Anda di halaman 1dari 14

Topik Penelitian: Biodegradable Plastik dari pati

Sifat - sifat dari Hasil Pembuatan Plastik Biodegradabel berbasis Pati (Singkong, Jagung,
Ubi Jalar, Kentang, Talas, Labu kuning, serta Biji Nangka dan Durian)

Properties of the Results of the Manufacture of Starch-based Biodegradable Plastics


(Cassava, Corn, Sweet Potatoes, Potatoes, Taro, Pumpkin, Jackfruit and Durian
Seeds)
Isnaini Permata Sari1*
1) Departemen Teknologi Industri Pertanian, Universitas Internasional Semen
Indonesia Jl. Veteran, Gresik 61122 Jawa Timur. Komplek PT. Semen Indonesia
(Persero) Tbk.*Penulis Korespondensi, Email : isnaini.sari16@student.uisi.ac.id

ABSTRAK

Polusi lingkungan akibat limbah plastik yang terlalu lama terurai telah menjadi
masalah global. Ada banyak solusi yang diusulkan, salah satunya adalah penggunaan
bioplastik. Bio-plastik dapat membantu mengurangi krisis energi serta mengurangi
ketergantungan pada bahan bakar fosil masyarakat kita. Mereka memiliki beberapa sifat
luar biasa yang membuatnya cocok untuk aplikasi yang berbeda. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menganalisis proses pembuatan plastik biodegradable dari pati singkong,biji
nangka, biji durian, jagung, ubi jalar, kentang, labu kuning serta tongkol jagung terhadap
degradasi mikroba. Metode yang digunakan dalam penelitian ini cukup bervariatif
bergantung dengan uji yang dilakukan yaitu pengukuran suhu leleh, biodegradabilitas,
penyerapan air, umur simpan, kekuatan tarik, kekuan dan perpanjangan putus. Pembuatan
bioplastik berbasis pati akan menghasilkan tingkat degradasi dan kekuatan yang
berbeda pula bergantung dengan ukuran pati yang digunakan, jenis plasticizer serta
mekanisme pembuatan yang digunakan. pada bioplastik berbasis pati singkong,ubi jalar,
pati jagung serta pati talas di dapatkan hasil bahwa tingkat degradasi dipengaruhi oleh
jumlah penambahan gliserol pada setiap pembuatan. Sedangkan pada bioplastik berbasis
kentang, tingkat degradasi berhubungan dengan tingkat pemaparan dari P. aeroginosa.
Bioplastik berbasis pati labu kuning memiliki biodegradable karakteristik selama 20 hari
inkubasi dalam medium psedumonas aeruginosa. sifat-sifat film bioplastik dari pati biji
nangka dan biji durian dipengaruhi oleh komposisi campuran pati dan konsentrasi gliserol.
Kata Kunci: Bioplastik, Biji Nangka, Biji Durian, Jagung, Kentang, Labu Kuning, Pati, Singkong,
Talas, Ubi Jalar

ABSTRACT
Environmental pollution due to the waste of plastic that has been decomposed for
too long has become a global problem. There are many solutions proposed, one of which is
the use of bioplastics. Bio-plastic can help reduce the energy crisis and reduce dependence
on fossil fuels in our society. They have some extraordinary properties that make them
suitable for different applications. The purpose of this study was to analyze the process of
making biodegradable plastics from cassava starch, jackfruit seeds, durian seeds, corn,
sweet potatoes, potatoes, pumpkin and corn cobs against microbial degradation. The
method used in this study is quite varied depending on the tests carried out, namely the
measurement of melting temperature, biodegradability, water absorption, shelf life, tensile
strength, strength and elongation at break. Making starch-based bioplastics will produce
1152
Topik Penelitian: Biodegradable Plastik dari pati

different levels of degradation and strength depending on the size of the starch used, the
type of plasticizer and the manufacturing mechanism used. in cassava starch-based
bioplastics, sweet potatoes, corn starch and taro starch, the results show that the
degradation rate is influenced by the amount of glycerol added at each manufacture.
Whereas in potato-based bioplastic, the level of degradation is related to the level of
exposure of P. aeroginosa. Bioplastics based on pumpkin starch have a biodegradable
characteristic for 20 days of incubation in psedumonas aeruginosa medium. the properties
of bioplastic films from jackfruit seeds and durian seeds are influenced by the mixture
composition of starch and glycerol concentration.
Keywords: Bioplastics, Jackfruit Seeds, Durian Seeds, Corn, Potatoes, Pumpkin, Starch,
Cassava, Taro, Sweet Potatoes

PENDAHULUAN

Sampah plastik telah menjadi masalah dunia. Indonesia adalah yang terbesar
kedua di dunia penyumbang limbah plastik setelah Tiongkok [1], karena menghasilkan
sekitar 100 juta ton plastik untuk berbagai sektor industri [2]. Menurut data terbaru
yang disediakan oleh INAPLAST (Asosiasi Industri Plastik Aromatik Oleafin
Indonesia), konsumsi plastik tahunan di Indonesia. Indonesia adalah 4,7 juta ton pada
2015, naik menjadi 5 juta ton pada 2016 [3], dan diprediksi mencapai 9,52 juta ton pada
tahun 2019 [4]. Salah satu obat untuk mengatasi masalah sampah plastik adalah dengan
membuat alternatif ramah lingkungan dari plastik konvensional, yaitu bioplastik (dapat
terurai secara hayati). Penggunaan plastik non-biodegradable dan plastik biodegradable
telah dihitung 69,1% dan 39,1% masing-masing [5]. Bioplastik adalah plastik
biodegradable yang dapat terdegradasi oleh mikroorganisme dari senyawa yang berasal
dari tumbuhan, seperti pati, selulosa, dan lignin [6]. Plastik biodegradable memiliki
kualitas fungsional yang sama seperti plastik konvensional, tetapi bisa saja terurai oleh
aksi mikroorganisme, yang menghasilkan air (H2O), karbon dioksida (CO2), dan
metana (CH4) [7]. Dengan kata lain, mereka dapat kembali ke alam setelah digunakan
karena memang bias rusak di lingkungan, maka plastik ramah lingkungan [8]. Plastik
konvensional membutuhkan waktu 50 tahun terurai di alam, sementara bioplastik dapat
terdegradasi 10 hingga 20 kali lebih cepat [9].
Pati adalah polimer alami yang diekstraksi dari tanaman dan dapat digunakan
untuk menghasilkan plastik yang dapat terbiodegradasi ramah lingkungan,
berkelimpahan, dan biaya rendah [10]-[12]. Sifat penting dari pati adalah semi-
kristalinitasnya. Struktur kristal pati dapat terganggu dengan adanya plasticizer, panas dan
geser. Oleh karena itu, untuk menghasilkan produk TPS, perlu untuk mengganggu butiran
pati dan melelehkan struktur kristal. Ini dicapai dengan membuat molekul pati mengalami
efek pemanasan dan geser dengan adanya air berlebih atau pemlastis lainnya yang dapat
membentuk ikatan hidrogen dengan gugus hidroksil pati. Ini menyebabkan molekul pati
menjadi kerusakan, (mengakibatkan kerusakan struktur kristal) dan menjadi gelatin dan
plastis dengan air. Akibatnya, massa amorf homogen (pati meleleh) terbentuk. Ketika
campuran pati / air gelatin terekspos ke atmosfer, air yang ada dalam massa mengembang
menjadi uap karena penurunan tekanan dan tekanan yang tiba-tiba. Plastik sintetis
membutuhkan waktu lama untuk terdegradasi di alam. Penggunaan pati sebagai agen
biodegradable mempercepat waktu degradasi di lingkungan.
.
1152
Topik Penelitian: Biodegradable Plastik dari pati

1152
Bioplastik dari Pati Singkong
Metode yang digunakan dalam pengujian adalah sintesis bioplastik,
pengamatan sifat morfologi bioplastik, penyerapan kelembaban dan
biodegradabilitas dari bioplastik. Pada pengujian sintesis bioplastik dihasilkan
bahwa Bioplastik yang dihasilkan keras, halus dan transparan. Morfologi
permukaan bioplastik diamati dengan SEM ditunjukkan pada Gambar 1. Pati
singkong terdiri dari semi-kristal struktur karena butirannya terganggu akibat
penambahan panas dan pelarut spesifik. Lalu, struktur semi-kristal akan
berubah menjadi bentuk amorf yang ditentukan menjadi rapuh. Gambar 2.
menunjukkan bahwa perubahan penyerapan air bioplastik bervariasi tergantung
pada variasi dalam konsentrasi gliserol. Semakin banyak gliserol, semakin tinggi
rasio pembengkakan air [23]. Ini berkaitan dengan sifat hidrofilik gliserol dan
pati. Sifat ini meningkatkan afinitas antara gliserol dan air sehingga menyebabkan
tingginya penyerapan air. Fakta bahwa adanya kandungan hidroksil (OH),
karbonil (CO) dan ester (COOH) pada pati singkong menunjukkan bahwa
konsentrasi sifat hidrofilik yang ada dalam bioplastik tinggi. Pengujian
biodegrabilitas dilakukan untuk mengetahui tingkat degradasi dari bioplastik di
lingkungan. Pada gambar 3. Ddapat dilihat bahwa masa bioplastik yang terkubur
selama 6 hari berkurang sebesar 50%, adanya pengurangan ini terjadi karena
bioplastik terdiri dari bahan alami yang dengan mudah di cerna oleh mikroba.
Penguraian sempurna terjadi pada hari ke 0 dimana bioplastik yang terurai
menjadi potongan kecil dan cepat menghilang karena adanya reaksi hidrolisis
setelah terjadi penyerapan air dari tanah.

Gambar 1. Morfologi Permukaan Bioplastik (A), Hasil Produksi Bioplastik


(B) Hasil Pengamatan menggunakan SEM (sumber jurnal Nanang dan Heru
dalam “Analysis of Biodegradation of Bioplastics Made of Cassava Starch”)

1159
Gambar 2. Hasil Pengujian Penyerapan Kelembaban di Berbagai
Konsentrasi Gliserol (A), 1,5% (v / v); (B), 2% (v / v); (C), 2,5% (v / v); dan
(D) 3% (v / v) (sumber jurnal Nanang dan Heru dalam “Analysis of
Biodegradation of Bioplastics Made of Cassava Starch”)

Gambar 3. Hasil Pengujian Degradasi Bioplastik dengan Berbagai Jumlah


Gliserol (A), 1,5% (v / v); (B), 2% (v / v); (C), 2,5% (v / v); dan (D) 3% (v /
v) (sumber jurnal Nanang dan Heru dalam “Analysis of Biodegradation of
Bioplastics Made of Cassava Starch”)

Resistensi terhadap degradasi bioplastik yang terbuat dari pati singkong


sangat dipengaruhi oleh jumlah gliserol yang digunakan sebagai plasticiser.
Semakin besar jumlah gliserol yang digunakan, semakin cepat proses degradasi
(degradasi total terjadi pada hari ke-9), semakin tinggi penyerapan air.

Bioplastik dari Pati Ubi Jalar


Metode yang digunakan dalam proses pembuatan bioplastik dari pati
ubi jalar ini adalah dengan metode Collado dan Corke [31]. Ubi jalar yang
1160
baru dipanen kemudian dicuci bersih dan direndam dalam air dingin selama
satu jam kemudian dikupas dan diiris. Irisan itu kemudian diparut dengan
halus dan direndam dalam air suling, setelah itu dicuci dan disaring
menggunakan kain saring. Filtrat (sampuran pati dan air) dilewatkan melalui
250 µm dan dibiarkan selama 2 jam agar molekul pati mengendap. Supernatan
kemudian di dekantasi sehingga menghasilkan sedimen pati yang selanjutnya
dikeringkan di oven dengan suhu 50˚C selama 5 jam. Terdapat 4 sampel yang
digunakan dalam pengujian yaitu A (100% berat pati), B (75% berat pati, 25%
berat PVOH), C (100% berat pati ditambah gliserol) dan D (75% berat pati, 25%
berat PVOH ditambah gliserol). Sampel A terdiri dari 20 g tepung ubi jalar
dicampur dengan 20 ml air suling dingin dalam gelas 250 ml. Sampel B terdiri
dari 15 g pati dicampur dengan 5 g PVOH, dan 20 ml air suling dingin
ditambahkan ke dalam campuran dalam gelas kimia 250 ml. Sampel C terdiri dari
20 g pati dicampur dengan 15 ml gliserol dalam gelas 250 ml. Sampel D terdiri
dari 15 g pati dicampur dengan 5 g PVOH, dan 15 ml gliserol ditambahkan ke
dalam campuran dalam gelas kimia 250 ml. Bubur pati diaduk keras dan suhu
awal diambil. Gelas itu dijepit ke dudukan retort, dan dipanaskan sementara bubur
pati diaduk terus menerus sampai menjadi plastis. Suhu di mana pati itu plastis
dicatat. Uji yang dilakukan yaitu uji leleh dari bioplastik dan tingkat kelarutan
bioplastik. Jika dilihat dari Tabel 1. hasil uji yang didapatkan adalah titik leleh
sampel A lebih rendah jika dibandingkan dengan sampel B ini dikarenakan
adanya campuran dari PVOH dalam pati yang menyebabkan kuatnya ikatan antar
molekul sehingga menghasilkan suhu leleh yang lebih tinggi. Sedangkan sampel
C dan D jauh lebih rendah daripada sampel A dan B sebagai akibat dari
penambahan gliserol sebagai plasticizer dalam sampel. Sedangkan dalam uji
tingkat kelarutan yang dilihat dari Tabel 2 sampel A dan B sedikit terlarut dalam
air dingin dan semua sampel sangat terlarut dalam air panas. Hasil ini didapatkan
dari sifat hidrofilik yang dimiliki oleh pati dan PVOH sehingga dapat dengan
mudah hancur ketika bersentuhan dengan air [40].

Tabel 1. Hasil uji sifat fisik bioplastik dari pati ubi jalar (sumber jurnal Etong dan
Sanni dalam “Preparation and Characterization of Thermoplastic Starch from
Sweet Potato”)
sampel Suhu leleh (˚C) Suhu transisi gelas Kepadatan (g/cm3)
(˚C)
A 146 50,8 1,705
B 167 71,8 1,373
C 83,9 -11,3 1,148
D 94,5 -1,8 1,095

Tabel 2. Tingkat kelarutan bioplastik dari pati ubi jalar (sumber jurnal Etong dan
Sanni dalam “Preparation and Characterization of Thermoplastic Starch from
Sweet Potato”)
sampel Tingkat kelarutan
Air dingin Air panas benzena etanol xylen
A Sedikit larut Sangat larut Tidak larut Tidak larut Tidak larut
B Sedikit larut Sangat larut Tidak larut Tidak larut Tidak larut
C Sedikit larut Sangat larut Tidak larut Tidak larut Tidak larut
1161
D Sedikit larut Sangat larut Tidak larut Tidak larut Tidak larut
Bioplastik dari Pati Kentang
Bahan pati kentang di dapatkan dari dari Alvand co. Iran. Gliserol
dengan food grade diperoleh dari Merck co. Jerman. Anhidrida maleat polietilen
yang dicangkokkan (PE-g-Ma) diproduksi di Karankin Co., Iran. Minyak zaitun
digunakan sebagai pelembab. Bubuk pati telah plastis dengan 25% gliserol pada
180 ° C selama 10 menit. Sampel diproses dalam sistem HBI (Haake Buchler
Company dari Inggris) dengan 60 rpm dalam 160 ° C. Lembar sampel (0,4 mm
ketebalan) disiapkan dengan menggunakan Hot Mini Press. Terdapat beberapa
langkah dalam pembuatan yaitu persiapan cetakan pertumbuhan, persiapan
pertumbuhan bakteri, spektroskopi transformasi fourier (FTIR), peminddaian
mikroskop elektron dan degradasi tanah. Menurut standar, 8 jenis spesies jamur
yang termasuk Aspergillus niger, Aspegillus terreus, Aureobasidium pullulans,
Poecilomyces variotii, Penicillium funiculosum, Penicillium ochrochloron,
Scopulariopsis brevicaulis dan Trichoderma viride digunakan untuk pengujian.
Pada Gambar 4 menunjukkan degradasi LDPE dan LDPE / pati kentang di tanah.
Potongan plastik terkubur di tanah yang terdiri dari kompos, limbah kota, tanah
kebun dan P. aeruginosa; sebagai pengurai tambahan, tanah itu kombinasi adalah
simulasi tempat pembuangan sampah. Lingkungan tanah mengandung berbagai
jenis mikroorganisme dan makroorganisme. Kehilangan berat strip polimer di
tanah dapat diasumsikan sebagai indikator biodegradasi di tempat pembuangan
sampah atau lingkungan alami.
Sedangkan pada Gambar 5 dapat dilihat bahwa spektroskopi transformasi
Fourier (FTIR) mengkonfirmasikan biodegradasi di lingkungan tanah dan
spektroskopi FTIR sebelum dan sesudah degradasi dalam tanah. FTIR
menunjukkan beberapa perubahan dalam LDPE/pati kentang setelah degradasi di
tanah. Penurunan spektrum tertinggi diamati pada 1700 cm-1 yang berasal dari
gugus karbonil tepung kentang. Pengurangan ini mengkonfirmasi degradasi
LDPE/tepung kentang di tanah. Maleic anhydride meningkatkan kompatibilitas
antara LDPE non-polar dan pati kentang polar [16].
Pada tabel 3 di dapatkan prosentase hasil uji degradasi oleh paparan P.
aeroginosa dimana di dapatkan prosentase penurunan berat polimer selama
degradasi. LDPE/ pati kentang menunjukkan penurunan bobot yang signifikan.
Dimana pati kentang merupakan satu-satunya sumber karbon untuk
mikroorganisme. Seperti yang ditunjukkan dikonfirmasi degradabilitas mikroba
LDPE berbasis pati kentang. Pemindaian mikrograf elektron (SEM) setelah
pajanan terhadap P. aeroginosa mengkonfirmasi penghapusan pati kentang dari
LDPE/campuran tepung kentang. Keberadaan maleat anhidrida menciptakan
hubungan antara LDPE dan tepung kentang, sehingga konsumsi tepung kentang
dalam lingkungan menyebabkan kerusakan matriks polimer. Konsumsi pati
kentang sebagai agen biodegradable memulai proses biodegradasi.

Tabel 3. Pemeriksaan visual dari LDPE/Pati Kentang yang dicampur selama


inkubasi
Pengaturan waktu (hari) LDPE LDPE/Pati Kentang
20 0 2
40 0 3 1162
84 0 3

Bioplastik dari Pati Jagung


Pembuatan bioplastik dari pati jagung serupa dengan pembuatan bioplastik dari
berbagai pati yang lain yaitu pencampuran antara pati, plasticizer dan energi
termomekanis. Menurut [17]. tingkat kristanilitas diperkirakan agak rendah
sehingga membutuhkan komposisiyang tepat untuk plasticizer dengan melakukan
penambahan gliserol. Penggunaan pati saja tidak dianjurkan dalam proses
pembuatan bioplastik karena kurangnya proses peleburan ketahanan pada
kelembaban. Dalam pembuatan bioplastik berbasis pati banyak faktor yang
mempengaruhi yaitu ukuran partikel pati, modifikasi pati (amilosa dan
amilopektin), formulasi plasticizer, metode dan kondisi pemrosesan, penguatan
dan kompatibilitas.

Bioplastik dari Pati Talas


Metode yang digunakan dalam pembuatan bioplastik dari pati talas adalah dengan
cara melakukan isolasi pati menggunakan enzim melalui pembuatan bubur talas
terlebih dahulu yang kemudian bubur talas tersebut dicampur dengan selulase dari
Aspergillus niger (Sigma-Aldrich, 0,3 U/mg) dan xilanase dari Thermomyces
lanuginosus (Sigma-Aldrich, 2.500 U/g) dan kombinasinya. Bubur diinkubasi
dengan berbagai konsentrasi selulase dan xilanase untuk waktu yang bervariasi
pada suhu yang berbeda sesuai desain eksperimental dalam pengocok inkubator.
Yang kemudian dilanjutkan dengan pembuatan desain eksperimen dan penstabilan
cair ke beku, kemudian dilanjutkan proses pelekatan serta proses pembengkakan
dan pemadatan Nilai-nilai hasil pati untuk berbagai kombinasi eksperimental
ditunjukkan pada Tabel 4. analisis regresi multilinear dari data menghasilkan
persamaan polinomial orde kedua untuk hasil pati. Analisis varians (ANOVA)
dilakukan untuk menentukan pengaruh signifikan dari variabel proses pada hasil
pati. Koefisien regresi dari berbagai istilah dalam persamaan untuk hasil pati
dalam faktor kode diperoleh dari Table 2. Kecukupan model diperiksa oleh
kurangnya uji kelayakan dan dengan mempertimbangkan dipasang R2, prediksi
R2, PRESS dan kecukupan presisi Kurang fit yang tidak signifikan (p> 0,05),
prediksi R2
sebanding dengan R2 yang dipasang, PRESS rendah dan presisi kecukupan
lebih tinggi dari 4, menyiratkan bahwa model yang dipasang memadai
memprediksi [18].

Bioplastik dari Pati Labu Kuning


Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati labu kuning,
kitosan, minyak jarak, etanol, natrium hidroksida pH 10, asam hidroklorida pH 5,
asam asetat 5%, mikroba Pseudomonas aeruginosa,nutrient agar (NA), Aquades,
aluminium foil. Metode yang digunakan adalah dengan cara Buah labu terlebih
dahulu dibersihkan dan dipisahkan dari kulit dan biji keras. Kemudian, dicuci
menggunakan air untuk menghilangkan jus buah yang terletak ditengah buah labu.
Proses selanjutnya adalah buah labu dipotong kecil-kecil dan ditambah cukup air.
Kemudian dicampur sampai menjadi bubur. Bubur labu kuning yang telah yang
diperoleh kemudian disaring dan didiamkan selama 50 menit, untuk mendapatkan 1163
endapan. Setelah sterilisasi untuk 50 menit, endapan masih bercampur dengan air
yang disaring kembali sehingga diperoleh pati basah endapan. Endapan pati basah
dikeringkan dengan oven untuk mendapatkan pati yang siap digunakan
sebagaibahan baku bioplastik. Sintesis bioplastik dilakukan dengan menimbang
kitosan dan pati labu kuning dengan massa yang telah ditentukan berbeda-beda
Tabel 4. Kemudian kitosan dilarutkan menjadi 5% asam asetat sambil diaduk
dengan pengaduk magnet. Hal yang sama juga diterapkan pada labu kuning pati
sampai semua pati larut. Keduanya dicampur dalam gelas kimia dan ditambahkan
dengan 15% minyak jarak. Setelah sampel mulai membentuk gel, sampel
dituangkan ke dalam cetakan dan dikeringkan di atas kompor panas pada 75 ° C
sampai semua pelarut menguap dan film plastik diperoleh.

Tabel 4. Desain experimen dari Sintetis Bioplastik


Kode Chitosan/pati Berat Berat pati Berat total (g)
(%) chitosan (g)
(g)
CP46 40/60 0,56 0,84 1,40
CP55 50/50 0,70 0,70 1,40
CP64 60/40 0,84 0,56 1,40

Hasil bioplastik yang di dapatkan memiliki adalah kecepatan tarik 100 mm


/ mnt dengan beban maksimum 500 N. sampel dijepit. Hasil uji kuat tarik dari
bioplastik pati labu dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan data pada Tabel 5,
kekuatan tarik sampel bioplastik dipengaruhi oleh variasi komposisi pati labu
kuning dan kitosan, di mana kekuatan tarik tertinggi. ditemukan dalam komposisi
pati / kitosan 40/60 dari 6,787 Mpa. Sedangkan kekuatan tarik terendah adalah
dalam komposisi 60/40 dari 2,563 Mpa. Berdasarkan hasil uji tarik ini,
menunjukkan bahwa Komposisi kitosan sangat berpengaruh terhadap peningkatan
nilai kekuatan tarik bioplastik pati labu diproduksi. Hal ini disebabkan komposisi
chitosan yang lebih besar yang mendorong pembentukan ikatan hidrogen dengan
molekul pati yang lebih kuat [19].
Tabel 5. Kekuatan tarik, elastisitas dan modulus young dari film bioplastik
No. Chitosan/pati Kekuatan tarik Kelenturan (%) Modulus Young
(%) (Mpa) (Mpa)
1 40/60 6,787 ± 0,274 13,451 ± 3,709 6,093
2 50/50 2,912 ± 0,470 013,278 ± 4,413 2,176
3 60/40 2,563 ± 1,055 7,285 ± 1,135 5,263

Uji biodegradasi dilakukan dengan menginkubasi film bioplastik dalam


medium kultur pseudomonas aeruginosa. Film ini diinkubasi dalam jangka waktu
5 hari hingga 20 hari. Permukaan film biodegradasi pada berbagai rentang waktu
disajikan pada Gambar 3. Berdasarkan gambar 3, terlihat bahwa sampel mulai
berubah setelah inkubasi 5 hari di media psedomonas aeruginosa. Setelah 10 hari
inkubasi terlihat di media telah terjadi perubahan warna, terutama film dengan
lebih banyak pati konten. Setelah proses biodegradasi 30 hari, film telah benar-
benar biodegradable, di mana film sulit untuk dipisahkan dari media karena
kerusakan. Film dengan konten pati yang lebih besar lebih mudah biodegradable.
1164
Hal ini disebabkan oleh adanya ikatan glukosidik dalam unit amilosa dan
amilopektin. Adanya ikatan ini menyebabkan molekul pati lebih mudah
terdegradasi melalui hidrolisis mekanisme.
Dari penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa film yang
dihasilkan dari Bioplastik berbasis pati labu kuning memiliki biodegradable
karakteristik selama 20 hari inkubasi dalam medium psedumonas aeruginosa.
Mekanis sifat bioplastik sangat ditentukan oleh komposisi pati dan kitosan,
dimana semakin tinggi kandungan kitosan, nilai kekuatan tarik dan modulus muda
meningkat. Itu kapasitas adsorpsi pelarut air, asam klorida dan natrium hidroksida
lebih tinggi dengan peningkatan kandungan pati dalam komposisi plastik.

Bioplastik dari Pati Biji Nangka dan Biji Durian


Biji nangka dan durian diperoleh dari perkebunan buah yang berlokasi di
Ambarawa, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Benih dibersihkan dan dikupas
secara manual dan dipotong menjadi irisan tipis. Kemudian irisan dikeringkan
dengan matahari selama 2 hari, digiling, dan disaring hingga –100 +140 mess.
Gliserol sebagai plasticizer dan bahan kimia lain yang digunakan dalam pekerjaan
ini adalah dari tingkat analitik dan dibeli dari Merck. Film-film disiapkan dengan
teknik casting. Campuran tepung (MF) dengan beragam komposisi didispersikan
dalam air suling untuk membentuk campuran 10% (b / b). Gliserin dengan
konsentrasi 0,30 dan 0,40 g / g MF kemudian ditambahkan ke dalam campuran.
Tabel 1 menunjukkan variasi terperinci dan pengkodean untuk film. Setelah
menambahkan solusi 0,1 N HCl sebanyak 1,1 mL · g-1 MF ke dalam campuran,
kemudian dipanaskan hingga 95˚C dengan konstan aduk pada 200 rpm selama 10
menit. Solusinya kemudian dinetralkan dengan 0,1 N NaOH larutan, degassed di
bawah vakum selama 20 menit, dicor pada plat akrilik 20 x 20 cm, dan
dikeringkan pada 50˚C selama 20 jam. Sebelum karakterisasi, film yang
dihasilkan disimpan di suhu kamar selama 7 hari di lingkungan dengan
kelembaban relatif 60%.
Dari gambar 4. dapat dilihat bahwa modulus dan kekuatan tarik dari film-
film yang dibuat dari pati biji nangka jauh lebih tinggi daripada yang hanya
terbuat dari pati biji durian untuk kedua gliserol. Perbedaan dalam sifat film dapat
dikaitkan dengan komposisi kimia dari pati. Grup hidroksil yang tersedia pada
rantai pati berpartisipasi dalam pembentukan ikatan hidrogen [20]. Namun, rantai
linier amilosa dapat berinteraksi dengan hidrogen obligasi ke tingkat yang lebih
tinggi daripada rantai amilopektin yang bercabang [21]. Jadi, amilosa
berkontribusi lebih signifikan terhadap sifat mekanik film daripada amilopektin
[22 - 24]. Alasan lain adalah keterikatan mudah rantai amilosa linier panjang,
yang dapat bertindak sebagai penguatan diri sendiri [25]. Karena alasan inilah,
tepung biji nangka sudah ada kandungan amilosa yang lebih tinggi, bisa membuat
film lebih kuat dari tepung biji durian. Hasil ini konsisten dengan yang diperoleh
oleh Li et al. [25], Rindlav-Westling et al. [26], dan Cano et al. [27]. Menurut
Rindlav-Westling et al. [26], kekuatan tarik film yang dibuat amilosa murni
adalah 20 MPa sedangkan amilopektin murni adalah 6 MPa. Kekuatan tarik film
dalam karya ini lebih rendah dari nilai-nilai yang ditemukan oleh Rindlav-
Weslting et al. [26]. Ini bisa jadi akibat dari adanya penyimpangan di tingkat
mikro, dan adanya lipid dalam tepung.
1165
Gambar 4. Modulus young, kekuatan tarik serta kelenturan dari bioplastik dari
pati biji nangka dan pati biji durian

Film biodegradable terbuat dari biji nangka dan tepung biji durian telah
dikembangkan. Dari pengujian diatas, maka di dapatkan sifat-sifat film bioplastik
dari pati biji nangka dan biji durian dipengaruhi oleh komposisi campuran pati
dan konsentrasi gliserol. Pati biji nangka berkontribusi terhadap kekuatan dan
perpanjangan saat putus film karena kandungannya yang lebih tinggi dalam
amilosa. Di temukan juga bahwa konsentrasi gliserol yang lebih tinggi akan
menghasilkan nilai modulus young yang lebih rendah dan kekuatan tarik dan nilai
perpanjangan yang lebih tinggi saat putus. modulus dan kekuatan tarik
dibandingkan dengan film yang terbuat dari tepung beras [13]. Ini membuat pati
biji nangka dan biji durian berpotensi untuk dikembangkan sebagai film yang
dapat terurai secara hayati itu dipersiapkan hanya dari sumber-sumber
alami,sehingga membuatnya lebih terurai dengan mudah oleh mikroba dan
karenanya ramah lingkungan.

1166
SIMPULAN

Pembuatan bioplastik berbasis pati akan menghasilkan tingkat


degradasi dan kekuatan yang berbeda pula bergantung dengan ukuran pati
yang digunakan, jenis plasticizer serta mekanisme pembuatan yang
digunakan. pada bioplastik berbasis pati singkong,ubi jalar, pati jagung serta pati
talas di dapatkan hasil bahwa tingkat degradasi dipengaruhi oleh jumlah
penambahan gliserol pada setiap pembuatan. Sedangkan pada bioplastik berbasis
kentang, tingkat degradasi berhubungan dengan tingkat pemaparan dari P.
aeroginosa. Dari penjelasan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa film yang
dihasilkan dari Bioplastik berbasis pati labu kuning memiliki biodegradable
karakteristik selama 20 hari inkubasi dalam medium psedumonas aeruginosa.
Mekanis sifat bioplastik sangat ditentukan oleh komposisi pati dan kitosan,
dimana semakin tinggi kandungan kitosan, nilai kekuatan tarik dan modulus muda
meningkat. Itu kapasitas adsorpsi pelarut air, asam klorida dan natrium hidroksida
lebih tinggi dengan peningkatan kandungan pati dalam komposisi plastik. Dari
pengujian diatas, maka di dapatkan sifat-sifat film bioplastik dari pati biji nangka
dan biji durian dipengaruhi oleh komposisi campuran pati dan konsentrasi
gliserol. Pati biji nangka berkontribusi terhadap kekuatan dan perpanjangan saat
putus film karena kandungannya yang lebih tinggi dalam amilosa. Di temukan
juga bahwa konsentrasi gliserol yang lebih tinggi akan menghasilkan nilai
modulus young yang lebih rendah dan kekuatan tarik dan nilai perpanjangan yang
lebih tinggi saat putus

1167
DAFTAR PUSTAKA

[1] J. R. Jambeck, R. Geyer, C. Wilcox, T. R. Siegler, M. Perryman, A. Andrady,


R. Narayan, and K. Lavender, “Plastic waste inputs from land into the ocean,”
Science (80 )., vol. 347, no. 6223, pp. 768–770, 2015.
[2] LIPI, “Bahan Plastik Ramah Lingkungan - Pusat Penelitian Bioteknologi-
LIPI,” Bahan Ramah lingkungan, 2007.
[3] H. Suryanto, P. T. Hutomo, R. Wanjaya, and P. Puspitasari, “The Stucture of
Bioplastic from Cassava Starch with Nanoclay Reinforcement,” AIP Int.
Proceding Int. Mech. Eng. Eng. Educ., vol. 30027, pp. 1–4, 2016.
[4] [CNN, “Indonesia Penyumbang Sampah Plastik Terbesar Kedua Dunia,”
2016.
[5] European Bioplastic, “European Bioplastic,” 2015.
[6] L. Averous, “Biodegradable Multiphase Systems Based on Plasticized Starch:
A Review,” Macromol.Sci. Part C Polym. Rev., vol. 44, no. 3, pp. 231–274, 2004.
[7] V. G. L. Souza and F. A. Luisa, “Nanoparticles in food packaging:
Biodegradability and potential migration to food-A review,” Food Packag. Shelf
Life, vol. 8, pp. 63–70, 2016.
[8] J. M. Sakra, “Biodegradable Pati Kentang Sebagai Bahan Plastik,” Jaringan
Penelitian KTI, 2015.
[9] M. I. Kartika, “Pati, Bahan Dasar untuk Membuat Plastik,” Kompas, 2012.
[10] S. Domenek, P. Feuilloley, J. Gratraud, H. Morel Marie, and S. Guilbert,
“Biodegradability of wheat gluten based bioplastics,” Chemosphere, vol. 54, no.
4, pp. 551–559, 2004.
[11] Y. Song and Q. Zheng, “Preparation and properties of thermo-molded
bioplastics of glutenin-rich
fraction,” Cereal Sci., vol. 48, no. 1, pp. 77–82, 2008.
[12] G. J. Gutierrez, P. Partal, M. G. M., and C. Gallegos, “Effect of processing
on the viscoelastic, tensile and optical properties of albumen/starch-based
bioplastics,” Carbohydr. Polym., vol. 84, no. 1, pp. 308–315, 2011.
[13] S. Wafiroh, T. Ardiarto, and E. T. Agustin, “Pembuatan dan Karakterisasi
Edible Film dari Komposit Kitosanpati Garut (Maranta Arundinaceae L) dengan
Pemlastis Asam Laurat,” J. Math. Sci., vol. 13, no. 1, 2010.
[14] L. Collado, and H. Corke, Properties of starch noodles as affected by sweet
potato genotype. Journal of Cereal Chemistry, 74(2), 1997,182-187.
[15] D. Preechawong, M. Peesan, P. Supaphol, and R. Rujiravanit,), Preparation
and characterization of starch/poly lactic hybrid foams. Journal of Carbohydrate
Polymers, 59,2004, 329–337
[16] Wang S, Yu J, Yu J (2005). Compatible thermoplastic starch/polyethylene
blends by one-step reactive extrusion; Polym. Int. 54: 279-285.
[17] Thunwall, M., A. Boldizar and M. Rigdahl. 2006a. Extrusion processing of
high amylase potato starch materials. Carbohydrate Polymer 11: 419-428.
[18] Corzo O, Bracho N, Va’squez AA, Pereira A (2008) Optimization of a
thin layer drying process for coroba slices. J Food Eng 85:372–380
[19] Akter N, Khan R A, Tuhin M O, Hagu M E, Nurnabi M, Parvin F, and Islam
R 2014 J. Therm.
1168
Comp. Mat. 27 (7) 933-48 dalam M. Hasan, R F I Rahmayani, dan
Munandar.2018. bioplastic from chitosan and yellow pumpkin starch with castor
oil as plasticizer. Universitas Syiah Kuala : Darussalam Banda Aceh.
[20] Lu, J., Yan, F., Texter, J.: Advanced Applications of Ionic Liquids in
Polymer Science, Progress in Polymer Science, 2009, 34, 431–448; dalam Diah S.
Retnowati, Ratnawati, Apriliana Prubasari. 2015. A Biodegradable Film from
Jackfruit (Artocarpus Heterophylus) and Durian (Durio zibethinus) Seed Flours.
Semarang.
[21] Wittaya, T.: Rice Starch-Based Biodegradable Films: Properties
Enhancement in: Structure and Function of Food Engineering (Editor: Eissa,
A.A.), Intech, 2012, 103-108; dalam Diah S. Retnowati, Ratnawati, Apriliana
Prubasari. 2015. A Biodegradable Film from Jackfruit (Artocarpus Heterophylus)
and Durian (Durio zibethinus) Seed Flours. Semarang.
[22] Alves, V.D., Mali, S., Beléia, A., Grossmann, M.V.E.: Effect of Glycerol and
Amylose
Enrichment on Cassava Starch Film Properties, Journal of Food Engineering,
2007, 78 , 941- 946; dalam Diah S. Retnowati, Ratnawati, Apriliana Prubasari.
2015. A Biodegradable Film from Jackfruit (Artocarpus Heterophylus) and
Durian (Durio zibethinus) Seed Flours. Semarang.
[23] Lourdin, D., Valle, G.D., Calonna. P.: Influence of Amylose Content on
Starch Films and Foams, Carbohydrate Polymers, 1995, 27, 261-270; dalam Diah
S. Retnowati, Ratnawati, Apriliana Prubasari. 2015. A Biodegradable Film from
Jackfruit (Artocarpus Heterophylus) and Durian (Durio zibethinus) Seed Flours.
Semarang.
[24] Rindlav-Westling, Å., Stading, M., Hermansson, A.M., Gatenholman, P.:
Structure, Mechanical and Barrier Properties of Amylose and Amylopectin Films,
Carbohydrate Polymers, 1998, 36, 217-224; dalam Diah S. Retnowati, Ratnawati,
Apriliana Prubasari. 2015. A Biodegradable Film from Jackfruit (Artocarpus
Heterophylus) and Durian (Durio zibethinus) Seed Flours. Semarang.
[25] Li, M., Liu, P., Zou, W., Yu, L., Xie, F., Pu, H., Liu, H., Chen, L.:
Extrusion Processing and Characterization of Edible Starch Films with Different
Amylose Contents, 2011, Journal of Food Engineering, 2011, 106, 95-101;
dalam Diah S. Retnowati, Ratnawati, Apriliana Prubasari. 2015. A
Biodegradable Film from Jackfruit (Artocarpus Heterophylus) and Durian
(Durio zibethinus) Seed Flours. Semarang.
[26] Cano, A., Jiménez, A., Cháfer, M., Gónzalez, C., Chiralt, A.: Effect of
Amylose:Amylopectin Ratio and Rice Bbran Addition on Starch Flms
Properties, Carbohydrate Polymers, 2014, 111, 543-555; dalam Diah S.
Retnowati, Ratnawati, Apriliana Prubasari. 2015. A Biodegradable Film from
Jackfruit (Artocarpus Heterophylus) and Durian (Durio zibethinus) Seed Flours.
Semarang.

1169

Anda mungkin juga menyukai