Makalah Kelompok Phi
Makalah Kelompok Phi
HUKUM INTERNASIONAL
YANG DISUSUN OLEH KELOMPOK 5
A.NADYA.R.SINGKE (10200116115)
ALDA MUCHTAR (10200116133)
FIRDA AYU LESTARI (10200116128)
A.TRIADI WAHYUDI (10200116 )
HARIADI CAKTI (10200116 )
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wata΄ala atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hukum
Internasional” ini dengan lancar. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu
tugas yang diberikan oleh dosen matakuliah Pengantar Hukum Indonesia.
Makalah ini disusun dari hasil penyusunan materi-materi yang kami peroleh dari media
massa yang berhubungan dengan Hukum Internasional.
Kami berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, dalam
hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai Hukum Internasional. Makalah ini masih
jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
1
DAFTAR ISI
KESIMPULAN …………………………………………………..............................23
SARAN …………………………………………………….....................…………..23
2
BAB I
PENDAHULUAN
Adanya hubungan yang terdapat antara anggota masyarakat internasional -karena adanya
kebutuhan yang disebabkan antara lain oleh pembagian kekayaan dan perkembangan industri yang
tidak merata di dunia seperti adanya perniagaan atau pula hubungan di lapangan kebudayaan, ilmu
pengetahuan, keagamaan, sosial dan olah raga- mengakibatkan timbulnya kepentingan untuk
memelihara dan mengatur hubungan bersama merupakan suatu kepentingan bersama. Untuk
menertibkan, mengatur dan memelihara hubungan Internasional inilah dibutuhkan hukum dunia
menjamin unsur kepastian yang diperlukan dalam setiap hubungan yang teratur. Masyarakat
Internasional pada hakekatnya adalah hubungan kehidupan antar manusia dan merupakan suatu
kompleks kehidupan bersama yang terdiri dari aneka ragam masyarakat yang menjalin dengan erat.
Hukum internasional adalah bagian hukum yang mengatur aktivitas entitas berskala
internasional. Pada awalnya, Hukum Internasional hanya diartikan sebagai perilaku dan hubungan
antar negara. Namun dalam perkembangan pola hubungan internasional yang semakin kompleks,
pengertian ini kemudian meluas sehingga hukum internasional juga mengurusi struktur dan perilaku
organisasi internasional dan pada batas tertentu, perusahaan multinasional dan individu.
Hukum internasional merupakan hukum bangsa-bangsa, hukum antarbangsa atau hukum
antar negara. Hukum bangsa-bangsa dipergunakan untuk menunjukkan pada kebiasaan dan aturan
hukum yang berlaku dalam hubungan antara raja-raja zaman dahulu. Hukum antarbangsa atau hukum
antarnegara menunjukkan pada kompleks kaedah dan asas yang mengatur hubungan antara anggota
masyarakat bangsa-bangsa atau negara.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, kami merumuskan beberapa masalah, yaitu :
1) Apa saja pengertian, Ruang Lingkup, Dasar Hukum Internasional?
2) Bagaimana Sejarah Perkembangan Hukum International?
3) Apa saja Asas-asas, Bentuk, Sumber Hukum International?
4) Apa saja sebab-sebab persengketaan Internasional dan cara penyelesaiannya?
C. Tujuan
Dalam makalah ini, kami merumuskan beberapa masalah, yaitu :
1) Mengetahui , Ruang Lingkup, Dasar Hukum Internasional.
2) Mengetahui Sejarah Perkembangan Hukum International.
3) Mengetahui Asas-asas, Bentuk, Sumber Hukum International.
4) Mengetahui sebab-sebab persengketaan Internasional dan cara penyelesaiannya.
3
BAB II
PEMBAHASAN
1
Sugeng Istanto, Hukum Internasional, (Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya, 2010), 4-5.
2
Mohtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung: Alumni,1999), 1.
3
I Wayan Partehiana, Pengantar Hukum Internasional Kontemporer, (Bandung: Mandar Maju, 2003), 8.
4
Mohtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, 3.
4
Pertama subyek-subyek hukum internasional oleh ia dibedakan ked ala dua kelompok, yaitu
Negara dan subyek hukum bukan Negara.
Kedua: ruang lingkup atau subtansi dari hukum internasional yang menurut mochtar meliputi:
a. Hubungan atau persoalan hukum antara negara dan Negara
b. Hubungan atau persoalan hukum antara Negara dan subyek hukum bukan Negara
c. Hubungan atau persoalan hukum antara subyek hukum bukan Negara dan subyek hukum
bukan neara satu dengan lainnya.5
Hukum internasional dapat didefinisakan sebagai sekumpulan hukum yang sebagian besar
terdiri atas prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan yang mengatur tentang perilaku yang harus diaati
oleh Negara-negara, dan oleh karena itu juga harus diaati dalam hubungan-hubungan antara mereka
satu dengan lainnya, serta yang juga mencakup:
a. Organisasi internasional, hubungan antara organisasi internasional satu dengan lainnya,
hubungan peraturan-peraturan hukumm yang berkenaan dengan fungsi-fungsi lembaga
atau antara organisasi internasional dan Negara atau Negara-negara dan hubungan antara
organisasi internasional dengan individu atau individu-individu.
b. Peraturan-peraturan hukum tertentu yang berkenaan dengan individu-individu dan
subyek-subyek hukum bukan Negara sepanjang hak-hak dan kewajiban-kewajiban
individu dan subyek hukum bukan Negara tersebut bersangkut paut dengan masalah
masyarakat internasional.6
Dari pengertian di atas, secara sepintas sudah diperoleh gambaran umum tentang ruang
lingkup dan subtansi dari hukum internasional itu sendiri. Di dalamnya terkandung unsur subyek atau
pelaku-pelaku yang berperan, hubungan-hubunganhukum antar subyek atau pelaku, serta hal-hal atau
obyek yang tercakup dalam pengaturannya, serta prinsip-prinsip peraturan hukum yang semuanya
terjalin sebagai satu keseluruhan. Berkenaan dengan subyek hukumnya, tampaklah bahwa Negara
tidak lagi merupakan stau-satunya subyek hukum internasional, sebagaimana pernah menjadi
pandangan yang berlaku umum di kalangan para sarjana hukum internasional pada masa sekitar abad
ke 19 dan awal abad ke 20. Ternyata subyek-subyek hukum internasional yang diakui eksistensinya
dewasa ini, selain Negara, juga organisasi internasional, individu, dan subyek hukum bukan Negara.
Sedangkan mengenai subtansinya juga tampak bahwa subtansi hukum internasional itu sangat
luas, yakni mencakup:
a. Prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan Negara atau Negara-
negara, misalnya tentang kualifikasi suatu Negara sebagai pribadi internasional, terbentuknya
maupun berakhirnya suatu Negara, peristiwa-peristiwa hukum yang dapat menimpa Negara
dan pengaruhnya terhadap eksistensinya, hak-hak dan kewajiban-kewajiban Negara, dan lain-
lainnya.
5
I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional , 9-10.
6
Ibid., 4.
5
b. Prinsip-prinsip dan peraturan-peraturan hukum yang berkenaan dengan atau yang mengatur
persoalan-persoalan tentang hubungan antara Negara dan Negara, seperti perjanjian-perjanian
internasional, hubungan diplomatic dan konsuler, hubungan dlam bidang politik dan ekonimi,
dan lain-lainnya.
c. Prinsip-prinsip dan peraturan hukum yang berkenaan dengan organisasi internasional dan
fungsi-fungsinya, misalnya, tentang kualifikasi suatu organisasi internasional, kepribadian
dan kemampuan hukum suatu organisasi internasional, tentang piagam, atau statute suatu
organisasi internasional.
d. Prinsip-prinsip dan peraturan hukum yang mengatur hubungan antara organisasi internasional
dengan organisasi internasional, seperti perjanjian-perjanjian antara dua atau lebih oerganisasi
internasional, penggabungan ataupun pemisahan suatu organisasi internasional dan semua
konsekuensi hukumnya.
e. Prinsip-prinsip dan peraturan hukum yang mengatur persoalan antara Negara dan organisasi
internasional, seperti perjanjian ntara Negara dan organisasi internasional.
f. Prinsip-prinsip dan peraturan hukum yang berkenaan dengan individu dan subyek-subyek
hukum bukan neara, sepanjang hak-hak dan kewajiban mereka itu menyangkut masalah
masyarkat internasional.
g. Prinsip-prinsip dan peraturan hukum yang mengatur hubungan antara organisasi internasional
dengan individu, antara organisasi internasional dengan subyek hukum bukan Negara,
maupun antara subyek hukum bukan Negara satu dengan lainnya.
Patut ditegaskan, bahwa individu ataupun subyek hukum bukan Negara barulah bisa dikatan
berkedudukan sebagai subyek hukum internasional apabila hukum internasional secara langsung
memberikan ataupun mengakui hak-hak dan kewajiban-kewajiban kepada individu maupun subyek
hukum internasional bukan Negara itu.7
Hukum internasional terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
7
Ibid,. 4-6.
6
Hukum Internasional publik berbeda dengan Hukum Perdata Internasional. Hukum
Perdata Internasional ialah keseluruhan kaedah dan asas hukum yang mengatur hubungan
perdata yang melintasi batas negara atau hukum yang mengatur hubungan hukum perdata
antara para pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang
berlainan. Sedangkan Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang
mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional)
yang bukan bersifat perdata.
8
J.G.Starke, Pengantar Hukum Internasional, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), 16.
7
disebabkan karena adanya Imperium Romawi Suci (Holly Roman Empire), yang tidak
memungkinkan timbulnya suatu bangsa merdeka yang berdiri sendiri, serta adanya struktur
masyarakat eropa barat yang bersifat feodal, yang melekat pada hierarki otoritas yang menghambat
munculnya negara-negara merdeka, oleh karenanya tidak diperlukan hukum yang mengatur
hubungan antar bangsa-bangsa.9
Pada masa abad pertengahan atau biasa disebut sebagai the Dark Age (masa kegelapan),
hukum alam mengalami kemajuan kembali melalui transformasi di bawah gereja. Peran keagamaan
mendominasi sektor-sektor sekuler. Sistim kemasyarakatan di Eropa pada waktu itu terdiri dari
beberapa negara yang berdaulat yang bersifat feodal dan Tahta Suci. Pada masa itu muncullah
konsep perang adil sesuai dengan ajaran kristen, yang bertujuan untuk melakukan tindakan yang
tidak bertentangan dengan ajaran gereja. Selain itu, beberapa hasil karya ahli hukum memuat
mengenai persoalan peperangan, seperti Bartolo yang menulis tentang tindakan balas yang seimbang
(reprisal), Honore de Bonet menghasilkan karya The Tree of Battles tahun 1380.10
Meskipun pada abad pertengahan hukum internasional tidak mengalami perkembangan yang
berarti, sebagai akibat besarnya pengaruh ajaran gereja, tetapi negara-negara yang berada di luar
jangkuan gereja seperti di Inggris, Perancis, Venesia, Swedia, Portugal, benih-benih perkembangan
hukum internasional mulai bermunculan. Traktat-traktat yang dibuat oleh negara lebih bersifat
mengatur peperangan, perdamaian, gencatan senjata dan persekutuan-persekutuan.
Melemahnya kekuasaan gereja yang ditandai dengan upaya sekulerisasi, seperti yang
dilakukan oleh Martin Luther sebagai tokoh reformis gereja, dan seiring dengan mulai
terbentuknya negara-negara moderen. Misalnya, Jean Bodin dalam Buku Six Livers De la
Republique 1576, mengemukakan bahwa kedaulatan atau kekuasaan bagi pembentukan hukum
merupakan hak mutlak bagi lahirnya entitas suatu negara.
Pada akhir abad pertengahan ini, hukum internasional digunakan dalam isu-isu politik,
pertahanan dan militer. Hukum mengenai pengambilalihan wilayah berkaitan dengan eksplorasi
Eropa terhadap benua Afrika dan Amerika. Beberapa ahli hukum seperti, Fransisco De Vittoria
yang memberikan kuliah di Universitas Salamanca Spanyol bertujuan untuk justifikasi praktek
penaklukan Spanyol. Ia menulis buku Relectio de Indies, yang menjelaskan hubungan bangsa Spantol
dan Portugis dengan bangsa Indian di benua Amerika, Di dalam buku itu juga dikemukakan bahwa
negara tidak dapat bertindak sekehendak hatinya, dan ius inter gentes (hukum bangsa-bangsa)
diberlakukan bukan saja bagi bangsa Eropa tetapi juga bagi semua umat manusia.
Alberico Gentili, dengan hasil karyanya De Jure Belli Libri Tres tahun 1598. Hasil
pemikirannya lainnya adalah studi tentang hukum perang, doktrin perang adil, pembentukan traktat,
hak-hak budak dan kebebasan di laut11.
9
Ibid,. 9-10
10
Tontowi, Jawahir dan Pranoto Iskandar(bandung, refika adimata, 2006): 34.
11
Ibid., 35-36.
8
Pada abad ke l5 dan 16, telah terjadi penemuan dunia baru, masa pencerahan ilmu dan
reformasi yang merupakan revolusi keagamaan yang telah memporakporandakan belenggu kesatuan
politik dan rohani di Eropa dan menguncangkan fundamen-fundamen umat Kristen pada abad
pertengahan.
Para ahli hukum pada abad tersebut telah mulai memperhitungkan evolusi suatu masyarakat
negara-negara merdeka dan memikirkan serta menulis tentang berbagai macam persoalan hukum
bangsa-bangsa. Mereka menyadari perlunya serangkaian kaidah untuk mengatur hubungan antar
negara-negara tersebut. Andai kata tidak terdapat kaidah-kaidah kebiasaan yang tetap maka para ahli
hukum wajib menemukan dan membuat prinsip-prinsip yang berlaku berdasarkan nalar dan analogi.
Mereka mengambil prinsip-prinsip hukum Romawi untuk dijadikan pokok bahasan studi di Eropa.
Mereka juga menjelaskan preseden-preseden sejarah kuno, hukum kanonik, konsep semi teologis dan
serta hukum alam.12
Hugo De Groot atau Grotius (1583-1645), orang yang paling berpengaruh atas keadaan
hukum internasional moderen dan dianggap sebagai Bapak Hukum Internasional. . Karyanya yang
terkenal adalah buku on the law of war and peace (de jure Belli ac Pacis) tahun 1625. Hasil karyanya
itu menjadi karya acuan bagi para penulis selanjutnya serta mempunyai otoritas dalam keputusan-
keputusan pengadilan . Sumbangan pemikirannya bagi perkembangan hukum internasional adalah
pembedaan antara hukum alam dengan hukum bangsa-bangsa. Hukum bangsa-bangsa berdiri sendiri
terlepas dari hukum alam, dan mendapatkan kekuatan mengikatnya dari kehendak negara-negara itu
sendiri. Beberapa doktrin Grotius bagi perkembangan hukum internasional moderen adalah
pembedaan antara perang adil dan tidak adil, pengakuan atas hak-hak dan kebebasan-kebebasan
individu, netralitas terbatas, gagasan tentang perdamaian, konferensi-konferensi periodik antara
pengusa-penguasa negara serta kebebasan di laut yang termuat dalam buku Mare Liberium tahun
1609.13
Memasuki abad 17-18 Bentuk negara-negara tidak lagi berdasarkan kerajaan tetapi
didasarkan atas negara-negara nasional, serta adanya pemisahan antara gereja dengan urusan
pemerintahan. Dasar-dasar perjanjan Westphalia kemudian diperkuat lagi dengan adanya perjanjian
Utrecht, yaitu dengan menerima asas keseimbangan kekuatan sebagai asas politik internasional. Ada
kecendrungan dari para ahli hukum untuk lebih mengemukakan kaidah-kaidah hukum internasional
terutama dalam bentuk traktat dan kebiasaan dan mengurangi sedikit mungkin hukum alam sebagai
sumber dari prinsip-prinsip tersebut.14
Hukum internasional berkembang lebih jauh lagi ketika memasuki abad ke 19. Beberapa
faktor yang mempengaruhi perkembangan ini adalah adanya kebangkitan negara-negara baru, baik di
dalam maupun di luar benua Eropa, Moderenisasi sarana angkutan dunia, penemuan-penemuan baru,
12
Starke, Pengantar Hukum Internasional, 11
13
Jawahir dan Pranoto Iskandar, 39
14
J.G.Starke: 13
9
terutama di bidang persenjataan militer untuk perang. Kesemuanya itu menimbulkan kebutuhan
akan adanya sistem hukum internasional yang bersifat tegas untuk mengatur hubungan-hubungan
internasional tersebut. Pada abad ini juga mengalami perkembangan kaidah-kaidah tentang perang
dan netralitas, serta meningkatnya penyelesaian perkara-perkara internasional melalui lembaga
Arbitrase internasional. Praktek negara-negara juga mulai terbiasa dengan pembuatan traktat-traktat
untuk mengatur hubungan-hubungan antar negara. Hasil karya para ahli hukum, lebih memusatkan
perhatian pada praktek yang berlaku dan menyampingkan konsep hukum alam, meskipun tidak
meninggalkan pada reason dan justice, terutama apabila sesuatu hal tidak diatur oleh traktat atau
kebiasaan.15
Hukum internasional mengalami perkembangan yang cukup penting Pada abad ini mulai
dibentuk Permanent of Court Arbitration pada Konferensi Hague 1899 dan 1907. Pembentukan
Permanent Court of International Justice sebagai pengadilan yudicial internasional pada tahun 1921,
pengadilan ini kemudian digantikan oleh International Court of Justice tahun 1948 hingga sekarang.
Terbentuk juga organisasi internasional yang fungsinya menyerupai pemerintahan dunia untuk tujuan
perdamaian dan kesejahteraan umat manusia, seperti Liga Bangsa Bangsa, yang kemudian digantikan
oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Adanya perluasan ruang lingkup traktat multiulateral tidak saja
dibidang sosial ekonomi tetapi juga mencakup perlindungan hak-hak dan kebebasan-kebesasan
fundamental individu. Para ahli hukum internasional lebih memusatkan perhatian pada praktek-
praktek dan putusan-putusan pengadilan.16
Sejalan dengan perkembangan dalam masyarakat moderen, maka hukum internasional
dituntut agar dapat mengatur mengenai energi nuklir dan termonuklir, perdagangan internasional.
Pengangkutan internasional melalui laut, pengaturan ruang angkasa di luar atmosfir dan di ruang
kosmos, pengawasan lingkungan hidup, menetapkan rezim baru untuk eksplorasi dan eksploitasi
sumber-sumber daya alam di dasar laut di luar batas-batas teritorial, sistim jaringan informasi dan
pengamana data-data komputer serta terorisme internasional.17
15
Ibid., 14.
16
Ibid., 14-15
17
Ibid,. 16.
10
kaum naturalis. Kelompok naturalis berpendapat bahwa kaidah dan prinsip hukum dalam semua
sistem hukum tidak dibuat oleh manusia melainkan berasal dari kaidah dan prinsip yang telah berlaku
sepanjang masa dan bersifat universal. Beberapa asas hukum alam yang berlaku universial di seluruh
dunia antara lain: orang dilarang mengambil barang milik orang lain dengan maksud untuk memiliki,
kalau orang menguasai barang milik orang lain maka barang tersebut harus dikembalikan, setiap
orang harus memenuhi janji, orang harus mengganti kerugian akibat kesalahannya, orang yang
melakukan kejahatan hares dihukum, dan masih banyak lagi ketentuan lainnya.
3) Positivisme
Positivisme merupakan dasar hukum intemasional yang bersumber pada kesepakatan bersama
antara negara berupa perjanjian dan kebiasaan internasional. Kelompok posivisme beranggapan
bahwa peraturan dalam hubungan antarnegara adalah kaidah atau prinsip yang buat bersama sesuai
dengan kepentingan dan kemauan negara-negara tersebut. Dasar hukum ini bersumber pads
kesepakatan atau perjanjian sebagaimana dinyalakan Rousseau dalam bukunya Du Contract Social
bahwa hokum adalah pemyataan kehendak bersama.
1. Negara
2. Individu
3. Tahta Suci / vatican
4. Palang Merah Internasional
Organisasi Internasional
a. Asas-Asas PBB yang termuat dalam Pasal 2 Piagam PBB sebagai berikut:
1) Setiap anggota mempunyai persamaan kedaulatan.
2) Setiap anggota harus memenuhi kewajiban yang tercantum dalam Piagam PBB.
18
http://budisma.web.id/asas-hukum-internasional.html, diakses pada 15 september 2013.
11
3) Setiap anggota mencegah tindakan ancaman atau kekerasan terhadap negara lain dalam
menjalin hubungan internasional.
4) Setiap anggota akan menyelesaikan persengketaan internasional dengan jalan damai.
5) Setiap anggota akan berperan aktif dalam membantu program PBB sesuai dengan ketentuan
Piagam PBB.
6) PBB menjamin negara yang bukan anggota PBB bertindak selaras dengan asas-asas PBB.
7) PBB tidak dibenarkan ikut campur tangan urusan dalam negeri anggotanya.
2) Asas Kebangsaan
Asas kebangsaan didasarkan pada kekuasaan negara pada warga negaranya. Hal ini berarti bahwa
setiap warga negara di mana pun ia berada, tetap mendapatkan perlakuan hukum dari negaranya.
Asas ini dikenal dengan asas exterritorialiteit.
5) Asas Keterbukaan
Dalam hubungan antarbangsa yang berdasarkan hak internasional diperlukan adanya kesediaan
tiap-tiap pihak untuk memberikan informasi secara jujur dan dilandasi rasa keadilan. Tiap-tiap
pihak pun mengetahui secara jelas tentang manfaat, hak, dan kewajiban dalam menjalin hubungan
internasional.
12
1) Asas persamaan derajat (equality), yaitu negara-negara yang mengadakan hubungan memiliki
derajat yang sama.
2) Asas kehormatan (courtesy), yaitu negara-negara yang mengadakan hubungan harus saling
menghormati.
3) Asas timbal balik (reciprocity), yaitu adanya hubungan timbal balik dan saling menguntungkan
antarnegara yang mengadakan hubungan.
4) Asas pacta sunt servanda, yaitu negara-negara yang mengadakan hubungan harus menaati
setiap perjanjian dan melaksanakannya dengan kejujuran.
19
(http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_internasional), diakses pada 14 september 2013.
20
Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, (Bandung: PT. Refika Aditama,
2006), 53.
13
pasal 38 ayat (1). Menurut pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional, sumber-sumber hukum
internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam mengadili perkara adalah sebagai berikut:21
1) Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional yang menjadi sumber hukum utama atau primer dari hukum
internasional adalah perjanjian internasional (treaty) baik berbentuk law making treaty maupun yang
berbentuk treaty contract. Law making treaty artinya perjanjian internasional yang menetapkan
ketentuan hukum internasional yang berlaku umum. Misalnya, Konvensi Wina tahun 1961 tentang
Hubungan Diplomatik dan Konvensi Wina tahun 1963 tentang Hubungan Konsuler. Adapun treaty
contract artinya perjanjian internasional yang menetapkan ketentuan-ketentuan hukum kebiasaan
internasional yang berlaku bagi dua pihak atau lebih yang membuatnya dan berlaku khusus bagi
pihak-pihak tersebut.22
Perjanjian internasional menjadi hukum terpenting bagi hukum internasional positif karena
lebih menjamin kepastian hukum. Di dalam perjanjian internasional diatur pula hal-hal yang
menyangkut hak dan kewajiban antara subjek-subjek hukum internasional (antar negara). Dalam
membuat suatu perjanjian internasional, hal yang paling penting adalah adanya kesadaran tiap-tiap
pihak pembuat perjanjian untuk secara etis normatif mematuhinya.
2) Kebiasaan Internasional
Kebiasaan internasional (international custom) adalah kebiasaan yang terbukti dalam praktik
umum dan diterima sebagai hukum. Contohnya, penyambutan tamu dari negara-negara lain dan
ketentuan yang mengharuskan pemasangan lampu bagi kapal-kapal yang berlayar pada malam hari di
laut bebas untuk menghindari tabrakan.
4) Keputusan Pengadilan
Keputusan pengadilan yang dimaksud sebagai sumber hukum internasional menurut Piagam
Mahkamah Internasional pasal 38 ayat (1) sub d adalah pengadilan dalam arti luas dan meliputi segala
macam peradilan internasional maupun nasional termasuk di dalamnya mahkamah dan komisi
21
http://budisma.web.id/sumber-hukum-internasional.html, diakses pada 14 september 2013.
22
F Sugeng Istanto, Hukum Internasional, 18.
14
arbitrase. Mahkamah yang dimaksudkan di sini adalah Mahkamah Internasional Permanen,
Mahkamah Internasional, dan Mahkamah Arbitrase Permanen.
Keputusan pengadilan nasional yang berkaitan dengan persoalan yang menyangkut hubungan
internasional dapat dijadikan sebagai bukti dari telah diterimanya hukum internasional oleh
pengadilan nasional di negara yang bersangkutan. Selain itu, keputusan pengadilan nasional di
berbagai negara mengenai hal yang serupa dapat dijadikan bukti dari apa yang telah diterima sebagai
hukum. Hal ini sangat memengaruhi perkembangan hukum kebiasaan internasional. Perlu Anda
pahami bahwa putusan badan-badan penyelesaian sengketa seperti putusan badan peradilan dan
putusan badan arbitrase lazim disebut sebagai yurisprudensi.
Adapun sumber hukum material adalah materi-materi atau bahan-bahan yang membentuk
atau melahirkan kaidah / norma tersebut, sampai dinamakan hukum yang mempunyai kekuatan
mengikat.24 Sumber hukum formal merupakan sumber hukum yang membahas materi dasar tentang
substansi dari pembuatan hukum itu sendiri atau prinsip-prinsip yang menentukan isi ketentuan
hukum internasional yang berlaku. Dalam pengertian ini, contoh sumber hukum material adalah
prinsip bahwa setiap pelanggaran perjanjian menimbulkan kewajiban untuk memberikan ganti rugi.
Korban perang harus diperlakukan secara manusiawi dan setiap perjanjian harus ditepati dengan
penuh kejujuran (pacta sunt servanda).25 Sumber hukum material juga dapat diartikan sebagai dasar
23
http://budisma.web.id/sumber-hukum-internasional.html, diakses pada 14 september 2013.
24
Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, 53.
25
F Sugeng Istanto, Hukum Internasional, 19.
15
kekuatan mengikatnya hukum internasional. Ada beberapa teori yang menjelaskan dasar kekuatan
mengikatnya hukum internasional. Teori-teori tersebut seperti berikut:
2) Teori Kedaulatan
Menurut aliran teori kedaulatan, dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional adalah
kehendak negara itu sendiri untuk tunduk pada hukum internasional. Tokoh-tokoh dalam teori
kedaulatan antara lain Hegel dan George Jellineck dari Jerman.
3) Teori Objektivis
Menurut aliran teori objektivis, dasar kekuatan mengikatnya hukum internasional adalah
suatu norma hukum, bukan kehendak negara. Pendiri aliran atau teori ini dikenal dengan nama
mazhab Wiena. Ajaran mazhab Wiena mengembalikan segala sesuatunya kepada suatu kaidah dasar
(grundnorm). Tokoh mazhab Wiena adalah Hans Kelsen (dari Austria) yang dianggap sebagai bapak
mazhab Wiena.
16
hal ini terjadi karena tidak adanya kejelasan batas wilayah suatu negara dengan negara lain sehingga
masing-masing negara akan mengklaim wilayah perbatan tertentu. contoh : Tahun 1976 Indonesia dan
Malaysia yang memperebutkan pula sipadan dan ligitan dan diputuskan oleh MI pada tahun 2003
dimenangkan oleh malaysia, perbatasan kasmir yang diperebutkan oleh india dan pakistan.
17
Fungsi utamanya adalah mencari solusi (penyelesaian) mengidentifikasi, hal-hal yang
dapat disepakati para pihak serta membuat usulan-usulan yang dapat mengakhiri sengketa,
informal, dan bersifat aktif. Dalam proses negoisasi sesuai dengan pasal 3 dan 4haque
convention on the pacific settlement of disputes (1907) yang menyatakan bahwa usulan-
usulan yang diberikan mediator janganlah dianggap sebagai suatu tindakan yang bersahabat
terhadap suatu pihak (yang merasa merugikan).
e. Konsiliasi
Konsiliasi adalah cara penyelesaian sengketa yang sifatnya lebih formal dibandingkan
mediasi. Biasanya konsiliasi ini berbentuk badan konsiliasi yang dibentuk oleh para pihak
melalui perjanjian. Komisi ini berfungsi untuk menetapkan persyaratan-persyaratan
penyelesaian yang diterima oleh para pihak, sehingga lebih formal atau luas karena ada
aturan dan ada lembaga atau lembaganya.
. Para pihak mendengarkan keterangan lisan para pihak dan dapat diwakkili oleh
kuasanya. Hasil fakta-fakta yang diperoleh konsilator (sebutan dari konsiliasi) menyerahkan
laporannya kepada para pihak dengan kesimpulan dan usulan-usulannya, dan putusannya
tidak mengikat karena diterima atau tidaknya usulan tersebut tergantung sepenuhnya kepada
para pihak.
f. Arbitrasi
Biasanya arbitase menunjukkan pada prosedur yang persis sama sebagaimana dalam
hukum nasional yaitu menyerahkana sengketa kepada orang-orang tertentu yang dinamakan
arbitrator, yang dipilih bebas oleh para pihak. Arbitasi adalah suatu institusi yang sudah
cukup tua tetapi sejarah baru mencatatat pada tahun 1797, pada kasus jay treaty antara inggris
dan amerika. Yang mengatur joint mixed commission. Yang menyesaikan sengketa beberapa
peerselisihan tertentu yang tidak dapat diselesaikan selama perundingan di traktat
tersebut.suatu langkah penting telah diambil dalam pada tahun 1899 ketika konferensi the
haque tidak hanya mengkodifikasi hukum arbitatrase tetapi menjadikan landasan bagi
pembentukan permanent court arbitration.
Lembaga PCA tidak bersifat “tetap” pun bukan sebuah pengadilan. Permanent court
of arbitration sendiri tidak memiliki yurisdiksi yang spesifik. Sehingga hanya 20 kasus yang
ditangani abtara lain muscat dhowe case 1905 antara inggris dan perancis danNorth Atlantic
Coast fisheries case 1910 antar inggris dan amerika serikat. Meskipun ada kekurangan yang
nyata menurut Hakim Manly O. Hudson, permanent court arbitration merupakan suatu
metode dan suatu prosedur. Arbitrasi pada haikaknnya adalah suatu prosedur konsensus,
artinya negara-negara tidak dapat dipaksa untuk dibawa dimuka arbitrase kecuali mereka
setuju untuk melakukan hal tersebut.
Pada tahun 1966 bank dunia mendirikan badan ICSID (international Centre for the
Settlement of Investment Disputes). Terbentuknya Konvensi adalah sebagai akibat dari
situasi perekonomian dunia pada waktu1950-1960-an yaitu Khususnya dikala beberapa
negara berkembang menasionalisasi atau mengekspropriasi perusahaan-perusahaan asing
yang berada di dalam wilayahnya.
Di antara kasus-kasus nasionalisasi yang langsung mempengaruhi dan menggerakkan
Bank Dunia membentuk Konvensi ini adalah kasus nasionalisasi perusahaan-perusahaan
Perancis di Tunisia. Kasus ini bermula dengan tindakan DPR Tunisia (the Tunisian National
Assembly) yang mengeluarkan UU Nasionalisasi tanahtanah milik orang asing (khususnya
Perancis) pada tanggal 10 Mei 1964.
18
Negara-negara yang bisa menjadi anggota konvensi ICSID adalah setiap anggota
Bank Dunia. Namun negara-negara bukan anggota Bank Dunia dapat menjadi anggota
konvensi asal negara tersebut adalah anggota pada Statuta Mahkamah Internasional. Sampai
1993, 105 negara telah menjadi anggota pada konvensi ini. ICSID dikelola oleh suatu
administrative Council (Dewan Administratif). Setiap negara peserta konvensi memiliki
seorang wakil dan memiliki satu suara. Dewan ini memiliki ketua ex officio, yaitu Presiden
Bank Dunia. Badan utama struktur organisasi ICSID adalah Secretary General (Sekjen). Ia
berfungsi sebagai registrar (pendaftar atau panitera). ICSID menyimpan daftar nama untuk
dicantumkan ke dalam suatu panel arbitrase atau konsiliasi. Setiap negara peserta konvensi
dapat menunjuk 4 orang arbitrator atau konsiliator ke dalam masing-masing daftar panel
tersebut. Mereka dapat warganegaranya atau orang asing. Ketua Dewan Admintratif dapat
menunjuk 10 orang pada masing-masing panel.
Contoh lain dalam sengketa di ICSID ini adalah sengketa antara KPC dan pemerintah
Kaltim, Pemprov Kaltim telah mencabut gugatan sengketa divestasi melalui ICSID pada
2008 saat era Gubernur Kaltim Yurnalis Ngayoh. Dampak pencabutan itu, Pemprov Kaltim
bakal menerima kompensasi senilai Rp 285 miliar, tetapi hingga kini belum dibayar KPC.
g. Penyelesaian Yudisial.
Penyelesaiaan yudisial berarti suatu penyelesaian yang dihasilkan melalui suatu yang
penagdilan internasional yang dibentuk sebagaimana mestinya, dengan memberlakukan
kaidah-kaidah hukum. Salah satunya “organ umum” untuk penyelesaian yudisial yang saat ini
tersedia dalam masyarakat inetrnasional adalah International Court of justice di the Haque
yang menggantikan dan melanjutkan kontinuitas Permanent Court of International
Justice. Pengukuhan lembaga ini dilaksanakan pada tanggal 18 april 1946 oleh dewan majelis
PBB.
Intenational Court of justice dibentuk berdasarkan Bab IV (pasal 92-96) Charter PBB
yang dirumuskan di san fransisico pada tahun 1945. Mahkamah Internasional terdiri dari 15
hakim, dua merangkap ketua dan wakil ketua, masa jabatan 9 tahun. Anggotanya direkrut
dari warga Negara anggota yang dinilai cakap di bidang hukum internasional. Lima berasal
dari Negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB seperti Cina, Rusia, Amerika serikat,
Inggris dan Prancis.
Fungsi Mahkamah Internasional Adalah menyelesaikan kasus-kasus persengketaan
internasional yang subyeknya adalah Negara. Ada 3 kategori Negara, yaitu :
1) Negara anggota PBB, otomatis dapat mengajukan kasusnya ke Mahkamah Internasional.
2) Negara bukan anggota PBB yang menjadi wilayah kerja Mahkamah intyernasional. Dan
yang bukan wilayah kerja Mahkamah Internasional boleh mengajukan kasusnya ke
Mahkamah internasional dengan syarat yang ditentukan dewan keamanan PBB
3) Negara bukan wilayah kerja (statute) Mahkamah internasional, harus membuat deklarasi
untuk tunduk pada ketentuan Mahjkamah internasional dan Piagam PBB.
ICJ merupakan salah satu dari 6 organ utama PBB. Namun badan ini memiliki
kedudukan khusus dibandingkan 5 organ utama lainnya. ICJ atau Mahkamah tidak memiliki
hubungan hierarkhis dengan badan-badan utama PBB lainnya. Ia benar-benar lembaga
hukum dalam sebagai suatu pengadilan. Ia bukan pula pengadilan konstitutsi (Constitutional
Court) yang memiliki kewenangan untuk meninjau (mereview) putusan-putusan politis yang
dibuat oleh Dewan Keamanan. Ia menggunakan nama resmi ICJ dan tidak menggunakan
simbol atau nama PBB dalam putusannya.
19
kedudukan ICJ ini memang unik. Kedudukan seperti ini memang perlu dipertahankan.
Sebagai salah satu organ utama PBB, ia harus benar-benar menunjukkan kemandiriannya
sebagai suatu organ atau badan pengadilan.
Jurisdiksi Mahkamah Internasional mencakup dua hal: 1 Jurisdiksi atas pokok
sengketa yang diserahkannya (contentious jurisdiction); dan 2 non-contentious jurisdiction
atau jurisdiksi untuk memberikan nasihat hukum (advisory jurisdiction). Tindakann
perlindungan sementara ini termasuk juga ke dalam jurisdiksi Mahkamah, yakni berada
dalam ruang lingkup jurisdiksi yang disebut incidental jurisdiction. Berdasarkan jurisdiksi ini,
Mahkamah memiliki wewenang untuk menyatakan diberlakukannya suatu tindakan-tindakan
perlindungan sementara, membolehkan suatu intervensi dan manafsirkan atau merubah suatu
putusan.
Sesuai dengan namanya, tindakan perlindungan sementara ini berkaitan dengan
perlindungan hak-hak para pihak sementara persidangan atas pokok sengketanya sendiri
sedang berlangsung Dasar hukum yang mendasari jurisdiksi seperti ini terdapat dalam Pasal
41 Statuta ICJ.
Dasar pembenaran pemberian perlindungan ini berasal dari prinsip hukum yang sudah
mendasar yakni bahwa putusan suatu pengadilan haruslah efektif. Karenanya, sangatlah
penting bagi pengadilan untuk mencegah salah satu atau kedua belah pihak untuk
mengganggu situasi atau mencoba untuk membuat pihak lainnya fait accompli.
Cara-cara Penyelesaian Paksa atau Kekerasan
a. Perang dan Tindakan bersenjata Non perang
Keseluruhan tujuan perang adalah untuk menaklukan negara lawan dan mebebankan
syarat-syarat penyelesaiaan diamana negara yang ditaklukan itu tidak memiliki alternative
lain selain mematuhinya.
b. Retorsi (retorsion)
Retorsi adalah istilah teknik pembalasan dendam oleh suatu negara terhadap tindakan-
tindakan yang tidak pantas aatau tidak patut dari negara lain, balas dendam tersebut
dilakuakna dalam bentuk tindakan-tindakan sah yang tidak bersahabat didalam konferensi
negara yang kehormatannya dihina: misalnya merenggangnya hubungan diplomati anta 2
negara, pencabutan previllage diplomatic dan lain-lain.
c. Tindakan-tindakan Pembalasan (Repraisals)
Pembalasan adalah tindakan yang dipakai oleh negara-negara untuk mengupayakan
diperolehnya ganti rugi dari negara-negara lain dengan melakukan tindakan-tindakan yang
besifat pembalasan. Saat ini praktek pembalasan hanya dibenarkan, apabila negara yang
dituju oleh pembalasan ini bersalah melakukan tindakan yang sifatnya merupakan
pelanggaran internasional. Contoh nyata tindkan pembalsan, misalnya pengusiran orang-
orang hungaria dari Yugoslavia pada tahun 1935, yang merupakan balas dendam dari
pembunuhan raja Alexander dari yugoslavia.
d. Blokade Secara Damai (pacific Blokade)
Blokade secara damai adalah suatu tindakan yang dilakukan secara damai. Kadang-
kadang dilakukan sebagi suatu pembalasan, tindakan itu pada umumnya ditujukan untuk
memaksa negara yang pelabuhannya diblokade untuk mentaati permintaan ganti rugi
kerugian yang diderita oleh negara untuk meblokade.
20
Ada beberapa manfaat nyata dalam pengunaan blokade damai. Tindakan ini
merupakan cara yang jauh dari kekerasan dibanding dengan perang dan blokade yang
sifatnya fleksibel.
Berikut ini adalah beberapa contoh mengenai perana hukum internasional
(berdasarkan sumber-sumbernya) dalam menjaga perdamaian dunia.
1. Perjanjian pemanfaatan Benua Antartika secara damai pada tahun 1959
2. Perjanjian pemanfaatan nuklir untuk kepentingan perdamaian pada tahun 1968
3. Perjanjian damai Dayton (Ochio-AS) pada tahun 1995 yang mengharuskan Serbia, Muslim
Bosnia, dan Krosia mematuhinya. Untuk mengatasi prjanjiantersebut, NATO menempatkan
pasukannya guna menegakkan hukum intgernasional yang telah disepakati.
21
BAB III
SIMPULAN
Berdasarkan pada uraian-uraian pada bab pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Hukum Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur
hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara (hubungan internasional) yang
bukan bersifat perdata.
2. Hukum internasional tumbuh dan berkembang sesuai zamannya, yang diawali pada masa
klasik, seperti pada masa India kuno, Cina Kuno, Yunani Kuno dan Romawi Kuno, dalam
bentuk kaidah-kaidah kebiasaan dan aturan-aturan yang dibuat oleh suatu bangsa atau
kerajaan yang mengatur hubungan diantara mereka dalam bentuk yang masih sederhana
dan bersifat terbatas untuk bidang-bidang tertentu saja. Pada masa klasik dan abad
pertengahan, hukum internasional tidak banyak mengalami perkembangan. Baru setelah
masa itu, yaitu pada abad ke 16, 17, 18, 19, 20, dan dewasa ini, hukum internasional
modern tumbuh dan berkembang sesuai zamannya, dari segi teori-teori, azas-azas,
lembaga-lembaga dalam hukum internasional. Demikian juga mengenai substansi dan
sifat dari keputusan organisasi internasional serta putusan peradilan internasioal.
3. Asas-asas hukum publik internasional: equality, courtesy, reciprocity, pacta sunt
servanda.
4. Sumber hukum formal dari hukum internasional: perjanjian internasional (traktat),
kebiasaan internasional, prisnsip hukum umum, keputusan pengadilan, pendapat sarjana.
Sumber hukum material dari hukum internasional di antaranya: pasal 38 ayat 1 statuta
mahkamah internasional.
Saran
Keberadaan hukum internasional sangat dirasakan demi tercapainaya ketertiban dunia.
Namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa dewasa ini ketegasan dari hukum internasional
sudah mulai melemah seiring berkembangnya kekuatan-kekuatan yang terpusat pada
beberapa negara tertentu.
Sebagai generasi penerus yang akan menjalankan tugas-tugas pemerintahan pada masa
akan datang, sangat diharapkan keseriusan dari semua pihak khususnya mahasiswa untuk
kritis terhadap isu-isu, baik yang terjadi di dalam maupun diluar negeri ini, apalagi
menyangkut pelaksanaan dari hukum internasional yang semakin hari semakin melemah
pengimplementasiannya demi tercapainya perdamaian dunia.
22
DAFTAR PUSTAKA
23