internasional yang berlaku bagi dua pihak atau lebih yang membuatnya dan berlaku khusus bagi
pihak-pihak tersebut.22
Perjanjian internasional menjadi hukum terpenting bagi hukum internasional positif karena
lebih menjamin kepastian hukum. Di dalam perjanjian internasional diatur pula hal-hal yang
menyangkut hak dan kewajiban antara subjek-subjek hukum internasional (antar negara). Dalam
membuat suatu perjanjian internasional, hal yang paling penting adalah adanya kesadaran tiap-tiap
pihak pembuat perjanjian untuk secara etis normatif mematuhinya.

2) Kebiasaan Internasional
Kebiasaan internasional (international custom) adalah kebiasaan yang terbukti dalam praktik
umum dan diterima sebagai hukum. Contohnya, penyambutan tamu dari negara-negara lain dan
ketentuan yang mengharuskan pemasangan lampu bagi kapal-kapal yang berlayar pada malam hari di
laut bebas untuk menghindari tabrakan.

3) Prinsip Hukum Umum


Yang dimaksud prinsip-prinsip hukum umum di sini adalah prinsip-prinsip hukum yang
mendasari sistem hukum modern, yang meliputi semua prinsip hukum umum dari semua sistem
hukum nasional yang bisa diterapkan pada hubungan internasional. Dengan adanya prinsip hukum
umum, Mahkamah Internasional diberi keleluasaan untuk membentuk dan menemukan hukum baru.
Dengan demikian, tidak ada alasan bagi Mahkamah Internasional untuk menyatakan nonliquet atau
menolak mengadili karena tidak adanya hukum yang mengatur persoalan yang diajukan.

4) Keputusan Pengadilan
Keputusan pengadilan yang dimaksud sebagai sumber hukum internasional menurut Piagam
Mahkamah Internasional pasal 38 ayat (1) sub d adalah pengadilan dalam arti luas dan meliputi segala
macam peradilan internasional maupun nasional termasuk di dalamnya mahkamah dan komisi

21
http://budisma.web.id/sumber-hukum-internasional.html, diakses pada 14 september 2013.
22
F Sugeng Istanto, Hukum Internasional, 18.

14
arbitrase. Mahkamah yang dimaksudkan di sini adalah Mahkamah Internasional Permanen,
Mahkamah Internasional, dan Mahkamah Arbitrase Permanen.
Keputusan pengadilan nasional yang berkaitan dengan persoalan yang menyangkut hubungan
internasional dapat dijadikan sebagai bukti dari telah diterimanya hukum internasional oleh
pengadilan nasional di negara yang bersangkutan. Selain itu, keputusan pengadilan nasional di
berbagai negara mengenai hal yang serupa dapat dijadikan bukti dari apa yang telah diterima sebagai
hukum. Hal ini sangat memengaruhi perkembangan hukum kebiasaan internasional. Perlu Anda
pahami bahwa putusan badan-badan penyelesaian sengketa seperti putusan badan peradilan dan
putusan badan arbitrase lazim disebut sebagai yurisprudensi.

5) Pendapat Para Sarjana Terkemuka di Dunia


Pendapat para sarjana terkemuka di dunia dapat dijadikan pegangan atau pedoman untuk
menemukan apa yang menjadi hukum internasional, terlebih bagi sarjana yang bertindak dalam suatu
fungsi yang secara langsung berkaitan dengan upaya penyelesaian persoalan hukum internasional.
Pendapat tersebut misalnya sebagai berikut:
a. Para sarjana terkemuka yang menjadi Panitia Ahli Hukum (Committe of Jurists) yang
diangkat oleh Liga Bangsa-Bangsa pada tahun 1920 untuk memberikan pendapatnya
mengenai masalah Kepulauan Aaland.
b. Para sarjana hukum terkemuka yang menjadi anggota Panitia Hukum Internasional
(International Law Commission) Perserikatan Bangsa-Bangsa.
c. Para sarjana hukum internasional terkemuka di bidang kodifikasi dan pengembangan hukum
internasional yang dilakukan di bawah naungan organisasi bukan pemerintah (swasta) seperti
International Law Association, Institute de Droit International dan banyak usaha serupa
lainnya.23

Adapun sumber hukum material adalah materi-materi atau bahan-bahan yang membentuk
atau melahirkan kaidah / norma tersebut, sampai dinamakan hukum yang mempunyai kekuatan
mengikat.24 Sumber hukum formal merupakan sumber hukum yang membahas materi dasar tentang
substansi dari pembuatan hukum itu sendiri atau prinsip-prinsip yang menentukan isi ketentuan
hukum internasional yang berlaku. Dalam pengertian ini, contoh sumber hukum material adalah
prinsip bahwa setiap pelanggaran perjanjian menimbulkan kewajiban untuk memberikan ganti rugi.
Korban perang harus diperlakukan secara manusiawi dan setiap perjanjian harus ditepati dengan
penuh kejujuran (pacta sunt servanda).25 Sumber hukum material juga dapat diartikan sebagai dasar

23
http://budisma.web.id/sumber-hukum-internasional.html, diakses pada 14 september 2013.
24
Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, 53.
25
F Sugeng Istanto, Hukum Internasional, 19.

15
kekuatan mengikatnya hukum internasional. Ada beberapa teori yang menjelaskan dasar kekuatan
mengikatnya hukum internasional. Teori-teori tersebut seperti berikut:

1) Teori Hukum Alam


Menurut para penganut ajaran hukum alam, dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional
adalah karena hukum internasional tersebut merupakan bagian dari hukum yang lebih tinggi, yaitu
hukum alam. Ajaran hukum alam telah berhasil menimbulkan keseganan terhadap hukum
internasional dan telah meletakkan dasar moral dan etika yang berharga bagi hukum internasional,
juga bagi perkembangan selanjutnya.

2) Teori Kedaulatan
Menurut aliran teori kedaulatan, dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional adalah
kehendak negara itu sendiri untuk tunduk pada hukum internasional. Tokoh-tokoh dalam teori
kedaulatan antara lain Hegel dan George Jellineck dari Jerman.

3) Teori Objektivis
Menurut aliran teori objektivis, dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional adalah
suatu norma hukum, bukan kehendak negara. Pendiri aliran atau teori ini dikenal dengan nama
mazhab Wiena. Ajaran mazhab Wiena mengembalikan segala sesuatunya kepada suatu kaidah dasar
(grundnorm). Tokoh mazhab Wiena adalah Hans Kelsen (dari Austria) yang dianggap sebagai bapak
mazhab Wiena.

4) Teori Fakta Kemasyarakatan


Menurut teori ini, dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional adalah fakta
kemasyarakatan yang terdiri atas faktor biologis, sosial, dan sejarah kehidupan manusia. Hal ini
didasarkan atas sifat alami manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki hasrat atau naluri untuk
selalu bergabung dengan manusia yang lain.

H. Sebab-sebab Sengketa Internasional


Secara garis besar sengketa internasional terjadi karena hal-hal berikut :
1. Sengketa terjadi karena masalah Politik
Hal ini terjadi karena adanya perang dingin antara blok barat (liberal membentuk pakta pertahanan
NATO) di bawah pimpinan Amerika dan blok Timur (Komunis membentuk pakta pertahanan
Warsawa) dibawah pimpinan Uni Sovyet/ Rusia. kedua blok ini saling memeperluas pengaruh
ideologi dan ekonominya di berbagai negara sehingga banyak negara yang kemudian enjadi korban.
contoh kore yang terpecah menjadi dua, yaitu Korea Utara dengan paham komunis dan korea selatan
dengan paham liberal
2. Karena batas wilayah

16
hal ini terjadi karena tidak adanya kejelasan batas wilayah suatu negara dengan negara lain sehingga
masing-masing negara akan mengklaim wilayah perbatan tertentu. contoh : Tahun 1976 Indonesia dan
Malaysia yang memperebutkan pula sipadan dan ligitan dan diputuskan oleh MI pada tahun 2003
dimenangkan oleh malaysia, perbatasan kasmir yang diperebutkan oleh india dan pakistan.

Cara-cara Penyelesaian Sengketa Internasional Secara Damai atau Bersahabat.


a. Negoisasi
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa yang paling dasar dan yang paling tua
digunakan oleh umat manusia. Penyelesaian melalui negosiasi merupakan cara yang paling
penting. Banyak sengketa diselesaikan setiap hari oleh negosiasi ini tanpa adanya publisitas
atau menarik perhatian publik. Alasan utamanya adalah karena dengan cara ini, para pihak
dapat mengawasi prosedur penyelesaian sengketanya dan setiap penyelesaiannya didasarkan
pada kesepakatan atau konsensus para pihak
Negosiasi dapat dilangsungkan melalui saluran-saluran diplomatik pada konperensi-
konperensi internasional atau dalam suatu lembaga atau organisasi internasional.
b. Pencarian Fakta (fact finding)
Metode penyelesaian sengketa ini digunakan untuk mencapai penyelesaian sebuah
sengketa dengan cara mendirikan sebuah komisi atau badan untuk mencari dan
mendengarkan semua bukti-bukti yang bersifat internasional, yang relevan dengan
permasalahan.
Tujuan dari pencari fakta (Fact Finding) yang paling utama adalah memberikan
laporan kepada para pihak mengenai fakta yang ada. Sedangkan tujuan lain dari penyelesaian
sengketa internasional dengan cara pencari fakta yaitu :
1) Membetuk suatu dasar bagi penyelesaian semgketa antar dua negara
2) Mengawasi pelaksanaan suatu perjanijian internasional.
3) Memberikan informasi guna membuat putusan ditingkat internasional
Dasar hukum yang dipakai dalam fact finding adalah pasal 9 sampaim dengan 36
haque convention on the pacific settlement of disputes tahun 1899 dan 1907..
c. Good Offices (Jasa-jasa Baik)
Jasa-jasa baik adalah suatu cara penyelesaian sengketa melalui pihak bantuan pihak
yang ketiga. Pihak ketiga ini berupaya agar para pihak menyelesaikan sengketanya dengan
negoisasi. Fungsi dari jasa-jasa baik yang paling utama adalah memperemukan para pihak
agar mereka mau bertemu, duduk bersama dan bernegoisasi atau dikenal dengan nama
fasilisator.
Keikut sertaan pihak ketiga dalam penyelesaian sengketa dapat dua macam yaitu atas
permintaan para pihak atau inisiatif pihak ketiga sendiri yang menawarkan jasa-jasa baiknya
guna menyelesaiakan sengketa. Dalam kedua cara ini, syarat mutlak yang harus ada adalah
kesepakatan para pihak.
d. Mediasi
Yang menjadi pihak ketiga ini organisasi internasional, negara ataupun individu.
Pihak ketiga ini dalam sengketa ini dinamakan mediator. Biasanya ia dengan kapasitasnya
sebagai pihak yang netral berupa mendamaikan para pihak dengan memberikan saran
penyelesaian sengketa

17
Fungsi utamanya adalah mencari solusi (penyelesaian) mengidentifikasi, hal-hal yang
dapat disepakati para pihak serta membuat usulan-usulan yang dapat mengakhiri sengketa,
informal, dan bersifat aktif. Dalam proses negoisasi sesuai dengan pasal 3 dan 4haque
convention on the pacific settlement of disputes (1907) yang menyatakan bahwa usulan-
usulan yang diberikan mediator janganlah dianggap sebagai suatu tindakan yang bersahabat
terhadap suatu pihak (yang merasa merugikan).
e. Konsiliasi
Konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa yang sifatnya lebih formal dibandingkan
mediasi. Biasanya konsiliasi ini berbentuk badan konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak
melalui perjanjian. Komisi ini berfungsi untuk menetapkan persyaratan-persyaratan
penyelesaian yang diterima oleh para pihak, sehingga lebih formal atau luas karena ada
aturan dan ada lembaga atau lembaganya.
. Para pihak mendengarkan keterangan lisan para pihak dan dapat diwakkili oleh
kuasanya. Hasil fakta-fakta yang diperoleh konsilator (sebutan dari konsiliasi) menyerahkan
laporannya kepada para pihak dengan kesimpulan dan usulan-usulannya, dan putusannya
tidak mengikat karena diterima atau tidaknya usulan tersebut tergantung sepenuhnya kepada
para pihak.
f. Arbitrasi
Biasanya arbitase menunjukkan pada prosedur yang persis sama sebagaimana dalam
hukum nasional yaitu menyerahkana sengketa kepada orang-orang tertentu yang dinamakan
arbitrator, yang dipilih bebas oleh para pihak. Arbitasi adalah suatu institusi yang sudah
cukup tua tetapi sejarah baru mencatatat pada tahun 1797, pada kasus jay treaty antara inggris
dan amerika. Yang mengatur joint mixed commission. Yang menyesaikan sengketa beberapa
peerselisihan tertentu yang tidak dapat diselesaikan selama perundingan di traktat
tersebut.suatu langkah penting telah diambil dalam pada tahun 1899 ketika konferensi the
haque tidak hanya mengkodifikasi hukum arbitatrase tetapi menjadikan landasan bagi
pembentukan permanent court arbitration.
Lembaga PCA tidak bersifat “tetap” pun bukan sebuah pengadilan. Permanent court
of arbitration sendiri tidak memiliki yurisdiksi yang spesifik. Sehingga hanya 20 kasus yang
ditangani abtara lain muscat dhowe case 1905 antara inggris dan perancis danNorth Atlantic
Coast fisheries case 1910 antar inggris dan amerika serikat. Meskipun ada kekurangan yang
nyata menurut Hakim Manly O. Hudson, permanent court arbitration merupakan suatu
metode dan suatu prosedur. Arbitrasi pada haikaknnya adalah suatu prosedur konsensus,
artinya negara-negara tidak dapat dipaksa untuk dibawa dimuka arbitrase kecuali mereka
setuju untuk melakukan hal tersebut.
Pada tahun 1966 bank dunia mendirikan badan ICSID (international Centre for the
Settlement of Investment Disputes). Terbentuknya Konvensi adalah sebagai akibat dari
situasi perekonomian dunia pada waktu1950-1960-an yaitu Khususnya dikala beberapa
negara berkembang menasionalisasi atau mengekspropriasi perusahaan-perusahaan asing
yang berada di dalam wilayahnya.
Di antara kasus-kasus nasionalisasi yang langsung mempengaruhi dan menggerakkan
Bank Dunia membentuk Konvensi ini adalah kasus nasionalisasi perusahaan-perusahaan
Perancis di Tunisia. Kasus ini bermula dengan tindakan DPR Tunisia (the Tunisian National
Assembly) yang mengeluarkan UU Nasionalisasi tanahtanah milik orang asing (khususnya
Perancis) pada tanggal 10 Mei 1964.

18
Negara-negara yang bisa menjadi anggota konvensi ICSID adalah setiap anggota
Bank Dunia. Namun negara-negara bukan anggota Bank Dunia dapat menjadi anggota
konvensi asal negara tersebut adalah anggota pada Statuta Mahkamah Internasional. Sampai
1993, 105 negara telah menjadi anggota pada konvensi ini. ICSID dikelola oleh suatu
administrative Council (Dewan Administratif). Setiap negara peserta konvensi memiliki
seorang wakil dan memiliki satu suara. Dewan ini memiliki ketua ex officio, yaitu Presiden
Bank Dunia. Badan utama struktur organisasi ICSID adalah Secretary General (Sekjen). Ia
berfungsi sebagai registrar (pendaftar atau panitera). ICSID menyimpan daftar nama untuk
dicantumkan ke dalam suatu panel arbitrase atau konsiliasi. Setiap negara peserta konvensi
dapat menunjuk 4 orang arbitrator atau konsiliator ke dalam masing-masing daftar panel
tersebut. Mereka dapat warganegaranya atau orang asing. Ketua Dewan Admintratif dapat
menunjuk 10 orang pada masing-masing panel.
Contoh lain dalam sengketa di ICSID ini adalah sengketa antara KPC dan pemerintah
Kaltim, Pemprov Kaltim telah mencabut gugatan sengketa divestasi melalui ICSID pada
2008 saat era Gubernur Kaltim Yurnalis Ngayoh. Dampak pencabutan itu, Pemprov Kaltim
bakal menerima kompensasi senilai Rp 285 miliar, tetapi hingga kini belum dibayar KPC.
g. Penyelesaian Yudisial.
Penyelesaiaan yudisial berarti suatu penyelesaian yang dihasilkan melalui suatu yang
penagdilan internasional yang dibentuk sebagaimana mestinya, dengan memberlakukan
kaidah-kaidah hukum. Salah satunya “organ umum” untuk penyelesaian yudisial yang saat ini
tersedia dalam masyarakat inetrnasional adalah International Court of justice di the Haque
yang menggantikan dan melanjutkan kontinuitas Permanent Court of International
Justice. Pengukuhan lembaga ini dilaksanakan pada tanggal 18 april 1946 oleh dewan majelis
PBB.
Intenational Court of justice dibentuk berdasarkan Bab IV (pasal 92-96) Charter PBB
yang dirumuskan di san fransisico pada tahun 1945. Mahkamah Internasional terdiri dari 15
hakim, dua merangkap ketua dan wakil ketua, masa jabatan 9 tahun. Anggotanya direkrut
dari warga Negara anggota yang dinilai cakap di bidang hukum internasional. Lima berasal
dari Negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB seperti Cina, Rusia, Amerika serikat,
Inggris dan Prancis.
Fungsi Mahkamah Internasional Adalah menyelesaikan kasus-kasus persengketaan
internasional yang subyeknya adalah Negara. Ada 3 kategori Negara, yaitu :
1) Negara anggota PBB, otomatis dapat mengajukan kasusnya ke Mahkamah Internasional.
2) Negara bukan anggota PBB yang menjadi wilayah kerja Mahkamah intyernasional. Dan
yang bukan wilayah kerja Mahkamah Internasional boleh mengajukan kasusnya ke
Mahkamah internasional dengan syarat yang ditentukan dewan keamanan PBB
3) Negara bukan wilayah kerja (statute) Mahkamah internasional, harus membuat deklarasi
untuk tunduk pada ketentuan Mahjkamah internasional dan Piagam PBB.
ICJ merupakan salah satu dari 6 organ utama PBB. Namun badan ini memiliki
kedudukan khusus dibandingkan 5 organ utama lainnya. ICJ atau Mahkamah tidak memiliki
hubungan hierarkhis dengan badan-badan utama PBB lainnya. Ia benar-benar lembaga
hukum dalam sebagai suatu pengadilan. Ia bukan pula pengadilan konstitutsi (Constitutional
Court) yang memiliki kewenangan untuk meninjau (mereview) putusan-putusan politis yang
dibuat oleh Dewan Keamanan. Ia menggunakan nama resmi ICJ dan tidak menggunakan
simbol atau nama PBB dalam putusannya.

19
kedudukan ICJ ini memang unik. Kedudukan seperti ini memang perlu dipertahankan.
Sebagai salah satu organ utama PBB, ia harus benar-benar menunjukkan kemandiriannya
sebagai suatu organ atau badan pengadilan.
Jurisdiksi Mahkamah Internasional mencakup dua hal: 1 Jurisdiksi atas pokok
sengketa yang diserahkannya (contentious jurisdiction); dan 2 non-contentious jurisdiction
atau jurisdiksi untuk memberikan nasihat hukum (advisory jurisdiction). Tindakann
perlindungan sementara ini termasuk juga ke dalam jurisdiksi Mahkamah, yakni berada
dalam ruang lingkup jurisdiksi yang disebut incidental jurisdiction. Berdasarkan jurisdiksi ini,
Mahkamah memiliki wewenang untuk menyatakan diberlakukannya suatu tindakan-tindakan
perlindungan sementara, membolehkan suatu intervensi dan manafsirkan atau merubah suatu
putusan.
Sesuai dengan namanya, tindakan perlindungan sementara ini berkaitan dengan
perlindungan hak-hak para pihak sementara persidangan atas pokok sengketanya sendiri
sedang berlangsung Dasar hukum yang mendasari jurisdiksi seperti ini terdapat dalam Pasal
41 Statuta ICJ.
Dasar pembenaran pemberian perlindungan ini berasal dari prinsip hukum yang sudah
mendasar yakni bahwa putusan suatu pengadilan haruslah efektif. Karenanya, sangatlah
penting bagi pengadilan untuk mencegah salah satu atau kedua belah pihak untuk
mengganggu situasi atau mencoba untuk membuat pihak lainnya fait accompli.
Cara-cara Penyelesaian Paksa atau Kekerasan
a. Perang dan Tindakan bersenjata Non perang
Keseluruhan tujuan perang adalah untuk menaklukan negara lawan dan mebebankan
syarat-syarat penyelesaiaan diamana negara yang ditaklukan itu tidak memiliki alternative
lain selain mematuhinya.
b. Retorsi (retorsion)
Retorsi adalah istilah teknik pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap tindakan-
tindakan yang tidak pantas aatau tidak patut dari negara lain, balas dendam tersebut
dilakuakna dalam bentuk tindakan-tindakan sah yang tidak bersahabat didalam konferensi
negara yang kehormatannya dihina: misalnya merenggangnya hubungan diplomati anta 2
negara, pencabutan previllage diplomatic dan lain-lain.
c. Tindakan-tindakan Pembalasan (Repraisals)
Pembalasan adalah tindakan yang dipakai oleh negara-negara untuk mengupayakan
diperolehnya ganti rugi dari negara-negara lain dengan melakukan tindakan-tindakan yang
besifat pembalasan. Saat ini praktek pembalasan hanya dibenarkan, apabila negara yang
dituju oleh pembalasan ini bersalah melakukan tindakan yang sifatnya merupakan
pelanggaran internasional. Contoh nyata tindkan pembalsan, misalnya pengusiran orang-
orang hungaria dari Yugoslavia pada tahun 1935, yang merupakan balas dendam dari
pembunuhan raja Alexander dari yugoslavia.
d. Blokade Secara Damai (pacific Blokade)
Blokade secara damai adalah suatu tindakan yang dilakukan secara damai. Kadang-
kadang dilakukan sebagi suatu pembalasan, tindakan itu pada umumnya ditujukan untuk
memaksa negara yang pelabuhannya diblokade untuk mentaati permintaan ganti rugi
kerugian yang diderita oleh negara untuk meblokade.

20
Ada beberapa manfaat nyata dalam pengunaan blokade damai. Tindakan ini
merupakan cara yang jauh dari kekerasan dibanding dengan perang dan blokade yang
sifatnya fleksibel.
Berikut ini adalah beberapa contoh mengenai perana hukum internasional
(berdasarkan sumber-sumbernya) dalam menjaga perdamaian dunia.
1. Perjanjian pemanfaatan Benua Antartika secara damai pada tahun 1959
2. Perjanjian pemanfaatan nuklir untuk kepentingan perdamaian pada tahun 1968
3. Perjanjian damai Dayton (Ochio-AS) pada tahun 1995 yang mengharuskan Serbia, Muslim
Bosnia, dan Krosia mematuhinya. Untuk mengatasi prjanjiantersebut, NATO menempatkan
pasukannya guna menegakkan hukum intgernasional yang telah disepakati.

21
BAB III
SIMPULAN
Berdasarkan pada uraian-uraian pada bab pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur
hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang
bukan bersifat perdata.
2. Hukum internasional tumbuh dan berkembang sesuai zamannya, yang diawali pada masa
klasik, seperti pada masa India kuno, Cina Kuno, Yunani Kuno dan Romawi Kuno, dalam
bentuk kaidah-kaidah kebiasaan dan aturan-aturan yang dibuat oleh suatu bangsa atau
kerajaan yang mengatur hubungan diantara mereka dalam bentuk yang masih sederhana
dan bersifat terbatas untuk bidang-bidang tertentu saja. Pada masa klasik dan abad
pertengahan, hukum internasional tidak banyak mengalami perkembangan. Baru setelah
masa itu, yaitu pada abad ke 16, 17, 18, 19, 20, dan dewasa ini, hukum internasional
modern tumbuh dan berkembang sesuai zamannya, dari segi teori-teori, azas-azas,
lembaga-lembaga dalam hukum internasional. Demikian juga mengenai substansi dan
sifat dari keputusan organisasi internasional serta putusan peradilan internasioal.
3. Asas-asas hukum publik internasional: equality, courtesy, reciprocity, pacta sunt
servanda.
4. Sumber hukum formal dari hukum internasional: perjanjian internasional (traktat),
kebiasaan internasional, prisnsip hukum umum, keputusan pengadilan, pendapat sarjana.
Sumber hukum material dari hukum internasional di antaranya: pasal 38 ayat 1 statuta
mahkamah internasional.
Saran
Keberadaan hukum internasional sangat dirasakan demi tercapainaya ketertiban dunia.
Namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa dewasa ini ketegasan dari hukum internasional
sudah mulai melemah seiring berkembangnya kekuatan-kekuatan yang terpusat pada
beberapa negara tertentu.
Sebagai generasi penerus yang akan menjalankan tugas-tugas pemerintahan pada masa
akan datang, sangat diharapkan keseriusan dari semua pihak khususnya mahasiswa untuk
kritis terhadap isu-isu, baik yang terjadi di dalam maupun diluar negeri ini, apalagi
menyangkut pelaksanaan dari hukum internasional yang semakin hari semakin melemah
pengimplementasiannya demi tercapainya perdamaian dunia.

22
DAFTAR PUSTAKA

F Sugeng Istanto, Hukum Internasional, Penerbit Univ. Atmajaya, Yogyakarta, 2010


J.G. Starke, Hukum Internasional 1, Sinar Grafika, Jakarta, 2010
Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Refika Aditama
Bandung, 2006
I Wayan Partehiana, Pengantar Hukum Internasional Kontemporer, Bandung: Mandar Maju, 2003
http://budisma.web.id/sumber-hukum-internasional.html.http://budisma.web.id/asas-hukum-
internasional.html, (http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_internasional),

23

Anda mungkin juga menyukai