Anda di halaman 1dari 12

RESPIRASI HEWAN AIR

Oleh :
Nama : Desi Ariana S
NIM : B1J012145
Rombongan : III
Kelompok :4
Asisten : Tenda Arganata Dewantara

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2013
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikan merupakan hewan ektotermik yang berarti tidak menghasilkan panas


tubuh, sehingga suhu tubuhnya tergantung atau menyesuaikan diri pada suhu
lingkungan sekelilingnya. Ikan mempunyai derajat toleransi terhadap suhu
dengan kisaran tertentu yang sangat berperan bagi pertumbuhan, inkubasi telur,
konversi pakan dan resistensi terhadap penyakit. Ikan akan mengalami stress
manakala terpapar pada suhu diluar kisaran yang dapat ditoleransi. Pada
lingkungan perairan, faktor fisik, kimiawi dan biologis berperan dalam pengaturan
homeostatis yang diperlukan bagi pertumbuhan dan reproduksi ikan. Perubahan-
perubahan faktor tersebut hingga batas tertentu dapat menyebabkan stress dan
timbulnya penyakit (Yuwono, 2001).
Respirasi atau pernafasan adalah pertukaran gas O2 dan CO2 di dalam
organ pernafasan makhluk hidup. Sumber O2 dalam perairan dapat berasal dari
udara dan fotosintesis fitoplankton. Respirasi aerob ialah suatu proses
pernafasan yang membutuhkan oksigen dari udara, sedangkan Respirasi
anaerob ialah suatu proses pernafasan yang tidak membutuhkan oksigen. Faktor
yang mempengaruhi proses respirasi ada dua yaitu faktor internal dan eksternal.
Sistem organ yang berperan dalam respirasi pada ikan adalah insang. Oksigen
merupakan bahan pernafasan yang dibutuhkan oleh sel untuk berbagai reaksi
metabolisme. Bagi ikan, oksigen diperlukan oleh tubuhnya untuk menghasilkan
energi melalui oksidasi lemak dan gula (Ville et al., 1988).
Menurut Mas’ud (2011), pengukuran kualitas air seperti tingginya salinitas,
rendahnya DO, dan tingginya NH dapat dijadikan patokan untuk mengetahui
jumlah konsumsi oksigen pada ikan. Penelitian mengenai konsumsi oksigen
dapat dijadikan perbandingan dengan jumlah pakan yang dikonsumsi,
temperatur, serta berat dari ikan itu sendiri. Ikan dalam proses pertumbuhannya,
tidak semua makanan yang dimakan oleh ikan digunakan untuk pertumbuhan.
Sebagian besar energi dari makanan digunakan untuk metabolisme, dan
sebagiannya lagi digunakan untuk aktivitas, pertumbuhan dan reproduksi. Proses
metabolisme dan faktor-faktor yang mempengaruhinya merupakan pengetahuan
penting dalam pengembangan budidaya perikanan.
1. 2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengukur konsumsi oksigen


organisme air dengan cara tirtrasi (metode Winkler) dan dapat mengukur respon
metabolik hewan air terkait dengan bobot tubuh serta perubahan lingkungan atau
stress.
II. MATERI DAN METODE

2.1. Materi

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah ikan Nila
(Oreocromis niloticus), aerator, timbangan teknikal, gelas ukur 2L, alat pengukur
konsumsi oksigen (respirometer), termometer, botol sampel, tabung erlenmeyer,
buret, statif, reagen untuk titrasi kandungan oksigen air (larutan KOH-KI, larutan
H2SO4 pekat, larutan MnSO4, larutan Na2S2O3, reagen amilum).

2.2. Cara Kerja

Cara kerja yang digunakan pada praktikum respirasi manusia adalah


sebagai berikut :
1. Alat respirometer yang akan digunakan dalam percobaan difungsikan.
2. Bobot tubuh hewan air ditimbang dengan timbangan analitikal.
3. Volume hewan uji diukur dengan menggunakan gelas ukur besar. Selisih
tinggi air sebelum dimasuki ikan dan sesudah dimasuki ikan diukur.
4. Hewan uji dimasukkan ke alat respirometer pada tabung II diusahakan
tidak ada udara terperangkap di dalamnya dan biarkan hewan uji di
dalamnya beberapa menit agar teraklimasi.
5. Pengambilan sampel air I (awal) dilakukan menggunakan botol Winkler
(volume 125 ml) dari tabung II melalui selang air keluar pada tabung II.
6. Sistem sirkulasi dimatikan setelah ikan tenang dan selang air masuk dan
keluar pada tabung II ditutup dan dibiarkan selama kurang lebih 30 menit.
7. Pengukuran kandungan oksigen terlarut pada sampel air I dilakukan
menggunakan Metode Mikro Winkler dengan cara titrasi.
8. Sebanyak 1 ml larutan KOH-KI ditambahkan ke dalam botol winkler yang
berisi sampel air dan dikocok sampai homogen.
9. Sebanyak 1 ml larutan MnSO4 ditambahkan kemudian dilihat apakah
terdapat endapan atau tidak.
10. Sebanyak 1 ml H2SO4 pekat ditambahkan.
11. Larutan sampel dipindahkan ke gelas ukur sebanyak 100 ml sehingga
warna air sampel terlihat kuning keemasan, dan diteteskan amilum
sebanyak 3 tetes sehingga warna air sampel menjadi biru gelap.
12. Larutan air sampel dititrasi dengan menambahkan larutan Na2S2O3
sehingga warna yang sebelumnya hitam menjadi biru pekat kemudian
menjadi biru muda dan akhirnya, menjadi bening kembali.
13. Hitung nilai ota (oksigen terlarut awal).
14. Pengambilan sampel air II (akhir) dilakukan menggunakan botol Winkler
(volume 125 ml) dari tabung II melalui selang air keluar pada tabung II
setelah jeda waktu 30 menit.
15. Langkah ke 7 sampai 12 diulangi kembali hingga perhitungan otak
(oksigen terlarut akhir) untuk menghitung nilai VO2.
16. Konsumsi oksigen hewan uji dihitung dengan rumus sebagai berikut :
 VO2 = (ota - otak) × V x H-1 x W-1
 Ota = 1000/100 x p x q x 8
 Otak = 1000/100 x p x q x 8
Keterangan :
Ota : oksigen terlarut awal (mg/L)
Otak : oksigen terlarut akhir (mg/L)
VO2 : konsumsi oksigen (mg/g/L)
p : larutan Na2S2O3 yang terpakai
q : normalitas Na2S2O3 (0,025)
8 : berat molekul oksigen
V : volum tabung setelah dikurangi volume ikan nila (L)
H : selang waktu pengukuran oksigen awal dan akhir (jam)
W : berat ikan (g)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil

Tabel pengamatan respirasi hewan air rombongan II


Kelompok Ikan VO2 (mg/g/jam)
1 Besar -0,0078
2 Kecil 0,364
3 Besar 1,3
4 Kecil 0,04
Keterangan :
V Res Kecil = 5,465 L V ikan besar = 0,06 L
V Res Besar = 9,175 L V ikan kecil = 0,05 L
V besar = 9,115 L V kecil = 5,415 L
W ikan besar = 31 g W ikan kecil = 50 g
p awal ikan besar = 3,2 mL p awal ikan kecil = 1,9 mL
p akhir ikan besar = 2,1 mL p akhir ikan kecil = 1,2 mL
H = 0,5 jam

Perhitungan :
1. Ikan besar 2. Ikan kecil
Ota = 1000/100 x 3,2 x 0,025 x 8 Ota = 1000/100 x 1,9 x 0,025 x 8
= 6,4 mg/L = 3,8 mg/L

Otak = 1000/100 x 2,1 x 0,025 x 8 Otak = 1000/100 x 1,2 x 0,025 x 8


= 6,2 mg/L = 2,4 mg/L

VO2 ikan besar = (ota - otak) × V x H-1 x W-1


= (3,2 – 3,1) x 9,115 x 0,5-1 x 31-1
= 1,3 mg/g/jam

VO2 ikan kecil = (ota - otak) × V x H-1 x W-1


= (6,4 – 6,2) x 5,415 x 0,5-1 x 50-1
= 0,04 mg/g/jam
3.2. Pembahasan

Berdasarkan data hasil percobaan respirasi hewan air rombongan III,


diketahui bahwa konsumsi oksigen ikan besar adalah 1,3 mg/g/jam dan
konsumsi oksigen ikan kecil adalah 0,04 mg/g/jam. Hal ini tidak sesuai dengan
pustaka. Menurut Fujaya (2004) konsumsi oksigen dipengaruhi oleh besar
ukuran tubuh (bobot dan Volume). Semakin berat dan besar volume ikan, maka
konsumsi oksigennya semakin kecil, sebaliknya semakin rendah berat ikan maka
konsumsi oksigennya semakin besar. Jadi pada percobaan menggunakan ikan
Nila, hasilnya tidak sesuai dengan pustaka. Ketidaksesuaian hasil yang diperoleh
ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
1. Kurang tepatnya dalam penentuan nilai titrasi
2. Adanya faktor yang menyebabkan KO2 ikan meningkat misal
disebabkan adanya perlakuan yang menyebabkan ikan banyak
bergerak.
3. Kebocoran tabung pada penggunaan metode winkler yang
menyebabkan oksigen luar berdifusi masuk, sehingga nilai KO2
meningkat.
Menurut Lagler (1977), konsumsi O2 dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu intensitas dari metabolisme oksidatif dalam sel, kecepatan pertukaran yang
mengontrol perpindahan air disekitar insang yang berdifusi melewatinya. Faktor
internal yaitu kecepatan sirkulasi darah dan volume darah yang dibawa menuju
insang dan afinitas oksigen dari hemoglobin, nutrisi, penyakit, status reproduksi
dan stress serta pengaruh hormonal dari hewan tersebut juga berpengaruh
terhadap konsumsi oksigen. Menurut Fujaya (2004), terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi konsumsi O2 pada ikan yaitu :
1. Aktivitas
Ikan dengan aktifitas yang tinggi, aktif berenang akan mengkonsumsi O2 lebih
banyak dari pada ikan yang kurang aktif berenang.
2. Umur
Ikan dengan umur lebih muda akan mengkonsumsi O2 lebih banyak
dibandingkan dengan ikan yang berumur lebih tua. Hal ini dimaksudkan untuk
menunjang pertumbuhan ikan yang muda.
3. Ukuran atau berat tubuh
Ikan yang mempunyai ukuran tubuh lebih kecil kecepatan metabolisme lebih
tinggi dari pada ikan yang lebih besar, sehingga ikan berukuran kecil lebih
banyak dalam mengkonsumsi O2.
4. Temperatur
Ikan yang berada pada lingkungan bersuhu tinggi akan mengkonsumsi O2
lebih dibandingkan ikan pada lingkungan dengan suhu lebih rendah. Menurut
Gendro Sari (2007), perubahan suhu akan mempengaruhi distribusi,
metabolisme, nafsu makan, reproduksi organisme perairan serta
berpengaruh langsung terhadap proses fotosintesis fitoplankton dan
tanaman air.
Perbedaan pada aktivitas juga menjelaskan fakta bahwa oksigen itu
mempunyai angka kecepatan konsumsi lebih dari 5 hari. Sedangkan pada tingkat
konsumsi larva adalah lebih tinggi yaitu dengan 2 hari (Tsuzuki et al., 2008). Laju
konsumsi oksigen ditentukan berdasarkan jumlah konsentrasi oksigen yang
diukur pada awal dan akhir pengukuran,penurunan konsumsi oksigen pada ikan
mengalami peningkatan karena stress akibat adanya proses adaptasi lingkungan
dari aquarium ke botol respirator sehingga menyebabkan aktivitas atau
kecepatan renangnya juga meningkat (Zainuddin, 2003)
Menurut Wetzel dan Linkens (2000), fungsi larutan yang dipakai untuk
proses titrasi diantaranya adalah sebagai berikut :
1. MnSO4 dan KOH-KI : untuk membentuk endapan berwarna cokelat,
mengindikasikan bahwa masih terdapat O2 dalam sampel. Apabila endapan
yang dihasilkan berwarna putih, maka tidak ada lagi O2 yang terlarut pada
sampel. KOH sendiri berfungsi untuk mereduksi MnSO4.
2. H2SO4 : mengubah larutan yang awalnya berwarna cokelat keruh menjadi
cokelat bening, dan untuk memecah atau menghilangkan ikatan yang terjadi
karena pengaruh dari larutan KOH-KI, MnSO4Larutan ini tidak terbentuk dari
reaksi antara asam sulfat dengan mangan oksida membentuk mangan sulfat.
3. Amilum: untuk mendeteksi adanya amilum dalam larutan dan sebagai
indikator yang merubah warna larutan yang semula cokelat bening menjadi
biru muda.
4. Na2SO3 : untuk titrasi sebagai nilai p untuk mencari kadar O2 terlarut.
Hubungan konsumsi O2 dengan laju metabolisme menurut (Zonneveld et
al., 1991) adalah konsumsi O2 pada laju metabolisme pemeliharaan adalah
kurang dari 60 % lebih tinggi dari pada ikan selama kekurangan pakan.
Konsumsi O2 pada pakan ikan yang sedang tumbuh berasal dari satu pihak, dari
metabolisme pemeliharaan dan dari pihak lain yang berasal dari sintesis dan laju
konsumsi O2 menurun dengan penurunan tersedianya oksigen untuk ikan.
Hubungan KO2 dengan metabolisme yaitu metabolisme tersebut membutuhkan
oksigen, semakin banyak atau semakin cepat laju metabolisme akan kebutuhan
konsumsi O2 semakin tinggi. Sehingga semakin banyak KO2 maka semakin
membutuhkan hemoglobin yang berfungsi mengikat oksigen dalam darah.
Metode winkler adalah metode yang digunakan untuk mengukur oksigen
terlarut, diperkenalkan pada tahun 1988 oleh L.W.Winkler, dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
1. Air sampel dimasukkan ke dalam botol Winkler sebanyak 250 ml dengan
syarat pada saat pengambilan air sampel tidak ada udara yang masuk.
2. Air dalam botol Winkler ditambahkan larutan KOH-KI sebanyak 1 ml di
homogenkan atau dikocok selama 5 menit, kemudian ditambahkan MnSO4
sebanyak 1 ml larutan dikocok atau dihomogenkan kemudian dibiarkan
sehingga terbentuk lapisan heterogen, bagian atas bening dan bagian
bawah berupa endapan berwarna coklat (apabila tidak mengandung O2
endapan berwarna putih). Endapan coklat mengindikasikan masih
terdapatnya O2.
MnSO4 + 2KOH Mn(OH)2 + K2SO4 (endapan berwarna putih )
2Mn(OH)2 + O2 2MnO(OH)2 (endapan berwarna coklat)
3. Air dalam botol Winkler direaksikan lagi dengan H2SO4 sebanyak 1 ml
kemudian dikocok. Setelah penambahan H2SO4, endapan akan terlarut dan
membentuk MnSO4. H2SO4 mengubah larutan coklat keruh menjadi coklat
bening atau lebih ke arah kuning.
2MnO(OH)2 + 4 H2SO4 2Mn(SO4)2 + 6H2O
4. Air dalam botol diambil sebanyak 100 ml, kemudian ditampung dalam tabung
Erlenmeyer untuk dititrasi dengan Na2S2O3 0,025 N. Amilum diteteskan
sebanyak 3 tetes sebagai indikator pH dan dititrasi dengan Na2S2O3 hingga
menghasilkan larutan yang jernih.
Respirometer adalah alat yang berfungsi untuk mengukur rata-rata
pernapasan organisme dengan mengukur rata-rata pertukaran oksigen dan
karbon dioksida. Hal ini memungkinkan penyelidikan bagaimana faktor-faktor
seperti umur atau pengaruh cahaya mempengaruhi rata-rata pernapasan dari
segi medis. Respirometer bekerja atas suatu prinsip bahwa dalam pernapasan
ada oksigen yang digunakan oleh organisme dan ada karbon dioksida yang
dikeluarkan olehnya. Jika organisme yang bernapas itu disimpan dalam ruang
tertutup dan karbon dioksida yang dikeluarkan oleh organisme dalam ruang
tertutup itu diikat, maka penyusutan udara akan terjadi. Kecepatan penyusutan
udara dalam ruang itu dapat dicatat (diamati) pada pipa kapiler berskala. Alat
pengukur respirometer terdiri dari beberapa komponen yaitu 2 tabung (tabung I
dan tabung II). Volume tabung I sebesar 5550 ml berfungsi sebagai tempat
menampung hewan uji. Tabung I dilengkapi dengan pompa resirkulasi (sebagai
alat sirkulasi udara), aerator (alat penyedia oksigen), dan thermostat (alat
pengukur suhu), serta 2 tutup, tutup a dan tutup b sebagai tempat masuk hewan
uji ke tabung I. Tabung I juga dilengkapi dengan 3 saluran. Saluran I sebagai
jalan aliran pompa oksigen, saluran II sebagai tempat pembuangan udara CO 2,
dan saluran III sebagai jalan untuk mengambil sampel air hasil respirasi. Tabung
II penampung dengan volume 31.915 L (Zonneveld,1991).
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan praktikum kali ini dapat diperoleh


kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1. Konsumsi oksigen pada ikan kecil adalah 1,3 mg/g/jam dan ikan besar 0,04
mg/g/jam.
2. Semakin kecil ikan semakin aktif bergerak, sehingga metabolismenya
semakin meningkat dan berakibat konsumsi O2 semakin meningkat.
3. Konsumsi oksigen pada ikan yang kecil seharusnya lebih besar dari ikan
besar. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi oksigen pada ikan yaitu
berat tubuh, volume dan jenis ikan, umur, aktivitas, nutrisi, penyakit, jenis
kelamin, stress, kontrol hormonal, kelarutan oksigen dan temperatur.
DAFTAR REFERENSI

Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Rinek


Cipta, Jakarta.

Gendro Sari, Sasi. 2007. Kualitas Air Sungai Maron Dengan Perlakukan Ikan
Keramba Di Kecamatan Trawas Kabupaten Mojokerto Jawa Timur.
Biosciantiae. Banjarbaru, Hal 29-35.

Lagler, K. F. 1977. Icthyology. John Wiley and Sons Inc, Canada.

Mas’ud, Faisol. 2011. Prevalensi dan Derajat Infeksi Dactylogyrus sp. pada
Insang Benih Bandeng (Chanos chanos) di Tambak Tradisional,
Kecamatan Glagah, Kabupaten Lamongan. Fakultas Perikanan,
Universitas Islam, Lamongan.

Tsuzuki , M.Y., C.A Strussmann dan F. Takashima. 2008. Effect of Salinity on the
Oxygen Consumption of Larvae of the Silversides Odontesthes hatcheri
and O. bonariensis (Osteichthyes, Atherinopsidae). Brazilian Archives of
Biology And Technology. Vol. 51 Nomor 3. Halaman 563-567.

Ville et al., 1988. General Zoology. W.B Sounders Company: London

Wetzel, R. G and G. E. Likens. 2000. Lymnological Analyses, Thirth Edition.


Springer-Verlag : New York.

Yuwono,E. 2001. Fisiologi Hewan I. Fakultas Biologi, UNSOED, Purwokerto.

Zainuddin. Inayah, M. Iqbal Djawad dan Abd. Djalil Saleng. 2003. RESPONS
FISIOLOGI DAN LAJU PERTUMBUHAN JUVENIL IKAN BANDENG
YANG DIBANTUT PADA UMUR BERBEDA Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan Universitas Hasanuddin Makassar. Makasar

Zonneveld, N, Z. Hulsman dan J. Boon. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan.


Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai