Hukum Perusahaan
Hukum Perusahaan
com/materi-hukum/materi-hukum-perusahaan-badan-
hukum/
Dahulu sebelum ada ketentuan Pasal 3 Kitab Undang Undang Hukum Perdata
(“KUH Perdata”) dikenal yang dinamakan “kematian perdata” yaitu suatu hukuman
yang menyatakan bahwa seseorang tidak memiliki suatu hak lagi. Dengan adanya
Pasal 3 KUH Perdata, konsep kematian perdata tidak ada lagi yang dimungkinkan
sekarang adalah bahwa seseorang –sebagai hukuman- dicabut sementara haknya,
misalnya karena kekuasaannya sebagai orang tua terhadap anak, kekuasaan sebagai
wali dan lain sebagainya.
A.2. SUBYEK HUKUM “PERORANGAN”
Meskipun menurut hukum setiap orang tiada yang terkecuali dapat memiliki
hak-hak, akan tetapi dalam hukum tidak semua orang diperbolehkan bertindak
sendiri-sendiri dalam melaksanakan hak-haknya. Orang yang cakap bertindak dalam
hukum (bekwaam) atau mempunyai legal capacity adalah seseorang yang bisa
melakukan perbuatan atau tindakan hukum apabila ia “sudah dewasa” dan tidak
berada di dalam pengampuan atau di bawah perwalian (onder curatele). Perihal
kecakapan bertindak dalam hukum ini akan dibahas lebih lanjut dalam BAB III.
Berlakunya seseorang sebagai pembawa hak, di mulai dari saat ia dilahirkan
dan berakhir pada saat ia meninggal. Untuk kepentingannya, dalam hal waris dapat
dihitung surut mulai orang itu berada dalam kandungan, asal saja kemudian dia
dilahirkan hidup (Pasal 2 KUH Perdata).
A.3. SUBYEK HUKUM BERBENTUK “BADAN HUKUM”
Badan hukum mempunyai hak yang sama dengan “orang-perorangan”, namun
perbedaan antara “orang” (natuurlijk persoon) dan “badan hukum” (rechts
persoon) terletak pada beberapa hak “perorangan” yang tidak dimiliki “badan hukum”
seperti hak untuk mewaris, menikah, mempunyai dan mengakui anak, membuat
wasiat dan lain-lain.
Para sarjana pada umumnya mendefinisikan badan hukum sebagai suatu
bentukan hukum yang mempunyai hak dan kewajiban (zelfstandige drager van
rechten en verplichtingen). Dikatakan bentukan hukum karena badan hukum memang
merupakan ciptaan atau fiksi hukum yang sengaja diciptakan untuk memenuhi
kebutuhan tertentu.
Badan hukum sengaja diciptakan artinya ialah suatu bentukan hukum apabila
diciptakan oleh undang-undang. Dengan demikian penunjukkan suatu konstruksi
sebagai badan hukum ditentukan oleh undang-undang yang mengaturnya, apakah ia
mempunyai kualifikasi demikian.
Sebagai konsekuensi yuridisnya, maka badan hukum memiliki
pertanggungjawaban sendiri (eigen aansprakelijkheid), dapat melakukan perbuatan
hukum, menuntut dan dituntut di muka pengadilan dan memiliki harta kekayaan
sendiri terpisah dari hak dan kewajiban para pengurus, anggota atau pendirinya. Oleh
karena mempunyai hak dan kewajiban sendiri maka badan hukum dikatakan sebagai
subyek hukum.
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, badan hukum
merupakan bentukan hukum yang anggaran dasarnya memerlukan pengesahan dari
instansi pemerintah yang berwenang (dalam hal ini Menteri Kehakiman dan Hak
Asasi Manusia) atau dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan tersendiri.
Di Indonesia pada saat ini terdapat beberapa badan hukum, yaitu Perseroan Terbatas,
Perusahaan Umum, Perusahaan Jawatan, Koperasi, Dana Pensiun, Yayasan dan
beberapa Perguruan Tinggi Negeri tertentu.
B. BENTUK-BENTUK BADAN HUKUM
B.1. PERSEROAN TERBATAS (“PT”)
DASAR HUKUM
a. Undang-undang No.1 tahun 1995 tertanggal 1 Maret 1995 tentang Perseroan Terbatas
(“UUPT”).
b. Undang-undang No.8 tahun 1995 tertanggal 10 November 1995 tentang Pasar Modal
(“UUPM”).
PENGERTIAN
PT adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha
dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dalam Undang-undang Perseroan Terbatas dan Peraturan Pelaksanaannya (Pasal 1
butir 1 UUPT).
KARAKTERISTIK
1. Pemegang saham PT tidak bertanggungjawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat
atas nama PT dan tidak bertanggungjawab atas kerugian PT melebihi nilai saham yang
telah diambilnya (Pasal 3 ayat 1 UUPT).
2. Ketentuan tersebut tidak berlaku apabila :
(i) persyaratan PT sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi;
(ii) pemegang saham yang bersangkutan (baik langsung maupun tidak langsung) dengan
iitikad buruk memanfaatkan PT semata-mata untuk kepentingan pribadi;
(iii) pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang
dilakukan oleh PT; atau
(iv) pemegang saham yang bersangkutan (baik langsung maupun tidak langsung) secara
melawan hukum menggunakan kekayaan PT yang mengakibatkan kekayaan PT menjadi
tidak cukup untuk melunasi hutang PT (Pasal 3 ayat 2 UUPT).
Ketentuan tersebut di atas merupakan penjabaran dari prinsip “tanggungjawab terbatas”
(limited liability) dari pemegang saham, namun demikian undang-undang mengatur bahwa
tanggung jawab terbatas tersebut bisa hapus karena keadaan tertentu (Pasal 3 ayat 2 UUPT),
sehingga dalam hal keadaan tertentu tersebut terjadi, pemegang saham harus
bertanggungjawab penuh secara pribadi, hal tersebut dikenal dengan istilah “piercing the
corporate veil” atau “lifting the veil” yang artinya menembus cadar perusahaan atau
membuka kerudung.
JENIS PT
Berdasarkan kriteria yang ditetapkan dalam UUPT dan UUPM, maka PT dapat dibedakan ke
dalam 2 (dua) jenis, yaitu :
(i) PT Terbuka yaitu perseroan yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi
kriteria tertentu atau perseroan yang melakukan penawaran umum, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang pasar modal (Pasal 1 ayat 6 UUPT). Menurut UUPM yang
dimaksud dengan PT Terbuka atau dalam UUPM disebut Perusahaan Publik adalah perseroan
yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 pemegang saham dan memiliki
modal disetor sekurang-kurangnya Rp.3 milyar atau suatu jumlah pemegang saham atau
modal disetor yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah.
(ii) PT Tertutup adalah perseroan yang tidak termasuk dalam kategori PT Terbuka.
b. Akta Pendirian tersebut telah diajukan kepada dan untuk disahkan oleh Menteri
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (“Menkeh”);
1. PT memperoleh status badan hukum setelah Akta Pendirian disahkan oleh Menkeh;
2. Direksi wajib mendaftarkan Akta Pendirian berikut pengesahannya dalam Daftar
Perusahaan sesuai dengan Undang-undang No.3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan;
3. Direksi wajib mengumumkan pendirian, pengesahan serta pendaftaran Akta
Pendirian dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.
STATUS BADAN HUKUM PT BERDASARKAN PENDIRIAANNYA
Badan Hukum
akan mengikat PT
apabila
kemudian ada Sebagai badan
pernyataan PT untuk hukum PT melalui
menerima, Direksi dapat
mengambil alih atau melakukan
mengukuhkan Selama pendaftaran dan perbuatan
perbuatan hukum pengumuman tersebut hukum yang sesuai
tsb. belum dilakukan oleh dengan isi anggaran
Direksi, maka Direksi dasar dan ketentuan
Selama perbuatan secara tanggungrenteng undang-undang
hukum tsb tidak bertanggungjawabatas yang berlaku,
dikukuhkan maka segala perbuatan hukum perbuatan mana
TANGGUNG Pendiri yang yang dilakukan PT merupakan
JAWAB melakukan (Pasal 23 UUPT) tanggung jawab PT.
perbuatan hukum tsb
bertanggungjawab
secara pribadi atas
segala akibat yang
timbul.
(iv) jangka waktu berdirinya PT, apabila Anggaran Dasar menetapkan jangka waktu
tertentu;
(ii) PT mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham untuk mengubah Anggaran Dasar.
e. Nama PT yang Anggaran Dasarnya belum disesuaikan dengan ketentuan UUPT dalam
jangka waktu 6 bulan terhitung sejak tanggal 7 Maret 1998 dapat dipakai oleh pihak lain.
(ii) tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang
dinyatakan bersalah menyebabkan suatu PT dinyatakan pailit; atau orang yang pernah
dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5
tahun sebelum pengangkatan (Pasal 96 UUPT).
1. Wewenang dan kewajiban Komisaris ditetapkan dalam anggaran dasar PT (Pasal 94
ayat 1 UUPT).
2. PT yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, PT yang menerbitkan surat
pengakuan utang atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 Komisaris
(Pasal 94 ayat 2 UUPT).
3. Dalam hal terdapat lebih dari 1 orang Komisaris, mereka merupakan sebuah majelis,
dengan konsekuensi bahwa sebagai majelis, Komisaris tidak dapat bertindak sendiri-
sendiri untuk mewakili PT (Pasal 94 ayat jo. Penjelasan Pasal 94 ayat 33 UUPT).
4. Komisaris diangkat oleh RUPS untuk jangka waktu tertentu dengan kemungkinan
diangkat kembali (Pasal 95 ayat 1 dan ayat 3 UUPT).
5. Dalam anggaran dasar dapat ditetapkan pemberian wewenang kepada Komisaris untuk
memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan
hukum tertentu (Pasal 100 ayat 1 UUPT).
6. Berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Komisaris dapat melakukan
tindakan pengurusan PT dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu (Pasal
100 ayat 2 UUPT).
7. Bagi Komisaris yang dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu melakukan
tindakan pengurusan tsb di atas, maka berlaku semua ketentuan mengenai hak,
wewenang dan kewajiban Direksi terhadap PT dan pihak ketiga (Pasal 100 ayat 3
UUPT).
DIREKSI
1. Direksi adalah organ PT yang bertanggungjawab penuh atas pengurusan PT untuk
kepentingan dan tujuan PT serta mewakili PT baik di dalam maupun di luar
pengadilan (Pasal 1 butir 4 UUPT).
2. PT yang bidang usahanya mengerahkan dana masyarakat, menerbitkan surat
pengakuan utang atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua)
orang anggota Direksi (Pasal 79 ayat 2).
3. Yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah :
(i) orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum; dan
(ii) tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau Komisaris yang
dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit; atau orang yang pernah
dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5
tahun sebelum pengangkatan (Pasal 79 ayat 3 UUPT).
1. Kewenangan Bertindak
Kewenangan Direksi biasanya tercantum dalam pasal 10, 11 atau 12 anggaran dasar
PT. Ketentuan anggaran dasar PT seringkali berbeda dalam merumuskan kewenangan
bertindak Direksi, namun pada umumnya menyebutkan sebagai berikut :
“Direksi mewakili perseroan di dalam dan di luar Pengadilan tentang segala hal dan dalam
segala kejadian dan karenanya berhak untuk menandatangani atas nama perseroan,
menjalankan segala hak dan kekuasaan balk bersifat pengurusan maupun yang bersifat
pemilikan”.
Setiap anggota Direksi secara pribadi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggungjawab
menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha PT, sehingga dengan demikian setiap
anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah
atau lalai menjalankan tugasnya (Pasal 85 ayat 1 & 2 UUPT).
TINDAKAN PT BERHUBUNGAN DENGAN BANK
PT Sebagai Nasabah
1. Kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar PT, maka umumnya tindakan PT untuk
membuka rekening pada Bank (e.g.: Giro, Deposito dan/atau Tabungan) cukup
diwakili oleh angota Direksi yang berwenang mewakili Direksi, tanpa perlu mendapat
persetujuan Dewan Komisaris / RUPS, karena tindakan tersebut termasuk tindakan
kepengurusan PT sehari-hari.
2. Konsekuensinya adalah bahwa anggota Direksi yang berwenang mewakili Direksi PT
tersebut berhak pula menentukan karyawan PT atau kuasanya sebagai Authorized
Signer atas rekening pada Bank yang bersangkutan.
3. Hal-hal yang perlu menjadi perhatian dalam pemberian kuasa tersebut adalah agar
kuasa yang diberikan bersifat khusus (tidak bersifat umum), hal demikian mengingat
sesuai dengan ketentuan Pasal 1796 KUH Perdata ditentukan bahwa pemberian kuasa
yang dirumuskan dalam kata-kata umum hanya meliputi perbuatan
pengurusan,sementara tindakan yang dapat dilakukan berkaitan dengan rekening PT
pada Bank pada umumnya termasuk juga tindakan yang meliputi perbuatan
kepemilikan. Pemberian kuasa tersebut harus sesuai dengan ketentuan yang tertera
dalam anggaran dasar perseroan.
PT Sebagai Peminjam
1. Dalam hal PT bertindak sebagai peminjam, maka pada umumnya anggaran dasar PT
mewajibkan anggota Direksi yang bersangkutan untuk memperoleh persetujuan
tertulis terlebih dahulu dari Dewan Komisaris/RUPS.
2. Perlu menjadi perhatian adalah bahwa apabila anggaran dasar PT mensyaratkan
demikian, maka persetujuan tertulis tersebut agar diperoleh terlebih dahulu sebelum
dilaksanakannya perbuatan tersebut, hal demikian untuk mencegah timbulnya gugatan
di kemudian hari dari pihak yang seharusnya memberikan persetujuan Dewan
Komisaris/RUPS) yang mengakibatkan perbuatan tersebut dapat dimintakan
pembatalannya di muka hakim.
PT Sebagai Penjamin atau Pemberi Jaminan
1. Dalam hal PT bertindak sebagai Penjamin atau Pemberi Jaminan, maka pada
umumnya anggaran dasar PT yang bersangkutan mewajibkan anggota Direksi yang
bersangkutan memperoleh persetujuan secara tertulis terlebih dahulu dari Dewan
Komisaris/RUPS.
2. Perbedaan akibat hukum bagi PT sebagai Pemberi Jaminan dan PT sebagai
penjamin (corporate guarantee) adalah sebagai berikut :
(i) PT sebagai pemberi jaminan yaitu dimana PT menyerahkan suatu asset tertentu milik
PT sebagai jaminan untuk jaminan atas pelunasan hutang pada Bank, berarti pemberian
jaminan hanya terbatas pada harta kekayaan PT yang dijaminkan ;
(ii) Jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir.
(ii) permohonan satu orang pemegang saham atau lebih yang mewakili paling sedikit 1/10
bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah.
(iii) permohonan kreditor berdasarkan alasan PT tidak mampu membayar utangnya setelah
dinyatakan pailit atau harta kekayaan PT tidak cukup untuk melunasi seluruh utangnya
setelah persyaratan pailit dicabut Mengenai kepailitan ini secara lebih terperinci akan
dibahas dalam BAB X.
(iv) permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam
akta pendirian PT (Pasal 117 ayat 1 UUPT).
1. Dalam hal PT bubar, maka PT tidak dapat melakukan perbuatan hukum kecuali
diperlukan untuk membereskan kekayaannya dalam proses likuidasi (Pasal 119 ayat 1
UUPT).
2. Dalam hal PT sedang dalam proses likuidasi, maka pada surat keluar dicantumkan
kata-kata “dalam likuidasi” di belakang nama PT (Pasal 119 ayat 3 UUPT).
3. Likuidator dari PT yang telah bubar wajib memberitahukan kepada semua krediturnya
dengan surat tercatat mengenai bubarnya PT (Pasal 120 ayat 1 UUPT).
4. Likuidator bertanggungjawab kepada RUPS atas likuidasi yang dilakukan (Pasal 124
ayat 1 UUPT).
5. Sisa kekayaan hasil likuidasi diperuntukkan bagi para pemegang saham (Pasal 124
ayat 2 UUPT).
6. Likuidator wajib mendaftarkan dan mengumumkan hasil akhir proses likuidasi sesuai
dengan ketentuan Pasal 21 dan 22 tentang pendaftaran dalam Daftar Perusahaan dan
pengumuman dalam Berita Negara Republik Indonesia (Pasal 124 ayat 2 UUPT).
PERIZINAN YANG DIPERLUKAN
Dalam menjalankan usahanya, pada umumnya PT harus memenuhi izin-izin sebagai berikut:
a. UU PMDN.
1. Permohonan PMDN dapat diajukan oleh PT, Koperasi, BUMN, BUMD, CV, Firma
atau perorangan.
2. Permohonan diajukan kepada Meninves/Kepala BKPM atau Ketua BKPMD setempat
dan persetujuan atas permohonan dikeluarkan dalam bentuk Surat Persetujuan
Penanaman Modal Dalam Negeri (“SP PMDN”).
d. Permohonan menikmati pembebasan dan keringanan pajak seperti bea masuk, PPN dan
PPn-BM atas pemasukan barang modal/alat perlengkapan yang diperlukan untuk pelaksanaan
penanaman modal.
Berdasarkan Keputusan Presiden No.97 tahun 1993 tanggal 23 Oktober 1993 tentang
Tatacara Penanaman Modal sebagaimana terakhir diubah dengan Keputusan
Presiden No.117 tahun 1999 tanggal 30 September 1999 dan Kep BKPM No.38, diatur
sebagai berikut:
1. a. Persetujuan yang dikeluarkan oleh Meninves/Kepala BKPM atau Ketua
BKPMD :
(i) SP PMDN berlaku untuk 3 tahun;
(iv) persetujuan pemberian fasilitas pajak penghasilan yang ditanggung oleh pemerintah
untuk usaha industri tertentu;
(v) Angka Pengenal Importir Terbatas (APIT), untuk keperluan impor yang dilakukan
sendiri;
(vi) Keputusan tentang Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang
(RPTK), apabila dipergunakan tenaga kerja warga negara asing;
(vii) Izin Usaha Tetap (IUT), Izin Usaha Perluasan dan perbaruan IUT.
SP PMDN akan batal dengan sendirinya apabila dalam jangka waktu 3 tahun sejak tanggal
dikeluarkan tidak ada realisasi proyek dalam bentuk kegiatan nyata baik dalam bentuk
administrasi ataupun dalam bentuk fisik.
Perubahan atas ketentuan proyek PMDN berikut ini yang wajib memperoleh persetujuan
Meninves/Kepala BKPM:
Selain izin-izin yang disebut dalam butir a dan b di atas, izin yang berlaku untuk PT pada
umumnya, seperti tertera dalam butir Perizinan Yang Diperlukan di muka, berlaku pula untuk
PT PMDN.
c. Izin Usaha Tetap (IUT) dikeluarkan oleh Meninves/Kepala BKPM atas nama Menteri
terkait dengan macam bidang usahanya; IUT diberikan kepada perusahaan agar bisa mulai
produksi komersial.
1. Angka Pengenal Importir Terbatas (APIT), khususnya bila PMDN mendapat fasilitas
impor.
e. Surat persetujuan BKPM untuk setiap adanya:
(vi) pembelian saham perusahaan PMDN dan Non PMA/PMDN yang sudah berdiri oleh
perusahaan PMA, warga negara asing dan badan hukum asing;
1. Laporan realisasi kegiatan penanaman modal atau realisasi proyek dalam bentuk
kegiatan nyata baik dalam bentuk administrasi ataupun dalam bentuk fisik.
2. Persetujuan dari Meninves/Kepala BKPM atau Ketua BKPMD atas perubahan SP
PMDN dalam rangka melakukan kemitraan dengan usaha kecil.
3. Surat pemberitahuan kepada Meninves/Kepala BKPM atau Ketua BKPMD dalam hal
terjadi perubahan bentuk pola kemitraan dan/atau mitra usaha untuk PMDN yang
bidang usahanya mensyaratkan kemitraan dengan usaha kecil.
4. Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Hak Guna Usaha (SHGU) dan Jangka
waktu berlakunya SHGB dan SHGU tersebut dalam hal hak atas tanahnya hendak
digunakan sebagai jaminan kredit.
5. Surat Keterangan Domisili dari kantor Kelurahan.
k. Tanda Daftar Perusahaan yang dikeluarkan Departemen Perdagangan. Berlaku untuk 5
(lima) tahun.
Penanaman Modal Asing (PMA) adalah penanaman modal asing secara langsung yang
digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia. Perusahaan penanaman modal asing
harus suatu badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia, yang
modalnya secara langsung berasal dari:
a. 100% yang ditanam/dimiliki oleh warga negara atau badan hukum asing, atau
DASAR HUKUM
(i) Langsung: seluruh modalnya (100%) dimiliki oleh warga negara asing (“WNA”)
dan/atau badan hukum asing (“BHA”), dengan ketentuan sebagai berikut:
Dalam jangka waktu maksimum 15 tahun sejak produksi komersial WNA/BHA, harus
menjual sebagian sahamnya kepada WNI/BHI, baik langsung maupun melalui pasar
modal;
Besarnya saham yang dialihkan ke WNI/BHI adalah menurut kesepakatan para pihak.
Pengalihan saham tersebut tidak mengubah status perusahaan (tetap PMA);
Setelah berproduksi komersial PMA tersebut dapat mendirikan perusahaan baru yang
berstatus:
PMA : apabila diantara peserta baru terdapat WNA/BHA;
PMDN : apabila 100% modal saham perusahaan baru dimiliki oleh PT PMA
bersangkutan atau peserta baru terdiri dari WNI/BHI;
(ii) Patungan: antara modal asing yang dimiliki oleh perorangan WNA atau BHA dengan
modal yang dimiliki perorangan warga negara Indonesia (“WNI”) dan/atau badan hukum
Indonesia (“BHI”), dengan ketentuan sebagai berikut :
Minimum 5% dari modal yang disetor pada saat pendirian harus ditangan peserta
Indonesia;
Besarnya penyertaan modal saham selain 5% tersebut diatas ditetapkan atas dasar
kesepakatan para pihak;
Penjualan lebih lanjut dapat dilakukan kepada WNI / BHI, secara kepemilikan
langsung atau melalui pasar modal dalam negeri;
PROSEDUR PERMOHONAN PMA
a. permohonan PMA berpedoman kepada:
(i) Daftar bidang usaha yang tertutup bagi penanaman modal asing (sesuai dengan Negative
List);
(ii) Bidang/jenis usaha yang dicadangkan untuk usaha kecil dan bidang/jenis usaha yang
terbuka untuk usaha menengah atau usaha besar dengan syarat kemitraan (sebagaimana diatur
oleh Peraturan Kemitraan);
b. Permohonan PMA dapat diajukan oleh PT, Koperasi, BUMN, BUMD, CV, Firma atau
perorangan.
d. Permohonan untuk menikmati pembebasan dan keringanan pajak seperti bea masuk, PPN
dan PPn-BM atas pemasukan barang modal/alat perlengkapan yang diperlukan untuk
pelaksanaan penanaman modal.
e. Dalam segala hal kepemilikan saham pihak Indonesia tidak boleh lebih kecil dari modal
yang disetor/ditempatkan semula.
l. PMA yang mengadakan perluasan usaha diperpanjang IU nya selama 30 tahun sejak usaha
perluasan berproduksi komersial;
Seperti halnya PT PMDN, berdasarkan Keputusan Presiden No.97 tahun 1993 tanggal 23
Oktober 1993 tentang Tatacara Penanaman Modal sebagaimana terakhir diubah dengan
Keputusan Presiden No.117 tahun 1999 tanggal 30 September 1999 dan Kep BKPM No.38,
izin untuk PMA diatur sebagai berikut :
1. Surat Persetujuan (“SP PMA”) yang dikeluarkan oleh Meninves/Kepala BKPM atau
Ketua BKPMD yang berlaku untuk 3 tahun;
2. Selain SP PMA di atas Perizinan lainnya sama dengan PT PMDN dengan catatan SP
PMDN harus dibaca SP PMA.
DOKUMEN YANG HARUS DIPERHATIKAN OLEH BANK DALAM BERTRANSAKSI
DENGAN PT PMA
Sama dengan PT PMDN dengan ketentuan SP PMDN harus dibaca SP PMA dan butir g
berbunyi sebagai berikut:
g. Persetujuan dari Meninves/Kepala BKPM atau Kepala Perwakilan RI atau Ketua BKPMD
atas perubahan SP PMA dalam rangka melakukan kemitraan dengan usaha kecil.
(iii) PT PERSERO
Salah satu bentuk khusus PT adalah Perusahaan Persero. Namun mengingat Perusahaan
Persero merupakan juga bagian dari Perusahaan Negara, maka pembahasan mengenai
Perusahaan Persero akan dibahas di Butir B.3 di bawah ini.
Bank Indonesia menetapkan kriteria berkenaan dengan kelompok usaha berkaitan dengan
pemberian kredit yaitu ketentuan mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit (“BMPK”)
dimana ditetapkan ketentuan mengenai “Kelompok Peminjam” maupun “Pihak Terkait” dari
“Peminjam” atau “Kelompok Peminjam”.
Dasar Hukum
1. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tertanggal 31 Desember
1998 No.31/177/KEP/DIR tentang BMPK sebagaimana diubah dengan Peraturan
Bank Indonesia No. 2/16/PBI/2000 tanggal 12 Juni 2000.
2. Peraturan Bank Indonesia No. 3/22/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001 tentang
Transparansi Kondisi Keuangan Bank.
Pengertian
“Peminjam” adalah nasabah perorangan atau perusahaan/badan yang memperoleh
satu atau lebih lebih penyediaan dana;
“Kelompok Peminjam” adalah sejumlah Peminjam yang satu sama lain mempunyai
kaitan dalam hal kepemilikan, kepengurusan dan/atau hubungan keuangan.
“Pihak Terkait” adalah Peminjam atau Kelompok Peminjam yang mempunyai
keterkaitan dengan Bank karena merupakan:
1. pemegang saham perorangan yang memiliki saham 10% atau lebih dari modal disetor
Bank;
2. pemegang saham berbentuk perusahaan/badan yang memiliki saham 10% atau lebih
dari modal disetor Bank;
3. anggota Dewan Komisaris Bank;
4. anggota Direksi Bank;
5. keluarga dari pihak-pihak tersebut dalam angka 1, angka 3 dan angka 4;
6. perorangan yang memiliki saham 25% atau lebih dan/atau yang mengendalikan
operasional, pengawasan atau pengambilan keputusan, baik langsung maupun tidak
langsung, atas perusahaan-perusahaan sebagaimana dimaksud dalam angka 2;
7. pejabat Bank yang mempunyai fungsi eksekutif, yaitu yang mempunyai pengaruh
terhadap operasional Bank dan/atau bertanggungjawab langsung kepada Direksi
termasuk pejabat Satuan Kerja Audit Intern dan Dewan Audit;
8. perusahan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan dari pihak-pihak
dimaksud dalam angka 1 sampai dengan 7 di atas dengan kepemilikan 10% atau lebih
dari modal disetor perusahaan;
9. perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat pengaruh dalam operasional,
pengawasan atau pengambilan keputusan dari pihak-pihak sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 sampai dengan angka 7 walaupun pihak-pihak tersebut tidak memiliki
saham pada perusahaan dimaksud;
10. anak perusahaan Bank dengan kepemilikan saham Bank lebih dari 25% dari modal
disetor perusahaan dan/atau apabila Bank mempengaruhi perusahaan tersebut.
“Pengendalian” adalah:
1. Bank mempunyai hak suara yang lebih dari 50% berdasarkan suatu perjanjian dengan
investor lainnya;
2. Bank mempunyai hak untuk mengatur dan menentukan kebijakan finansial dan
operasional perusahan berdasarkan angaran dasar atau perjanjian;
3. Bank memiliki kewenangan untuk menunjuk atau memberhentikan mayoritas
pengurus perusahaan;
4. Bank mampu menguasai suara mayoritas dalam rapat pengurus;
5. Bank memiliki atau mengendalikan sekurang-kurangnya 10% saham dan merupakan
pemegang saham terbesar dibandingkan dengan kepemilikan pihak lain dalam
perusahaan;
6. Bank dan pihak terkait dengan Bank memiliki jumlah saham lebih dari 50% dari
modal perusahaan;
7. Aktivitas utama perusahaan tempat penyertaan adalah untuk memberikan manfaat bagi
Bank; dan atau
8. Bank memiliki saham dan merupakan kreditur terbesar dari perusahaan tempat
penyertaan.
“Perusahaan Induk” adalah badan hukum yang dibentuk untuk mengkonsolidasikan
suatu kelompok usaha dan memiliki saham bank baik secara langsung maupun tidak
langsung dengan kepemilikan lebih dari 50% atau melakukan Pengendalian terhadap
Bank.
“Perusahaan Induk di Bidang Keuangan” adalah badan hukum yang dibentuk oleh
Perusahaan Induk untuk mengkonsolidasikan seluruh aktivitas perusahaan induk atau
kelompok usaha yang bergerak di bidang keuangan atau yang melakukan
Pengendalian terhadap seluruh aktivitas perusahaan induk atau kelompok usaha yang
bergerak d bidang keuangan.
“Perusahaan Anak” adalah badan hukum yang dimiliki atau dikendalikan oleh Bank
baik secara langsung maupun tidak langsung yang terdiri dari:
1. Perusahaan Subsidiari yaitu Perusahan Anak dengan kepemilikan Bank lebih dari
50%;
2. Perusahaan Partisipasi adalah Perusahaan Anak dengan kepemilikan Bank 50% atau
kurang namun Bank memiliki Pengendalian terhadap perusahaan.
“Perusahaan Afiliasi” adalah perusahaan anak dari Perusahaan Induk Bank atau dari
Perusahaan Induk di Bidang Keuangan.
Karakteristik
Sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia tersebut di atas, suatu perusahaan digolongkan
sebagai anggota suatu “Kelompok Peminjam” apabila memenuhi salah satu kriteria
keterkaitan dalam hal kepemilikan, kepengurusan dan hubungan keuangan dengan satu atau
lebih perusahaan lainnya, yaitu sebagai berikut :
1. 25% atau lebih dari hak kepemilikan masing-masing perusahaan dikuasai oleh suatu
perusahaan atau seseorang atau secara bersama oleh suatu keluarga;
2. salah satu perusahaan menguasai 25% atau lebih hak kepemilikan perusahaan lain;
3. anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan lainnya yang mempunyai fungsi
eksekutif pada salah satu perusahaan, menjadi anggota Direksi, anggota Dewan
Komisaris, atau pejabat eksekutif pada perusahaan lainnya yang berwenang
memutuskan hal-hal yang berkaitan dengan operasional perusahaan;
4. dalam hal tidak terdapat hubungan kepemilikan dan/atau kepengurusan sebagaimana
dimaksud dalam angka 1, 2 dan 3 di atas, dua atau lebih perusahaan dianggap sebagai
kelompok apabila terdapat hubungan keuangan sebagai berikut:
(i) satu perusahaan bertindak sebagai penjamin penyediaan dana yang diterima oleh
perusahaan lainnya;
(ii) satu perusahaan memberikan bantuan keuangan kepada perusahaan lainnya sehingga
mengakibatkan adanya pengendalian usaha oleh perusahaan pemberi bantuan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kaitannya dengan kelompok usaha sebagai
kelompok peminjam
Baik perusahaan anak maupun perusahaan induk pada prinsipnya dapat menjadi debitur,
namun demikian sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia tersebut di atas, namun demikian
ditentukan sebagai berikut :
(i) BMPK kepada Pihak Terkait dari Peminjam maupun Kelompok Peminjam tersebut
ditetapkan setinggi-tingginya 10% dari Modal Bank;
(ii) BMPK untuk jumlah seluruh Pihak Terkait ditetapkan setinggi-tingginya sebesar 10%
dari Modal Bank.
b. hubungan antara Pihak dengan pegawai, direktur, atau komisaris dari Pihak tersebut;
c. hubungan antara 2 (dua) perusahaan di mana terdapat satu atau lebih anggota direksi atau
dewan komisaris yang sama;
d. hubungan antara perusahaan dan Pihak, baik langsung maupun tidak langsung,
mengendalikan atau dikendalikan oleh perusahaan tersebut;
e. hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik langsung maupun tidak
langsung, oleh Pihak yang sama; atau
Berdasarkan definisi dalam butir e di atas 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik
langsung maupun tidak langsung, oleh Pihak yang sama merupakan affiliasi. Sedangkan yang
dimaksud Pihak dalam UUPM adalah orang perseorangan, perusahaan, usaha bersama,
asosiasi, atau kelompok yang terorganisasi.
B.3. PERUSAHAAN NEGARA
(i) PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)
PENGERTIAN
Perusahaan Perseroan (“Persero”) adalah Badan Usaha Milik Negara yang dibentuk
berdasarkan Undang-undang No.9 tahun 1969 tertanggal 1 Agustus 1969 tentang Bentuk-
Bentuk Usaha Negara (“UU No.9/1969”) yang berbentuk Perseroan Terbatas sebagaimana
dimaksud dalam UUPT yang seluruh atau paling sedikit 51% saham yang dikeluarkannya
dimiliki oleh Negara melalui penyertaan modal secara langsung. Tidak termasuk sebagai
Persero adalah Perseroan Terbatas yang sahamnya dimiliki oleh Persero. Setiap penyertaan
modal Negara ke dalam modal saham Persero ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Maksud dan tujuan pendirian Persero adalah:
1. menyediakan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat baik di
pasar dalam negeri ataupun internasional; dan
2. memupuk keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.
DASAR HUKUM
Peraturan Pemerintah No.12 tahun 1998 tanggal 17 Januari 1998 tentang Perusahaan
Perseroan (“PP No.12/1998”).
STATUS HUKUM
Berdasarkan Pasal 3 PP No.12/1998 dinyatakan bahwa terhadap Persero berlaku prinsip-
prinsip sebagaimana diatur dalam UUPT. Oleh karenanya Persero memiliki status badan
hukum.
ORGAN PERSERO
Organ Persero terdiri dari:
1. RUPS
2. Direksi
3. Komisaris
Menteri Keuangan adalah menteri yang mewakili Pemerintah selaku pemegang saham
Negara pada Persero dan dapat memberikan kuasa kepada pihak lain untuk mewakilinya
dalam RUPS.
Dengan Peraturan Pemerintah No.64 tahun 2001 tertanggal 13 September 2001 tentang
Pengalihan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan
Perseroan (PERSERO), Perusahaan Umum (PERUM) dan Perusahaan Jawatan (PERJAN)
kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, maka kedudukan, tugas dan kewenangan
Menteri Keuangan yang mewakili Pemerintah selaku :
1. pemegang saham atau RUPS sebagaimana diatur dalam PP No.12/1998 dan Perseroan
Terbatas yang sebagian sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia;
2. Wakil Pemerintah pada Perusahaan Umum (PERUM) sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah No.13 tahun 1998 tertanggal 17 Januari 1998 tentang
Perusahaan Umum (PERUM); (“PP No.13/1998”) dan
3. Pembina Keuangan pada Perusahaan Jawatan (PERJAN) sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah No.6 tahun 2000 tertanggal 21 Februari 2000 tentang
Perusahaan Jawatan (PERJAN) (“PP No.6/2000”);
dialihkan kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, dengan ketentuan bahwa
pengalihan tersebut tidak meliputi :
Persero yang sehat selama 2 tahun berturut-turut dapat mempersiapkan diri dan mengambil
langkah-langkah untuk menjadi Persero Terbuka. Terhadap Persero Terbuka berlaku
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
STATUS HUKUM
Perum didirikan dengan peraturan pemerintah. Karenanya Perum memperoleh status badan
hukum setelah peraturan pemerintah pendirian Perum berlaku. Sesuai dengan Undang-
undang No.19/Prp/1960 tertanggal 30 April 1960 Perusahaan Negara adalah badan hukum.
ORGAN PERUM
Organ Perum terdiri dari:
1. Direksi
2. Dewan Pengawas
DIREKSI
Kewenangan Bertindak
Direksi bertanggung jawab atas kepengurusan Perum untuk kepentingan dan tujuan Perum
serta mewakili Perum baik di dalam maupun di luar pengadilan. Anggota Direksi diangkat
dan diberhentikan oleh Menteri Keuangan berdasarkan usul dari Menteri yang lingkup dan
kewenangannya meliputi bidang usaha Perum. Jumlah anggota Direksi paling banyak 5 orang
dan diangkat untuk masa jabatan 5 tahun dan dapat diangkat kembali.
Setiap anggota Direksi berhak mewakili Perum kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar.
Anggota Direksi tidak berwenang mewakili Perum apabila:
DEWAN PENGAWAS
Dewan Pengawas bertugas melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi
dalam menjalankan kegiatan kepengurusan Perum. Anggota Dewan Pengawas diangkat dan
diberhentikan oleh Menteri Keuangan berdasarkan usul dari Menteri yang lingkup dan
kewenangannya meliputi bidang usaha Perum. Jumlah anggota Dewan Pengawas paling
sedikit 2 orang dan diangkat untuk masa jabatan 5 tahun dan dapat diangkat kembali.
Pengangkatan Dewan Pengawas tidak bersamaan waktunya dengan pengangkatan anggota
Direksi.
TINDAKAN PERUM BERHUBUNGAN DENGAN BANK
Perum Sebagai Nasabah
Dalam hal Perum sebagai pemegang rekening (Nasabah Giro) maka tindakan tersebut
diwakili oleh anggota Direksi sesuai Anggaran Dasar.
STATUS HUKUM
Perjan didirikan dengan peraturan pemerintah. Karenanya Perjan memperoleh status badan
hukum setelah peraturan pemerintah pendirian Perjan berlaku. Usulan pendirian Perjan
diajukan oleh Menteri yang lingkup tugas dan kewenangannya meliputi bidang usaha Perjan
(“Menteri”) setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan dan Menteri yang bertanggung
jawab di bidang pendayagunaan aparatur Negara.
Peraturan Pemerintah untuk mendirikan Perjan sekurang-kurangnya memuat:
1. Direksi
2. Dewan Pengawas
DIREKSI
Kewenangan Bertindak
Direksi bertanggung jawab atas kepengurusan Perjan untuk kepentingan dan tujuan Perjan
serta mewakili Perjan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Anggota Direksi diangkat
dan diberhentikan oleh Menteri dengan persetujuan Menteri Keuangan. Jumlah anggota
Direksi paling banyak 5 orang dan paling sedikit 3 orang serta diangkat untuk masa jabatan 5
tahun dan dapat diangkat kembali.
Menteri menetapkan pembagian tugas dan wewenang setiap anggota Direksi serta hak dan
kewajiban anggota Direksi. Anggota Direksi tidak dibenarkan untuk memangku jabatan
rangkap sebagai berikut:
1. Direktur Utama atau Direktur pada Badan Usaha Milik Negara lainnya atau
perusahaan swasta atau jabatan lainnya yang berhubungan dengan pengurusan
perusahaan;
2. Jabatan struktural dan fungsional dalam instansi/lembaga Pemerintah Pusat dan
Daerah;
3. Jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar Perjan dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya Anggaran dasar Perjan sekurang-kurangnya memuat:
DEWAN PENGAWAS
Dewan Pengawas bertugas melakukan pengawasan terhadap pengurusan Perjan yang
dilakukan Direksi mengenai pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan, Rencana
Jangka Panjang, ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pendirian Perjan, ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Anggota Dewan Pengawas diangkat dan diberhentikan
oleh Menteri atas persetujuan Menteri Keuangan. Jumlah anggota Dewan Pengawas
disesuaikan dengan kebutuhan dan paling banyak 5 orang dan diangkat untuk masa jabatan 5
tahun dan dapat diangkat kembali. Pengangkatan Dewan Pengawas tidak bersamaan
waktunya dengan pengangkatan anggota Direksi.
1. memberikan pendapat dan saran kepada Menteri dan Menteri Keuangan mengenai
Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan yang diusulkan Direksi;
2. mengikuti perkembangan kegiatan Perjan, memberikan pendapat dan saran kepada
Menteri dan Menteri Keuangan mengenai setiap masalah yang dianggap penting bagi
pengurusan Perjan;
3. melaporkan dengan segera kepada Menteri dan Menteri Keuangan apabila terjadi
gejala menurunnya kinerja Perjan;
4. melakukan tugas pengawasan lain yang ditetapkan dalam Peraturan Pendirian Perjan;
5. memberikan nasihat kepada Direksi dalam melaksanakan pengurusan Perjan;
6. melakukan hal-hal lain yang dianggap perlu sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pendirian Perjan.
Dewan Pengawas Perjan terdiri dari unsur-unsur pejabat departemen yang membawahi
Perjan, Departemen Keuangan dan departemen/instansi lain yang kegiatannya berhubungan
serta tenaga ahli yang sesuai dengan kegiatan usaha Perjan.
B.4. KOPERASI
DASAR HUKUM
Undang-undang No.25 tahun 1992 tanggal 21 Oktober 1992 tentang Perkoperasian (“UU
Koperasi”).
Dengan berlakunya UU Koperasi, maka Undang-undang No.12 Tahun 1967 tentang Pokok-
pokok Perkoperasian (“UU No.12/1967”) dinyatakan tidak berlaku, namun peraturan
pelaksanaan dari UU No.12/1967 dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan atau belum diganti berdasarkan UU Koperasi (Pasal 66 UU Koperasi).
PENGERTIAN
Menurut Pasal 1 UU Koperasi istilah-istilah di bawah ini mempunyai arti sebagai berikut:
1. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum
koperasi yang melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus
sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
2. Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan koperasi.
3. Koperasi Primer adalah koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-
seorang.
4. Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan koperasi
primer.
5. Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi koperasi dan kegiatan
perkoperasian yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita bersama koperasi.
SYARAT PEMBENTUKAN
1. Koperasi Primer dibentuk oleh sekurang-kurangnya 20 orang (Pasal 6 ayat 1 UU
Koperasi).
2. Koperasi Sekunder dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 Koperasi. (Pasal 6 ayat 2 UU
Koperasi).
3. Pembentukan koperasi dilakukan dengan akta pendirian yang memuat anggaran
dasar (Pasal 7 UU Koperasi).
4. Koperasi mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah negara Republik
Indonesia (Pasal 7 ayat 2 UU Koperasi).
ANGGARAN DASAR KOPERASI
Menurut Pasal 8 UU Koperasi Anggaran Dasar Koperasi memuat sekurang-kurangnya:
1. daftar nama pendiri;
2. nama dan tempat kedudukan;
3. maksud dan tujuan serta bidang usaha;
4. ketentuan mengenai keanggotaan;
5. ketentuan mengenai rapat anggota;
6. ketentuan mengenai pengelolaan;
7. ketentuan mengenai permodalan;
8. ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya;
9. ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha;
10. ketentuan mengenai sanksi.
STATUS BADAN HUKUM
1. Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan oleh
Pemerintah (cq Menteri yang bertanggung jawab di bidang koperasi) (Pasal 9 UU
Koperasi).
2. Untuk mendapatkan pengesahan, para pendiri mengajukan permintaan tertulis disertai
akta pendirian Koperasi (Pasal 10 ayat 1 Koperasi).
3. Pengesahan akta pendirian diberikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan
setelah diterimanya permintaan pengesahan (Pasal 10 ayat 1 UU Koperasi).
4. Pengesahan akta pendirian diumumkan dalam Berita Negara Republik
Indonesia. (Pasal 10 ayat 3 UU Koperasi).
5. Pengaturan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pengesahan atau penolakan
akta pendirian dan perubahan anggaran dasar diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah (Pasal 13 UU Koperasi).
KEANGGOTAAN
1. Anggota Koperasi adalah pemilik dan sekaligus pengguna jasa Koperasi (Pasal 17
ayat 1 UU Koperasi).
2. Keanggotaan Koperasi dicatat dalam buku daftar anggota (Pasal 17 ayat 2 UU
Koperasi).
3. Yang dapat menjadi anggota Koperasi ialah setiap warganegara Indonesia yang
mampu melakukan tindakan hukum atau koperasi yang memenuhi persyaratan
sebagaimana ditetapkan dalam anggaran dasar (Pasal 18 ayat 1 UU Koperasi).
4. Setiap anggota mempunyai kewajiban (Pasal 20 ayat 1 ayat 2 UU Koperasi):
(i) mematuhi anggaran dasar dan anggaran rumah tangga serta keputusan yang telah
disepakati dalam rapat anggota;
(iv) Menghadiri, menyatakan pendapat dan memberikan suara dalam rapat anggota;
(vi) Meminta diadakan rapat anggota menurut ketentuan dalam anggaran dasar;
(vii) Mengemukakan pendapat atau saran kepada pengurus di luar rapat anggota baik
diminta maupun tidak diminta;
(viii) Memanfaatkan koperasi dan mendapat pelayanan yang sama antara sesama anggota;
PERANGKAT ORGANISASI
Perangkat organisasi koperasi (Pasal 21 UU Koperasi) terdiri dari :
1. Rapat Anggota;
2. Pengurus;
3. Pengawas.
RAPAT ANGGOTA
1. Rapat Anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam Koperasi (Pasal 22
ayat 1 UU Koperasi).
2. Rapat Anggota dihadiri oleh anggota yang pelaksanaannya diatur dalam anggaran
dasar (Pasal 22 ayat 2 UU Koperasi).
3. Rapat Anggota menetapkan :
(i) anggaran dasar;
(ii) memutuskan penerimaan dan penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota
sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar;
(iii) melakukan tindakan dan upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan koperasi sesuai
dengan tanggungjawabnya dan keputusan rapat anggota.
Menurut Pasal 1 ayat 1 UU Dapen, Dana Pensiun adalah badan hukum yang mengelola dan
menjalankan program yang menjanjikan manfaat persiun.
STATUS BADAN HUKUM
Dana Pensiun memiliki status sebagai badan hukum dengan syarat dan tata cara yang diatur
dalam UU Dapen (Pasal 3 UU Dapen).
JENIS DANA PENSIUN
Dana Pensiun terdiri dari 2 jenis:
Hal tersebut disebabkan karena pendirian Dana Pensiun dikaitkan dengan kemampuan
pendiri / pemberi kerja untk secara jangka panjang memenuhi kewajibannya terhadap Dana
Pensiun. Dengan mendirikan Dana Pensiun berarti akan timbul suatu kewajiban pada pemberi
kerja untuk wajib membayar iuran sejumlah yang telah disepakatinya kepada Dana Pensiun
selama Dana Pensiun tersebut berada. Selain itu, sekalipun karyawan turut juga membayar
iuran ke dalam Dana Pensiun, akan tetapi iuran karyawan sepenuhnya tergantung dari
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya yang berupa pembayaran gaji
sekaligus juga di dalamnya termasuk pula iuran.
1. Ketentuan mengenai hal-hal yang wajib dimuat dalam peraturan Dana Pensiun
tersebut serta tata cara perubahannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
2. Pendiri mengajukan permohonan pengesahan DPPK kepada Menteri Keuangan
dengan melampirkan dokumen terkait sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat 1 UU
Dapen.
3. Dana Pensiun memiliki status sebagai badan hukum dan dapat memulai kegiatannya
sebagai suatu Dana Pensiun sejak tanggal pengesahan Menteri Keuangan (Pasal 7 ayat
1 UU Dapen).
4. Pengurus wajib mengumumkan pembentukkan Dana Pensiun dengan menempatkan
keputusan Menteri Keuangan tentang pengesahan atas peraturan Dana Pensiun pada
Berita Negara Republik Indonesia (Pasal 7 ayat 2 UU Dapen).
5. Setiap perubahan Peraturan Dana Pensiun harus mendapat pengesahan dari Menteri
Keuangan. Proses pengesahan perubahan Peraturan Dana Pensiun tersebut adalah
sama dengan proses pengesahan peraturan Dana Pensiun. Menteri Keuangan juga
dapat menolak pengesahan perubahan peraturan Dana Pensiun, misalnya apabila
ternyata perubahan tersebut mengakibatkan pertentangan dengan ketentuan yang
berlaku, maka pengesahan perubahan tersebut juga harus dicatat dalam daftar yang
diperuntukkan untuk itu dan ditempatkan dalam Berita Negara RI (Pasal 9 UU
Dapen).
STRUKTUR ORGANISASI
Struktur organisasi DPPK terdiri dari:
1. Pengurus dan
2. Dewan Pengawas.
PENGURUS
1. Pengurus dalam Dana Pensiun memegang peranan yang sangat sentral, yaitu bahwa
pengurus bertanggungjawab atas pelaksanaan peraturan Dana Pensiun, pengelolaan
Dana Pensiun, melakukan tindakan hukum untuk dan atas nama Dana Pensiun serta
mewakili Dana Pensiun di dalam dan di luar Pengadilan (Pasal 3 ayat 3 UU Dapen).
2. Untuk melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan ketentuan
dalam Dana Pensiun, pengelolaan Dana Pensiun, pengelolaan investasi dan menjamin
keamanan kekayaan Dana Pensiun, pengurus dapat mengadakan perjanjian dengan
pihak ketiga (Pasal 11 UU Dapen).
3. Secara lebih detil, kewajiban pengurus Dana Pensiun diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Pemerintah No.76 tahun 1992 tentang DPPK (“PP No.76/1992”).
4. Pengurus, masing-masing atau bersama-sama, bertanggungjawab secara pribadi atas
segala kerugian yang timbul pada kekayaan Dana Pensiun akibat tindakan pengurus
yang melanggar atau melalaikan tugas dan/atau kewajibannya sebagaimana ditetapkan
dalam Peraturan Dana Pensiun dan peraturan perundang-undangan tentang Dana
Pensiun, serta wajib mengembalikan kepada Dana Pensiun segala kenikmatan yang
diperoleh atas atau dari kekayaan Dana Pensiun secara melawan hukum (Pasal 21
PP No.76/1992).
DEWAN PENGAWAS
1. Keanggotaan Dewan Pengawas terdiri dari wakil pemberi kerja dan peserta dengan
jumlah yang sama (Pasal 12 ayat 1 UU Dapen)
2. Anggota Dewan Pengawas diangkat oleh pendiri (Pasal 12 ayat 2 UU Dapen)
3. Tugas dan wewenang Dewan Pengawas:
(i) melakukan pengawasan atas pengelolaan Dana Pensiun oleh pengurus;
(ii) menyampaikan laporan tahunan secara tertulis atas hasil pengawsannya kepada pendiri
dan salinannya diumumkan agar peserta mengetahuinya.
(Pasal 12 UU Dapen)
1. Secara lebih detil, kewajiban Dewan Pengawas Dana Pensiun diatur lebih lanjut dalam
PP No.76/1992.
DPLK
DPLK adalah Dana Pensiun yang dibentuk oleh Bank atau perusahaan asuransi jiwa untuk
menyelenggarakan Program Iuran Pasti bagi perorangan, baik karyawan maupun pekerja
mandiri yang terpisah dari Dana Pensiun Pemberi Kerja baik bank atau perusahaan asuransi
jiwa yang bersangkutan (Pasal 1 ayat 4 UU Dapen).
PEMBENTUKAN DAN TATA CARA PENGESAHAN
1. DPLK hanya dapat menyelenggarakan Program Pensiun Manfaat Pasti (Pasal 40 UU
Dapen).
2. Bank dan perusahaan asuransi jiwa dapat bertindak sebagai pendiri Dana Pensiun
Lembaga Keuangan dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah (Pasal 40 ayat 2 UU Dapen).
3. Untuk dapat mendirikan Dana Pensiun Lembaga Keuangan, bank atau perusahaan
asuransi jiwa dimaksud wajib mengajukan permohonan pengesahan kepada Menteri
Keuangan dengan melampirkan peraturan Dana Pensiun (Pasal 40 ayat 3 UU Dapen).
4. Ketentuan mengenai hal-hal yang diwajib dimuat dalam peraturan Dana Pensiun diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 41 ayat 1 UU Dapen).
5. Setiap pengesahan atas peraturan Dana Pensiun wajib mendapatkan pengesahan dari
Menteri Keuangan (Pasal 41 ayat 2 UU Dapen).
STUKTUR ORGANISASI
Struktur organisasi DPLK terdiri dari:
1. Pengurus dan
2. Dewan Pengawas.
PENGURUS
1. Menurut Pasal 9 Peraturan Pemerintah No.77 tahun 1992 tentang DPLK
(“PP No.77/1992”), Pendiri Dana Pensiun bertindak sebagai pengurus Dana Pensiun
dan bertanggungjawab atas pengelolaan dan investasi Dana Pensiun
2. Secara lebih detil, kewajiban pengurus Dana Pensiun diatur lebih lanjut dalam
PP No.77/1992.
3. Pengurus bertanggungjawab atas segala kerugian yang timbul pada kekayaan Dana
Pensiun akibat tindakan pengurus yang melanggar atau melalaikan tugas dan/atau
kewajibannya sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun dan peraturan
perundang-undangan tentang Dana Pensiun, serta wajib mengembalikan kepada Dana
Pensiun segala kenikmatan yang diperoleh atas atau dari kekayaan Dana Pensiun
secara melawan hukum (Pasal 14 PP No.77/1992).
DEWAN PENGAWAS
1. Dewan Pengawas atau yang setara dengan itu dari Pendiri Dana Pensiun bertindak
sebagai Dewan Pengawas dan bertanggungjawab mengawasi pengelolaan dan
investasi Dana Pensiun (Pasal 15 PP No.77/1992).
2. Secara lebih detil, tugas dan wewenang Dewan Pengawas Dana Pensiun diatur lebih
lanjut dalam PP No.77/1992.
KEWENANGAN BERTINDAK
Baik dalam DPPK maupun DPLK, pengurus bertanggungjawab atas pelaksanaan peraturan
Dana Pensiun, pengelolaan Dana Pensiun, melakukan tindakan hukum untuk dan atas nama
Dana Pensiun serta mewakili Dana Pensiun di dalam dan di luar Pengadilan serta berwenang
untuk melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan ketentuan dalam Dana
Pensiun, pengelolaan Dana Pensiun, pengelolaan investasi dan menjamin keamanan
kekayaan Dana Pensiun, pengurus dapat mengadakan perjanjian dengan pihak ketiga (Pasal
11 UU Dapen).
TINDAKAN DANA PENSIUN BERHUBUNGAN DENGAN BANK
Dana Pensiun Sebagai Nasabah
Tidak ada suatu ketentuan dalam UU Dapen yang melarang Dana Pensiun untuk menjadi
nasabah (penyimpan) dari Bank, namun demikian ada beberapa ketentuan yang penting untuk
menjadi perhatian dalam menerima Dana Pensiun sebagai nasabah, yaitu sebagai berikut :
pengelolaan kekayaan Dana Pensiun harus dilakukan oleh pengurus sesuai dengan:
(a) arahan investasi yang yang digariskan pendiri; dan
(i) didaftarkan di Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara
Republik Indonesia; atau
(ii) didaftarkan di Pengadilan Negeri dan mempunyai izin melakukan kegiatan dari
instansi terkait;
tetap diakui sebagai badan hukum dengan ketentuan dalam waktu paling lambat 5 tahun sejak
tanggal 6 Agustus 2002 wajib menyesuaikan Anggaran Dasarnya dengan ketentuan UU
Yayasan.
1. Pembina
2. Pengurus dan
3. Pengawas
PEMBINA
Pembina adalah organ Yayasan yang mempunyai kewenangan yang tidak diserahkan kepada
Pengurus atau Pengawas oleh Undang-undang Yayasan atau Anggaran Dasar (Pasal 28 ayat
1 UU Yayasan).
1. Yang dapat diangkat menjadi anggota Pembina adalah orang perseorangan sebagai
pendiri Yayasan dan/atau mereka yang berdasarkan keputusan rapat anggota Pembina
dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud dan tujuan
Yayasan (Pasal 28 ayat 3 UU Yayasan).
2. Anggota Pembina tidak boleh merangkap sebagai anggota Pengurus dan/atau anggota
Pengawas (Pasal 29 UU Yayasan).
PENGURUS
1. Pengurus adalah organ Yayasan yang melaksanakan kepengurusan Yayasan (Pasal 31
ayat 1 UU Yayasan)
2. Yang dapat diangkat menjadi Pengurus adalah orang perseorangan yang mampu
melakukan perbuatan hukum.(Pasal 31 ayat 2 UU Yayasan)
3. Pengurus tidak boleh merangkap sebagai Pembina atau Pengawas. (Pasal 31 ayat 3
UU Yayasan)
4. Pengurus diangkat oleh Pembina berdasarkan keputusan rapat Pembina untuk jangka
waktu selama 5 tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 kali masa jabatan (Pasal 32
ayat 1 UU Yayasan)
5. Susunan Pengurus sekurang-kurangnya terdiri atas:
(i) seorang ketua;
(ii) seorang sekretaris;
ORGAN PTN
Organ PTN terdiri dari:
(iii) mengesahkan rencana strategis serta rencana kerja dan anggaran tahunan;
(iv) melaksanakan pengawasan dan pengendalian umum atas pengelolaan PTN;
(vi) bersama pimpinan menyusun dan menyampaikan laoran tahunan kepada Menteri;
(vii) memberikan masukan dan pendapat kepada Menteri tentang pengelolaan PTN.
(iv) Wakil Dosen bukan Guru Besar yang dipilih melalui pemilihan;
(iii) menyusun kebijakan penilaian prestasi akademik dan kecakapan serta kepribadian
sivitas akademika;
(v) memberikan masukan kepada MWA berdasarkan penilaiannya atas kinerja Pimpinan
dalam masalah akademik;
(vii) memberi masukan kepada Pimpinan dalam penyusunan Rencana Strategis serta
Rencanan Kerja dan Anggaran;
(ii) mengelola seluruh kekayaan PTN dan secara optimal memanfaatkannya untuk
kepentingan PTN;
(iv) membina hubungan dengan lingkungan PTN dan masyarakat pada umumnya;
(vi) menyusun Rencana Strategis yang memuat sasaran dan tujuan PTN yang hendak
dicapai dalam jangka waktu 5 (lima) tahun;
(ix) bersama MWA menyusun dan menyampaikan laporan tahunan kepada Menteri;
(ii) jabatan struktural dan fungsional lainnya dalam instansi/lembaga pemerintah pusat dan
daerah;
1. Setiap anggota Pimpinan berhak mewakili PTN kecuali ditentukan lain dalam
anggaran dasar.
(Pasal 15 PP 61/1999)
TINDAKAN PTN BERHUBUNGAN DENGAN BANK
PTN Sebagai Nasabah
Dalam hal PTN sebagai pemegang rekening, maka kewenangan bertindak mewakili PTN
sebagaimana diatur dalam anggaran dasar PTN, pada umumnya diwakili oleh Pimpinan PTN,
dengan ketentuan bahwa pada umumnya setiap anggota Pimpinan berhak mewakili PT,
kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar PTN.
Dalam hal PTN sebagai Peminjam maka persetujuan dari organ PTN lainnya tetap diperlukan
selama anggaran dasar mengaturnya.
Lampiran BAB I
Negative List
Negative List ini dapat berubah dari waktu ke waktu sesuai dengan regulasi Pemerintah di
bidang Penanaman Modal.
1. 1. Bidang usaha yang tertutup mutlak untuk Penanaman Modal :
a. Sektor Pertanian
Budidaya dan pengolahan ganja dan sejenisnya;
(ii) Industri bahan kimia Skedul-1 Konvensi Senjata Kimia (sarin, soman, tabun, mustard,
levisite, ricine, saxitoxin);
(v) Industri minuman mengandung alkohol (minuman keras, anggur dan minuman
mengandung malt);
d. Sektor perhubungan
Pemanduan Lalu Lintas Udara (ATS Provider) serta klasifikasi dan survey statutorial kapal;
Manajemen dan penyelenggaraan Stasiun Monitoring Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit
Satelit.
e. Sektor pertambangan dan energi
penambangan mineral radioaktif.
2. Bidang usaha yang tertutup untuk perusahaan penanaman modal yang ada
pemilikan WNA dan/atau BHA
a. Sektor Kehutanan dan Perkebunan
(i) pembenihan plasma nutfah;
b. Sektor Perhubungan
(i) angkutan taksi/bis;
c. Sektor Perdagangan
Jasa perdagangan dan jasa penunjang perdagangan kecuali:
d. Sektor Penerangan
(i) Jasa penyiaran radio dan televisi, jasa siaran radio dan televisi berlangganan dan media
cetak;
(ii) Usaha perfilman (usaha pembuatan film, usaha jasa teknik film, usaha ekspor film, usaha
impor film, usaha pengedaran film dan usaha pertunjukan dan/atau penayangan film).
3. Bidang usaha dengan persyaratan patungan antara modal asing dan modal dalam
negeri
1. Pembangunan dan Pengusahaan Pelabuhan;
2. Produksi, Transmisi dan Distribusi tenaga listrik;
3. Pelayaran;
4. pengolahan dan penyediaan air bersih untuk umum;
5. kereta api umum;
6. pembangkit tenaga atom;
7. jasa pelayanan medis, meliputi pendirian dan penyelenggaraan rumah sakit, medical
check up, laboratorium klinik, pelayanan rehabilitasi mental, jaminan pemeliharaan
kesehatan masyarakat, penyewaan peralatan medis, jasa asistensi dalam pertolongan
kesehatan dan evakuasi pasien dalam keadaan darurat, jasa manajemen rumah sakit
dan jasa pengetesan, pemeliharaan dan perbaikan peralatan medis;
8. telekomunikasi;
9. angkutan udara niaga berjadwal/tidak berjadwal.
4. Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan tertentu
a. Sektor kelautan dan perikanan
pembudidayaan ikan di air tawar: terbuka untuk jenis labi-labi, nila gift, sidat, kodok
lembu, udang galah, bandeng dan thillapya sp; bekerja sama dengan perikanan rakyat.
penangkapan ikan demersal (kakap, kerapu dan jenis lainnya):terbuka selain di
wilayah ZEEI Selat Malaka dan ZEEI Laut Arafura.
b. Sektor industri
Industri bubur kertas (pulp) dari kayu: bahan baku berasal dari chip impor atau
jaminan bahan baku dari Hutan Tanaman Industri;
Industri bubur kertas (pulp) dari serat selulosa lainnya atau bahan baku lainnya, selain
proses sulfit dan/atau pemutihan dengan chlorine
Industri pembuatan chlor alkali:
selain menggunakan merkuri;
Industri Etil Alkohol: technical grade, hanya digunakan sebagai bahan baku dan bahan
penolong industri lainnya.
Industri bahan baku untuk bahan peledak (amonium nitrat): harus bekerjasama dengan
badan usaha yang mendapat rekomendasi Departemen Pertahanan
Industri bahan peledak dan komponennya untuk keperluan industri (komersil): harus
bekerjasama dengan badan usaha yang mendapat rekomendasi Departemen
Pertahanan;
hanya kegiatan manufakturing, sedangkan penyimpanan dan pendistribusian dilakukan oleh
perusahaan yang ditunjuk pemerintah;
DAFTAR PUSTAKA
Buku
1. Purwosutjipto, H.M.N., S.H., 1999, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia II:
Bentuk-bentuk Perusahaan, Cetakan ke-9, Djambatan, Jakarta.
2. Rai Widjaya, I.G., S.H., M.A., 2000, Hukum Perusahaan dan Undang Undang dan
Peraturan Pelaksanaan Undang Undang di Bidang Usaha, Cetakan ke-I, Kesaint
Blanc, Jakarta.
3. Subekti, R, Prof, S.H. dan Tjitrosudibio, R, 2001, Kitab Undang Undang Hukum
Perdata, Cetakan ke-31, PT Pradnya Paramita, Jakarta.
4. Subekti, R, Prof, S.H. dan Tjitrosudibio, R, ke-19, Kitab Undang Undang Hukum
Dagang dan Undang Undang Kepailitan, PT Pradnya Paramita, Jakarta.
Peraturan
1. Undang-undang No.19/Prp/1960 tertanggal 30 April 1960 tentang Perusahaan
Negara.
2. Undang-undang No.1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, sebagaimana
terakhir diubah dengan Undang-undang No.11 tahun 1970 tentang Perubahan dan
Tambahan Undang-undang No.1 tahun 1967.
3. Undang-undang No.6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam
Negerisebagaimana diubah terakhir dengan Undang-undang No.12 tahun 1970 tentang
Perubahan dan Tambahan Undang-undang No.6 tahun 1968 tentang Penanaman
Modal Dalam Negeri.
4. Undang-undang No.9 tahun 1969 tertanggal 1 Agustus 1969 tentang Bentuk-Bentuk
Usaha Negara.
5. Undang-undang No.25 tahun 1992 tanggal 21 Oktober 1992 tentang Perkoperasian.
6. Undang-undang No.11 tahun 1992 tertanggal 20 April 1992 tentang Dana Pensiun.
7. Undang-undang No.1 tahun 1995 tertanggal 1 Maret 1995 tentang Perseroan
Terbatas.
8. Undang-undang No.8 tahun 1995 tertanggal 10 November 1995 tentang Pasar Modal.
1. Undang-Undang No. 16 tahun 2001 tertanggal 6 Agustus 2001 tentang Yayasan.
2. Peraturan Pemerintah No.76 tahun 1992 tentang Dana Pensiun Pemberi Kerja.
3. Peraturan Pemerintah No.77 tahun 1992 tentang Dana Pensiun Lembaga Keuangan.
4. Peraturan Pemerintah No.20 tahun 1994 tertanggal 19 Mei 1994 tentang Pemilikan
Saham Dalam Perusahaan Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal
Asingsebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 83 Tahun 2001 tentang
Pemilikan Saham Dalam Perusahaan Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman
Modal Asing.
5. Peraturan Pemerintah No.12 tahun 1998 tanggal 17 Januari 1998 tentang Perusahaan
Perseroan.
6. Peraturan Pemerintah No.61 tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi sebagai
BHMN.
7. Peraturan Pemerintah No.64 tahun 2001 tertanggal 13 September 2001
tentang Pengalihan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan pada
Perusahaan Perseroan (PERSERO), Perusahaan Umum (PERUM) dan Perusahaan
Jawatan (PERJAN) kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara.
8. Keppres No.96 tahun 2000 tanggal 20 Juli 2000 tentang Bidang Usaha Yang Tertutup
dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman
Modal jo. Keppres No.118 Tahun 2000 tanggal 16 Agustus 2000 tentang Perubahan
Atas Keputusan Presiden No.96 tahun 2000 tentang Bidang Usaha Yang Tertutup Dan
Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal.
9. Keputusan Presiden No.97 tahun 1993 tanggal 23 Oktober 1993 tentang Tatacara
Penanaman Modal sebagaimana terakhir diubah dengan Keputusan
Presiden No.117tahun 1999 tanggal 30 September 1999.
10. Surat Keputusan Meninves/Kepala BKPM No.5/SK/1994 tanggal 29 Juli 1994
tentang Ketentuan Pelaksanaan Pemilikan Saham Dalam Perusahaan Yang Didirikan
Dalam Rangka Penanaman Modal Asing.
11. Keputusan Meninves/Kepala BKPM No.38/SK/1999 tertanggal 6 Oktober 1999
tentang Pedoman dan Tatacara Permohonan Penanaman Modal Yang Didirikan
Dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri Dan Penanaman Modal Asing.
12. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tertanggal 31 Desember
1998 No.31/177/KEP/DIR tentang BMPK sebagaimana diubah dengan Peraturan Bank
Indonesia No. 2/16/PBI/2000 tanggal 12 Juni 2000.
13. Peraturan Bank Indonesia No. 3/22/PBI/2001 tanggal 13 Desember 2001
tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank.