Anda di halaman 1dari 32

1

BAB I
DEFINISI

Rumah Sakit Musi Medika Cendikia Palembang adalah organisasi yang berkiprah
dalam bidang jasa pelayanan kesehatan perorangan. Dalam penyelenggaraan upaya pelayanan
pada pasien rumah sakit didukung oleh banyak jenis keterampilan SDM baik yang berbentuk
profesi maupun non profesi.
Dalam menjalankan kegiatannya Rumah Sakit Musi Medika Cendikia Palembang
menyadari bahwa pelayanan yang diberikan kepada pasien dalam bentuk bermacam - macam
asuhan yang merupakan bagian dari suatu sistem pelayanan yang terintegrasi dengan para
profesional di bidang pelayanan kesehatan. Dengan adanya pedoman ini diharapkan Rumah
Sakit Musi Medika Cendikia Palembang dapat menerapkan model pelayanan yang akan
membangun suatu kontinuitas pelayanan, menyelaraskan kebutuhan asuhan pasien dengan
pelayanan yang tersedia di rumah sakit, mengkoordinasikan pelayanan, kemudian
merencanakan pemulangan dan tindakan selanjutnya. Hasilnya adalah meningkatnya mutu
asuhan pasien dan efisiensi penggunaan sumber daya yang tersedia di rumah sakit.
Setiap pasien yang datang ke Rumah Sakit Musi Medika Cendikia Palembang harus
dijamin aksesnya untuk mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan, terjamin pula kontinuitas
pelayanan yang didapat, serta mendapatkan pelayanan yang terkoordinasi dan terintegrasi
dari berbagai asuhan dari para profesional pemberi asuhan pasien. Sehingga diharapkan hasil
pelayanan yang efektif, efisien dan menjamin keselamatan pasien, yang akhirnya bermuara
pada kepuasan pasien dan pemenuhan hak pasien.
Beberapa hal penting yang harus dikelola oleh rumah sakit adalah mengenali dengan
baik kebutuhan pasien yang mana yang dapat dilayani oleh rumah sakit, mengatur pemberian
pelayanan yang efisien kepada pasien, dan melakukan rujukan ke pelayanan yang tepat baik
di dalam maupun keluar rumah sakit serta mengatur pemulangan pasien yang tepat ke rumah.
Rumah Sakit Musi Medika Cendikia Palembang, adalah rumah sakit yang memberikan
pelayanan pada unit unit gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, ruang tindakan dan ruang
perawatan khusus. Penyelenggaraan pelayanan dilaksanakan oleh berbagai kelompok
profesi . Para profesional utama yang memberikan asuhan kepada pasien di rumah sakit
adalah staf medis baik dokter maupun dokter spesialis, staf klinis keperawatan (perawat dan
bidan), nutrisionis dan farmasis yang rutin dan pasti selalu berkontak dengan pasien, akan
tetapi tidak kalah pentingnya profesional lain yang berfungsi melakukan asuhan penunjang
berupa analis laboratorium, penata rontgen, fisioterapis.
2

Secara garis besar ada empat kelompok SDM yang mendukung jalannya rumah sakit
yaitu, kelompok medis memberikan pelayanan asuhan medis, kelompok keperawatan
memberikan pelayanan asuhan keperawatan, serta kelompok keteknisian medis yang
memberikan pelayanan penunjang medis, dan akhirnya adalah kelompok administrasi yang
memberikan pelayanan administrasi manajemen.
Pedoman ini akan membahas pengaturan apa dan bagaimana yang perlu dibuat di
rumah sakit sejak pasien menginjakkan kakinya di rumah sakit sampai pasien dipulangkan
kerumah atau dirujuk ke sarana kesehatan lain. Standar tersebut disebut standar pelayanan
berfokus pasien, yang di antaranya adalah Assesmen pasien.
Assesmen pasien merupakan langkah guna mengidentifikasi sejauh mana kebutuhan
pasien akan pelayanan kesehatan. Keputusan mengenai jenis pelayanan yang paling tepat
untuk pasien, bidang spesialisasi yang paling tepat, penggunaan pemeriksaan penunjang
diagnostik yang paling tepat, sampai penanganan perawatan, gizi, psikologis dan aspek lain
dalam penanganan pasien di rumah sakit merupakan keputusan yang diambil berdasarkan
assesmen.
Untuk itu, Rumah Sakit Musi Medika Cendikia Palembang membuat kebijakan
mengenai proses assesmen pasien sebagai acuan standar dalam proses assesmen. Untuk
mencapai ini, rumah sakit menetapkan isi minimal dari assesmen awal medis dan
keperawatan serta assesmen lain. Juga ditetapkan kerangka waktu yang disyaratkan untuk
menyelesaikan assesmen dan pendokumentasi assesmen awal tersebut.
Selain assesmen awal medis dan keperawatan adalah penting untuk instalasi pelayanan,
kemungkinan diperlukan assesmen tambahan dari praktisi pelayanan kesehatan lain termasuk
assesmen khusus dan assesmen individual.
Semua assesmen ini harus terintegrasi dan kebutuhan pelayanan yang paling urgen
harus di identifikasi / ditetapkan. Rencana asuhan pasien harus dibuat berdasarkan data
assesmen awal ini.
Juga pada keadaan gawat darurat, assesmen awal medis dan keperawatan, dapat
dibatasi pada kebutuhan dan kondisi yang nyata. Juga apabila tidak ada waktu untuk mencatat
riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik yang lengkap dari seorang pasien gawat darurat
yang perlu dioperasi, dibuat catatan pada diagnosis praoperatif sebelum tindakan
dilaksanakan.
3

BAB II
RUANG LINGKUP

 Acuan
Pada pelaksanaannya dalam mengasesmen awal pasien dirumah Rumah Sakit
Musi Medika Cendikia Palembang mengacu pada :
4

1. Undang - undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 Tentang Rumah


Sakit;
2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 856 / Menkes / SK /
IX / 2009 tentang Standar Instalasi Rawat Inap dan Rawat jalan Rumah Sakit;

3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 / Menkes / SK / II / 2008 tentang


Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.

4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269 / Menkes / Per / III / 2008 / tentang
Rekam Medis.

5. Undang – undang Republik Indonesia Nomor 29 / 2004 tentang praktik


kedokteran

 Tujuan
Tujuan utama dari assesmen pasien adalah :
1. Untuk menetapkan alasan kenapa pasien perlu datang berobat kerumah sakit.
2. Mengumpulkan informasi tentang identitas pasien, keluhan utama dan riwayat
perjalanan penyakit sekarang.
3. Untuk mengevaluasi hasil asesmen awal di rawat jalan / UGD / rawat inap
4. Untuk menentukan diagnosis awal pasien.
5. Untuk menentukan kebutuhan pelayanan medis terhadap pasien sehingga
pelayanan dan pengobatan dapat dimulai.

1. Assesmen Awal
Adalah proses pengidentifikasian kebutuhan dan jenis pelayanan pasien
untuk memahami kebutuhan pelayanan medis dan pelayanan keperawatan
sehingga pelayanan dan pengobatan dapat dimulai.

Assesmen awal dari seorang pasien, rawat jalan pengobatan dan rawat inap,
sangat penting untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien dan untuk memulai
proses pelayanan. Assesmen awal memberikan informasi untuk : (1) memahami
pelayanan apa yang dicari pasien, (2) memilih jenis pelayanan yang terbaik bagi
pasien, (3) menetapkan diagnosis awal, (4) memahami respon pasien terhadap
pengobatan sebelumnya.
Untuk mendapatkan informasi ini, assesmen awal termasuk evaluasi kondisi
medis pasien melalui pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatannya. Kemudian
dokter menetapkan diagnosis, rencana penatalaksanaan (pengobatan dan
5

tindakan), meminta persetujuan tindakan bila diperlukan (informed concent), agar


kebutuhan dan jenis pelayanan pasien baik kebutuhan pelayanan medis ataupun
pelayanan keperawatan sehingga pelayanan dan pengobatan dapat dimulai.
Semua hasil temuan dari hasil assesmen termasuk apabila ada observasi
klinis, konsultasi, spesialistik dan hasil pengobatan, didokumentasikan pada
rekam medis, dicantumkan tanggal dan waktu pemeriksaan serta ditandatangani
oleh dokter pemeriksa.

2. Assesmen Ulang
Assesmen ulang didokumentasikan pada lembar CPPT ( Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi dengan menggunakan metode SOAP
( Subyektif, Obyektif, Assesmen, Planning ).
a) Bagian Subyektif berisi informasi tentang pasien yang meliputi informasi yang
diberikan oleh pasien, anggota keluarga, orang lain yang dianggap penting,
atau yang merawat. Jenis informasi dalam bagian ini meliputi :
1) Keluhan/gejala-gejala atau alasan utama pasien dating ke RS,
menggunakan kata – katanya sendiri ( keluhan utama )
2) Riwayat penyakit saat ini yang berkenan dengan gejala – gejala
( riwayat penyakit saat ini )
3) Riwayat penyakit dahulu
4) Riwayat pengobatan, termasuk kepatuhan dan efek samping
( dari pasien, bukan dari profil obat yang terkomputerisasi )

5) Alergi
6) Riwayat sosial/keluarga
b) Bagian obyektif berisi infomasi tentang pemeriksaan fisik, tes – tes diagnostik
dan laboratorium, terapi obat
c) Bagian Assesmen menilai kondisi pasien untuk diterapi
d) Bagian Planing berisi rencana pemeriksaan tambahan yang dibutuhkan,
rencana terapi yang akan diberikan dan rencana pemantauan khusus yang akan
dilakukan untuk menilai perkembangan kondisi pasien.
Dengan format dokumentsi yang sistematik, konsisten, dan seragam
tersebut maka lembar SOAP akan menjadi rencana berbagai asuhan pasien
menjadi lebih efisien.catatan SOAP adalah format yang akan digunakan pada
keseluruhan tindakan medis, keperawatan, dalam rencana terapi/terapeutik serta
asuhan pasien.

3. Pemeriksaan Penunjang
6

Untuk menegakkan diagnosis terkadang dibutuhkan konfirmasi pemeriksaan


penunjang seperti laboratorium ,radiodiagnostik, dll. Semua catatan disimpan
dalam rekam medis pasien.

4. Assesmen Tambahan
Apabila pada assesmen awal ditemukan kebutuhan akan diagnosis lain selain
diagnosis utama, maka diperlukan assesmen tambahan dan perlu dikonsultasikan
ke bagian lain atau ke RS lain yang mempunyai fasilitas yang lebih lengkap.
Apabila didapatkan assesmen tambahan, maka diperlukan persetujuan dari pasien
atau keluarganya tentang rencana konsultasi ke bagian lain. Bila keluarga pasien
atau pasien menolak maka harus dicatat dalam lembar pengkajian.

5. Assesmen Khusus
Pada assesmen awal terdapat pula pengkajian tentang assesmen khusus, yaitu :
a. Skrinning nyeri d. Status Psikologis
b. Skrinning gizi e. Status sosial ekonomi
c. Risiko jatuh f. Kebutuhan fungsional

Semua assesmen di atas perlu dikaji sesuai dengan kondisi pasien.


Khusus assesmen nyeri, gizi, risiko jatuh, status fungsional perlu dilakukan
monitoring selama pasien dalam status rawat inap, serta rawat jalan bila didapatkan
kendala.

6. Assesmen Individual
Pasien dengan kondisi khusus di RS Musi Medika Cendikia
Palembang yaitu : anak-anak, Dewasa Muda, Sakit terminal, obgyn, psikiatri, pasien
dengan infeksi atau penyakit menular.
7

BAB III

TATA LAKSANA

Dengan mengacu dan berpedoman pada ketentuan diatas,Karumkit Musi Medika


Cendikia Palembang NOMOR Kep /284 / XII / 2015 TENTANG PELAYANAN
ASSESMEN PASIEN DI RUMAH SAKIT TK II DR.AK.GANI memberlakukan standar
prosedur operasional assesmen awal dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit
Musi Medika Cendikia Palembang, maka diperlukan penyelenggaraan proses pemberian
informasi di unit rawat inap dan rawat jalan ,pelayanan instalasi rawat inap dan rawat jalan
rumah sakit Musi Medika Cendikia Palembang dapat dilaksanakan dengan baik.

1. ISI MINIMAL ASSESMEN

Agar assesmen kebutuhan pasien menjadi konsisten ,maka rumah sakit menentukan
isi minimal asesmen pasien sesuai dengan disiplin dalam lingkup praktek / profesi, perizinan ,
undang – undang dan peraturan terkait. Isi minimal dari assesmen, harus dilaksanakan oleh
dokter dan perawat dan staf disiplin klinis lainya.

RS Musi Medika Cendikia Palembang telah menetapkan isi minimal assesmen


sebagai berikut :

a. assesmen awal medis dan keperawatan rawat inap terintegrasi (general)


b. assesmen awal medis dan keperawatan rawat jalan terintegrasi (general)
c. assesmen awal medis dan keperawatn pra anestesi dan sedasi

2.KERANGKA WAKTU ASSESMEN PASIEN :

a. PASIEN RAWAT INAP

 assemen awal pasien rawat inap harus di kaji maksimal dalam waktu 1x 24 jam
setelah pasien masuk rawat inap, bila kondisi pasien mengharuskan maka assesmen
awal medis dan keperawatan dilaksanakan lebih cepat / dini.

 jika pada saat penerimaan sebagai pasien rawat inap assesmen awal sudah lebih dari
30 hari, maka dokter atau perawat harus mereviu pengkajian awal terdahulu dan
memutuskan apakah perlu pengkajian awal di ulangi secara lengkap atau hanya
mencatat perubahan yang terjadi menyangkut keluhan dan pemeriksaan fisik di buat
dalam lembar assesmen awal rawat inap.

b. PASIEN RAWAT JALAN


8

 Pengkajian Keperawatan pasien rawat jalan maksimal 15 menit sejak pasien datang ke
poli.

 Pengkajian medis pasien rawat jalan maksimal 10 menit sejak ditangani oleh tenaga
medis

 assesmen awal yang di lakukan di luar rumah sakit atau praktek pribadi dokter tidak
boleh lebih dari 30 hari. Apabila lebih dari 30 hari, maka riwayat kesehatan harus di
perbaharui dan pemeriksaan fisik harus di ulangi.

 assesmen awal saat penerimaan pasien rawat jalan sudah lebih dari 30 hari, maka
dokter harus meriviu atau mememeriksa ulang.

 jika pada saat penerimaan sebagai pasien rawat jalan assesmen awal kurang dari 30
hari, maka perubahan signifikan yang terjadi di catat dalam lembar CPPT (Catatan
perkembangan pasien terintegrasi)

c. PASIEN UGD

1. Kerangka waktu pasien di UGD :

 waktu yang di perlukan untuk assesmen di UGD maksimal 2 jam.

 apabila pasien dalam kondisi tidak stabil, maka waktu assesmen di UGD maksimal 6
jam.

2. Semua assesmen yang berasal dari luar rumah sakit harus dinilai ulang dan diverifikasi
pada saat pasien masuk UGD

3. Assesmen yang berasal dari luar rumah sakit dapat dilengkapi atau diulang di UGD sesuai
dengan kebutuhan pasien.

3. ASSESMEN MEDIS
 DPJP secara menyeluruh dan sistematis mengidentifikasi masalah kesehatan pasien
dengan melakukan :
a. Anamnesis : keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,
Pemeriksaan fisik (Keadaan umum,Kesadaran,Tanda-tanda Vital)
b. Status generalis ( kepala leher, Thorak, abdomen)
c. Status Lokalis
d. Pemeriksaan Penunjang
e. Diferensial Diagnosis
f. Diagnosa Kerja
g. Pengobatan dan Tindakan
h. Rekonsiliasi Obat
i. Discharge Planning
 Assesmen ulang medis dilakukan setiap hari pada :
9

a. Kasus - kasus yang mengancam jiwa (life saving) dan yang


menimbulkan kerusakan organ.
b. Fase akut dari perawatan dan pengobatannya.
 Assesmen ulang pasien rawat inap pada hari libur untuk kasus – kasus non akut yang
tidak mengancam jiwa (life saving) atau pada pasien yang sudah dalam kondisi
perbaikan yang signifikan dapat dilakukan oleh dokter ruangan
 Untuk pasien yang membutuhkan pelayanan berbeda (misal pasien yang
membutuhkan pelayanan lebih dari satu spesialistik) maka tiap-tiap disiplin klinis
yang memberikan pelayanan pada pasien melakukan assesmen awal masing – masing
sesuai dengan bidangnya.
 Assesmen awal dan assesmen ulang medis dilakukan oleh dokter penanggung jawab
pasien (DPJP) apabila pasien mungkin menjalani banyak jenis assesmen oleh berbagai
unit kerja dan pelayanan, maka staf yang bertanggung jawab atas pasien bekerjasama
menganalisis temuan pada assesmen dan mengkombinasi informasi dalam suatu
gambaran komprehensif dari kondisi pasien.
 Setelah dokter menetapkan rencana penatalaksanaan terhadap pasien, dokter harus
menjelaskan tentang indikasi dan efek samping yang mungkin timbul dari hasil
pengobatan maupun tindakan.
 Pendokumentasian hasil assesmen medis : Untuk assesmen ulang medis
didokumentasikan pada lembar terintegrasi

4. ASSESMEN KEPERAWATAN
 Assesmen awal dan assesmen ulang keperawatan dilakukan oleh perawat di unit
kerjanya masing – masing sesuai dengan kompetensi dan tanggung jawabnya yang
ditetapkan secara tertulis, termasuk assesmen gawat darurat.
 Pendokumentasian hasil assesmen keperawatan :
a. Untuk assesmen awal keperawatan rawat jalan didokumentasikan pada lembar
pengkajian awal rawat jalan dengan menggunakan ball-point tinta biru.
b. Untuk assesmen awal keperawatan UGD didokumentasikan pada lembar
assesmen awal Keperawatan UGD dengan menggunakan ball-point tinta biru.
c. Untuk assesmen awal dan ulang keperawatan rawat inap didokumentasikan
pada lembar asuhan keperawatan dan lembar terintegrasi dengan
menggunakan ball-point tinta biru.
d. Perawat mendokumentasikan assesmen ulang setiap harinya. Semua instruksi
dokter dan perubahan yang signifikan pada pasien didokumentasikan pada
lembar terintegrasi dan asuhan keperawatan dibubuhi nama dan
tandatangan/paraf perawat pemeriksa.
10

 Assesmen awal keperawatan pasien rawat inap dilakukan segera setelah pasien masuk
perawatan dalam kerangka waktu 30 menit.
 Assesmen ulang keperawatan rawat jalan (pengisian form assesmen keperawatan)
1. Untuk pasien baru : Dilakukan assesmen kembali saat pasien kontrol pertama
kali. Untuk kontrol berikutnya, assesmen keperawatan menilai keluhan pasien,
tanda – tanda vital, tinggi badan dan berat badan. Hasil assesmen
didokumentasikan dilembar terintegrasi.
2. Untuk pasien lama / kronis : Assesmen dilakukan setiap 30 hari saat pasien
kontrol berikutnya.
3. Apabila pasien mendapat pelayanan lebih dari satu poliklinik, maka tiap – tiap
perawat poliklinik melakukan assesmen dibagiannya masing – masing.
 Assesmen ulang keperawatan rawat inap dilakukan setiap hari oleh perawat dan
diulang kembali setiap shift pergantian jaga perawat. Hasil assesmen
didokumentasikan dilembar integrasi, apabila ada hal-hal khusus misalnya
perburukan, harus dilakukan assesmen segera dan dilaporkan kepada dokter ruangan
untuk tindakan lebih lanjut.
 Perawat memberikan pelayanan lain baik kepada pasien ataupun kepada keluarganya,
diantaranya kebutuhan edukasi tentang:
 Terdapat hambatan dalam pembelajaran, pendengaran, penglihatan, kognitif,
fisik, budaya, agama, emosi, bahasa (butuh penerjemah atau tidak).
 Menjelaskan diagnosis dan manajemen penyakit
 Obat – obatan
 Diet nutrisi
 Tindakan keperawatan
 Rehabilitasi manajemen nyeri.
 Dalam melakukan tindakan, perawat harus menjelaskan indikasi dilakukannya
tindakan dan kemungkinan timbulnya efek samping (misalnya, pemasangan infus,
NGT, penyuntikan, pemberian obat dan tindakan lainnya).

5. ASSESMEN GAWAT DARURAT

Assesmen dilakukan di unit gawat darurat dan di seluruh unit yang

menemukan pasien dalam keadaan gawat.

 Assesmen awal gawat darurat dilakukan oleh dokter di Rumah Sakit Musi

Medika Cendikia Palembang atau perawat yang terlatih dalam melakukan

assesmen gawat darurat.


11

 Assesmen gawat darurat minimal harus meliputi : riwayat singkat kejadian

gawat darurat, kesadaran, Airway, Breathing, Circulation (ABC), dan tanda

vital yang meliputi tekanan darah, nadi, dan pernapasan. Untuk Assesmen di

UGD, assesmen tambahan dilakukan sesuai format yang tertera di

FORMULIR ASSESMEN MEDIS DAN KEPERAWATAN GAWAT

DARURAT.
6. ASSESMEN RAWAT JALAN

 Dilakukan oleh dokter spesialis dan perawat di unit rawat jalan Rumah Sakit

TK II dr.AK.Gani atau dokter UGD dan perawat UGD jika diluar jadwal

operasional unit rawat jalan Rumah Sakit TK II dr.AK.Gani

 Assesmen rawat jalan didokumentasikan di rekam medik sesuai ketentuan /

kebijakan rekam medik dengan keterangan yang jelas mengenai waktu

pemeriksaan (tanggal dan jam), dan minimal menuliskan hasil anamnesis dan

pemeriksaan fisik yang relevan untuk justifikasi diagnosis dan terapi.


7.ASSESMEN RAWAT INAP
 Assesmen awal pasien rawat inap dilakukan oleh DPJP sesaat setelah pasien

masuk ke ruang rawat inap. Hasil assesmen didokumentasikan di Form

assesmen medis dan keperawatan pasien rawat inap .


 Assesmen rawat inap didokumentasikan di rekam medik sesuai ketentuan /

kebijakan rekam medik, dan minimal terdiri dari anamnesis dan pemeriksaan

fisik (dan penunjang jika ada) yang relevan untuk justifikasi diagnosis dan

terapi.
 Assesmen ulang keperawatan pasien rawat inap dilakukan minimal 3 kali
sehari di mana masing-masing shift dilakukan sekali, kecuali ada perubahan
kondisi pasien. Assesmen ulang didokumentasikan dalam CPPT.
 Assesmen keperawatan pasien intensif dan semi intensif dilakukan secara
kontinyu, dan didokumentasikan dalam chart minimal setiap interval satu jam.
 Assesmen awal pasien meliputi kebutuhan akan adanya perencanaan untuk
pemulangan pasien (Discharge Planning). Pada kondisi tertentu, pasien
memerlukan perencanaan pemulangan sedini mungkin, demi kepentingan
12

penanganan selanjutnya di rumah. Hal mana berhubungan dengan kelanjutan


pengobatan, kepatuhan minum obat, proses rehabilitasi, dan lain sebagainya.
 Assesmen perlu/tidaknya discharge planning harus setidaknya meliputi
: Siapa yang akan melanjutkan perawatan di rumah saat pulang
nantinya.
 Bagaimana tingkat ketergantungan pasien setelah di rumah (dilihat dari
jenis dan berat ringanya penyakit yang diderita).
 Pemahaman dari pasien / keluarga / yang merawat di rumah tentang
penyakit pasien dan rencana penanganan yang ada, termasuk obat-
obatan yang diberikan, serta Assesmen lain (pemeriksaan penunjang)
yang dilakukan.
 Hasil akhir Assesmen cukup didokumentasikan sebagai PERLU / TIDAK
PERLU Discharge Planning.
 Instruksi pelatihan maupun edukasi yang diperlukan, termasuk perencanaan
trasportasi didiskusikan oleh dokter maupun perawat dengan keluarga /
pengampu / penanggung jawab pasien.
 Perencanaan pemulangan pasien dengan kriteria pemulangan Kritis
antara lain:
a.Pasien dengan gangguan pengelihatan dan pendengaran.
b. Pasien dengan gangguan mobilitas misalnya: stroke, pasien post operasi,
multiple fraktur, paska amputasi, pasien lumpuh, pasien dengan ulkus
diabetikum.
c.Pasien yang tidak mampu melanjutkan pengobatan secara mandiri
misalnya : ibu post partum.
d. Pasien yang tidak mandiri, misal : bayi dan anak.
e. Pasien dengan katarak, pasien buta dan pasien tersebut tinggal
sendiri tanpa keluarga.

8.ASSESMEN PERI OPERATIF


 Assesmen peri operatif dilakukan oleh dokter operator utama atau dokter lain
dengan kompetensi sama yang telah mendapat pelimpahan tertulis dari dokter
operator utama.
 Assesmen pre-operatif menghasilkan diagnosis pre-operatif, dan dokumentasi
di rekam medik yang minimal meiputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (serta
penunjang jika standar profesi medik mengharuskan demikian) harus
menunjukkan justifikasi dari tindakan operatif yang akan dilakukan.
 Assesmen pasca operasi dilakukan sesuai dengan standar profesi masing-
masing,dan didokumentasikan dalam rekam medik. Diagnosis pasca operasi
13

harus dituliskan, serta rencana penanganan pasca operasi (lihat ketentuan


Assesmen lanjutan)
 Pasien tidak dilakukan tindakan pembedahan bilamana Assesmen pasien
belum dilakukan dan didokumentasikan di rekam medik, termasuk proses
untuk mendapatkan persetujuan tindakan medik (informed-consent), dan
skrining dilakukan oleh unit kamar bedah.
9. ASSESMEN PERI ANASTESI
 Assesmen peri anaestesi meliputi :
 Assesmen pre anestesi (dilakukan pada hari sebelum anestesi), untuk
operasi cito dapat digabungkan dengan Assesmen pre induksi.
 Assesmen pre induksi (dilakukan saat pasien sudah di kamar operasi,
sesaat sebelum induksi dimulai).
 Monitoring durante anestesi / sedasi.
 Assesmen pasca anestesi / sedasi.
 Assesmen peri anestesi dilakukan oleh dokter yang memiliki kompetensi
sesuai standar ikatan dokter anestesi indonesia (IDSAI).
 Assesmen pre-sedasi dilakukan oleh dokter / perawat yang telah mendapat
pelatihan mengenai sedasi sesuai kebijakan pelayanan anestesi & sedasi
RUMAH SAKIT TK II DR.AK.GANI.
 Pelatihan terhadap dokter / perawat pelaksana sedasi harus sedikitnya
meliputi :
 Jenis-jenis obat sedatif dan farmakologi singkatnya.
 Pengenalan berbagai brand / variasi obat sedasi dan kemasannya.
 Cara pemberian obat sedasi.
 Indikasi dan Kontra Indikasi obat sedasi.
 Efek samping dan monitoring selama pemberian sedasi
 Penanganan efek samping dan kegawatan sehubungan dengan obat
sedasi
 Reversal agent dari obat sedasi

 Dokter / perawat yang perlu mendapat sertifikasi pelaksana sedasi adalah:


 Dokter UGD
 Dokter ICU
 Dokter Ranap / Ruangan
 Perawat UGD
 Perawat ICU
 Perawat Anestesi
 Perawat Unit lain yang bertugas memasukkan obat-obat sedatif
intravena.
 Assesmen pre, durante dan post anestesi / sedasi dilakukan dan
didokumentasikan dalam rekam medik secara lengkap.
14

 Pasien tidak dilakukan tindakan anestesi & sedasi bilamana Assesmen pasien
belum dilakukan dan didokumentasikan di rekam medik, termasuk proses
untuk mendapatkan persetujuan tindakan medik (informed-consent), dan
skrining dilakukan oleh unit kamar bedah atau unit lain yang melakukan
sedasi.

10. ASSESMEN KEMAMPUAN AKTIFITAS HARIAN ( Assesmen Status


Fungsional)
 Assesmen status fungsional mengkaji tentang kemampuan melakukan
aktivitas harian dilakukan sebagai bagian dari assesmen awal pasien rawat
inap oleh perawat.
 Status fungsional :
a.Barthel scale indeks : untuk usia > 17 tahun
b.Metode Strong Kids 0-17 tahun
 Assesmen ini perlu meliputi :
 metode mobilitas yang paling nyaman untuk pasien
 apakah kondisi ruang perawatan dan atau unit ambulatory / pelayanan
yang dibutuhkan pasien sudah sesuai dengan kondisi dan kemampuan
pasien.
 Apakah pasien memiliki pendamping atau penunggu yang sesuai
dengan tingkat ketergantungannya? Jika tidak, pastikan staf (dokter /
perawat) yang merawat pasien ini mengetahui kebutuhan pasien akan
bantuan.
 Apabila ditemukan ketergantungan parsial/ berat, maka perawat pelaksana
harus melaporkan kepada DPJP agar dapat dikonsulkan kepada bagian
rehabilitasi medik.
 Termasuk dalam Assesmen ini adalah Assesmen resiko jatuh yang akan
dibahas secara terpisah di poin berikut ini.

A. ASSESMEN RESIKO JATUH / Fall Risk Assesmen


 Assesmen resiko jatuh didokumentasikan dalam form ASSESMEN

KEPERAWATAN.
 Assesmen resiko jatuh dilakukan oleh perawat ketika pasien pertama datang

ke rumah sakit di unit rawat inap, unit gawat darurat dan unit-unit ambulatory

lainnya.
15

 Assesmen ini dilanjutkan dengan tindak lanjut yang sesuai dengan tingkat

resiko jatuh dari pasien.


 Assesmen resiko jatuh diulang bila :
 Pasien jatuh.
 Pasien menerima obat yang meningkatkan resiko jatuh (termasuk

pasien post operatif maupun tindakan lainnya).


 Pasien mengeluh pusing atau tanda gangguan keseimbangan lainnya.
 Faktor predisposisi untuk resiko jatuh :
Instrinsik Ekstrinsik
(Berhubungan dengan (Berhubungan dengan
kondisi Pasien) lingkungan)
Dapat Diperkirakan  Riwayat jatuh  Lantai basah/silau,
sebelumnya. ruang berantakan,
 Inkontinesia. pencahayaan kurang,
 Gangguan kabel longgar/lepas.
kognitif/psikologis.  Alas kaki tidak pas.
 Gangguan  Dudukan toilet yang
keseimbangan/mobilitas rendah.
.  Kursi atau tempat tidur
 Usia > 65 tahun. beroda.
 Osteoporosis.  Rawat inap
 Status kesehatan yg berkepanjangan.
buruk.  Peralatan yang tidak
aman.
 Peralatan rusak.
 Tempat tidur
ditinggalkan dalam
posisi tinggi.
Tidak dapat diperkirakan  Kejang  Reaksi individu
 Aritmia jantung terhadap obat-obatan
 Stroke atau Serangan
Iskemik Sementara
(Transient Ischaemic
Attack-TIA)
 Pingsan.
 Serangan jatuh (Drop
Attack).

 Etiologi jatuh :
a) Ketidaksengajaaan: 31%
b) Gangguan gaya berjalan / keseimbangan: 17%
c) Vertigo: 13%
d) Serangan jatuh (drop attack): 10%
e) Gangguan kognitif: 4%
f) Hipotensi postural: 3%
g) Gangguan visus: 3%
h) Tidak diketahui: 18%
16

a. Assessmen resiko jatuh pada pasien dewasa menggunakan Morse Fall Scale
(Skala Jatuh Morse) sebagai berikut :
SKOR
FAKTOR RESIKO SKALA POINT
PASIEN
Ya 25
Riwayat Jatuh
Tidak 0
Ya 15
Diagnosis sekunder
Tidak 0
Meja/kursi 30
Bantuan Ambulasi Kruk/Tongkat/alat bantu berjalan 15
Tidak ada/bed rest/bantuan perawat 2
Ya 20
Terpasang infus
Tidak 0
Terganggu 20
Gaya berjalan Lemah 10
Normal/bed/rest/kursi roda 0
Sering lupa akan keterbatasan yang 15
Status Mental dimiliki
Sadar akan kemampuan diri sendiri 0

Kategori :
Resiko tinggi = lebih dari 45
Resiko sedang = 25 – 44
Resiko rendah = 0 – 24

 Setiap pasien akan dinilai ulang dan dicatat kategori risiko jatuh tiga kali sehari, saat
transfer ke unit lain, dan saat terdapat perubahan kondisi pasien.
 Untuk mengubah kategori dari risiko tinggi ke risiko rendah, diperlukan skor < 25
dalam 2 kali pemeriksaan berturut-turut.
a.Pencegahan resiko jatuh:
1.Pasang identitas berupa chip berwarna kuning dan gambar resiko jatuh di area yang
mudah dilihat.
2.Lakukan orientasi kamar inap kepada pasien
3.Sediakan pencahayaan yang adekuat
4.Anjurkan pasien untuk memakai alas kaki anti slip

5.Anjurkan pasien meminta bantuan perawat bila membutuhkan.


6.Tempatkan alat bantu bel panggilan berada dalam jangkauan pasien.
7.Jangan biarkan pasien berisiko jatuh tanpa pengawasan saat di daerah diagnostik
atau terapi.
8.Mengamati lingkungan untuk kondisi yang berpotensi terhadap resiko jatuh dan
segera laporkan untuk perbaikan sehingga tercipta lingkungan yang aman.
17

9.Pasang beside rel dan pastikan roda tempat tidur terkunci serta upayakan
menggunakan tempat tidur yang rendah.
10.Edukasi pasien dan keluarga mengenai pencegahan jatuh.
11.Upayakan kamar tidur pasien berdekatan dengan pos perawat.
12.Pertimbangkan efek puncak obat yang diresepkan yang mempengaruhi tingkat
kesadaran.
13.Pastikan pasien yang diangkut dengan brandoard/tempat tidur posisi beside rel
dalam keadaan terpasang.
14.Pastikan bahwa jalur kekamar kecil bebas dari hambatan dan terang.

b.Pencegahan resiko jatuh pada geriatri


a) kategori resiko rendah
a. Lakukan orientasi kamar inap kepada pasien.
b. Pastikan roda tempat tidur terkunci,kedua sisi pagar TT terpasang baik
c. Ruangan rapi.
d. Benda-benda pribadi berada dalam jangkauan
e. Pencahayaan yang adekuat (disesuaikan dengan kebutuhan pasien).
f. Alat bantu berada dalam jangkauan (tongkat,alat penopang).
g. Optimalisasi penggunaan kacamata dan alat bantu dengar.
h. Pantau efek obat-obatan.
i. Pantau status mental pasien.
j. Beri edukasi mengenai pencegahan jatuh pada pasien dan keluarga.
b) Kategori resiko sedang
a. lakukan semua pedoman pencegahan untuk resiko rendah.
b. Pasanglah gelang khusus (pin kuning) tanda resiko jatuh.
c. Tempatkan tanda resiko jatuh pada tempat tidur pasien(warna kuning)
d. Sandal anti licin
e. Tawarkan bantuan ke kamar mandi/penggunaan pispot

c.)Kategori resiko Tinggi

a. Lakukan semua pedoman pencegahan resiko rendah dan sedang


b. Libatkan keluarga.
c. kunjungi dan monitoring pasien setiap jam
d. Tempatkan pasien dikamar yang paling dekat dengan nurse station bila
memungkinkan
e. Nilai kebutuhan akan:fisioterapi dan terapi okupasi

b. Asesmen resiko jatuh pada anak menggunakan HUMPTY DUMPTY


SCORE
18

FAKTOR
SKALA POINT
RESIKO
<3 tahun 4
3-7 tahun 3
Usia
7-13 tahun 2

Laki-laki 2
Jenis kelamin
Perempuan 1
Ada diagnosis neurologi 4
Gangguan oksigenasi (respiratorik, dehidrasi, anemia, 3
Diagnosis anoreksia, sinkop).
Gangguan prilaku / psikiatri 2
Diagnosis lainnya 1
Gangguan Tidak menyadari keterbatasan 3
Lupa akan adanya keterbatasan 2
Kognitif Orientasi baik terhadap diri sendiri 1
Riwayat jatuh / bayi diletakkan ditempat tidur dewasa 4
Pasien menggunakan alat bantu / bayi diletakkan dalam 3
Faktor
tempat tidur bayi / perabot rumah
Lingkungan
Pasien diletakkan ditempat tidur 2
Area diluar rumah sakit 1
Respon Dalam 24 jam 3
Dalam 48 jam 2
terhadap
1.Pembedahan 48 jam atau tidak menjalani pembedahan / sedasi / 1

sedasi/Anestesi anestesi
Penggunaan multiple : sedatif, obat Hipnosis, Barbiturat, 3
2.Penggunaan
anti pencahar, Diuretik, Narkose
Medisa/Mentosa Penggunaan salah satu obat diatas 2
Penggunaan medikasi lainnya/tidak ada medikasi 1

Kategori resiko jatuh pada anak

Score 7-11 :Resiko rendah

Score >12 :Resiko tinggi.

 Setiap pasien akan dinilai ulang dan dicatat pada rekam medis saat setiap dilakukan
pemeriksaan fisik ,saat transfer ke unit lain,dan saat terdapat perubahan kondisi
pasien.

Pencegahan resiko jatuh pada anak

1..Resiko Rendah
a. lakukan orientasi kamar inap kepada pasien.
b. Pastikan roda tempat tidur terkunci,kedua sisi pagar tempat tidur terpasang
19

baik.
c. Ruangan rapi.
d. Benda-benda pribadi berada dalam jangkauan.
e. Pencahayaan yang adekuat
f. Alat bantu berada dalam jangkauan
g. Optimalisasipenggunaan kacamata dan alat bantu dengar
h. Pantau efek obat-obatan
i. Pantau status mental pasien
j. Beri edukasi mengenai pencegahan jatuh pada pasien dan keluarga
2.Resiko Sedang
 Lakukan semua pedoman pencegahan untuk resiko rendah
 Pasanglah gelang khusus (pin kuning)tanda resiko jatuh.
 Tempatkan tanda resiko jatuh pada tempat tidur pasien(warna kuning)
 Sandal anti licin
 Tawarkan bantuan ke kamar mandi / penggunaan pispot
3.ResikoTinggi
 Lakukan semua pedoman pencegahan resiko rendah dan sedang
 Libatkan keluarga
 Kunjungi dan monitoring pasien setiap jam
 Tempatkan pasien dikamar yang paling dekat dengan nurse station bila
memungkinkan
 Nilai kebutuhan akan fisioterapi dan terapi okupasi.

C. Assesmen jatuh pada pasien gawat darurat, kamar bersalin, rawat jalan menggunakan
Time Up And Go Test

Persiapan : Pasien harus menggunakan alat bantu yang biasa dipakai ( kacamata, walker,
dll.)

Jelaskan dan contohkan sebelum dilakukan tes :

1. Minta pasien untuk duduk dengan nyaman di kursi

2. Minta pasien untuk berdiri jika ada aba-aba mulai, dan mulailah menghitung waktu
dengan jam / stopwatch.

3. Jika pasien merasa pusing, dapat berdiri sebentar untuk meredakannya.

4. Pasien diminta berjalan sejauh 3 meter ( 6 langkah)

5. Setelah berjalan 3 meter ( 6 langkah), pasien kembaali laagi dan duduk kembali.

6. Ketika pasien duduk, lihat jam / stopwatch dihentikan.


20

Kriteria : < 14 detik : tidak ada resiko jatuh

≥ 14 detik : risiko tinggi untuk jatuh (Jacobs&Fox,2008)

B. SKRINING & ASSESMEN NYERI / Pain Screening


 Skrining nyeri dilakukan terhadap setiap pasien, baik rawat jalan, gawat
darurat maupun rawat inap.
 Skrining dilakukan dengan menanyakan apakah pasien merasakan nyeri /
sakit.
 Jika hasil skrining positif (pasien merasakan nyeri), maka perawat yang
melakukan skrining melaporkan kepada dokter penanggung jawab pasien.
 Dokter akan melakukan ASsesmen nyeri terhadap pasien, dan melakukan
penanganan nyeri sesuai standar profesi.
 Skrining nyeri pasien rawat jalan dilakukan untuk setiap kunjungan pertama
setiap harinya. Kunjungan kedua dan seterusnya tidak perlu diulang. (Bila
dalam sehari pasien mengunjungi lebih dari satu dokter / klinik).
 Skrining nyeri pasien rawat inap diulang sedikitnya setiap 24 jam dan
didokumentasikan dalam catatan keperawatan.
 Bila pasien mengalami nyeri atau sedang dalam terapi nyeri, maka Asesmen
dilakukan setiap sebelum pemberian obat nyeri, atau sesuai instruksi dokter.
 Assesmen nyeri juga perlu diulang sebelum 24 jam bila :
 Setelah menjalani tindakan pembedahan atau invasif lain.
 Jatuh.
 Mengeluh nyeri.
Perawat atau dokter melakukan assesmen awal mengenai nyeri terhadap semua
pasien yang datang ke bagian UGD, poliklinik, ataupun pasien rawat inap.

a. Untuk usia 0-6 bulan dapat digunakan assesmen nyeri dengan


Crying,Requires,Increased,Expression,Sleepless

Parameter Finding Point


Tenang 0
Ekspresi wajah
Mengkerut 1

Tidak menangis 0
Bergumam 1
Menangis Menangis keras 2

Pola bernafas Tenag 0


21

Berbeda dengan biasa 1

Tenang 0
Lengan Fleksi/ektensi 1
Tenang 0
Kaki Fleksi /ekstensi 1

Tertidur /tenang 0
Keadaan Tidak nyaman 1
rangsangan

Pada bayi prematur ,ditambahkan 2 parameter lagi,yaitu:

Parameter Finding Point


10% dari baseline 0
Heart rate
11-20% dari baseline 1
>20% dari baseline 2
Tidak diperlukan oksigen tambahan 0
Saturasi oksigen
Penambahan oksigen diperlukan 1

Interpretasi :
0 -1 = tidak nyeri
2-4 = nyeri ringan-sedang ( intervensi non farmakologis dilakukan + asesmen ulang
30 menit kemudian)
>4 = nyeri berat ( intervensi farmakologis + non farmakologis dilakukan + asesmen
ulang 30 menit kemudian)
b. Pada pasien usia 7 bulan - 6 tahun atau anak dengan gangguan kognitif atau
pasien yang tidak dapat dinilai dengan skala lain, dapat digunakan assesmen
nyeri menggunakan FLACCS (Face Lage Activity Cry Consolability Scale)
Parameter
Katagori
0 1 2
Wajah Tidak ada Menyeringai, mengerutkan Dagu
ekspresi dahi,tampak tidak tertarik gemetar,Gerutu
khusus,senyum (kadang-kadang) berulang
(sering)
Normal posisi Tidak nyaman,gelisah,tegang Menendang atau
Kaki
atau santai kaki tertekuk
22

Berbaring Menggeliat,menggeser maju Melengkung,kak


dengan mundur,tegang u
Aktivitas tenang,posisi
normal,bergerak
dengan mudah
Tidak menangis Merintih,merengek, kadang- Terus

Menangis kadang mengeluh menangis,berteri


ak
Rileks Dapat ditenangkan dengan Sering

Consolabilitas sentuhan,pelukan,bujukan,dapat mengeluh,sulit


dialihkan di bujuk

Score 0 :Tidak nyeri

1-3 :nyeri ringan

4-6 :Nyeri sedang

7-10 :Nyeri hebat

 inap.
c. Pada pasien dewasa dan anak > 7 tahun , gunakan assesmen Wong Baker
FACES Pain Scale (gambar wajah tersenyum - cemberut - menangis) .

Interpretasi : dinilai skala nyeri berdasarkan penampakan wajah pasien saat


dilakukan pemeriksaan fisik kemudian didokumentasikan di dalam rekam medis
pada lembar assesmen nyeri dan ditulis dalam skor . Misal : 8/ 10.
 Keterangan wajah :
0 = tidak nyeri
1-2 = Sedikit nyeri
3-4 = Agak mengganggu
5-6 = Mengganggu aktivitas
7-8 = sangat mengganggu
9-10 = Tak tertahankan
 Skor wong baker :
a. Rendah : Wong Baker <4/10
b. Sedang : Wong Baker 4-6
c. Berat : Wong Baker ≥7/10
23

d. Pada pasien bayi,anak & dewasa yang mendapatkan perawatan intensif,


dapat menggunakan assesmen nyeri dengan COMFORT SCALE.
Indikasi : untuk menilai derajat sedasi yang diberikan pada pasien anak dan
dewasa yang dirawat di ruang intensif/ kamar operasi/ rawat inap yang tidak dapat
dinilai menggunakan Wong Baker Faces Pain Scale.
- Pemberian sedasi bertujuan untuk mengurangi agitasi, menghilangkan
kecemasan dan menyelaraskan napas dengan ventilasi mekanik.
- Tujuan dari penggunaan skala ini adalah untuk pengenalan dini dari pemberian
sedasi yang terlalu dalam ataupun tidak adekuat.
- Instruksi terdapat 9 kategori dengan setiap kategori memiliki skor 1-5 dengan
skor total 9-45.

Parameter Status/Keadaan Skor


Tidur pulas/nyenyak 1
Tidur kurang nyenyak 2
Kewaspadaan Gelisah 3
Sadar sepenuhnya dan waspada 4
Sangat waspada 5
Tenang 1
Agak cemas 2
Ketenangan Cemas 3
Sangat cemas 4
Panik 5
Tidak ada,respirasi spontan & tidak ada batuk 1
Respirasi spontan dengan sedikit/tidak ada respon 2
terhadap ventilasi
Distres Kadang –kadang batuk atau terdapat tahanan terhadap 3
ventilasi
Sering batuk,terdapat tahanan /perlawanan terhadap 4
ventilator
Pernafasan Melawan secara aktif terhadap ventilator,batuk terus 5
menerus/tersedak

Bernafas dengan tenang,tidak menangis 1


Terisak-isak 2
Meraung 3
Menangis Menangis 4
Berteriak 5

Pergerakan Tidak ada pergerakan 1


24

Kadang-kadang bergerak perlahan 2


Sering bergerak perlahan 3
Pergerakan aktif/gelisah 4
Pergerakan aktif termasuk badan & kepala 5
Otot relaks sepenuhnya,tidak ada tonus otot 1
Penurunan tonus otot 2
Tonus otot Tonus otot normal 3
Peningkatan tonus otot & fleksi jari tangan dan kaki 4
Kekakuan otot ekstrim dan fleksi jari tangan dan kaki 5
Tonus relaks sepenuhnya,tidak ada tonus otot 1
Tonus otot wajah normal,tidak terlihat tegangan otot 2
Tegangan wajah Wajah yang nyata 3
Tegangan beberapa otot wajah terlihat nyata 4
Seluruh otot wajah tegang,meringis 5
Tekanan darah dibawah batas normal 1
Tekanan darah berada dibatas normal secara konsisten 2
Peningkatan tekanan darah sesekali > 15% diatas batas 3

Tekanan darah basal normal(1-3 kali dalam observasi selama 2 menit)

Seringnya peningkatan tekanan darah > 15 % diatas batas 4


normal(>3 kali dalam observasi selama 2 menit)
Peningkatan tekanan darah terus menerus >15 % 5

Denyut jantung di bawah batas normal 1


Denyut jantung berada dibatas normal secara konsisten 2
Peningkatan denyut jantung sesekali > 15% diatas batas 3
Denyut jantung
Basal normal(>3X dalam observasi selama 2 menit)
Seringnya peningkatan denyut jantung > 15% diatas 4
batas normal(>3 X dalam observasi selama 2 menit)
Peningkatan denyut jantung terus menerus > 15% 5

Interpretasi COMFORT Scale :

8-16 : mengindikasikan pemberian sedasi yang terlalu dalam

17-26 : menindikasikan pemberian sedasi yang sudah optimal

27-45 : mengindikasikan pemberian sedasi yang tidak adekuat

 Perawat menanyakan mengenai faktor yang memperberat dan memperingan


nyeri kepada pasien .
 Tanyakan juga mengenai deskripsi nyeri:
a) lokasi nyeri
25

b) kualitas dan atau pola penjalaran / penyebaran


c) onset, durasi, dan faktor pemicu
d) riwayat penanganan nyeri sebelumnya dan efektifitasnya
e) efek nyeri terhadap aktivitas sehari-hari
f) obat-obatan yang dikonsumsi pasien

 Pada pasien dalam pengaruh obat anestesi atau dalam kondisi sedasi sedang,
assesmen dan penanganan nyeri dilakukan saat pasien menunjukkan respon
berupa ekspresi tubuh atau verbal akan rasa nyeri.

 Assesmen ulang nyeri


adalah prosedur menilai ulang derajat nyeri pada pasien yang bertujuan untuk
mengevaluasi intervensi yang telah dilakukan terkait penatalaksanaan nyeri yang telah
diberikan. Assesmen ulang nyeri dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari
beberapa jam dan menunjukkan adanya rasa nyeri, sebagai berikut :
a) Lakukan assesmen nyeri yang komprensif setiap kali melakukan pemeriksaan
fisik pada pasien
b) Pada pasien yang mengalami nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen ulang
setiap 5 menit setelah pemberian nitrat atau obat-obat intravena
c) Pada nyeri akut / kronik, lakukan asesmen ulang tiap 1 jam setelah
pemberian obat oral nyeri dan 15 menit setelah intervensi obat injeksi.
d) Dilakukan pada : pasien yang mengeluh nyeri, 1 jam setelah tatalaksana nyeri,
setiap 4 jam (pada pasien sadar/ bangun), atau sesuai jenis dan onset masing-
masing jenis obat, pasien yang menjalani prosedur menyakitkan, sebelum transfer
pasien, dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit.
 Tatalaksana nyeri :
a) Berikan analgesik sesuai dengan anjuran dokter
b) Perawat secara rutin (setiap 4 jam) mengevaluasi tatalaksana nyeri kepada pasien
yang sadar / bangun
c) Tatalaksana nyeri diberikan pada intensitas nyeri ≥ 4. Asesmen dilakukan tiap 1
jam setelah tatalaksana nyeri sampai intensitas nyeri ≤ 3.
d) Sebisa mungkin, berikan analgesik melalui jalur yang paling tidak menimbulkan
nyeri
e) Nilai ulang efektifitas pengobatan
f) Tatalaksana non-farmakologi:
 Berikan heat / cold pack
 Lakan reposisi, mobilisasi yang dapat ditoleransi oleh pasien
 Latihan relaksasi, seperti tarik napas dalam, bernapas dengan irama /
pola teratur, dan atau meditasi pernapasan yang menenangkan
 Distraksi / pengalih perhatian
 Semua tindakan assessment dan penanganan nyeri didokumentasikan dalam catatan
26

rencana pengelolaan, implementasi, catatan perkembangan terintegrasi dan lembar


monitoring terpadu rawat inap, rawat jalan, maupun rawat khusus rekam medis. Staf
yang terlibat dalam penanganan nyeri semuanya kompeten. Rumah sakit memiliki
proses untuk mendidik staf mengenai manajemen nyeri dengan melaksanakan
pelatihan manajemen nyeri.
 Berikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai:
a) Faktor psikologis yang dapat menjadi penyebab nyeri
b) Menenangkan ketakutan pasien
c) Tatalaksana nyeri
d) Anjurkan untuk segera melaporkan kepada petugas jika merasa nyeri
sebelum rasa nyeri tersebut bertambah parah.
a. Skrining & Assesmen Nutrisi / Gizi
 Skrining status nutrisi dilakukan oleh:
 Perawat untuk pasien ambulatory.
 Ahli gizi untuk pasien rawat inap.
 Jika pada hasil skrining ditemukan pasien beresiko tinggi mengalami Protein
Energy Malnutrition (PEM), maka perawat yang melakukan skrining
melaporkan kepada dokter penanggung jawab pasien.
 Dokter akan melakukan asesmen nutrisi yang lebih lengkap, dan bilamana
perlu pasien akan dikonsultasikan ke ahli gizi klinik.
 Skrining gizi yang terdokumentasi dalam rekam medis dalam bentuk:
a. Untuk pasien dewasa dan geriatric menggunakan MST ( Malnutrition
Screening Tools),
b. Untuk pasien Obstetri dan ginekologi menggunakan modifikasi MST
c. Untuk pasien anak menggunakan Strong Kids.
 Hasil Assesmen status nutrisi dan aspek-aspek lain terkait pola makan pasien
didokumentasikan dalam rekam medik.
 Pendokumentasian juga meliputi diagnosis gizi serta rencana tindakan
terapetik berkaitan dengan status gizi pasien.
 Terkait dengan kepercayaan atau budaya yang dimiliki pasien, untuk pasien
rawat inap perlu ditanyakan apakah ada pantangan atau pola makan khusus
yang dimiliki pasien sebagai bagian dari Asesmen.
b. Skrining Psikologis
 Skrining psikologis dilakukan pada seluruh pasien rawat jalan, rawat inap,
UGD sesuai format yang ada.
 Assesmen lebih lanjut oleh psikiater dilakukan atas konsultasi jika pada
Assesmen awal ditemukan indikasi untuk Assesmen lanjut.
 Assesmen psikologi didokumentasikan dalam rekam medik.
27

c. Assesmen Pasien Dengan Kecurigaan Ketergantungan Alkohol / Obat


 Jenis zat yang perlu diwaspadai menimbulkan ketergantungan :
 Alkohol.
 Nikotin.
 Golongan barbiturat (flunitrazepam, triazolam, temazepam, and
nimetazepam).
 Golongan opiat (kodein, morfin, fentanil, oxycodon).
 Amfetamin& Metamfetamin.
 Identifikasi populasi beresiko :
 Pasien yang “meminta” obat secara spesifik (terutama obat tranquilizer
atau opiat) dengan frekuensi yang sering dari rekam medik (dokter/
perawat melihat rekam medik untuk melihat riwayat obat-obatan
pasien).
 Dokter/perawat baik OPD/UGD/rawat inap perlu juga waspada bagi
pasien yang mengeluh nyeri kronik dan “meminta” pain killer yang
kuat atau meminta peningkatan dosis.
 Keluhan keluarga yang mengantar (anak, istri, orang tua) tentang
masalah obat, alkohol maupun merokok.
 Farmasi dapat mendeteksi riwayat pengobatan pasien. Bila hal ini
terjadi, maka petugas farmasi perlu melaporkan ke dokter penanggung
jawab pasien yang bersangkutan.
 Memasukkan riwayat minum alkohol dan merokok sebagai bagian dari
pertanyaan rutin untuk Medical Check Up.
 Tergantung dari kondisi pasien, dokter yang mengidentifikasi (mencurigai
adanya masalah ketergantungan) dapat melakukan Asesmen awal berupa
pertanyaan - pertanyaan sebagai berikut :
 Berapa banyak merokok? Minum alkohol?
 (Jika drug abuse : ditanya, obat apa yang digunakan? Darimana
didapatkan?).
 Sejak usia berapa?
 Pernah mencoba berhenti atau mengurangi?
 Apakah pasien sadar bahaya dan resiko dari merokok?
 Bila ditemukan populasi berresiko, pasien dibuatkan rujukan ke psikiater
untuk Asesmen dan penanganan lebih lanjut.
 Penanganan meliputi : psikoterapi, medikamentosa, termasuk diantaranya
konseling untuk HIV oleh tim HIV bagi pengguna obat via injeksi (Injecting
drug users / IDUs).
 Seluruh proses penanganan ini didokumentasikan dalam rekam medik.
d. Assesmen & Penanganan Pasien Dengan Kondisi Terminal
28

Serangkaian proses yang berlangsung saat pasien mulai masuk rawat inap diruang
intensive care. Pemeriksaan dilakukan secara sistematis untuk mengidentifikasi
masalah keperawatan pada pasien, antara lain :
1. Pernapasan
a. Irama Napas
b. Suara napas tambahan
c. Sesak napas
d. Batuk, sputum
e. Alat bantu napas

2. Kardiovascular
a. Irama jantung
b. Akral
c. Perdarahan
d. Tekanan darah, MAP, suhu
3. Persyarafan
a. GCS
b. Kesadaran
c. ICP
d. Tanda-tanda peningkatan TIK
e. Konjunctiva
f. Lain-lain
4. Perkemihan
a. Kebersihan area genetalia
b. Jumlah cairan masuk
c. BAK
d. Produksi urine
5. Pencernaan
a. Nafsu makan
b. NGT
c. Porsi makan
d. Minum
e. Mulut
f. Mual, muntah
g. BAB
h. Lain-lain
6. Musculoskeletal/integument
a. Kemampuan pergerakan sendi
b. Warna kulit
c. Oedema
d. Decubitus dengan Norton Scale

Kondisi fisik 1. Sangat buruk 2. Buruk 3. Cukup 4. Baik

Kondisi mental 1. Stupor 2. Delirium 3. Apatis 4. Kompo


s
mentis
29

Aktivitas 1. Tirah baring 2. Kursi roda 3. Dipapah 4. Mandiri

 Pada pasien terminal perlu dilakukan assesmen secara khusus mengenai


kebutuhan unik dari pasien maupun keluarga dengan mengkaji :
 Metode penyampaian berita buruk yang paling sesuai untuk pasien.
Dokter berunding dengan keluarga terlebih dahulu mengenai
bagaimana dan kapan waktu yang sesuaiuntuk menyampaikan berita
buruk.
 Setelah pasien mengetahui kondisinya, perlu ditawarkan suatu bentuk
pendampingan psikologis / psikiatrik yang mungkin diperlukan untuk
melalui fase denial, fase anger hingga sampai fase acceptance. Hal ini
dapat dilakukan dalam outpatient / inpatient setting.
 Hal-hal seputar pilihan yang dimiliki pasien seperti ingin meninggal di
mana, serta berbagai kehendak pasien terkait dengan akhir hidupnya
(advanced directives) yang terkait dengan penanganan pasien.
 Kadang pasien tidak dalam kondisi sadar / mampu berkomunikasi,
maka langkah di atas mungkin pula diperlukan untuk keluarga pasien.
 Kebutuhan akan Layanan spiritual, yang dapat disediakan oleh rumah
sakit dan dapat ditawarkan kepada pasien atau keluarga pasien, namun
pasien / keluarga dapat juga memilih untuk mengundang penasehat
spiritual pilihannya sendiri dengan menginformasikan kepada perawat
ruangan (untuk inpatient)
 Kelonggaran dalam berdoa dan jumlah pengunjung diberikan melihat
kondisi ruang perawatan dan diberikan oleh penanggung jawab ruang
perawatan bagi pasien terminal dengan catatan tidak mengganggu
pasien lain.
 Ke-adekuatan(adequacy) dari obat-obatan paliatif yang diberikan
(terutama obat nyeri), serta Asesmen nyeri dan gejala lain yang
mungkin timbul pada pasien terminal.
 Pasien terminal yang terpasang alat medik dan rencana akan dirawat di rumah
dengan alat medik tersebut (misalnya ventilator) perlu dikaji mengenai siapa
yang akan melakukan pengawasan terhadap pengoperasian alat medik
tersebut. Edukasi dan pelatihan terhadap pasien atau yang merawat selanjutnya
perlu dilakukan hingga dipastikan bahwa mereka mampu mengoperasikan alat
medik tersebut dengan benar.
e. Assesmen Pasien Dengan Gangguan Kejiwaan / Psychiatric Disorder
30

 Identifikasi pasien dengan gangguan kejiwaan.


 Pasien dengan gangguan kejiwaan dapat teridentifikasi baik di rawat
jalan, rawat inap, maupun Unit Gawat Darurat.
 Pasien dengan percobaan bunuh diri perlu selalu dikonsulkan ke
psikiater, disamping penanganan kegawat daruratannya (baik medical
maupun surgical).
 Pasien dengan depresi yang dicurigai berat yang ditemukan di setting
apapun harus dikonsulkan ke psikiater.
 Pasien dengan gangguan cemas dan ringan yang belum dirasa
mengganggu aktivitas harian dapat diberi terapi oleh dokter
penanggung jawabnya.
 Pasien dengan kecurigaan gangguan psikotik, dengan atau tanpa
organic underlying disease perlu dikonsulkan ke psikiater.
 Pasien dengan ketergantungan zat (obat, alkohol, rokok) lihat poin 13
di atas.
 Penanganan pasien dengan gangguan kejiwaan.
 Pasien dengan gangguan psikotik dirujuk ke RS Jiwa ERNALDI
BAHAR.
 Pasien dengan percobaan bunuh diri atau ancaman bunuh diri dirawat
dengan kewaspadaan tinggi dibawah tanggung jawab psikiater, atau
dirujuk bila dinilai ancaman bunuh dirinya tinggi, karena RUMAH
SAKIT TK II DR.AK.GANI tidak memiliki fasilitas yang memadai
untuk pencegahan bunuh diri.
 Pasien lain ditangani sesuai kondisi psikiatriknya.
 Pasien dengan kecanduan obat (lihat kebijakan di atas).
F. Assesmen Kebutuhan Rohani
Tahap Assesmen kebutuhan rohani
a. Bimbingan doa yang diinginkan
b. Kunjungan spiritual yang diinginkan pasien
c. Tnggapan terhadap kebutuhan spiritual
d. Metode kunjungan yang diharapkan
e. Kebutuhan rohani pasien

G. Assesmen Kebutuhan Privasi


Privasi yang diinginkan
 Pada saat wawancara klinis
 Pada saat pemeriksaan fisik
 Pada saat perawatan
 Lain-lain
31

BAB IV

DOKUMENTASI

Mendokumentasikan pemeriksaan pasien di dalam rekam medis adalah langkah


penting dalam proses asuhan pasien. Dokumentasi adalah alat komunikasi yang berharga
untuk pertemuan di masa mendatang dengan pasien tersebut dan dengan tenaga kesehatan
lainnya. Dokumentasi yang baik bukan hanya sekedar mengisi formulir, tetapi memfasilitasi
asuhan pasien yang baik, informasi tersusun rapi, terorganisir, dan dapat ditemukan dengan
cepat.

Ditetapkan di Palembang

Pada Tanggal 16 Desembar 2015

Direktur Rumah Sakit Musi Medika Cendikia Palembang

dr. Yudi Fadillah,SpPD-KKU,FINASIM,MARS


32

DAFTAR PUSTAKA

1) Lucas County Emergency Medical Services. Tab 600: pre hospital patient assessment.
Ohio Toledo; 2010
2) Montana State Hospital Policy and Procedure. Patient assessment policy; 2009
3) Patient assessment definitions.
4) San Mateo County EMS Agency. Patient assessment, routine medical care,
primaryand secondary survey; 2009
5) Denver Paramedic Division. Pre-hospital protocols; 2012
6) Malnutrition Advisory Group: a Standing Commitees of BAPEN. Malnutrition
Universal Screening Tool (MUST); 2010
7) Sizewise Understanding fall risk, prevention, and protection. USA: Kansas
8) Sentara Williamsburg Community Hospital Pain assessment and management policy:
2006
9) National Institute of Health Warren Grant Magnuson Clinical Centre. Pain intensity
instrument: numeric rating scale; 2003
10) Pain management. (diakses tanggal 23 Februari 2012).
11) Craig P, Dolan P, Drew K, Pejakkovich P, Nursing assessment, plan of care, and
patient education: the foundation of patient care USA: HCPro, Inc; 2006
12) Yudiyanta, dkk, Assessment Nyeri,CDK-266/ vol.42 no.3,2015

Anda mungkin juga menyukai