Anda di halaman 1dari 24

I.

KONSEP DASAR PENYAKIT

A. PENGERTIAN ASMA

Asma adalah suatu kedaan dimana saluran napas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan,
penyempitan ini bersifat sementara. Asma umumnya terjadi pada anak-anak usia
dibawah 5 tahun, dan pada orang dewasa usia sekitar 30 tahun (Saheb, 2011).
Asma adalah penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran napas yang sangat peka
terhadap berbagai rangasangan, baik dari dalam maupun dari luar tubuh. Akibat dari
kepekaan yang berlebihan ini, terjadi penyempitan pada saluran napas secara
menyeluruh (Abidin, 2012).
Global Initiative for Asthma (GINA) pada tahun 2006 mendefinisikan asma sebagai
gangguan inflamasi kronik pada saluran napas dengan berbagai sel yang berperan,
khususnya sel mast, eosinophil, dan limfosit T. Pada individu yang rentan inflamasi,
mengakibatkan mengi yang berulang, sesak napas, dada terasa tertekan, dan batuk
khususnya pada malam atau dini hari. gejala ini berhubungan degan obstruksi saluran
napas yang bersifat reversibel, dan hiperaktivitas jalan napas terhadap berbagai
rangsangan (Depkes RI, 2009)
Menurut Depkes RI (2009) asma merupakan suatu keainan berupa inflamasi atau
peradangan kronik saluran napas yang menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap
berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang seperti mengi, batuk,
sesak napas, dan rasa berat di dada terutama pada malam atau dini hari yang umumnya
bersifat reversibel.

B. KLASIFIKASI ASMA
1. Berdasarkan Penyebab
Berdasarkan penyebabnya, asma dapat diklasifikan menjadi 3 tipe, yaitu :

a. Ekstrinsik (alergik)
Asma ekstrinsik ditandai dengan adanya reaksi alergik yang disebabkan oleh
faktor-faktor pencetus spesifik (alergen), seperti serbuk bunga, bulu-bulu hewan,
obat-obatan (aspirin dan antibiotik), dan spora jamur.
b. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergik yang bereaksi terhadap faktor pencetus
yang tidak spesifik, seperti udara dingin, infeksi saluran pernapasan, dan emosi.

1
Serangan asma menjadi lebih berat dan dapat berkembang menjadi bronchitis
kronik dan emfisema.
c. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum terjadi. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non alergik.
(Smeltzer & Bare, 2002)
2. Berdasarkan Derajat
Pembagian derajat asma menurut GINA (2006 dalam Depkes RI, 2009), yaitu :
1. Asma Intermiten
Gejala kurang dari 1 kali/minggu, dan serangan singkat, gejala pada malam hari
kurang dari 2 kali/bulan.
2. Asma Mild Persistent (persisten ringan)
Gejala lebih dari 1 kali/minggu, tetapi kurang dari 1 kali/hari, serangan
mengganggu aktivitas dan tidur, gejala pada malam hari kurang dari 2 kali/bulan.
3. Asma Moderate Persistent (persisten sedang)
Gejala terjadi setiap hari, serangan mengganggu aktivitas dan tidur, gejala pada
malam hari kurang dari 1 kali/minggu.
4. Asma Severe Persistent (persisten berat)
Gejala terjadi setiap hari, serangan terus-menerus, gejala pada malam hari setiap
hari, terjadi pembatasan aktivitas fisik.
Pembagian derajat asma menurut Phelan, dkk dalam Nurarif dan Kusuma (2015),
yaitu sebagai berikut :
1. Asma Episodic Jarang
Ditandai dengan gejala 1 kali tiap 4-6 minggu, mengi setelah beraktivitas berat.
2. Asma Episodic Sering
Ditandai dengan frekuensi serangan yang lebih sering, dan timbul mengi pada
aktivitas sedang. Gejala kurang dari 1 kali/minggu.
3. Asma Persisten
Ditandai dengan gejala yang terjadi 3 kali/minggu, mengi pada aktivitas ringan.

C. ETIOLOGI ASMA
Menurut berbagai penelitian, patologi dan etiologi asma belum dapat diketahui
dengan pasti penyebabnya, hanya menunjukkan dasar gejala asma yaitu inflamasi dan
respon saluran napas yang berlebihan ditandai dengan adanya kalor, tumor, dolor, dan
function laesa (Sudoyo Aru, dkk, 2009).

2
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015), sebagai pemicu timbulnya asma dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu sebagai berikut :
1. Infeksi, seperti infeksi virus RSV.
2. Iklim, seperti perubahan mendadak cuaca, suhu, dan tekanan udara.
3. Inhalan, seperti debu, kapuk, tungau, sisa-sisa serangga mati, bulu hewan, bau asap.
4. Makanan, seperti putih telur, susu sapi, kacang tanah, coklat, biji-bijian, tomat.
5. Obat-obatan.
6. Kegiatan fisik, seperti olahraga berat, tertawa terbahak-bahak.
7. Emosi.
Menurut Lewis, et al (2000 dalam Purnomo, 2008) etiologi dari asma yaitu sebagai
berikut :
1. Faktor Presdisposisi
a. Genetik
Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga yang menderita
penyakit alergi. Oleh karena itu, dengan adanya hal tersebut penderita dapat
dengan mudah terkena penyakit asma jika terpapar oleh faktor pencetus tersebut.
Selain itu, hipersensitivitas saluran pernapasan juga dapat diturunkan.
2. Faktor Presipitasi
a. Alergen
Alergen dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :
1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu hewan,
serbuk bungam spora jamur, bakteri, dan polusi.
2) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan, dan obat-obatan seperti
aspirin, epinefrin, dan antibiotik.
3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit seperti logam, perhiasan,
dan jam tangan.
b. Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktivitas atau olahraga yang berat. Asma dapat dipicu oleh adanya kegiatan fisik
yang disebut sebagai Exercise Induces Asthma (EIA) yang biasanya akan terjadi
sesaat setelah beraktivitas, seperti jogging, aerobik, berjalan cepat.
c. Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan eksasebasi
pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem trakea
bronkial. Oleh karena itu, terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem
bronkial.
d. Stress
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus asma, dan dapat
memperberat serangan asma yang sudah ada.
3
e. Gangguan pada sinus
Gangguan pada sinus yang dapat menyebabkan asma yaitu rhinitis alergik dan
polip pada hidung, yang menyebabkan inflamsi membrane mukus.
f. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa dingin sering mempengaruhi asma.

D. TANDA DAN GEJALA


1. Tanda dan gejala awal
Tanda dan gejala yang muncul pada awal asma, yaitu sebagai berikut :
a. Batuk terutama pada malam atau dini hari
b. Sesak napas
c. Napas berbunyi (mengi) yang terdengar saat penderita menghembuskan napas
d. Rasa berat di dada
e. Dahak sulit keluar
f. Adanya peningkatan eosinophil darah dan IgE
g. BGA belum patologis
2. Tanda dan gejala berat
Tanda dan gejala berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa atau
disebut juga stadium kronik, diantaranya sebagai berikut :
a. Serangan bartuk hebat
b. Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
c. Sianosis
d. Sulit tidur
e. Kesadaran menurun
f. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g. BGA Pa O2 kurang dari 80%
h. Suara napas lemah, hampir tidak terdengar. (Direktorat Bina Farmasi dan
Klinik, 2007).

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) manifestasi klinis dari asma dapat
digolongkan menjadi beberapa tingkatan, diantaranya yaitu :
a. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal tanpa tanda dan gejala
asma atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru.
Asma akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan
tes provokasi bronchial di laboratorium.
b. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik
tidak ada kelainan, tetepi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi
saluran pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
c. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada
pemeriksaan fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi.
4
Biasanay penderita nmerasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma
akan kambuh
d. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit
yaitu dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi. Pada serangan
asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala gejala yang makin banyak
antara lain :
a) Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo
mastoideus
b) Sianosis
c) Silent Chest
d) Gangguan kesadaran
e) Tampak lelah
f) Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
e. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis
beberpa serangan asma yang berat bersifat refrakter sementara terhadap
pengobatan yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat reversible
maka dalam kondisi apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke
kondisi normal

E. PATOFISIOLOGI

5
Gb. 3 dan Gb. 4 Patofisiologi Asma

Menurut Herdinsibuae (2005), patofisiologi dari asma dapat digolongkan menurut


klasifikasinya yaitu sebagai berikut :
1. Asma Ekstrinsik
Pada asma ekstrinsik (alergen) menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa
brobkus yang mengakibatkan kontraksi otot polos, hyperemia serta sekresi lender
putih yang tebal. Mekanisme terjadinya reaksi ini yaitu penderita yang telah
disensitisasi terhadap satu bentuk alergen yang spesifik, akan membuat antibodi
terhadap alergen tersebut. Antibodi ini merupakan imunoglobin jenis IgE. Antibodi ini
melekat pada permukaan sel mast pada mukosa bronkus.
Jika satu molekul IgE yang terdapat pada permukaan sel mast menangkap satu
molekul alergen, sel mast tersebut akan memisahkan diri dan melepaskan sejumlah
bahan yang menyebabkan konstriksi bronkus. Pada permukaan sel mast juga terdapat
reseptor beta-2 adrenergik. Bila reseptor beta-2 adrenergik dirangsang dengan obat
anti asma Salbutamol (beta-2 mimetik), maka pelepasan histamin akan terhalang.
Pada mukosa bronkus dan darah tepi terdapat banyak eosinophil. Adanya
eosinofil dalam sputum dapat dengan mudah dilihat. Dalam butir-butir granula
eosinofil terdapat enzim yang berfungsi menghancurkan histamin dan prostaglandin.
Dengan kata lain, eosinofil memberikan perlindungan terhadap serangan asma.
Dengan demikian kadar IgE akan meninggi dalam darah tepi.
2. Asma Intrinsik
Pada asma intrinsik (non alergen) proses terjadinya asma sangatlah berbeda
dengan asma ekstrinsik. Akibat kepekaan yang berlebihan (hipersensitivitas) dari
serabut-serabut nervus vagus yang merangsang bahan-bahan iritan di dalam bronkus
6
dan menimbulkan batuk dan sekresi lendir dalam satu refleks. Serabut-serabut vagus
sangat hipersensitif, sehingga secara langsung menimbulkan refleks kontriksi
bronkus.
Lendir yang sangat lengket akan disekresikan, sehingga pada kasus-kasus yang
berat dapat menimbulkan sumbatan pada saluran napas yang hampir total yang
mengakibatkan timbulnya status asmatikus, kegagalan pernapasan, dan kematian.
Faktor pencetus dari refleks ini adalah infeksi saluran pernapasan oleh flu
(common cold), adenovirus, dan juga oleh bakteri. Polusi udara oleh gas iritatif yang
bersasal dari industri, asap, serta udara dingin juga berperan.

7
F. Pathway
Alergen/Non Alergen

G. C
Merangsang respon imun Vasokontriksi otot
untuk menjadi aktif polos

Merangsang Ig E Bronkho kontriksi


dan edema
Menempel pada sel mast

Pelepasan Bronchospasme
histamin,bradikinan,dan
Brochopasme prostaglandin

Obstruksi jalan
Pembentukan mukus nafas
Perubahan status
kesehatan Akumulasi secret di
trachea dan bronkhus GANGGUAN
PERTUKARAN
Kurangnya informasi BERSIHAN JALAN NAPAS GAS
tentang penyakitnya TIDAK EFEKTIF

Sesak
Mekanisme koping
tidak efektif INTOLERANSI AKTIVITAS
dispnea

KECEMASAN KETIDAKEFEKTIFAN POLA


NAPAS

8
G. KOMPLIKASI PADA ASMA
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas
2. Chronik persistent bronchitis
3. Bronchiolitis
4. Pneumonia
5. Emphysema.

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penderita asma, diantaranya :
1. Pengukuran fungsi paru (spirometri)
Tes ini dilakukan untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversibel. Cara
yang paling cepat dan sederhana untuk diagnosis asma adalah dengan melihat respon
pengobatan dengan bronkodilator. Pemeriksaan spirometri dilakukan sebelum dan
sesudah pemeberian bronkodilator aerosol (nebulizer atau inhaler) golongan
adrenergic. Peningkatan FEV atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan
diagnosis asma.
2. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya :
1) Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinofil.
2) Spiral curshmann, yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang
bronkus.
3) Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
4) Netrofil dan eosinofil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid
dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mukus plug.
b. Pemeriksaan darah
1) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
2) Terkadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
3) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadangan di atas 150.000/mm3 yang
menandakan terdapatnya infeksi.
4) Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan IgE pada saat
serangan dan menurun saat tidak terjadi serangan.

3. Pemeriksaan Radiologi
Pada saat serangan menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yaitu
radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang
menurun. Jika terdapat komplikasi, maka akan terdapat kelainan, sebagai berikut :
a. Bila disertai dengan bronchitis, maka bercak-bercak di hilus bertambah.
b. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
bertambah.
c. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru-paru.

9
d. Dapat menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
e. Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumothoraks, dan pneumoperikardium,
maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
4. Pemeriksaan tes kulit (skin test)
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan beberapa alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
5. Scanning paru-paru
Dengan scanning paru-paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara
selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru (Nurarif dan Kusuma, 2015).

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan asma dibagi menjadi pengobatan non farmakologi dan pengobatan
farmakologi.
1. Pengobatan Non Farmakologi
a. Penyuluhan
Ditujukan pada peningkatan pengetahuan pasien tentang penyakit asma, sehingga
pasien dapat menghindari faktor-faktor pencetus serta menggunakan obat secara
benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Pasien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asma yang ada pada
ligkungannya, serta diajarkan cara menghidari dan mengurangi faktor pencetus.
c. Fisioterapi
Fisioterapi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi, dan fibrasi dada.

2. Pengobatan Farmakologi
a. Agonis beta
Berbentuk aerosol, diberikan 3-4 kali dalam sehari. Salah satu bentuk obat ini
adalah metaproterenol.
b. Metil Xantin
Golongan metil xantin adalah aminophilin dan teoppilin. Obat ini diberika jika
golongan beta agonis tidak memberikan efek pada pasien. Pada orang dewasa
diberikan 125-200 mg empat kali/hari.
c. Kortikosteroid
Kortikosteroid diberikan jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan
respon yang baik. Steroid ini berbentuk aerosol dengan dosis 800 ug dan
diberikan empat kali semprot dalam sehari.
d. Kromolin
Kromolin merupakan obat pencegah asma, yang biasanya diberikan kepada anak-
anak. Dosis yang diberikan berkisar 1-2 kapsul, empat kali dalam sehari.
e. Ketotifen

10
Ketotifen berefek sama dengan kromolin, dan diberikan dengan dosis 2 x 1 mg
perhari.
f. Ipratropium bromide (Atroven)
Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat
bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan asma
a. Infus RL
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg/kg BB
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam diberikan secara subcutan
e. Dexamatason 10-20 mg/6 jam secara intra vena
f. Antibiotik spektrum luas.

11
II. KONSEP UMUM ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ASMA
A. PENGKAJIAN
1. Keluhan utama
1) Sesak nafas tiba-tiba, biasanya ada faktor pencetus
2) Terjadi kesulitan ekspirasi atau ekspirasi diperpanjang
3) Batuk dengan sekret lengket
4) Berkeringat dingin
5) Terdengar suara mengi atau wheezing keras
6) Terjadi berulang, setiap ada pencetus
7) Sering ada faktor genetic atau familier

2. Pengkajian primer
1) Airway

Pada pasien dengan status asmatikus ditemukan adanya penumpukan


sputum pada jalan nafas. Hal ini menyebabkan penyumbatan jalan napas
sehingga status asmatikus ini memperlihatkan kondisi pasien yang sesak
karena kebutuhan akan oksigen semakin sedikit yang dapat diperoleh.

a. Bagaimana kepatenan jalan nafas


b. Apakah ada sumbatan atau penumpukan sekret di jalan nafas.
c. Bagaimana bunyi nafasnya, apakah ada bunyi nafas tambahan?
2) Breathing

Adanya sumbatan pada jalan napas pasien menyebabkan bertambahnya


usaha napas pasien untuk memperoleh oksigen yang diperlukan oleh tubuh.
Namun pada status asmatikus pasien mengalami nafas lemah hingga adanya
henti napas. Sehingga ini memungkinkan bahwa usaha ventilasi pasien
tidak efektif. Disamping itu adanya bising mengi dan sesak napas berat
sehingga pasien tidak mampu menyelesaikan satu kalimat dengan sekali
napas, atau kesulitan dalam bergerak. Pada pengkajian ini dapat diperoleh
frekuensi napas lebih dari 25 x / menit. Pantau adanya mengi.

a. Bagaimana pola nafasnya ? Frekuensinya? Kedalaman dan iramanya?


b. Apakah menggunakan otot bantu pernafasan?
c. Apakah ada bunyi nafas tambahan?
3) Circulation

Pada kasus status asmatikus ini adanya usaha yang kuat untuk
memperoleh oksgien maka jantung berkontraksi kuat untuk memenuhi
kebutuhan tersebut hal ini ditandai dengan adanya peningkatan denyut nadi
lebih dari 110 x/menit. Terjadi pula penurunan tekanan darah sistolik pada

12
waktu inspirasi, arus puncak ekspirasi (APE) kurang dari 50 % nilai dugaan
atau nilai tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari 120 lt/menit.
Adanya kekurangan oksigen ini dapat menyebabkan sianosis yang dikaji
pada tahap circulation ini.

a. Bagaimana dengan nadi perifer dan nadi karotis? Kualitas (isi dan
tegangan)
b. Bagaimana Capillary refillnya, apakah ada akral dingin, sianosis atau
oliguri?
c. Apakah ada penurunan kesadaran?
d. Bagaimana tanda-tanda vitalnya ?
4) Exposure
Pada saat pasien stabil dapat di tanyakan riwayat dan pemeriksaan lainnya.

3. Pengkajian sekunder
a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk
mengumpulkan berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi
pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada
diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali
sampai kepada sesak yang hebat yang disertai gangguan kesadaran.

Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan.


Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi,
keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang paling umum ialah :
Napas berbunyi, Sesak, Batuk,yang timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang
segera dengan spontan atau dengan pengobatan, meskipun ada yang
berlangsung terus untuk waktu yang lama.

b. Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung
diagnosis asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga
berguna untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma, meliputi
pemeriksaan :
a) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan
suara bicara,tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang

13
meningkatan, penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk
dengan lendir dan posisi istirahat klien.
b) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor
kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus,
ensim, serta adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada
rambut di kaji warna rambut, kelembapan dan kusam.

c) Thorak
(a) Inspeksi
Dada di inspeksi postur bentuk dan kesimetrisan adanya
peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot interkostalis,
sifat dan irama pernapasan serta frekuensi pernafasan.
(b) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil
fremitus.
(c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedan
gkan diafragma menjadi datar dan rendah.
(d) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan
expirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi
pernafasan dan Wheezing.

c. Sistem Pernapasan
a) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan
seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi
kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau
kehijauan terutama jika terjadi infeksi sekunder.
b) Frekuensi pernapasan meningkat
c) Otot-otot bantu pernapasan mengalami hipertrofi
d) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang
disertai ronchi kering dan wheezing.

14
e) Ekspirasi lebih dari 4 detik atau 3 x lebih panjang daripada inspirasi
bahkan mungkin lebih.
f) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan :
Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter
anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor.
Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot
bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi
suprasternal, supraclavikula, dan sela iga serta pernapasan cuping hidung.
g) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan
dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar (silent
chest), sianosis.

d. Sistem Kardiovaskuler
a) Tekanan darah dan nadi meningkat
b) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan1 takhikardi makin
hebat disertai dehidrasi. Timbul pulsus paradoksus dimana terjadi
penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada waktu
inspirasi. Normal tidak lebih daripada 5 mmHg, pada asma yang berat
bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
c) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama
jantung.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan faktor
fisiologis (asma)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi
3. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan keletihan otot
pernapasan
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan O2
5. kecemasan berhubungan dengan mekanisme koping tidak efektif

15
C. RENCANA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA NOC NIC
1 Ketidakefektifan bersihan Setelah dilakukan
tindakan Airway Management
□ Buka jalan nafas
jalan nafas keperawatan ..x.. jam diharapkan
menggunakan head tilt
mampu mempertahankan
Batasan Karakteristik : chin lift atau jaw thrust
kebersihan jalan nafas dengan
□ Batuk yang tidak kriteria : bila perlu
□ Posisikan pasien untuk
efektif
NOC : memaksimalkan ventilasi
□ Dispnea □ Identifikasi pasien
□ Gelisah Respiratory status : Airway perlunya pemasangan alat
□ Kesulitan verbalisasi Patency jalan nafas buatan (NPA,
□ Mata terbuka lebar OPA, ETT, Ventilator)
□ Respirasi dalam batas
□ Ortopnea □ Lakukan fisioterpi dada
normal
□ Penurunan bunyi nafas □ Irama pernafasan teratur jika perlu
□ Kedalaman pernafasan □ Bersihkan secret dengan
□ Perubahan frekuensi
normal suction bila diperlukan
nafas □ Auskultasi suara nafas,
□ Tidak ada akumulasi
□ Perubahan pola nafas catat adanya suara
sputum
□ Sianosis □ Batuk berkurang/hilang tambahan
□ Sputum dalam jumlah □ Kolaborasi pemberian
yang berlebihan oksigen
□ Suara nafas tambahan □ Kolaborasi pemberian
□ Tidak ada batuk obat bronkodilator
Faktor yang berhubungan : □ Monitor RR dan status

Lingkungan : oksigenasi (frekuensi,


irama, kedalaman dan
□ Perokok
□ Perokok pasif usaha dalam bernapas)
□ Terpajan asap □ Anjurkan pasien untuk

Obstruksi jalan nafas : batuk efektif


□ Berikan nebulizer jika
□ Adanya jalan nafas diperlukan
buatan Asthma Management
□ Benda asing dalam jalan □ Tentukan batas dasar

nafas respirasi sebagai


□ Eksudat dalam alveoli pembanding
□ Hiperplasia pada
16
dinding bronkus □ Bandingkan status
□ Produksi Mukus
sebelum dan selama
berlebih
dirawat di rumah sakit
□ Penyakit paru obstruksi
untuk mengetahui
kronis
□ Sekresi yang tertahan perubahan status
□ Spasme jalan nafas
pernapasan
Fisiologis : □ Monitor tanda dan gejala
asma
□ Asma □ Monitor frekuensi, irama,
□ Disfungsi
kedalaman dan usaha
neuromuskular
□ Infeksi dalam bernapas
□ Jalan nafas alergik
2 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan NIC
keperawatan ..x.. jam diharapkan
Batasan Karakteristik : Acid Base Management
hasil AGD pasien dalam batas
□ Diaforesis normal dengan kriteria hasil : □ Pertahankan kepatenan
□ Dispnea jalan nafas
NOC:
□ Gangguan pengelihatan □ Posisikan pasien untuk
□ Gas darah arteri Respiratory status: Gas mendapatkan ventilasi
abnormal Exchange yang adekuat(mis., buka
□ Gelisah jalan nafas dan tinggikan
□ PaO2 dalam batas normal
□ Hiperkapnia kepala dari tempat tidur)
(80-100 mmHg)
□ Hipoksemia □ Monitor hemodinamika
□ PaCO2 dalam batas
□ Hipoksia status (CVP & MAP)
normal (35-45 mmHg)
□ Iritabilitas □ Monitor kadar pH, PaO2,
□ pH normal (7,35-7,45)
□ Konfusi PaCO2, dan HCO3 darah
□ SaO2 normal (95-100%)
□ Nafas cuping hidung melalui hasil AGD
□ Tidak ada sianosis
□ Penurunan karbon □ Monitor SaO2 pasien
□ Tidak ada penurunan
dioksida □ Catat adanya
kesadaran
□ pH arteri abnormal asidosis/alkalosis yang
□ Pola pernafasan terjadi akibat kompensasi
abnormal (mis., metabolisme, respirasi
kecepatan, irama, atau keduanya atau tidak
kedalaman) adanya kompensasi
□ Sakit kepala saat bangun □ Monitor tanda-tanda gagal

17
□ Sianosis napas
□ Somnolen □ Monitor status neurologis
□ Takikardia □ Monitor status pernapasan
□ Warna kulit abnormal dan status oksigenasi klien
(mis., pucat, kehitaman ) □ Atur intake cairan
Faktor yang berhubungan : □ Auskultasi bunyi napas
dan adanya suara napas
□ Ketidakseimbangan
tambahan (ronchi,
ventilasi-perfusi
□ Perubahan membran wheezing, krekels, dll)
alveolar-kapiler □ Kolaborasi pemberian
nebulizer, jika diperlukan
□ Kolaborasi pemberian
oksigen, jika diperlukan.
3 Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan tindakan NIC
keperawatan ..x.. jam diharapkan
Batasan Karakteristik : Oxygen Therapy
pola nafas pasien teratur dengan
□ Bradipnea kriteria : □ Bersihkan mulut, hidung
□ Dispnea dan secret trakea
NOC : □ Pertahankan jalan nafas
□ Fase ekspirasi
yang paten
memanjang Respiratory status :
□ Siapkan peralatan
□ Ortopnea Ventilation
oksigenasi
□ Penggunaan otot bantu □ Monitor aliran oksigen
□ Respirasi dalam batas □ Monitor respirasi dan
pernafasan
normal (dewasa: 16- status O2
□ Penggunaan posisi tiga
20x/menit) □ Pertahankan posisi pasien
titik □ Irama pernafasan teratur (head up sesuai indikasi)
□ Peningkatan diameter □ Kedalaman pernafasan □ Monitor volume aliran
anterior-posterior normal oksigen dan jenis canul
□ Suara perkusi dada
□ Penurunan kapasitas vital yang digunakan.
normal (sonor) □ Monitor keefektifan terapi
□ Penurunan tekanan □ Retraksi otot dada
□ Tidak terdapat orthopnea oksigen yang telah
ekspirasi
□ Taktil fremitus normal diberikan
□ Penurunan tekanan
antara dada kiri dan dada □ Observasi adanya tanda
inspirasi
kanan tanda hipoventilasi
□ Penurunan ventilasi □ Ekspansi dada simetris □ Monitor tingkat
semenit □ Tidak terdapat akumulasi kecemasan pasien yang

18
□ Pernafasan bibir sputum kemungkinan diberikan
□ Tidak terdapat
□ Pernafasan cuping terapi O2
penggunaan otot bantu
hidung
napas
□ Pernafasan ekskursi dada
□ Pola nafas abnormal
(mis., irama, frekuensi,
kedalaman)
□ Takipnea
Faktor yang berhubungan

□ Ansietas
□ Cedera medulaspinalis
□ Deformitas dinding dada
□ Deformitas tulang
□ Disfungsi neuromuskular
□ Gangguan
muskuluskeletal
□ Gangguan Neurologis
(misalnya :
elektroenselopalogram(E
EG) positif, trauma
kepala, gangguan kejang)
□ Hiperventilasi
□ Imaturitas neurologis
□ Keletihan
□ Keletihan otot pernafasan
□ Nyeri
□ Obesitas
□ Posisi tubuh yang
menghambat ekspansi
paru
□ Sindrom hipoventilasi
4 Intoleransi aktivitas b/d NOC NIC
ketidakseimbangan antara  Energy conservation Activity Therapy
suplai dengan kebutuhan O2  Activity tolerance 1. Kolaborasikan dengan tenaga

 Self Care : ADLs rehabilitasi medic dalam

Kriteria Hasil merencanakan program terapi

 Berpartisipai dalam aktivitas yang tepat

fisik tanpa disertai 2. Bantu klien untuk

19
peningkatan tekanan darah, mengidentifikasi aktivitas
nadi dan RR yang mampu dilakukan
 Mampu melakukan aktivitas 3. Bantu untuk memilih aktivitas
sehari hari (ADLs) secara konsisten yang sesuai dengan
mandiri kemampuan fisik psikologi
 Tanda tanda vital normal dan social
 Energy psikomotor 4. Bantu untuk mengidentifikasi

 Level kelemahan dan mendapatkan sumber yang

 Mampu berpindah : dengan diperlukan untuk aktivitas

atau tanpa bantuan alat yang diinginkan


5. Bantu untuk mendapatkan alat
 Status kardiopulmonari
bantuan aktivitas seperti kursi
adekuat
roda, krek
 Sirkulasi status baik
6. Bantu untuk mengidentifikasi
 Status respirasi : pertukaran
aktivitas yang disukai
gas dan ventilasi adekuat
7. Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
8. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas
9. Sediakan penguatan positif
bagi yang aktif beraktivitas
10. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
11. Monitor respon fisik,
emosi social, dan spiritual
5 kecemasan berhubungan NOC NIC
dengan mekanisme koping  Decision making Decision making
tidak efektif  Role Inhasment 1. Menginformasikan pasien

 Social support alternative atau solusi lain

Kriteria hasil penanganan

 Mengidentifikasi pola koping 2. Memfasilitasi pasien untuk

yang efektif membuat keputusan

20
 Mengugkapkan secara verbal 3. Bantu pasien mengidentifikasi
tentang koping yang efektif keuntungan, kerugian dari
 Mengatakan penurunan stress keadaan
 Klien mengatakan telah Role inhancement
menerima tentang 1. Bantu pasien untuk identifikasi
keadaannya bermacam-macam nilai

 Mampu mengidentifikasi kehidupan

strategi tentang koping 2. Bantu pasien identifikasi


strategi positif untuk mengatur
pola nilai yang dimiliki
Coping enhancement
1. Anjurkan pasien untuk
mengidentifikasi gambaran
perubahan peran yang realistis
2. Gunakan pendekatan tenang
dan meyakinkan
3. Hindari pengambilan
keputusan pada saat pasien
berada dalam stress berat
4. Berikan informasi actual yang
terkait dengan diagnosis,
terapi dan prognosis

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi dilakukan berdasarkan dari rencana keperawatan yang sudah disusun.

E. EVALUASI KEPERAWATAN
1. Evaluasi formatif (merefleksikan observasi perawat dan analisi terhadap klien
terhadap respon langsung pada intervendi keperawatan)
2. Evaluasi sumatif (mereflesikan rekapitulasi dan sinopsi observasi dan analisi
mengenai status kesehatan klien terhadap waktu (Poer, 2012). Menggunakan
metode SOAP.

21
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, M.A. 2012. Mengenal, Mencegah, dan Mengatasi Asma Pada Anak dan Panduan
Senam Asma. Bandung: CV Medika.

Bulechek, Gloria M. dkk.2013.Nursing Interventions Clssification (NIC).Yogyakarta:


Mocomedia
Depkes RI. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma Indonesia. Jakarta: Depkes RI.

Direktorat Bina Farmasi dan Klinik. 2007. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Asma.
Jakarta: Depkes RI.

Herdinsibuae. 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Moorhead, Sue dkk.2013.Nursing Outcomes Classification (NOC).Yogyakarta: Mocomedia


Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.Jakarta: Salemba Medika
NANDA International. 2012.Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014.Jakarta: EGC
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction.

22
LAPORAN PENDAHULUAN GAWAT DARURAT
DENGAN MASALAH ASMA

OLEH :

NI MADE ANASARI (P07120216008)

KELAS 3.A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
PRODI DIV JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020

23
24

Anda mungkin juga menyukai