Anda di halaman 1dari 20

TUBERCULOSIS

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas DL (Discovery Lerning) 1

Modul Keperawatan Anak

Oleh :

Kelompok 4 B

Novita Rahayu Permata Sari 11171040000054

Retno Laelasari 11171040000057

Nur Ummi Ummayadah 11171040000065

Dita Nugrahaning Urfi 11171040000069

Nabila 11171040000070

Alkamela Qisthi 11171040000073

Nur latifah 11171040000077

Fatimah Zahratannor 11171040000080

Afrizal Nur Kadir 11171040000084

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2019
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya sehingga kami daat menyelesaikan makalah
Discovery Learning kami yang bertema Tuberculosis.

Dalam penyusunan makalah ini kami sangat menyadari bahwa makalah ini sangat
kurang dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami sangatlah mengharapkan adanya kritik dan
saran dari para pembaca agar makalah yang kami buat ini dapat lebih baik lagi kedepannya.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah ang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami mohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Ciputat, Maret 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................................ii


DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 4
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................................ 4
1.3 Tujuan ........................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 6
2.1 Patofisiologi TBC Pada Anak ........................................................................................................ 6
2.2 Gejala klinik .................................................................................................................................. 7
2.3 Terapi .......................................................................................................................................... 11
2.4 Asuhan keperawatan ................................................................................................................. 13
2.5 Peran Keluarga dalam Merawat Pasien Penderita TBC ............................................................ 16
PENUTUP ............................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


TB paru merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia dengan angka mortalitas dan
morbiditas yang terus meningkat. penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kemiskinan,
malnutrisi, tempat kumuh, perumahan dibawahstandar, dan perawatan kesehatan yang
tidak adekuat. Mikobakteriumtuberkulosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia.

Pada tahun 1993 WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TBC, karena pada
sebagian besar negara di dunia penyakit TBC tidak terkendali. Ini disebabkan banyaknya
penderita yang tidak berhasil disembuhkan terutama penderita menular (BTA positif). Pada
tahun 1995 diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita baru TBC dengan
kematian 3 juta orang (WHO ,Treatment Of Tuberculosis, Guidelines For National
Programmes,1997). Di Negara-negara berkembang kematian TBC merupakan 25% dari
seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95% penderita TBC ada di
negara berkembang, 75% adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). Munculnya epidemi
HIV/AIDS di dunia, diperkirakan akan memicu peningkatan jumlah penderita TBC.

Di Indonesia TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Hasil Survei


Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa penyakit TBC
merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah kardiovaskuler dan penyakit saluran
pernapasan dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Pada tahun 1990 WHO
memperkirakan di Indonesia setiap tahunnya terjadi 583.000 kasus baru TBC dengan
kematian sekitar 140.000 . Secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia
terdapat 130 kasus baru TBC paru BTA positif.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa patofisiologi dari tuberkulosis paru?
2. Apa manifestasi klinis dari tuberculosis paru?
3. Bagaimana terapi tuberculosis paru?
4. Bagaimna asuhan keperawatan tuberculosis paru?
5. Bagaimana pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam kontrak keluarga (peran
keluarga)?

4
1.3 Tujuan
1. Mengetahui patofisiologi dari tuberkulosis paru
2. Mengetahui manifestasi klinis dari tuberculosis paru
3. Mengetahui terapi tuberculosis paru
4. Mengetahui asuhan keperawatan tuberculosis paru
5. Mengetahui pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam kontrak keluarga (peran
keluarga)

5
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Patofisiologi TBC Pada Anak
Berbeda dengan TBC pada orang dewasa, TBC pada anak tidak menular. Pada TBC
anak, kuman berkembang biak di kelenjar paru-paru. Jadi, kuman ada di dalam kelenjar, tidak
terbuka. Sementara pada TBC dewasa, kuman berada di paru-paru dan membuat lubang untuk
keluar melalui jalan napas. Nah, pada saat batuk, percikan ludahnya mengandung kuman. Ini
yang biasanya terhisap oleh anak-anak, lalu masuk ke paru-paru
Penularan kuman yang dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei
dalam udara ini dapat menetap 1 – 2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultra violet,
ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat bertahan
berhari – hari sampai berbulan – bulan. Ia akan menempel pada jalan nafas atau paru – paru.
Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5 mikro. Apabila bakteri dalam jumlah
bermakna berhasil menembus mekanisme pertahanan sistem pernafasan dan berhasil
menempati saluran nafas bawah, maka penderita akan mencetuskan sistem imun dan
peradangan yang kuat. Reaksi ini mengakibatkan peningkatan metabolisme tubuh yang
menyebabkan suhu tubuh meningkat (demam), terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang
menyebabkan proses difusi terganggu, dan produksi sputum yang menyebabkan akumulasi
jalan napas terganggu.
Karena basil Mycobacterium tuberculosis sangat sulit dimatikan apabila telah
mengkolonisasi saluran nafas bawah, maka tujuan respon imun adalah lebih untuk mengepung
dan mengisolasi basil bukan untuk mematikannya. Respon seluler melibatkan sel T dan
makrofag. Makrofag mengelilingi basil diikuti oleh sel T dan jaringan fibrosa membungkus
kompleks makrofag – basil tersebut. Kompleks basil, makrofag, sel T, dan jaringan parut
disebut tuberkel. Tuberkel dapat hilang dengan resolusi atau mengalami kalsifikasi dan disebut
kompleks Ghon, yang dapat dilihat pada pemeriksaan sinar-X thoraks atau terjadi nekrosis
dengan masa keju yang dibentuk oleh makrofag. Masa keju dapat mencair dan M.Tb dapat
berkembang biak ekstra selular sehingga dapat meluas di jaringan paru dan terjadi pneumonia,
lesi endobronkial, pleuritis atau Tb milier. Juga dapat menyebar secara bertahap menyebabkan
lesi di organ-organ lainnya.
Bila kuman menetap di jaringan paru, ia tumbuh dan berkembang biak dalam
sitoplasma makrofag. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan menjadi fokus primer. Basil
tuberkulosis akan menyebar dengan cepat melalui saluran getah bening menuju kelenjar

6
regional yang kemudian akan mengadakan reaksi eksudasi. Kerusakan pada paru akibat infeksi
adalah disebabkan oleh basil serta reaksi imun dan peradangan yang hebat. Edema interstitium
dan pembentukan jaringan parut permanent di alveolus meningkatkan jarak untuk difusi
oksigen dan karbondioksida sehingga pertukaran gas menurun. Pembentukan jaringan parut
dan tuberkel juga mengurangi luas permukaan yang tersedia untuk difusi gas sehingga
kapasitas difusi paru menurun.
Timbul kelainan V/Q yang apabila penyakitnya cukup luas, dapat menimbulkan
vasokonstriksi hipoksik arteriol paru dan hipertensi paru. Jaringan parut juga dapat
menurunkan compliance paru.
Fokus primer, limfangitis, dan kelenjar getah bening regional yang membesar,
membentuk kompleks primer. Kompleks primer terjadi 2 – 10 minggu ( 6 – 8 minggu ) setelah
infeksi. Bersamaan dengan terbentuknya kompleks primer terjadi hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein yang dapat diketahui dari uji tuberkulin. Waktu antara terjadinya infeksi
sampai terbentuknya kompleks primer disebut masa inkubasi. Kompleks primer ini selanjutnya
dapat menjadi :
1) Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.
2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis – garis fibrotic
komplikasi dan menyebar secara :
a. Per kontinuatum, yakni menyebar ke sekitarnya.
b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya.
c. Secara hematogen ke organ tubuh lainnya.

2.2 Gejala klinik


Gejala klinik penyakit tuberkulosis pada anak cenderung tidak spesifik, yang dapat
menjadi hambatan dalam deteksi dini terhadap penyakit ini. Oleh sebab itu, pemeriksaan
pembantu seperti uji tuberkulin, uji darah rutin, dan rontgen dada memiliki arti penting dalam
diagnosis penyakit tuberkulosis pada anak (Hartoyo dan Roni, 2002).

Pada anak-anak, umumnya gejala tuberkulosis terbagi menjadi dua, yaitu gejala umum
dan gejala khusus. Gejala umum meliputi :

1. Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa alasan yang jelas dan tidak
kunjung naik dalam 1 bulan meskipun telah melakukan penanganan gizi yang baik
2. Demam dalam waktu lama ataupun berulang yang juga tanpa sebab yang kelas (bukan
karena typhoid, malaria, maupun infeksi saluran napas akut) yang dapat disertai
dengan keringat pada malam hari.
7
3. Pembesaran kelenjar limfa superfasialis yang tidak nyeri. Paling sering terjadi di
daerah leher, ketiak, dan lipatan paha.
4. Gejala dari saluran napas meliputi batuk lebih dari 30 hari (setelah menyingkirkan
sebab lain dari batuk), terdapat tanda cairan di dada, dan nyeri dada.
5. Gejala dari saluran cerna, seperti diare yang berulang dan tidak sembuh dengan
pengobatan diare, terdapat benjolan atau massa di abdomen, dan tanda-tanda terdapat
cairan dalam abdomen
6. Kejang, kesadaran menurun, kaku kuduk, serta benjolan dipunggung merupakan tanda
bahaya yang wajib dicurigai (Safithri, 2011).

Gejala khusus, sesuai dengan bagian tubuh yang diserang, misalnya:

1. TBC kulit atau skrofultoderma


2. TBC tulang dan sendi
 Tulang punggung ( spondilitis ) : gibbus
 Tulang panggul ( koksitis ) : pincang pembengkakan dipinggul
 Tulang lutut : pincang dan / atau bengkak
 Tulang kaki dan tangan
3. TBC otak dan saraf : Meningitis dengan gejala iritabel kaku kuduk muntah-muntah
dan kesadaran menurun
4. Gejala mata : Konjungtivitis fliktenularis , tuberkel koroid ( hanya terlihat dengan
funduskopi )

Seorang anak juga patut dicurigai menderita tuberkulosis apabila :

a. Mempunyai sejarah kontak erat (tinggal serumah) dengan penderita Tuberkulosis


BTA positif.
b. Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG (dalam rentang 3-7 hari)
dan indurasi > 5 mm, maka anak tersebut dicurigai telah terinfeksi Mycobacterium
tubercolosis (Safithri, 2011).
c. Gejala dari foto rontgen yang mencurigai TBC adalah:
 Milier
 Atelektasis /kolaps konsolidasi
 Infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal
 Konsolidasi ( lobus)

8
 Reaksi pleura dan atau efusi pleura
 Kalsifikasi
 Bronkiektasis
 Kavitas
 Destroyed lung
 Bila ada diskongruensi antara gambar klinis dan gambar rontgen harus dicurigai
TBC.

Bila dijumpai 3 atau lebih dari hal-hal yang mencurigakan atau gejala-gejala klinis umum
diatas, maka anak tersebut harus dianggap terinfeksi tuberkulosis dan diberikan pengobatan
dengan OAT sambil di observasi selama 2 bulan .

Tuberkulosis pada anak cenderung sulit untuk di diagnosis, oleh sebab itu Ikatan Dokter
Anak Indonesia (IDAI) telah membuat Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak dengan
menggunakan system scoring, yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang
dijumpai (Safithri, 2011).

9
Untuk mendiagnosis Tuberlulosis dengan system scoring, diperlukan beberapa
pemeriksaan penunjang, antara lain :

a. Pemeriksaan mikroskopis dahak BTA untuk anak yang dapat mengeluarkan dahak
b. PA : sitologik dan histopatologik kelenjar getah bening
c. Pencitraan : USG, Radiologi dan CT Scan termasuk foto tulang dan sendi.

Adapun terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penegaoan diagnosis
tuberkulosis (Safithri, 2011), yaitu :

1. Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah
penyuntikan) harus dievaluasi dengan system scoring Tuberkulosis anak
2. Anak yang di diagnosis Tuberkulosis, jika jumlah skor ³ 6 (skor maksimal 13), maka
harus diberikan penanganan sebagai pasien Tuberkulosis dan mendapat OAT (Obat
Anti Tuberkulosis)
3. Pasien usia balita yang mendapat skor <6 tapi secara klinis dicurigai Tuberkulosis,
maka perlu dirujuk ke rumah sakit untuk evaluasi lebih lanjut.

Tipe Penderita

1. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus kambuh (Relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3. Kasus setelah putus berobat (Default) adalah pasien yang telah berobat dan putus
berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
4. Kasus pasca gagal (Failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap
positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
5. Kasus pindahan (Transfer In) adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang
memiliki register TBC lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6. Kasus kronis. Kasus kronis adalah pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
positif setelah selesai pengobatan ulang kategori II dengan pengawasan yang baik.

10
2.3 Terapi
Hal – hal yang mencurigakan TB

1. Mempunyai sejarah kontak erat dengan penderita TB dengan BTA (+)


2. Tes uji tuberculin positif (>10 mm)
3. Gambaran foto RO sugestif TB
4. Terdapat reaksi kemerahan yang cepat (dalam 3-7 hari ) setelah imunisasi dengan BCG
5. Batuk-batuk lebih dari 3 minggu
6. Sakit dan demam lama atau berulang, tanpa sebab yang jelas
7. . berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan kurang baik yang tidak naik
dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi(failure to brive)
8. Gejala- gejala klinis spesifik (pada kelenjar limfe, otak , tulang dll)

Bila tanda-tanda lebih dari nomer 3 maka

11
Dalam terapi pengobatan TB pada anak terdapata masalah pada sediaan obat di pasaran
umumnya untuk orang dewasa. Rifampisin dapat dibuat suspensi yang stabil tetapi isoniazide
dan pyraminazide sebaiknya diberikan dalam bentuk tablet atau puyer. Rifampisin,
pyrazinamide, dan isoniazide tidak boleh dibuat jadi satu suspense karena mengganggu
biovailabilan rifampisin.

Pada TB awal 2 bulan pertama diberikan isoniazide, rifampisin dan pyirazinamide,


kemudian dilanjut dengan isoniazide dan rifampisin selama 4 bulan lagi jadi total 6 bulan
terapi obat. Pada TB berat pada 2 bulan pertama diberi 4-5 obat antituberkulosis kemudian
isoniazide dan rifampisin selama 4-6 bulan lagi sesuai perkembangan klinisnya.

Hal terpenting adalah kepatuhan anak dalam meminum obat maka diperlukan
lingkungan, keluarga dan pengertian lebih mengenai obat yang harus diminum secara rutin.
Dengan DOT atau Directly observed therapy (DOTS) dimana mengharuskan petugas
kesehatan atau orang yang bertanggung jawab mengawasi pasien minum obat. Selain petugas
kesehatan bisa juga dengan orang yang disegani di lingkungannya atau pada guru sekolah, dan
unit kesehatan sekolah.

Nama Obat Dosis harian Dosis 2x Dosis 3x


(mg/Kg BB/hari) seminggu(mg/Kg seminggu
BB/hari) (mg/Kg BB/hari)
Isoniazide 5-15(300 mg) 15 -40 (900 mg) 15-40 (900 mg)

Rifampisin 10-20 (600mg) 10-20 (600 mg) 10-20 (600 mg)


Pyrazinamide 15-40 (2g) 50-70 (4g) 50-70 (3g)
Ethambutol 15-25 (2.5 g) 50 (2.5 g) 50 (2,5 g)
Streptomisin 15-40 ( 1 g) 25-40 (1,5 g) 25-40 (1,5 g)

12
Pencegahan TB pada anak menggunakan kemoprofilaksis primer yang akan diberikan
pada anak yang kontak erat dengan pasien tuberculosis yang menular, terutama sputum BTA
(+), tetapi belum terinfeksi, jadi uji tuberculin negative. Bebeda dengan kemoprofilaksis
primer, kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak dengan infeksi tuberculosis, jadi uji
tuberculin positif, tetapi tidak sakit tuberculosis, yaitu klinis dan radiologis baik, tetapi
mempunyai resiko sakit tuberculosis.

2.4 Asuhan keperawatan


A. Pengkajian

Identitas data
1) Riwayat keperawatan sekarang
 Keluhan Utama
 Keluhan penyerta : tanda dan gejala klinis TB serta terdapat benjolan atau
bisul pada tempat-tempat kelenjar.

2) Riwayat kehamilan dan Kesehatan


Pola aktivitas dan istirahat

Subjektif : rasa lemah Cepat lelah, aktivitas berat timbul sesak (nafas pendek),
demam, menggigil

Objektif : takikardia, takipnea/dispnea saat kerja irritable, sesak (tahap lanjut


infiltrasi radang sampai setengah paru) demam subfebris (40-410C) hilang
timbul.

3) Pola nutrisi

Subjektif : anoreksia, mual, tidak enak di perut penurunan berat badan

Objektif : turgor kulit jelek, kulit kering atau bersisik, kehilangan lemak
subkutan.

4) Respirasi

Subjektif : batuk produktif atau non produktif sesak nafas, sakit dada.

Objektif : mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau, mukoid
kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronki
basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu, sesak nafas, pengembangan

13
pernapasan tidak simetris atau efusi pleura, perkusi pekak dan penurunan
fremitus (cairan pleural), deviasi trakea (penyebaran bronkogenik).

5) Rasa nyaman atau nyeri

Subjektif : nyeri dada meningkat karena batuk berulang

Objektif : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, gelisah, nyeri bias
timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.

6) Pola Persepsi kognitif


Subjektif : Perasaan isolasi atau penolakan karena penyakit menular
Objektif : Perubahan pola biasa dalam tahap/perubahan kapasitas fisik.
B. Pemeriksaan fisik
 Keadaan umum : pada umumnya pasien TB anak yang berobat sering
ditemukan sudah dalam keadaan lemah, pucat, kurus dan tidak bergairah

 Tanda vital : Sering demam walaupun tidak terlalu tinggi, demam dapat
lama atau naik turun, nafas cepat dan pendek, saat badan demam atau panas
biasanya tekanan nadi anak menjadi takikardi.

C. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan proses infeksi
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya sekret
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia.
d. Defisit pengetahuan tentang proses infeksi berhubungan dengan kurang
sumber informasi
e. Ketidak patuhan berhubungan dengan pengobatan dalam jangka waktu yang
lama.

D. Intervensi Keperawatan

14
Diagnosa NOC NIC
1. Gangguan pertukaran Kriteria hasil :  Berikan oksigen humidifier bagi
gas b.d Proses infeksi 1. anak akan mengalami anak dengan dyspnea
pengurangan batuk  Tinggikan bagian kepala tempat
2. Untuk meningkatkan pertukaran tidur
gas yang adekuat.  Berikan obat batuk ekspektoran
sesuai dengan kebutuhan

2. Bersihan jalan nafas Kriteria hasil :  Kaji ulang pernafasan : bunyi


tidak efektif 1. pernafasan tidak sulit nafas, kecepatan, irama,
berhubungan dengan 2. anak istirahat dan tidur dengan kedalaman, dan penggunaan otot
adanya sekret tenang aksesori.
3. anak menunjukan fungsi  Catat kemampuan mengeluarkan
pernafasan normal secret atau batuk efektif, catat
4. anak mendapatkan suplai karakter, jumlah sputum, adanya
oksigen yang optimal. hemoptysis.
 Berikan pasien posisi semi atau
fowler.
 Bersihkan secret dari mulut atau
trakea, suction bila perlu.
 Pertahankan intake cairan kecuali
kontraindikasi.
 Lembabkan udara atau oksigen
inspirasi
 Kolaborasi pemberian obat sesuai
indikasi

3. Perubahan nutrisi Kriteria hasil :  Mengukur dan mencatat BB


kurang dari kebutuhan 1. Pemulihan kebutuhan nutrisi pasien
tubuh berhubungan 2. pengelolaan makanan sehat  Menyajikan makanan dalam porsi
dengan anoreksia. seimbang kecil tapi sering
 Memberikan makanan tinggi
protein
 Memberi motivasi kepada anak
agar mau makan

4. Defisit pengetahuan Kriteria hasil :  Ajarkan orang tua dan anak


tentang proses infeksi 1. Keluarga akan mengekspresikan tentang penularan dan pengobatan
berhubungan dengan pemahamannya tentang proses TBC, misalnya buat orangtua,
kurang sumber penyakit dan pengobatan hendaknya menghindari anak
informasi dekat dengan orang dewasa yang
terkena tuberkulosa sedangkan
buat anak sarankan untuk
melakukan pengobatan sampai
selesai dan patuh dalam minum
obat
 Ajarkan orang tua dan anak (jika
tepat) bagaimana memberikan

15
pengobatan (contoh/ antibiotik),
berapa lama terapi pengobatan
harus dijalani, dan apa yang
terjadi jira anak tidak manjelani
tuntas pengobatannya
 Pada saat anak diperbolehkan
pulang, berikan discharge
planning atau perencanaan pulang
mengenai :
1. Jelaskan terapi yang diberikan, dosis,
efek camping, lama pemberian terapi dan
cara minum obat
2. Melakukan immunisasi jika
immunisasi Belem lengkap sesuai dengan
prosedur!:)
3. Menekankan pentingnya control ulang
sesuai jadwal
4. informasikan jika terdapat tanda-tanda
terjadinya kekambuhan.

5. Ketidak patuhan Kriteria hasil :  kaji seberapa banyak pengetahuan


berhubungan dengan 1. Orang tua dan anak akan yang dimiliki orang tua dan anak
pengobatan dalam mengikuti pedoman terapi tentang TBC dan hal ketidak
jangka waktu yang lama pahaman yang dimiliki.
 ajarkan orang tua dan anak (jika
tepat) tentang program
pengobatan dan alasan menjalani
pengobatan dengan tuntas, dan
yakinkan tentang pendidikan yang
diperlukan.
 Identifikasi alternatif pemberi
layanan yang dapat memberikan
pengobatan anak jika diperlukan

2.5 Peran Keluarga dalam Merawat Pasien Penderita TBC


Keluarga merupakan lingkungan hidup bersama dengan keterikatan aturan dan
emosional dari individu yang mempunyai peran tak terpisahkan antar masing-masing anggota
keluarga ( Friedman, 2010 ). Maka hal itu juga berperan sama dalam kesehatan, khususnya
berkenaan dengan kemampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengidap
TBC, baik dalam pemenuhan kebutuhan dasar maupun proses penyembuhan. Berikut beberapa
peran keluarga yang perlu dipahami dan dilakukan, meliputi :

16
1.) Mengenal Masalah Kesehatan yang Ada di dalam Keluarga
Kesadaran dan keinginan keluarga agar penderita TB dapat sembuh dari penyakitnya
merupakan factor yang berpengaruh terhadap kemampuan mengenal masalah kesehatan.
Hal ini sesuai dengan teori Health Belief Model yaitu pada kerentanan yang dirasakan
agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakit ( Glanz, Karen 2008 ).

2.) Mengambil Keputusan untuk Tindakan yang Tepat


Kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan untuk tindakan yang tepat terhadap
penderita TB paru merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang
tepat sesuai dengan keadaan keluarga. Hal ini diharapkan mampu untuk mengurangi
bahkan mengatasi masalah.

3.) Memberikan Perawatan terhadap Keluarga yang Sakit


Beberapa keluarga akan membebaskan orang yang sakit dari peran atau tangung jawabnya
secara penuh, Pemberian perawatan secara fisik merupakan beban paling berat yang
dirasakan keluarga (Friedman, 2010 ). Hal ini sejatinya didasarkan pada bagaimana
kondisi terkait penderita TB, namun secara umum berikut bentuk wujud nyata perawatan
yang dapat dilakukan oleh keluarga sebagai berikut :

a. Memberi dukungan, kasih sayang dan perhatian sebagai dorongan psikologis dan
social. Hal ini karena keluarga adalah pihak terdekat dari klien sekaligus menjadi
sumber kekuatan klien ( International Union Against TB and Lung Disease, 2008 ).
b. Membantu dalam pengawasan penggunaan obat. Hal ini sangat penting mengingat
obat-obat TB termasuk obat yang bersifat jangka panjang dan harus senantiasa rutin
dikonsumsi untuk menghindari Medication Error.
c. Membantu dalam mengatur dan mengelola kunjungan serta pengecekan status
kesehatan dengan memeriksakan kondisi ke fasilitas kesehatan setiap dua minggu
sekali untuk melihat perkembangan penyakit.
d. Bersifat terbuka dan mampu memahami serta menghargai perasaan klien, sehingga
klien terbebas dari rasa stress dan mampu tuk optimis melawan penyakitnya.
e. Menjaga kebutuhan nutrisi dengan makanan yang bergizi seperti makanan tinggi kalori
untuk menguatkan dan meningkatkan daya tahan tubuh klien.
f. Menjaga kebersihan lingkungan rumah, termasuk pengaturan ventilasi yang cukup,
pencahayaan, kepadatan dan kebersihan lantai rumah.
17
g. Memutus mata rantai penyebaran penyakit dengan kewaspadaan akan kesehatan dan
mampu mengetahui alur penyebaran ( BPN, 2007 ).

18
BAB III

PENUTUP

Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang umum, dan dalam banyak kasus bersifat
mematikan. Penyakit ini disebabkan oleh berbagai strainmikrobakteria, umumnya
mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis biasanya menyerang paru-paru, namun juga bisa
berdampak pada bagian tubuh lainnya. Tuberkulosis menyebar melalui udara ketika seseorang
dengan infeksi tuberkulosis aktif batuk, bersin, atau menyebarkan butiran ludah mereka
melalui udara.

19
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, A.A. (2008). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan.
Cetakan I. Yakarta : Penerbit salemba Medika

Bakhtiar. 2016. Pendekatan Diagnosis Tuberkulosis Pada Anak Di Sarana Pelayanan


Kesehatan dengan Fasilitas Terbatas. Diakses pada www.ejournal.unsyiah.ac.id pada
7 Maret 2019 pukul 19:31 WIB.
Widodo E. 2003. Tuberkulosis pada anak: diagnosis dan tatalaksana. Jakarta : Balai penerbit
FKUI
Safithri, Fathiyah. 2011. Diagnosis Tuberkulosis Dewasa dan Anak Berdasarkan ISTC
(International Standard for TB Care). Diakses apda ejournal.umm.ac.id pada 6 Maret
2019 pukul 10:28 WIB
Amelia, dan Irawan A.P. 2013. Profil Tuberkulosis Pada Anak Instalasi Rawat Jalan RSUD.
Raden Mattaher Jambi. Jambi : FKIK Jambi
Friedman. 2010. Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC.

Glanz, Karen. 2008. Health Behavior and Health Education Theory, Research and
Practice. America : Jossey Bass.

Barber S. et al. 2008. International Union Against TB and Lung Disease. 68 : 1 – 2.

20

Anda mungkin juga menyukai