Anda di halaman 1dari 11

A.

DEFINISI
Pada dasarnya pengelolaan CKD tidak jauh beda dengan chronic renal failure (CRF),
namun pada terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk membatasi kelainan klien
pada kasus secara dini, kerena dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien
datang/merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2. Secara konsep CKD, untuk
menentukan derajat (stage) menggunakan terminology CCT (clearance creatinin test) dengan
rumus stage 1 sampai stage 5. Sedangkan CRF (chronic renal failure) hanya 3 stage. Secara
umum ditentukan klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan terminal stage bila
menggunakan istilah CRF.Gagal ginjal kronis adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan
penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut, hal
ini terjadi bila laju filtrasi glomerular kurang dari 50 mL/min. (Suyono, et al, 2001)
Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit sehingga terjadi uremia. (Smeltzer & Bare, 2001).

B. ETIOLOGI
1. Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
2. Penyakit peradangan (glomerulonefritis)
3. Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis)
4. Gangguan jaringan penyambung (lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodusa,
sklerosis sitemik progresif)
5. Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal)
6. Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme)
7. Nefropati toksikmisalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal.
8. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis
netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
(Price & Wilson, 1994)
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus Kockroft
Gault sebagai berikut :

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)


1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

D. PATOFISIOLOGI & PATHWAYS


Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh). Nefron-nefron yang
utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang meningkat disertai reabsorpsi
walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya saring.Metode adaptif ini memungkinkan
ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari nefron–nefron rusak.Beban bahan yang harus dilarut
menjadi lebih besar daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai
poliuri dan haus.Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa.Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi
lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah
hilang 80% - 90%.Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun
sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu.( Barbara C Long, 1996, 368)
 Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah.Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka
gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis. (Brunner
& Suddarth, 2001 : 1448).
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :
 Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal
dan penderita asimptomatik.
 Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak, Blood
Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
 Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
 K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat
penurunan LFG :
 Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang
masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2
 Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-89
mL/menit/1,73 m2
 Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
 Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2
 Stadium5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test ) dapat
digunakan dengan rumus
:
Clearance creatinin ( ml/ menit ) = (( 140-umur ) x berat badan ( kg )) / ( 72 x creatini
serum )
Pada wanita hasil tersebut dikalikan dengan 0,85. (Corwin, 1994)

E. MANIFESTASI KLINIK
1. Kardiovaskuler
 Hipertensi, gagal jantung kongestif, udema pulmoner, perikarditis
 Pitting edema (kaki, tangan, sacrum), edema periorbital
 Friction rub pericardial, pembesaran vena leher
2. Dermatologi
 Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering bersisik
 Pruritus, ekimosis
 Kuku tipis dan rapuh
 Rambut tipis dan kasar
3. Pulmoner
 Krekels, Sputum kental dan liat
 Pernafasan kusmaul
4. Gastrointestinal
 Anoreksia, mual, muntah, cegukan
 Nafas berbau ammonia
 Ulserasi dan perdarahan mulut
 Konstipasi dan diare
 Perdarahan saluran cerna
5. Neurologi
 Tidak mampu konsentrasi
 Kelemahan dan keletihan
 Konfusi/ perubahan tingkat kesadaran
 Disorientasi
 Kejang, Rasa panas pada telapak kaki
 Perubahan perilaku
6. Muskuloskeletal
 Kram otot, kekuatan otot hilang
 Kelemahan pada tungkai
 Fraktur tulang, foot drop
7. Reproduktif : amenore, atrofi testekuler
(Smeltzer & Bare, 2001)

F. KOMPLIKASI
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001) serta
Suwitra (2006) antara lain adalah :
1) Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme, dan
masukan diit berlebih.
2) Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3) Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4) Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5) Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan
kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6) Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7) Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8) Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9) Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
 Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi
(Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan
immunoglobulin)
 Pemeriksaan Urin : Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein,
sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
2. Pemeriksaan EKG : Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis,
aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
3. Pemeriksaan USG : Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan
parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta
prostate
4. Pemeriksaan Radiologi : Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde
Pyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi,
pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan terhadap CKD meliputi :
1) Restriksi konsumsi cairan, protein, dan fosfat.
2) Obat-obatan : diuretik untuk meningkatkan urinasi; alumunium hidroksida untuk terapi
hiperfosfatemia; anti hipertensi untuk terapi hipertensi serta diberi obat yang dapat
menstimulasi produksi RBC seperti epoetin alfa bila terjadi anemia.
3) Dialisis
4) Transplantasi ginjal
(Reeves, Roux, Lockhart, 2001)

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
a. Aktifitas dan Istirahat
Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur, kelemahan otot dan tonus, penurunan ROM
b. Sirkulasi
Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi, nyeri dada, peningkatan JVP, tachycardia,
hipotensi orthostatic, friction rub
c.Integritas Ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada kekuatan, menolak, cemas, takut, marah, irritable
d.Eliminasi
Penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin, urin pekat warna
merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen kembung
e.Makanan/Cairan
Peningkatan BB karena edema, penurunan BB karena malnutrisi, anoreksia, mual, muntah,
rasa logam pada mulut, asites, penurunan otot, penurunan lemak subkutan
f.Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutan, gangguan status
mental,penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori,
kacau, penurunan tingkat kesadaran, koma
g.Nyeri/Kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, distraksi, gelisah
h.Pernafasan
Pernafasan kusmaul (cepat dan dangkal), paroksismal nokturnal dyspnea (+), batuk produkrif
dengan frotty sputum bila terjadi edema pulmonal
i.Keamanan
Kulit gatal, infeksi berulang, pruritus, demam (sepsis dan dehidrasi), petekie, ekimosis,
fraktur tulang, deposit fosfat kalsieum pada kulit, ROM terbatas
j.Seksualitas
Penurunan libido, amenore, infertilitas
k.Interaksi Sosial
Tidak mampu bekerja, tidak mampu menjalankan peran seperti biasanya
(Doengoes, 2000)

B.DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doengoes (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul pada
pasien CKD adalah:
1) Penurunan curah jantung
2) Kelebihan volume cairan
3) Resiko gangguan nutrisi
4) Gangguan pertukaran gas
5) Gangguan integritas kulit
6) Intoleransi aktivitas
7) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan tindakan medis

C. INTERVENSI
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
Tujuan:Penurunan curah jantung tidak terjadi
Kriteria hasil :mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi
jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler.
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi jantung dan paru, R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
2) Kaji adanya hipertensi. R:Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem
aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
3) Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala 0-10). R: HT dan
GGK dapat menyebabkan nyeri
4) Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas. R: Kelelahan dapat menyertai GGK
juga anemia
2. Kelebihan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema sekunder : volume
cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
Kriteria hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
1. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan
haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
2. Batasi masukan cairan, R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran
urin, dan respon terhadap terapi
3. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan, R: Pemahaman
meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
4. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama pemasukan
dan haluaran, R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output
3.Resiko gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil: menunjukan BB stabil
Intervensi:
1. Awasi konsumsi makanan / cairan, R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
2. Perhatikan adanya mual dan muntah. R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin
endogen yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
3. Berikan makanan sedikit tapi sering. R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan
masukan makanan
4. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan, R: Memberikan pengalihan
dan meningkatkan aspek sosial
5. Berikan perawatan mulut sering, R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan
rasa tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi
melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas normal/stabil
Intervensi:
1. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles, R: Menyatakan adanya
pengumpulan sekret
2. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam, R: Membersihkan jalan nafas
dan memudahkan aliran O2
3. Atur posisi senyaman mungkin, R: Mencegah terjadinya sesak nafas
4. Batasi untuk beraktivitas, R: Mengurangi beban kerja dan mencegah
terjadinya sesak atau hipoksia
5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga
Kriteria hasil :
 Mempertahankan kulit utuh
 Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan kadanya
kemerahan, R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat
menimbulkan pembentukan dekubitus / infeksi.
2. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa, R: Mendeteksi
adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas
jaringan
3. Inspeksi area tergantung terhadap udem, R: Jaringan udem lebih cenderung
rusak / robek
4. Ubah posisi sesering mungkin, R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan
dengan perfusi buruk untuk menurunkan iskemia
5. Berikan perawatan kulit, R: Mengurangipengeringan , robekan kulit
6. Pertahankan linen kering, R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan
kulit
7. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan
tekanan pada area pruritis, R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan
risiko cedera
8. Anjurkan memakai pakaian katun longgar, R: Mencegah iritasi dermal
langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
 Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
 Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
 Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
 Pertahankan status nutrisi yang adekuat
7. Kurang pengetahuan tentangkondisi, prognosis dan tindakan medis (hemodialisa) b.d
salah interpretasi informasi.
 Kaji ulang penyakit/prognosis dan kemungkinan yang akan dialami.
 Beri pendidikan kesehatan mengenai pengertian, penyebab, tanda dan gejala
CKD serta penatalaksanaannya (tindakan hemodialisa).
 Libatkan keluarga dalam memberikan tindakan.
 Anjurkan keluarga untuk memberikan support system.
 Evaluasi pasien dan keluarga setelah diberikan penkes.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta :
EGC
Corwin, E.J. Handbook of pathophysiology. Alih bahasa : Pendit, B.U. Jakarta: EGC;
2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)
Doenges E, Marilynn, dkk. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
UntukPerancanaandan PendokumentasianPerawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Long, B C. (2001). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (2002). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-
prosesPenyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Reeves, C.J., Roux, G., Lockhart, R. Medical – surgical nursing. Alih bahasa :
Setyono, J. Jakarta: Salemba Medika; 2001 (Buku asli diterbitkan tahun 1999)
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
BedahBrunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.:
Balai Penerbit FKUI

Anda mungkin juga menyukai