Anda di halaman 1dari 28

SKENARIO 3

KRAM PERUT

Seorang wanita berusia 28 tahun masuk UGD dengan keluhan kram perut dan bengkak
sudah lebih dari seminggu.Hasil pemgkajian ditemukan bengkak pada perut, mual, belum
BaB (>7 hari) tidak ada nafsu makan, muntah (bau seperti feses). Riwayat kecelakaan 8
hari yang lalu, tekanan darah; 120/80 mmHg, nadi 100x/menit, pernapasan 18x/menit, dan
suhu 37,7°C.
1. KLARIFIKASI ISTILAH-ISTILAH PENTING
a. mmHg atau milimeter air raksa (hydragurum) merupakan satuan dalam
pengukuran tekanan darah mmHg biasanya digambarkan sebagai rasio
tekanan sistolik dan tekanan diastolik (hayen,2016)
b. Tekanan darah: Tekanan Darah adalah jumlah tenaga darah yang ditekan
terhadap dinding Arteri (pembuluh nadi) saat Jantung memompakan darah
ke seluruh tubuh manusia. Tekanan darah sistolik bagi kebanyakan kaum
dewasa yang sehat adalah antara 90 dan 120 milimeter air raksa (mmHg).
Tekanan darah diastolik normal adalah antara 60 dan 80 mmHg (Wade,
2016).(Kusyati, Santi, & Hapsari, 2018)
c. Nadi: Suatu gelombang yang teraba pada arteri bila darah di pompa keluar
jantung. Denyut ini mudah diraba di suatu tempat dimana ada arteri
melintas (Sandi, 2016).(Yuana, Slamet, Kes, Vai, & Pd, 2018)
d. Suhu: Ukuran kuantitatif terhadap temperatur; panas dan dingin, diukur
dengan thermometer (KBBI, 2016)
2. KATA KUNCI / PROBLEM
a. Kram dan bengkak pada perut sudah lebih dari seminggu
b. Mual
c. Belum BaB (>7 hari)
d. Tidak ada nafsu makan
e. Muntah (bau seperti feses)
f. Riwayat kecelakaan 8 hari yang lalu
3. MIND MAP

Ileus Paralitik (adynamik ileus) sering


diidentikkan dengan ileus yang terjadi lebih Gastroenteritis adalah peningkatan fre
dari tiga hari (72 jam) sesudah suatu tindakan kuensi,volumedan kandungan fluida dari
operasi dan merupakan salah satu spectrum tinja.Propulsi yang cepat dari isi usus melalui
disfungsi traktus gastro intestinal posoperatif. hasil usus kecil diare dan dapat menyebabkan
defisit volume cairan serius.
Namun demikian sering juga salah Ileus Paralitik
Penyebab umum adalah infeksi,
disebut sebagai kedaan pseudoostruction
sindrom, malabsorpsi,obat, alergi,
karena sebenarnya berbeda ,dimana ileus
dan penyakit sistemik. ( Black Joyce,
paralitik melibatkan semua bagian usus
Hawks Jane,2014).
sedangkan pseudo-obstructionhanya terbatas
pada kolon (ileus kolonik).

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks


vemiformis dan merupakan penyebab abdomen
akut yang paling sering. Penyakit ini dapat
mengenai semua umur baik laki-laki maupun
perempuan,tetapi lebih sering menyerang
laki-laki berusia 10-30 tahun (Mansjoer 2015).
TABEL PENSORTIRAN

Manifestasi Kinis

Nama Penyakit
Nyeri Flatus tidak Konstipasi
Mual Muntah Dehidrasi
Abdomen ada absolut

Ileus paralitik + + + + + +
Gastroenteritis + - + + + -
Apendisitis + + + + - +

4. PERTANYAAN PENTING
a. Mengapa pada kasus di atas klien mengeluh kram perut dan bengkak sudah lebih dari
seminggu?
b. Mengapa pasien mengalami mual dan muntah (bau seperti feses)?
c. Mengapa pasien mengalami susah BAB (>7 hari)?
d. Mengapa pasien tidak memiliki nafsu makan?
e. Mengapa pasien mengalami penigkatan suhu?

5. JAWABAN PERTANYAAN
a. Kolik abdomen adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus
intestinal. Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya
aliran isi usus kedepan tetapi peristaltiknya normal. Kolik abdomen atau colic
abdomen sebagai sebuah kondisi yang ditandai dengan kram atau nyeri kolik hebat
yang mungkin disertai dengan mual muntah. Sedangkan kolik adalah rasa nyeri yang
amat sangat kemudian hilang dan timbul di daerah usus atau sekitarnya. Penyebab
nyeri kolik biasanya cepat diketahui, misalnya makan terlalu kenyang, makanan yang
terlalu banyak asam, pedas, dan kebanyakan minum minuman beralkohol. Kolik usus
biasanya disertai dengan kembung dan perut buncit. Kolik dapat pula terjadi karena
tersumbatnya kandung empedu, saluran empedu, atau saluran kemih (Dairi LB,
2008). Bengkak perut atau asites merupakan penimbunan cairan secara abnormal
dalam rongga abdomen. Gejala klinis utama dari asites adalah pertambahan lingkar
perut yang sering bersamaan dengan edema tungkai bawah. Pasien asites baru
terlihat secara fisik bila jumlah cairan asites + 1500 cc. Penyebab dari asites sangat
bervariasi dan yang tersering adalah sirosis hati. Pada pasien dengan cairan asites
yang banyak, fungsi pernapasan dan aktivitas fisik dapat terganggu.(Setiawan, 2011)
b. Mual adalah perasan tidak enak didalam perut yang sering berakhir dengan
muntah..muntah adalah pengeluaran isi lambung melalui mulut. Penyebab mual dan
muntah disebabkan oleh pengaktivan pusat muntah di otak. Muntah merupakan cara
dramatis tubuh untuk mengeluarkan zat yang merugikan. Muntah dapat disebabkan
karena makan atau menelan zat iritatif atau zat beracun atau makanan yang sudah
rusak. Penyumbatan mekanis pada usus akan menyebabkan muntah karena makanan
berbalik arah dari sumbatan tersebut. Iritasi atau peradangan lambung, usus atau
kandung empedu juga dapat menyebabkan muntah. Masalah psikis juga dapat
menyebabkan muntah. Muntah juga bisa berwarna hijau yang menandakan seseorang
mengalami obstruksi usus total sehingga cairan empedu tidak bisa melewati usus
halus dan kolon, bahkan pada kasus yang sangat lanjut muntahan bisa berupa feses
yang berbau. Perut yang cembung akibat dilatasi usus halus yang hebat dapat
menyebabkan gangguan nafas karena desakan usus ke diafragma sehingga
pergerakan paru dan rongga dada menjadi terbatas, hal ini bila dibiarkan akan
memicu terjadinya asidosis metabolik yang mengancam nyawa. (Sander, 2014)
c. Jika seseorang sulit buang air besar maka bisa dikatakan sebagai konstipasi. Karena
konstipasi atau sembelit didefinisikan secara medis sebagai buang air besar kurang
dari tiga kali perminggu dan konstipasi parah sebagai kurang dari satu kali
perminggu. Konstipasi berhubungan dengan jalan yang kecil, kering, kotoran yang
keras, atau tidak ada lewatnya kotoran di usus untuk beberapa waktu. Ini terjadi
karena ketika pergerakan feses melalui usus besar lambat, hal ini di tambah lagi
dengan reabsorbsi cairan di usus besar. konstipasi berhubungan dengan pengosongan
kotoran yang sulit dan meningkatnya usaha atau tegangan dari otot-otot volunteer
pada proses defekasi. Ada banyak penyebab konstipasi yaitu kebiasaan buang air
besar yang tidak teratur, penggunaan laxative yang berlebihan, peningkatan stress
psikologi, ketidaksesuaian diet, obat-obatan, dan umur. (Mahmuda, 2017)
d. Nafsu makan berkurang bisaa karena seseorang merasakan kram dan nyeri perut.
Kram adalah rasa tidak nyaman akibaat kontraksi pada organ tubuh. Dalam hal kram
perut, maka kram terjadi akibat kontraksi pada organ yang terdapat di dalaam perut,
yaitu usus (termasuk usus buntu), ginjal, limpa, lambung, kantung kemih, hati,
pancreas, dan rahim serta indung telur (khusus wanita) atau prostat (pada pria).
Penyakit yang menimbulkan kram perut antara lain diare, konstipasi atau sembelit,
rasa kembung atau sering buang gas. Pada wnita kram perut dapat dihubungkan
dengan nyeri saat menstruasi atau keguguran (saat mengandung). (Chayaningrum,
2012)
e. Umumnya suhu tubuh 37oC merupakan suhu tubuh yang di anggaap sehat dan
normal walaupun bisa naik atau turun satu derajat. Namun, kalau suhu tubuh terus
meninggi hingga lebih 37oC itu artinya kita sedang dilanda demam. Peningkatan
suhu biasanya merupakan tanda bahwa tubuh sedang terinfeksi olehh sesuat. Setelah
infeksi sembuh, suhu tubuh akan menurun lagi. Infeksi bisa terjadi akibat bakteri
atau virus yang masuk dalam tubuh. Demam bisa juga merupakan gejala dari radang
usus dimana perubahan usus tersebut terjadi karena tubuh menemukan zat asing yang
menyerang tubuh, seperti virus atau bakteri. Saat hal tersebut terjadi, tubuh mencoba
tubuh untuk meningkatkan sel darah putih dan tubuh akan mengalami peningkatan
suhu, sehingga menyebabkan demam. (Yuliana, 2015)

6. TUJUAN PEMBELAJARAN SELANJUTNYA


a. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang untuk kasus diatas

7. INORMASI TAMBAHAN
a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium penting dalam mencari penyakit yang mendasari ileus
paralitik serta merencanakan manajemen terapinya. Pemeriksaan yang penting untuk
dilakukan yaitu leukosit darah, kadar elektrolit, ureum, glukosa darah, dan amilase.
b. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi sangat membantu dalam menegakkan diagnosis,
membedakan ileus paralitik dengan ileus obstruksi, dan untuk memahami
penyebabnya.Sebagai awal, dapat dilakukan pemeriksaan foto abdomen polos dengan
posisi supine dan tegak. Untuk membedakan ileus paralitik dan ileus obstruksi, perlu
diperhatikan derajat distensi abdomen, volume cairan dan gas intraluminal Pada ileus
paralitik akan ditemukan distensi lambung, usus halus dan usus besar oleh karena
terdapat kelainan pada akumulasi gas dan cairan, namun akumulasi gas dan cairan
pada ileus paralitik tidak sebanyak pada obstruksi intestinal. Selain itu gas lebih
banyak terdapat di kolon loop daridistensi usus ringan dan dapat terlihat di sebelah
atas atau berdekatan dengan lokasi proses inflamatorik misalnya pada pankreatitis.
Loop ini disebut juga sentinel loops.Air fluid level berupa suatu gambaran line up
(segaris).Selain itu terdapat gambaran stepladder pattern.Pemeriksaan dengan CT-
Scan terutama diperlukan untuk membedakan ileus dengan penyebab lain dari nyeri
abdomen akut non-traumatik. Selain itu pemeriksaan kolonoskopi bisa juga dilakukan
(Djumhana A dalam Dairi L 2009)

8. KLARIFIKASI INFORMASI
a. Pemeriksaan elektrolit serum, blood urea nitrogen, dan kreatinindapat membantu
dalam menilai adanya ketidakseimbangan cairan dan ada tidaknya dehidrasi serta
derajat dehidrasi. Pemeriksaan leukosit penting dalam menilai ada tidaknya
infeksi atau inflamasi.
b. Pemeriksaan Foto Polos abdomen
Foto polos abdomen adalah suatu pemeriksaan abdomen tanpa menggunakan
kontras dengan sinar X yang menggambarkan struktur dan organ di dalam
abdomen. Foto polos abdomen merupakan salah satu alat bantu dala mendiagnosis
terjadinya gangguan pada abdomen. Foto polos abdomen dapat dilakuan dengan
dalam 3 posisi yaitu :
1) Posisi supine, sinsr dari arah vertikal dengan proyeksi anteroposterior (AP)
2) Posisi duduk atau setengah duduk, dengan sinar horizontal proyeksi AP
3) Posisi tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus) dengan sinar horizontal
proyeksi Ap
c. CT Scan adalah pemeriksaan medis yang menggunakan teknologi sinar X dan
Komputer Sekaligus. Pemeriksaan Ini membuat tim medis dapat melihat apa yang
terjadi di dalam tubuh pasien.
d. Kolonoskopi adalah pemeriksaan yang dlakukan untuk mengetahui terjadinya
gangguan atau kelaianan pada usus besar (Kolon) dan rektum yang sering
menimbulkan gejala berupa sakit perut, gangguan buang air atau gambaran
abnormal di usus pada pemeriksaan foto Rontgen dan CT scan.

9. ANALISA DATA DAN SINTESA KASUS


Dari hasil analisa kami kasus diatas adalah Hubungan antara kadar albumin serum
praoperasi dengan ileus pascalaparotomi perforasi ulkus peptikum menjelaskan adanya
peran albumin dalam bioavailabilitas dari agen anestesi umum, permeabilitas kapiler, dan
penyembuhan luka. Semakin rendah kadar albumin, ileus pascalaparotomi akan menjadi
lebih lama atau dapat disebut sebagai ileus pascalaparotomi diperpanjang. Jika
kadaralbumin normal, maka ileus pascalaparotomi diharapkan akan hilang dalam waktu
24-72 jam pascalaparotomi. Kadar albumin serum praoperasi yang rendah akan
menyebabkan penambahan durasi kerja dari agen anestesi sehingga efek inhibisi motilitas
usus akibat anestesi juga menjadi lebih lama, ditandai dengan peningkatan waktu pertama
flatus, BAB, dan menerima makanan padat. Selain itu, rendahnya kadar albumin serum
praoperasi berakibat pada peningkatan permeabilitas kapiler dan perlambatan
penyembuhan luka, sehingga mengakibatkan proses lebih lama dari seharusnya. Inflamasi
yang terjadi pada saluran gastrointestinal mengakibatkan efek inhibisi motilitas
gastrointestinal akibat rangsang dari enteric α2-adrenoceptor dan prostaglandin yang
merupakan salah satu mediator inflamasi. Adanya peningkatan katekolamin dalam
sirkulasi akibat stres pascalaparotomi mengakibatkan inhibisi pada peristaltis, motilitas,
dan tonus gastrointestinal.Timbulnya efek inhibisi motilitas gastrointestinal
mengakibatkan penurunan bahkan hilangnya motilitas usus, dapat dinilai dengan
penurunan atau tidak adanya bising usus, serta waktu pertama flatus, BAB, dan menerima
makanan padat yang tertunda.
Dalam penelitian ini, didapatkan cut-off point dari kadar albumin serum praoperasi
adalah sebesar 2,95 g/dL. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Sonoda dkk dengan cut-off point dari kadar albumin serum sebesar 3,0
g/dL dan oleh Kim dkk dengan cut-off point sebesar 2,8 g/dL untuk membedakan
keluaran dari timbulnya komplikasi gastrointestinal pasien pascaoperasi.Tetapi cut-off
point yang didapat dalam penelitian ini berbeda dengan hasil dari Levitt dkk yang
menyatakan bahwa cut-off point dari kadar albumin lebih dari 3,5 g/dL dikarenakan
adanya peningkatan morbiditas dan mortalitas yang signifikan secara menyeluruh, tidak
hanya pada sistem gastrointestinal jika kadar albumin ada di bawah cut-off point tersebut.
Terdapat hubungan antara kadar albumin serum praoperasi dengan ileus
pascalaparotomi perforasi ulkus peptikum, terdapat hubungan antara kadar albumin serum
praoperasi dengan waktu pertama flatus pada pasien pascalaparotomi perforasi ulkus
peptikum, terdapat hubungan antara kadar albumin serum praoperasi dengan waktu
pertama BAB pada pasien pascalaparotomi perforasi ulkus peptikum, terdapat hubungan
antara kadar albumin serum praoperasi dengan waktu pertama menerima makanan padat
pada pasien pascalaparotomi perforasi ulkus peptikum, dan didapatkan rerata kadar
albumin serum praoperasi pada pasien pascalaparotomi perforasi ulkus peptikum adalah
2,71 g/dL dan cut-off point dari kadar albumin serum praoperasi sebesar 2,95 g/dL.
Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis berasumsi bahwa mengenai hubungan antara
kadar albumin serum praoperasi dengan ileus pascalaparotomi perforasi ulkus peptikum,
perlu penelitian lanjutan mengenai faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi ileus
pascalaparotomi perforasi ulkus peptikum, seperti: pemantauan lebih ketat terhadap
waktu pertama flatus, buang air besar, dan menerima makanan padat terhadap pasien
yang telah menjalani tindak pembedahan laparotomi.

10. LAPORAN DISKUSI


A. Definisi
Ileus paralitik (adynamik ileus) sering diidentikkan dengan ileus yang terjadi lebih
dari tiga hari (72 jam) sesudah suatu tindakan operasi dan merupakan salah satu
spectrum disfungsi traktus gastro intestinal posoperatif. Namun demikian sering juga
salah disebut sebagai keadaan pseudoobstruction karena sebenarnya berbeda, dimana
ileus paralitik melibatkan semua bagian usus sedangkan pseudo-obstruction hanya
terbatas pada kolon (ileus kolonik). Keadaan ileus paralitik terjadi karena adanya
hipomotilitas usus tanpa disertai adanya obstruksi mekanik dan keadaan paralitik
pasca operasi umumnya membaik setelah 24 jam pada usus halus, 24-48 jam pada
lambung dan 48-72 jam pada kolon.

B. Etiologi
Meskipun ileus paralitik mempunyai banyak kemungkinan etiologi, tetapi pasca
operasi merupakan penyebab tersering dan tidak harus berupa operasi intra peritoneal,
dapat retroperitoneal maupun operasi selain di abdomen.Ileus paralitik tidak pernah
terjadi secara primer, oleh karena itu mencari gangguan yang menjadi penyebab
adalah hal yang penting untuk mencapai keberhasilan dalam tata laksana1 . Penyebab
lain dari ileus paralitik antara lain sepsis, obat-obatan (seperti opioid, anti depresan,
antasida), metabolik (hipokalemi, hipomagnesemia, hiponatremia, anemia dan
hipoosmolalitas), infark miokard, pneumonia, komplikasi diabetes, trauma (misal
fraktur spinal), kolik bilier, kolik renal, trauma kepala atau prosedur-prosedur bedah
saraf, inflamasi intraabdominal dan peritonitis dan hematoma retroperitoneal.
Penyebab yang paling sering dari ileus paralitik adalah gangguan metabolik dan
gangguan elektrolit.
Penyebab ileus paralitik dapat dibagi menjadi dua yaitu penyebab intra abdomen,
dan ekstra abdomen
1. Penyebab Intra Abdomen :
a. Hambatan reflex ; Laparotomi,Trauma abdomen,Transplantasi renal
b. Proses Inflamasi ; Luka penetrasi, Peritonitis cairan empedu, Peritonitis
cairan kimia,Perdarahan intraperitoneal, Pankreatitis akut, Kolesistitis
akut, Penyakit Celiac, Inflammatory bowel disease
c. Infeksi Peritonitis bakteri ; Appendicitis, Diverticulitis, Herpes Zoster
virus
d. Proses iskemik ; Insufisiensi arteri, Trombosis vena, Arteritis mesenteric,
Obstruksi strangulasi
e. Trauma radiasi akut Radiasi abdomen ; Proses retroperitoneal, Batu
ureteropelvik, Pyelonefritis, Perdarahan retroperitoneal, Keganasan
f. Alterasi sel interstitial Cajal

2. Penyebab Ekstra Abdomen


a. Hambatan reflef ; Kraniotomi,Fraktur iga, tulang belakang atau pelvis,
Infark miokard, Coronary bypass, Operasi bedah jantung, Pneumonia,
emboli paru, Luka bakar, Gigitan labalaba janda hitam
b. Obat ; Antikolinergik/antagonis ganglionik, Opiat, Agen kemoterapeutik,
Tricyclic antidepressants, Phenotiazines
c. Abnormalitas Metabolik ; Sepsis, Diabetes mellitus, Hipotiroid,
Ketidakseimbangan elektrolit (hiperkalemia,hipokalemi,hipofosfatemia),
Keracunan logam berat (merkuri) Porfiria, Uremia, Ketoasidosis diabetic,
Penyakit sistemik seperti SLE

C. Manifestasi Klinis
1. Nyeri abdomen :
Pada usus halus pada abdomen atas dan mid abdomen.
Pada usus besar: nyeri pada abdomen bawah
2. Flatus tidak ada
3. Mual
4. Muntah
5. Dehidrasi
D. Patofisiologi
Pengaruh obstruksi kolon tidak sehebat pengaruh pada obstruksi usus halus,
karena pada obstruksi kolon, keculai pada volvus, hampir tidak pernah terjadi
stragulasi, kolon merupakan alat pemompaan feses sehingga secara relatif fungsi
kolon sebagai alat penyerap sedikit sekali.Oleh karena itu kehilangan cairan dan
elektrolit berjalan lambat pada obstruksi kolon distal.Gambaran klinik ini disebut
obstruksi rendah, berlainan dengan ileus usus halus yang dinamai ileus tinggi.
Obstruksi kolon yang berlarut-larut akan menimbulkan destensi yang amat besar
bersamaan katup ileosekal tetap utuh.
Bila terjadi lusufisiensi katup, timbul reflek dari kolon ke dalam ileum terminal
sehingga ileum turut membesar karena itu gejala dan tenda obstruksi rendah
tergantung kompetensi valvula bauhin.Dinding usus halus kuat dan tebal, karena itu
tidak timbul distensi berlebihan atau ruptur.Dinding usus besar tipis, sehingga mudah
mengalami distensi. Dinding sekum merupakan bagian kolon yang paling tipis, karena
itu dapat terjadi ruptur bila terlalu terenggang (Syamsuhidayat, Wim de Jong, 2016)
Ileus paralitik menyebabkan beberapa perubahan pada fungsi dan keadaan usus.
Perubahan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Perubahan Flora Normal Usus
Motilitas normal pada usus dapat membersihkan lumen usus dari nutrient dan
organism sehingga pada saat terjadi gangguan motilitas, maka akan terjadi stasis
dan pertumbuhan bakteri yang berlebihan serta malabsorbsi. Jumlah bakteri yang
berlebihan dapat menyebabkan kerusakan mukosa usus ringan dan pembentukan
gas yang berlebihan.Dekonjugasi cairan empedu oleh bakteri mengganggu
pembentukan micelle dan menyebabkan steatorea.
2. Perubahan Isi Lumen Usus
Belum terdapat studi yang menjelaskan perubahan aliran cairan dan elektrolit
pada ileus paralitik secara memuaskan, namun kemungkinan tidak begitu berbeda
dengan normal.Volume gas dapat bertambah dan kemungkinan karena udara yang
tertelan, di mana udara ini terdiri dari nitrogen yang kurang diabsorbsi usus
sehingga mengakibatkan distensi usus dan mengakibatkan rasa tidak nyaman pada
perut.Selain itu dapat terjadi produksi oleh fermentasi bakteri yang semakin
bertambah dengan asupan makanan.
3. Efek Metabolik dan Efek Sistemik
Konsekuensi sistemik yang dapat terjadi adalah ketidakseimbangan asam basa,
elektrolit dan cairan. Distensi ekstrem juga akan menyebabkan elevasi diafragma
dengan ventilasi yang restriktif dan kejadian atelektasis.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium penting dalam mencari penyakit yang mendasari
ileus paralitik serta merencanakan manajemen terapinya. Pemeriksaan yang
penting untuk dilakukan yaitu leukosit darah, kadar elektrolit, ureum, glukosa
darah, dan amilase. Pemeriksaan elektrolit serum, blood urea nitrogen, dan
kreatinin membantu dalam menilai adanya ketidakseimbangan cairan dan ada
tidaknya dehidrasi serta derajat dehidrasi.Pemeriksaan leukosit penting dalam
menilai ada tidaknya infeksi atau inflamasi.
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi sangat membantu dalam menegakkan diagnosis,
membedakan ileus paralitik dengan ileus obstruksi, dan untuk memahami
penyebabnya.Sebagai awal, dapat dilakukan pemeriksaan foto abdomen polos
dengan posisi supine dan tegak.Untuk membedakan ileus paralitik dan ileus
obstruksi, perlu diperhatikan derajat distensi abdomen, volume cairan dan gas
intraluminal.Pada ileus paralitik akan ditemukan distensi lambung, usus halus dan
usus besar oleh karena terdapat kelainan pada akumulasi gas dan cairan, namun
akumulasi gas dan cairan pada ileus paralitik tidak sebanyak pada obstruksi
intestinal. Selain itu gas lebih banyak terdapat di kolon loop dari distensi usus
ringan dan dapat terlihat di sebelah atas atau berdekatan dengan lokasi proses
inflamatorik misalnya pada pankreatitis. Loop ini disebut juga sentinel loops. Air
fluid level berupa suatu gambaran line up (segaris).Selain itu terdapat gambaran
stepladder pattern.
3. CT-Scan
Pemeriksaan CT-Scan lebih ditujukan untuk mendiferensiasi penyakit ileus
paralitik dengan faktor nyeri abdomen lainnya.
4. Manometri Usus Halus
Prosedur pemeriksaan monometri usus halus berguna untuk memberikan
tambahan informasi terkait pola motilitas usus. Kendati demikian, prosedur ini
belum dilakukan secara masif karena manfaat klinisnya masih abu-abu, sehingga
perlu evaluasi lebih lanjut lagi (Lenonardo basa,2019)

F. PENATALAKSANAAN
1. Konservatif
a. Penderita dirawat di rumah sakit.
b. Penderita dipuasakan.
c. Kontrol status airway, breathing and circulation.
d. Dekompresi dengan nasogatsric tube.
e. Intravenous fluids and electrolyte
f. Dipasang kateter urine untuk meghitung balance cairan.
2. Farmakologis
a. Antibiotic broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob
b. Analgesic apabila nyeri.
3. Operatif
a. Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan
peritonitis.
b. Operasi di lakukan setelah rehirdasi dan dekompresi nasogastric untuk
mencegah sepsis sekunder atau ruputure usus. Operasi diawali dengan
laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan
dengan hasil explorasi melalui laparatomi (Mukherjee S. 2011)

G. Pencegahan
Ileus paralitik disebabkan oleh kondisi gangguan di usus dan karena operasi usus
sangat sulit dicegah. Seseorang yang menjalani operasi tersebut diharapkan pahami
betul akan resiko ileus paralitik ini dimasa mendatang dan mnegtahui persis tanda-
tandanya. Dengan menangkap gejala ileus paralitik di tahap awal melakukan
penanganan dengan segera, berbagai komplikasi dikemudian hari dapat dihindari
dengan lebih optimal (Chen X, Wei T, Jiang K et. 2012)
H. Komplikasi
Efek sistemik dari distensi abdomen yang terjadi pada abdomen adalah peninggian
diafragma dengan ventilasi yang terhambat, dan selanjutnya dapat terjadi ateletaksis.
(Dairi, LB dkk, 2015)

I. Prognosis
Prognosis ileus paralatik baik bila penyakit primernya dapat diatasi (Warsinggih,
2016)
PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a) Anamnesis:
1) Data demograf:
a. Nama : Ny. N.n
b. Umur :28th
c. Jenis kelamin :Perempuan
d. Agama : Tidak dapat dikaji
e. Suku dan kebangsaan : Tidak dapat dikaji
f. Pendidikan : Tidak dapat dikaji
g. Pekerjaan : Tidak dapat dikaji
h. Alamat : Tidak dapat dikaji
i. Nomor register : Tidak dapat dikaji
j. Tanggal MRS : Tidak dapat dikaji
k. Diagnose medis : Ileus Paralitik

2) Keluhan Utama
Klien masuk UGD dengan keluhan kram perut dan bengkak lebih dari
seminggu.

3) Riwayat kesehatan sekarang:


Bengkak pada abdomen, mual, belum BAB lebih dari 7 hari, tidak ada nafsu
makan, muntah bau seperti feses.

4) Riwayat kesahatan masa lalu:


Kecelakaan 8 hari yang lalu

5) Riwayat kesehatan keluarga:


Tidak dapat dikaji
b) Identifikasi kebutuhan dasar yang mengalami gangguan
Kategori dan Subkategori Data Subjektif dan Objektif
Respirasi P 18 x/m
TD 120/580 mmHg, N 100x/m, S
Sirkulasi
37,7oC
Pasien mengeluh mual. Muntah bau
Nutrisi & Cairan
Fisiologis seperti feses, tidak ada nafsu makan
Eliminasi Belum BAB lebih dari 7 hari yang lalu
Merasa tidak nyaman karena sering
Aktivitas dan Istirahat mual dan muntah, bengkak pada
abdomen
Neurosensori -
Reproduksi dan
-
Seksualitas
Nyeri dan Pasien mengeluh kram di bagian perut
Kenyamanan
Psikologis Integritas Ego -
Pertumbuhan dan
-
Perkembangan
Kebersihan diri -
Perilaku Penyuluhan dan -
Pembelajaran
Relasional Interaksi Sosial -
Keamanan dan -
Lingkungan
Proteksi

c) Pemeriksaan fisik
1) Review Of System
a. Sistem gastrointestinal:
 Mual
 Kram abdomen
 Bengkak abdomen
 Anoreksia
 Muntah berbau feses
b. System kardiovaskuler:
-
c. System urinary:
-
d. System integument:
-
e. System hematologi:
-
f. System Eliminasi
Belum BAB lebih dari 7 hari

2) Pemeriksaan head to toe


a. Kepala
Inpeksi: bentuk kepala simetris, tidak ada lesi, dan rambut hitam
Palpasi: tidak ada pembengkakan di bagian kepala
b. Mata:
Inpeksi: mata simetris, sclera tidak ikterik, fungsi penglihatan normal
c. Mulut:
Inpeksi: mulut dan gigi bersih, indra pengecap normal.
d. Hidung:
Inpeksi: hidung simetris, bersih, indra penciuman normal
e. Telinga:
Inpeksi: telinga simetris dan bersih, dan indra pendengaran normal
f. Leher:
Palpasi: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan tidak ada nyeri tekan
g. Dada:
Inpeksi: dada simetris dan perkembangan dada kiri dan kanan sama
Palpasi: tidak ada nyeri tekan, vocal premitus kanan dan kiri sama
Auskultasi: denyut jantung normal
h. Perut:
Palpasi: bengkak pada abdomen
i. Kulit:
Inpeksi: kulit kering
j. Ekstremitas atas: tidak ada kelemahan tungkai dan tidak ada pembatasan
gerak
k. Ekstremitas bawah: tidak ada kelemahan tungkai dan tidak ada
pembatasan gerak

d) Analisa Data
No Data Fokus Etiologi Problem

1 DS : Obstruksi Usus Konstipasi


- Klien mengeluh kram ↓
dan bengkak pada Akumulasi gas dan cairan
perutnya sejak seminggu dalam lumen sebelah
yang lalu proksimal dari letak
- Muntah berbau feses obstruksi
- Klien mengeluh mual ↓
- Klien tidak ada nafsu Distensi
makan ↓
- Klien belum BAB lebih Iskemia dinding usus
dari 7 hari ↓
- Klien mengatakan Kehilangan cairan
mengalami kecelakaan 8 menuju rongga
hari yang lalu peritoneum

DO : Cairan dalam
- Bengkak pada abdomen intramuscular berkurang
- TD : 120/80 mmHg ↓
- N : 100 x/m Fungsi sekresi dan
- P : 18 x/m absorbsi membrane
- S : 37,7oC mukosa usus ↓

Peristaltic menurun

Kelumpuhan peristaltic

Konstipasi

e) Pemeriksaan Penunjang
No. Tes Jenis/Normal Masalah
1. Pemeriksaan Lab Pemeriksaan yang penting Tidak dapat Dikaji
untuk dilakukan yaitu
leukosit darah, kadar
elektrolit, ureum, glukosa
darah, dan amilase.
Pemeriksaan elektrolit
serum, blood urea nitrogen,
dan kreatinin membantu
dalam menilai adanya
ketidakseimbangan cairan
dan ada tidaknya dehidrasi
serta derajat dehidrasi
2. Pemeriksaan Untuk membedakan ileus Pada ileus paralitik akan
Radiologi paralitik dan ileus obstruksi, ditemukan distensi
perlu diperhatikan derajat lambung, usus halus dan
distensi abdomen, volume usus besar oleh karena
cairan dan gas intraluminal. terdapat kelainan pada
akumulasi gas dan
cairan, namun
akumulasi gas dan
cairan pada ileus
paralitik tidak sebanyak
pada obstruksi intestinal.
3. CT- Scan Pemeriksaan CT-Scan lebih Tidak dapat Dikaji
ditujukan untuk
mendiferensiasi penyakit
ileus paralitik dengan faktor
nyeri abdomen lainnya.
4 Manometri Usus berguna untuk memberikan Tidak dapat Dikaji
Halus tambahan informasi terkait
pola motilitas usus.

f) Masalah Keperawatan
1. Konstipasi
2. Rencana Tindakan Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1 Konstipasi NOC : NIC : Manajemen Konstipasi Manajemen Konstipasi


(00011) Eliminasi usus Observasi Observasi
Domain 3 : Eliminasi dan Kriteria hasil : 1. monitor tanda dan 1. Agar perawat dapat
pertukaran Setelah dilakukan tindakan gejala konstipasi mengetahui secara jelas
Kelas 2 : fungsi keperawatan 3 x 24 jam 2. monitor (hasil konstipasi yang dialami
gastrointestinal masalah kelebihan volume produksi) pergerakan pasien
cairan teratasi dengan usus (feses) meliputi 2. Agar perawat dapat
Definisi : Penurunan frekuensi indikator sebagai berikut : frekuensi, konsistensi, mengetahui secara jelas dan
normal defekasi yang disertai 1. Pola eliminasi (3) volume, dan warna tepat hal-hal yang berkaitan
kesulitan atau pengeluaran 2. Otot untuk dengan cara yang tepat dengan konstipasi
feses tidak tuntas dan/atau mengeluarkan feses
feses yang keras, kering, dan (3) Mandiri Mandiri
banyak 3. Konsipasi (1) 3. dukung peningkatan 3. Untuk membantu kelancaran
asupan cairan, jika eliminasi BAB
tidak ada kontra
indikasi
Batasan Karakteristik : Keterangan : Kolaborasi Kolaborasi
1. Anoreksia 1. Sangat terganggu 4. konsultasikan dengan 4. Untuk mencegah terjadinya
2. Distensi abdomen 2. Banyak terganggu dokter mengenai keparahan usus
3. Masa abdomen yang dapat 3. Cukup terganggu penurunan/peningkatan
diraba 4. Sedikit terganggu frekuensi bising usus
4. Mual 5. Tidak terganggu Health education Health education
5. Muntah 5. evaluasi catatan asupan 5. Untuk membantu memenuhi
6. Nyeri abdomen untuk apa saja nutrisi kebutuhan nutrisi dan
7. Nyeri tekan abdomen (yang telah mencegah terjadinya efek
dengan teraba resistensi dikonsumsi) evaluasi yang tidak diinginkan
otot jenis pengobatan yang 6. Untuk membantu melunakkan
8. Nyeri tekan abdomen memiliki efek samping feses
tanpa teraba resistensi otot pada gastrointestinal 7. Agar pasien tidak kekurangan
9. Peningkatan tekanan 6. sarankan penggunaan informasi tentang prosedur
abdomen laksatif/pelembut feses dalam mengatasi konstipasi
10. Tidak dapat makan dengan cara yang tepat
11. Tidak dapat mengeluarkan 7. informasikan pada
feses pasien mengenai
prosedur untuk
mengeluarkan feses
secara manual
Faktor yang berhubungan : NIC : Manajemen Nutrisi Manajemen Nutrisi
1. Kebiasaan defekasi tidak Observasi Observasi
teratur 1. tentukan status gizi 1. Untuk mengetahui secara
2. Kelemahan otot abdomen pasien dan kemampuan jelas kemampuan klien dalam
3. Kehamilan pasien untuk memenuhi memenuhi kebutuhan gizinya
4. Asupan cairan tidak cukup kebutuhan gizi 2. Untuk mencegah terjadinya
5. Asupan serat tidak cukup 2. identifikasi adanya reaksi alergi dalam makanan
6. Dehidrasi alergi atau intoleransi
makanan yang dimiliki
pasien
Mandiri Mandiri
3. ciptakan lingkungan 3. Untuk membantu pasien
yang optimal pada saat dalam menambah nafsu
mengonsumsi makan makan
(mis; bersih, 4. Untuk memudahkan pasien
berventilasi, santai, dan dalam memenuhi kebutuhan
bebas dari bau yang nutrisinya
menyengat)
4. berikan pilihan Kolaborasi
makanan sambil -
menawarkan
bimbingan terhadap
pilihan makanan yang
lebih sehat, jika
diperlukan.

Kolaborasi
-

Health Education Health Education


5. anjurkan keluarga 5. Untuk menambah nafsu
untuk membawa mkanan serta memudahkan
makanan favorit pasien pasien dalam memenuhi
sementara pasien kebutuhan nutrisinya
berada dirumah sakit 6. Untuk mencegah terjadinya
atau fasilitas perawatan konstipasi
yang sesuai 7. Untuk membantu dalam
6. anjurkan pasien terkait proses pencernaan sehingga
dengan kebutuhan diet terjadi konstipasi
untuk kondisi sakit
7. tawarkan makanan
ringan yang padat gizi
NIC : Manajemen Nyeri Manajemen Nyeri
Observasi Observasi
1. lakukan pengkajian 1. Untuk mengetahui secara
nyeri komprehensif jelas bagaimana persepsi
yang meliputi lokasi nyeri itu terjadi
kaakteristik,
onset/durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau
beratnya nyeri dan
faktor pencetus
Mandiri Mandiri
- -

Kolabrasi Kolaborasi
2. kolaborasikan dengan 2. Untuk membantu dalam
pasien, orang terdekat, pengobatan nyeri secara non
dan tim kesehatan farmakolog
lainnya untuk memilih
dan
mengimplementsikan
tindakan penurun nyeri
non farmakologi, sesuai
kebutuhan

Health Education Health Education


3. berikan informasi 3. Agar pasien tidak
mengenai nyeri seperti kekurangan informasi
penyebab nyeri, berapa 4. Untuk membantu dalam
lama nyeri akan peengobatan secara
dirasakan, dan farmakologi
antisipasi dari 5. Untuk mengoptimalkan
ketidaknyamanan kebutuhan istirahat sehingga
akibat prosedur menurunya nyeri yang
4. ajarkan metode dirasakan pasien.
farmakologi untuk
menurunkan nyeri
5. dukung istrahat/yang
adekuat untuk
membantu penurunan
nyeri
Penyimpangan Kebutuhan Dasar Manusia Klien Ileus Paralitik

Intra abdomen : hambatan


Ekstra abdomen : hambatan
reflex,proses inflamasi,infeksi
peritonitis bakteri,proses Etiologi reflef,obat,abnormalitas
iskemik,trauma radiasi akut metabolik,penyakit sistemik
radiasi abdomen.

Hipomotilitas

Otot usus tidak berkontraksi


secara maksimal

Disfungsi traktus gastrointestinal

Ileus Paralitik

Gerak peristaltik
usus menurun

Statis isi usus (tetap


dalam lumen)

Lumen usus tersumbat

Hilangnya kemampuan
intestinal dalam proses
material feses

BAB keras

Dx : Konstipasi
DAFTAR PUSTAKA

Brunner &Suddarth , 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah. Terjemahan Suzanne
C. Smeltzer. Edisi 8.Vol 8. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta

Bulechek Gloria, dkk. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC). Indonesia: Elsevier
Inc.
Chayaningrum, Tenti. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Tn.S dengan Laparatomi Pada Ileus
Obstruksi di Instalasi Bedah RSUD Moewardi. Melalui
http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/22040 (Diakses pada hari Minggu, 21 April 2019 Pukul
09:05 WITA)

Chen X, Wei T, Jiang K et.al.PencegahanIleusParalitik : a review of 705 cases. Journal of


Chinese Integrative Medicine , October 2012, Vol 6. No 10. Available at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1884753(Diakses pada hari Sabtu, 20 April 2019
Pukul 18.24 WITA)

Dairi, LB dkk. 2015. Ileus. Dikutip dari


http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/63269/017%20.pdf?sequence=1(
Diakses pada hari Sabtu, 20 April 2019 Pukul 18.45 WITA)

Dairi, Leonardo Basa. 2009. Ileus. Diakses melalui


http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/63269/017%2520.pdf%3Fsequen
ce%3D1&ved= (Diakses pada hari Sabtu, 20 April 2019 Pukul 11:32)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/63269/017%20.pdf?sequence=1(Diak
ses pada hari Minggu, 21 April 2019 Pukul 12:05 WITA)

Joyce M,black. 2014. Buku Keperawatan Medical Bedah edisi 2. Singapore : PT Elsevier Inc
Lenonardo basa, dkk. 2019. Ileus Paralitik.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle.pdf(Diakses pada hari Minggu, 21 April
2019 Pukul 08:12 WITA)

Mahmuda, Enur. 2017. Hubungan Antara Indeks Masa Tubuh dengan Hernia Inguinalis.
Melalui http://eprints.umm.ac.id/41559/ (Diakses pada hari Sabtu, 20 April 2019 Pukul
15:45 WITA)

Moorhead Sue, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). Indonesia: Elsevier Inc.
Mukherjee S. 2011 IleusParalitik+penatalaksanaan. Available fromhttp://emedicine.medsca
pe.com/article/178948-overview#a01041(Diakses pada hari Sabtu, 20 April 2019 Pukul
17:09 WITA)

Nurarif Amin, Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta :
Penerbit Mediaction
Sari, Dyat Pracita. 2018. Gambaran Faktor Resiko Appendisitis Akut. Melalui
http://www.siidat.sultengprov.go.id/assets/userassets/pemohon/dyatpracitasari/pengajuan
/1825/34.pdf (Diakses pada hari Minggu, 21 April 2019 Pukul 08:23 WITA)

Setiawan, Medi. 2011. Hubungan Antra Kejadian Asites Pada Cirrohosis Hepatitis dengan
Komplikasi Spontaneous Bacterial Peritonitis. Melalui
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/download/4082/4459&ved=
(Diakses pada Hari Sabtu, 20 April 2019 Pukul 10:05)

Syamsuhidayat, Wim de Jong, 2016. Buku Ajar Ilmu Bedah .Edisi 2. Buku Kedokteran EGC:
Jakarta.

Warsinggih, 2016. Ileus. Dikutip pada https://med.unhas.ac.id/kedokteran/en/wp-


content/uploads/2016/10/PERITONITIS-DAN-ILUES.pdf(Diakses pada hari Sabtu, 20
April 2019 Pukul 16.23 WITA)

Anda mungkin juga menyukai