Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KIMIA FORENSIK

“Identifikasi Barang Bukti dan Toksikologi Keracunan”


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kimia Forensik
DISUSUN

KELOMPOK 2
MUHAMMAT TAUFIQ NUR
I KADEK MARYANA
SRI RAHMATIA
ERVINA APRIANI
RAMONA NINTIAS R.ABAS
NAFIS AHYANI

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas rahmat Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini tepat pada waktunya. Shalawat dan salam kita sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW,
yang telah menjadi suri tauladan umat islam di dunia.
Dengan terwujudnya makalah ini yang membahas tentang “Identifikasi Barang Bukti
dan Toksikologi Keracunan”. Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan
informasi, pelajaran dan ilmu yang bermanfaat bagi pembacanannya.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna oleh karena itu diharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah berikut.

Gorontalo, 25 Maret 2019

Penulis
Kelompok 2

ii
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................................................... ii
BAB I................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN .............................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 1
1.3 Tujuan ........................................................................................................................................... 1
BAB II .......................................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN .......................................................................................................................................... 2
2.1 Identifikasi Barang Bukti .............................................................................................................. 2
2.1.1 Bukti Fisik dalam Ilmu Forensik .......................................................................................... 3
2.1.2 Macam-macam Bukti FisIk ................................................................................................... 4
2.1.3 Teknik Pengumpulan Bukti Fisik.......................................................................................... 5
2.2 Toksikologi Keracunan ................................................................................................................. 6
2.2.1. Klasifikasi Racun ........................................................................................................................ 8
2.2.2 Mekanisme Kerja Racun .............................................................................................................. 8
2.2.3 Pemeriksaan kedokteran forensik ................................................................................................ 9
2.2.4 Pembedahan Jenazah.................................................................................................................. 10
2.2.5 Pengambilan Bahan Pemeriksaan Toksikologik ........................................................................ 12
2.2.6 Jenis-Jenis Keracunan ................................................................................................................ 13
2.2.1 Prinsip Dasar Dalam Investigasi Toksikologi ................................................................................ 14
BAB III....................................................................................................................................................... 16
PENUTUP.................................................................................................................................................. 16
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................................................... 16
3.2 Saran ................................................................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Forensik biasanya selalu dikaitkan dengan tindak pinada :tindak melawan hukum;. 0alam
buku-buku ilmu forensik pada umumnya ilmu forensik diartikan sebagai penerapan dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan tertentu untuk kepentingan penegakan hukum dan keadilan.
0alam penyidikan suatu kasus kejahatan, observasi terhadap bukti fisik dan interpretasi dari
hasil analisis pengujian barang bukti merupakan alat utama dalam penyidikan tersebut.
Dalam pembuktian dan pemeriksaan secara ilmiah, kita mengenal istilah ilmu forensik
dan kriminologi. pada umumnya suatu laboratorium kriminalistik mencangkup bidang ilmu
kedokteran forensik, kimia forensik dan ilmu fisika forensik. Bidang kimia forensik
mencangkup juga analisa racun (toksikologi forensik).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa itu identifikasi barang bukti?
1.2.2 Bagaimana bukti fisik dalam ilmu forensik?
1.2.3 Apa saja macam-macam bukti fisik?
1.2.4 Bagaimana teknik pengambilan bukti fisik?
1.2.5 Apa itu toksikologi keracunan?
1.2.6 Bagaiamana pengambilan bahan toksikologi?
1.2.7 Apa prinsip dasar dalam investigasi toksikologi?

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui identifikasi barang bukti
1.3.2 Mengetahui bukti fisik dalam ilmu forensik
1.3.3 Mengetahui macam-macam bukti fisik
1.3.4 Mengetahui teknik pengambilan bukti fisik
1.3.5 Mengetahui toksikologi keracunan
1.3.6 Mengetahui pengambilan bahan toksikologi
1.3.7 Mengetahui prinsip dasar dalam investigasi toksikologi

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Identifikasi Barang Bukti
Menurut Lilik Mulyadi kata “Bukti” berarti suatu peristiwa yang cukup untuk
memperlihatkan kebenaran suatu peristiwa tersebut. Secara terminologi dalam hukum
pidana bukti adalah hal yang dapat menunjukan kebenaran, yang diajukan oleh penuntut
umum, atau terdakwa untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan. Kata bukti
sering digabungkan dengan istilah/kata lain seperti barang bukti dan alat bukti.
Barang bukti merupakan benda yang untuk sementara oleh pejabat yang
berwenang diambil alih dan atau disimpan di bawah penguasaannya, karena diduga
terkait dalam suatu tindak pidana. $ujuan penguasaan sementara benda tersebut adalah
untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian di sidang pengadilan.
Meskipun barang bukti mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses
pidana, namun jika kita perhatikan tidak ada peraturan perundang-undangan yang
memberikan definisi tentang barang bukti. Akan tetapi bila dihubungkan dengan pasal-
pasal yang ada kaitannya dengan barang bukti maka secara tersirat akan dipahami apa
sebenarnya barang bukti itu.
Pengertian alat bukti juga tidak diatur dalam KUHP, yang diatur hanyalah
macam-macamnya. sehingga bentuk maupun si atnya alat bukti telah ditentukan secara
limitati . Akan tetapi barang bukti ataupun alat bukti keduanya sama-sama dipergunakan
pada waktu pembuktian di persidangan, yang membedakan antara alat bukti dan barang
bukti adalah:
a. Alat bukti merupakan bukti yang sah dalam persidangan, sedangkan barang
bukti tidak.
b. Kehadiran alat bukti mutlak harus ada dalam persidangan, sedangkan barang bukti
tidak.
c. Barang bukti merupakan sebuah benda atau barang, sedangkan alat bukti
tidak selalu berupa benda atau barang

Sebagaimana yang telah diatur 185 Ayat (1) KUHP, alat-alat bukti yang sah dalam
persidangan, yaitu:
1. Keterangan saksi
Kengertian keterangan saksi menurut KUHP adalah salah satu alat bukti dalam
perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa yang
2
didengar, dilihat sendiri, dan dia alami sendiri oleh saksi dan dengan menyebutkan
alasan dari pengetahuannya tersebut. Keterangan saksi tidak boleh berupa pendapat
atau hasil rekaan saksi, ataupun keterangan dari orang lain (KUHP pasal 185).
2. Keterangan Ahli
Perngertian umum keterangan ahli, sesuai dengan pasal 1 butir 28 KUHP
adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus
tentang hal yang diperlakukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan.
3. Surat
Pasal 187 memuat ketentuan tentang surat sebagaimana tersebutkan pada pasal
185 hurup c, surat dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah.
4. Petunjuk
Petunjuk menurut KUHP adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang
karena persuaiannya, baik antara satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana
itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.
5. Keterangan terdakwa
Alat yang paling terakhir menurut KUHP adalah keteranganterdakwa,
merupakan keterangan dari terdakwa tentang apa yang dilakukan, diketahui sendiri,
atau dialami sendiri oleh terdakwa.

2.1.1 Bukti Fisik dalam Ilmu Forensik


Bukti dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu kesaksian berupa kata atau
pernyataan yang diucapkan oleh korban atau saksi dan fisik. berupa bukti nyata
seperti rambut, serat, sidik jari, dan bahan biologis.
Bukti fisik dapat menguatkan laporan dari korban, saksii danatau tersangka.
Iika dianalisis dan diinterpretasikan dengan benar, bukti fisik lebih dapat diandalkan
daripada bukti kesaksian. &resepsi individu dan ingatan tentang apa yang terjadi bisa
tidka lengkap atau tidak akurat. 'ukti fisik adalah tujuan dari pemeriksaan dan ketika
didokumentasikan, dikumpulkan, dan diawetkan dengan baik mungkinmenjadi satu-
satunya cra pengumpulan bukti yang paling handal dalam hal menempatkan atau
mengubungkan seseorang TKP.

3
2.1.2 Macam-macam Bukti Fisk
Bukti fisik yang diketemukan di TKPdapat dikelompokkan menjadi 4
yaitu:
a. Bukti transient
Bukti ini sesuai dengan sifatnya hanya sementara dan akan dengan mudah
hilang atau berubah. Sebagai contoh buah-buahan, suhu, imprints dan indentation
(tanda-tanda yang ditimbulkan akibat tekanan, seperti tanda jejak sepatu, atau
tapak ban mobil pada kasus kecelakaan bermotor;, tanda-tanda seperti lembam
mayat, jejak bibir di puntung rokok, bercak darah di pakaian yang akan dicuci, dll.
'ukti seperti ini diketemukan oleh penyidik di TKP, dan harus segera dicatat dan
didokumentasikan.
b. Bukti pola
Seperti percikan bercak darah, pola pecahan kaca atau gelas, pola
kebakaran, pola posisi furnitur, trayektori proyektil, dan posisi mayat, dll.
c. Bukti kondisional
Seperti derajat kekakuan mayat, distribusi lembam mayat, apakah pintu
terkunci, apakah lampu menyala, ketebalan dan arah geraknya asap.
d. Bukti yang dipindahkan (transfer)
Bukti yang dipindahkan (transfer) merupakan bukti fisik yang paling
klasik. Bukti transfer terjadi karena kontak antara orang-orang atau benda-benda,
atau antar orang dengan benda.
Setelah bukti potensial ditangani dan didokumentasikan, langkah
berikutnya adalah untuk mengumpulkan dan mengemas barang bukti dengan cara
mencegah kehilangan, kontaminasi, dan perubahan yang merusak. 'ukti biologis
membutuhkan perawatan untuk mencegah dari kontaminasi silang baik oleh
penyidik maupun spesimen biologi lainnya di lokasi kejadian. Jenis peralatan
yang digunakan dalam mencegah kontaminasi silang antara lain yaitu:
 Tyvek kertas putih tubuh setelan
 Topeng kertas yang mencakup hidung dan mulut
 Pelindung mata
 Sarung tangan berbahan lateks atau nitril
 Pelindung lengan
 Sepatu

4
 Penutup kepala atau net rambut

Dari TKP bukti fisik tersebut dibawa ke laboratorium forensik, semua


bukti harus diinventariskan dan di jamin untuk menjaga integritas. Hal ini penting
untuk menunjukan bahwa bukti yang diperkenalkan di pengadilan adalah bukti
yang sama yang dikumpulkan di TKP.

2.1.3 Teknik Pengumpulan Bukti Fisik


Metode pengumpulan bukti berbeda tergantung pada jenis bukti dan substrat
yang ditemukan. Akan lebih baik apabila mengumpulkan bukti di tempat asalnya.
&enyelidik harus berkonsultasi dengan laboratorium orensik lokal dan mengacu
pada departemen prosedur operasi standar terhadap pengumpulan bukti biologis
a. Darah dan Caran Tubuh lainnya
Metode serap basah. Dengan menggunakan kasa steril atau benang yang
dibasahi dengan air suling steril. Dengan cara mengusapkan kasa yangg telah
dibasahi pada noda hingga noda terserap pada ujung kasa, kemudian dibiarkan
mengering. Akan lebih baik apabila pengusapan dilakukan dua kali dengan
menggunakan kasa kering pada pengusapan kedua untuk memastikan sampel
terambil secara menyeluruh.
Dengan metode scraping. Dengan menggunakan silet atau pisau bedah
yang bersih. Dengan cara menggores sampel dan disimpan pada selembar kertas
bersih yang dapat dilipat atau sejenisnya.
Dengan menggunakan tape. Untuk noda darah kering pada permukaan
yang tidak dapat menyerap. Dengan cara memindahkan noda pada sisi perekat
pita.
b. Rambut atau serat
Pada beberapa pemeriksaan rambut dan serat dapat dilihat dengan mata
telanjang. Dengan menggunakan pinset bersih dan kertas jeja, sampel dapat dilipat
dam disimpan dalam amplop kertas atau kemasan lain yang sesuai.
Dengan metode tape lifting, kaset air atau metanol larut
untuk pengumpulan jejak rambut dan serat. Dengan memberikannya pada lokasi
sampel yang dicurigai dihapus atau dikemas.
Dengan menggunakan vakum yang telah diberikan saringan, dengan
menggunakan alat pada lokasi sampel, kemudian disimpan pada kertas jejak bersih.

5
Metode ini sangat jarang digunakan karena rentan terhadap resiko terkontaminasi
silang jika alat tidak dibersihkan dengan baik.
c. Pengemasan dan penyimpanan
Bukti biologis harus dikeringkan sebelum dikemas untuk meminimalkan
degradasi. kemasan yang paling sering digunakanadalah kertas, dan menggunakan
kemasan plastik apabila sampel benar-benar kering. Pada sampel cair harus
didokumentasikan terlebih dahulu dan ditempatkan pada gelas steril atau plastik
dan didinginkan sesegera mungkin.
d. Dokumentasi
Cara dokumentasi yang sering digunakan di TKP adalah fotografi.
Fotografer harus dapat bersaksi bahwa foto itu adalah representasi yang benar dan
akurat dari aegan pada saat foto itu diambil. Sketsa foto mungkin tidak selalu
menggambarkan hubungan spesial antara objek, sketsa digunakan untuk
melengkapif oto. Sketsa dapat lebih mudah menggambarkan keseluruhan kejadian
dan hubungan antara objek. Penyidik biasanya membuat sketsa kasar di TKP yang
berisi semua informasi yang diperlukan untuk penyidik menyelesaikan sketsa
secara keseluruhan.

2.2 Toksikologi Keracunan


Kata racun ”toxic” adalah bersaral dari bahasa Yunani, yaitu dari akar kata
tox, dimana dalam bahasa Yunani berarti panah. Dimana panah pada saat itu
digunakan sebagai senjata dalam peperangan, yang selalu pada anak panahnya
terdapat racun. Toksikologi merupakan studi mengenai perilaku dan efek yang
merugikan dari suatu zat terhadap organisme/mahluk hidup. Dalam toksikologi,
dipelajari mengenai gejala, mekanisme, cara detoksifikasi serta deteksi keracunan
pada sistim biologis makhluk hidup. Toksikologi sangat bermanfaat untuk
memprediksi atau mengkaji akibat yang berkaitan dengan bahaya toksik dari suatu zat
terhadap manusia dan lingkungannya.
Toksikologi forensik, adalah penerapan Toksikologi untuk membantu
investigasi medikolegal dalam kasus kematian, keracunan maupun penggunaan obat-
obatan. Dalam hal ini, toksikologi mencakup pula disiplin ilmu lain seperti kimia
analitik, farmakologi, biokimia dan kimia kedokteran. Yang menjadi perhatian utama
dalam toksikologi forensik bukanlah keluaran aspek hukum dari investigasi secara
toksikologi, namun mengenai teknologi dan teknik dalam memperoleh serta
6
menginterpretasi hasil seperti: pemahaman perilaku zat, sumber penyebab
keracunan/pencemaran, metode pengambilan sampel dan metode analisa, interpretasi
data terkait dengan gejala/efek atau dampak yang timbul serta bukti-bukti lainnya
yang tersedia.
Seorang ahli toksikologi forensik harus mempertimbangkan keadaan suatu
investigasi, khususnya adanya catatan mengenai gejala fisik, dan adanya bukti apapun
yang berhasil dikumpulkan dalam lokasi kriminal/kejahatan yang dapat
mengerucutkan pencarian, misalnya adanya barang bukti seperti botol obat-obatan,
serbuk, residu jejak dan zat toksik (bahan kimia) apapun yang ditemukan. Dengan
informasi tersebut serta sampel yang akan diteliti, ahli toksikologi forensik harus
dapat menentukan senyawa toksik apa yang terdapat dalam sampel, dalam konsentrasi
berapa, dan efek yang mungkin terjadi akibat zat toksik tersebut terhadap seseorang
(korban).
Menurut Taylor adalah suatu zat yang dalam jumlah relatif kecil (bukan
minimal), yang jika masuk atau mengenai tubuh ses eorang akan
menyebabkan timbulnya reaksi kimiawi (efek kimia) yang besar yang dapat
menyebabkan sakit bahkan kematian.
Menurut gradhwol racun adalah substansi yang tanpa kekuatan mekanis yang
mengenai tubuh seorang atau masuk aan menyebabkan gangguan fungsi tbuh,
kerugian bahkan kematian.
Sehinga jika dua definisi di atas digabungkan racun adalah
substansi kimiayang dalam jumlah relatuf kecil tetapi dengan dosis toksis, bila
masuk atau mengenai tubuh tanpa kekuatan mekanis tetapi hanya dengan
kekuatan daya kimianya akan menimbulkan efek yang besar yang dapat
menyebabkan sakit bahkan kematian.
Racun masuk ke dalam tubuh dengan beberapa cara yaitu:
a. Melalui mulut (perolal/ingesti)
b. Melalui saluran pernafasan (inhalasi)
c. Melalui suntikan (parenteral, injeksi)
d. Melalui kulit yang sehat/intak atau kulit yang sakit
e. Melalui dubur atau vagina

7
2.2.1. Klasifikasi Racun
Berdasarkan sumber dan tempat dimana racun tersebut mudah didapat maka racun
dapat dibagi menjadi 5 golongan yaitu:
- Racun yang terdapat dalam rumah tangga
Misalnya : desinfektan, detergen, insektisida dan sebagainya
- Racun yang banyak digunakan dalam lapangan pertanian dan perkebunan
Misalnya : pestisida dan herbisida
- Racun yang banyak dipakai dalam bidang kedokteran/pengobatan
Misalnya : sedatif hipnotis, analgetika, obat penenang, anti depresan dan lain lain.
- Racun yang banyak dipakai dalam industri/laboratorium
Misalnya : asam dan basa kuat, logam berat, dan lain-lain
- Racun-racun yang terdapat di alam bebas
Misalnya : opium, ganja, racun singkong, racun jamur dan lain sebagainya.

2.2.2 Mekanisme Kerja Racun


1. Racun yang bekerja secara setempat (lokal)
Racun yang bekerja secara setempat ini biasanya akan menimbulkan sensasi
nyeri yang hebat, disertai dengan peradangan, bahkan kematian yang dapat
disebabkan oleh syok akibat nyerinya tersebut atau peradangan sebagai kelanjutan
dari perforasi yang terjadi pada saluran pencernaan. Misalnya racun yang bersifat
korosif yaitu lisol, asam dan basa kuat, racun yang bersifat iritan yaitu arsen dan
racun yang bersifat anastesik kokain dan karbol.
2. Racun yang bekerja secara umum (Sistemik)
Walaupun kerjanya secara sistemik racun-racun dalam golongan ini
biasanya memiliki akibat/afinitas pada salah satu sistem atau organ
tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan sistem atau organ tubuh
lainnya. Misalnya Narkotik, barbiturate dan alkohol terutama berpengaruh pada
susunan syaraf pusat. Digitalis, asam oksalat terutama berpengaruh terhadap
jantung.
3. Racun yang bekerja secar setempat dan Umum
Selain menimbulkan rasa nyeri (efek lokal) juga akan menimbulkan depresi
pada susunan syaraf pusat (efek sistemik). Hal ini dimungkinkan karena sebagian
dari asam karbol tersebut akan diserap dan berpengaruh terhadap otak. Misalnya
asam oksalat dna asam karbol.
8
2.2.3 Pemeriksaan kedokteran forensik
---- Korban mati akibat keracunan umumnya dapat dibagi menjadi 2 golongan, yang sejak
semula sudah dicurigai kematian akibat keracunan dan kasus yang sampai saat sebelum di
autopsi dilakukan, belum ada kecurigaan terhadap kemungkinan keracunan.
---- Harus dipikirkan kemungkinan kematian akibat keracuan bila pada pemeriksaan
setempat (scene investigation) terdapat kecurigaan akan keracunan, bila pada autopsy
ditemukan kelainan yang lazim ditemukan pada keracunan dengan zat tertentu, misalnya
lebam mayat yang tidak biasa, luka bekas suntikan sepanjang vena dan keluarnya buih dari
mulut dan hidung serta bila pada autopsi tidak ditemukan penyebab kematian.
---- Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan perlu dilakukan beberapa
pemeriksaan penting, yaitu :
1. Pemeriksaan di tempat kejadian
Perlu dilakukan untuk membantu penentuan penyebab kematian dan
menentukan cara kematian. Mengumpulkan keterangan sebanyak mungkin tentang
saat kematian. Mengumpulkan barang bukti.
2. Pemeriksaan luar
 Bau. Dari bau yang tercium dapat diperoleh petunjuk racun apa yang kiranya
ditelan oleh korban. Segera setelah pemeriksa berada di samping mayat ia
harus menekan dada mayat untuk menentukan apakah ada suatu bau yang
tidak biasa keluar dari lubang-lubang hidung dan mulut.
 Segera. Pemeriksa harus segera berada di samping mayat dan harus menekan
dada mayat dan menentukan apakah ada suatu bau yang tidak biasa keluar dari
lubang hidung dan mulut.
 Pakaian. Pada pakaian dapat ditemukan bercak-barcak yang disebabkan oleh
tercecernya racun yang ditelan atau oleh muntahan. Misalnya bercak berwarna
coklat karena asam sulfat atau kuning karena asam nitrat.
 Lebam mayat. Warna lebam mayat yang tidak biasa juga mempunyai makna,
karena warna lebam mayat pada dasarnya adalah manifestasi warna darah
yang tampak pada kulit.
 Perubahan warna kulit. Pada hiperpigmentasi atau melanosis dan keratosis
pada telapak tangan dan kaki pada keracunan arsen kronik. Kulit berwarna
kelabu kebirubiruan akibat keraunan perak (Ag) kronik (deposisi perak dalam
jaringan ikat dan korium kulit). Kulit akan berwarna kuning pada keracunan

9
tembaga (Cu) dan fosfor akibat hemolisis juga pada keracunan insektisida
hidrokarbon dan arsen karena terjadi gangguan fungsi hati.
 Kuku. Keracunan arsen kronik dapat ditemukan kuku yang menebal yang
tidak teratur. Pada keracunan Talium kronik ditemukan kelainan trofik pada
kuku.
 Rambut. Kebotakan (alopesia) dapat ditemukan pada keracunan talium, arsen,
ari raksa dan boraks.
 Sklera. Tampak ikterik pada keracunan dengan zat hepatotoksik seperti fosfor,
karbon tetraklorida. Perdarahan pada pemakaian dicoumarol atau akibat bias
ular.

2.2.4 Pembedahan Jenazah


---- Segera setelah rongga dada dan perut dibuka, tentukan apakah terdapat bau yang tidak
biasa (bau racun). Bila pada pemeriksaan luar tidak tercium "bau racun" maka sebaiknya
rongga tengkorak dibuka terlebih dahulu agar bau visera perut tidak menyelubungi bau
tersebut. Bau alkohol, kloroform, dan eter akan tercium paling kuat dalam rongga tengkorak.
--- Perhatikan warna darah. Pada intoksikasi dengan racun yang menimbulkan hemolisis
(bisa ular), pirogarol, hidrokuinon, dinitrophenol dan arsen. Darah dan organ-organ dalam
berwarna coklat kemerahan gelap. Pada racun yang menimbulkan gangguan trombosit, akan
terdapat banyak bercak perdarahan, pada organ-organ. Bila terjadi keracunan yang cepat
menimbulkan kematian, misalnya alcohol, kloroform maka darah dalam jantung dan
pembuluh darah besar tetap cair tidak terdapat bekuan darah.
---- Pada lidah perhatikan apakah ternoda oleh warna tablet atau kapsul obat atau
menunjukan kelainan disebabkan oleh zat korosif. Pada esophagus bagian atas dibuka sampai
pada ikatan atas diafragma. Adakah terdapat regurgitasi dan selaput lendir diperhatikan akan
adanya hiperemi dan korosi. Pada epiglotis dan glotis perhatikan apakah terdapat hiperemi
atau edema, disebabkan oleh inhalasi atau aspirasi gas atau uap yang meransang atau akibat
regurgitasi dan aspirasi zat yang meransang. Edema glotis juga dapat ditemukan pada
pemakaian akibat syok anafilaktik, misalnya akibat penisilin.
---- Pada pemeriksaan paru-paru ditemukan kelainan yang tidak spesifik, berupa
pembendungan akut. Pada lambung dan usus dua belas jari lambung dibuka sepanjang
kurvakura mayor dan diperhatikan apakah mengeluarkan bau yang tidak biasa. Perhatikan isi
lambung warnanya dan terdiri dari bahan-bahan apa. Bila terdapat tablet atau kapsul diambil.

10
dengan sendok dan disimpan secara terpisah untuk mencegah disintegrasi tablet/kapsul. Pada
kasus-kasus non-toksikologik hendaknya pembukaan lambung ditunda sampai saat akhir
otopsi atau sampai pemeriksa telah menemukan penyebab kematian. Hal ini penting karena
umumnya pemeriksa baru teringat pada keracunan setelah pada akhir autopsi ia tidak dapat
menemukan penyebab kematian.
---- Pemeriksaan usus diperlukan pada kematian yang terjadi beberapa jam setelah korban
menelan zat beracun dan ini ingin diketahui berapa lama waktu tersebut. Pada hati apakah
terdapat degenerasi lemak atau nekrosis. Degenerasi lemak sering ditemukan pada peminum
alcohol. Nekrosis dapat ditemukan pada keracunan fosfor, karbon tetraklorida, klorform dan
trinitro toulena.
---- Pada ginjal terjadi perubahan degeneratif, pada kortek ginjal dapat disebabkan oleh
racun yang meransang. Ginjal agak membesar, korteks membengkak, gambaran tidak jelas
dan berwarna suram kelabu kuning. Perubahan ini dapat dijumpai pada keracunan dengan
persenyawaan bismuth, air raksa, sulfonamide, fenol, lisol, karbon tetraklorida. Umumnya
analisis toksikologik ginjal terbatas pada kasus-kasus keracunan logam berat atau pada
pencarian racun secara umum atau pada pemeriksaan histologik ditemukan Kristal-kristal Ca-
oksalat atau sulfonamide.
---- Pemeriksaan urin dilakukan dengan semprit dan jarum yang bersih, seluruh urin
diambil dari kandung kemih. Bila bahan akan dikirim ke kota lain untuk dilakukan
pemeriksaan maka urin dibiarkan berada dalam kandung kemih dan dikirim dengan cara
intoto, prostat dan kedua ureter diikat dengan tali. Walaupun kandung kemih dalam keadaan
kosong, kandung kemih harus tetap diambil untuk pemriksaan toksikologik.
---- Pemeriksaan otak biasanya tidak ditemukan adanya edema otak pada kasus kematian
yangcepat, misalnya pada kematian akibat barbiturat, eter dan juga pada keracunan kronik
arsenatau timah hitam. Perdarahan kecil-kecil dalam otak dapat ditemukan pada keracunan
karbonmonoksida,barbiturat, nitrogen oksida, dan logam berat seperti air raksa air raksa,
arsen dantimah hitam. Obat-obat yang bekerja pada otak tidak selalu terdapat dalam
konsentrasi tinggidalam jaringan otak.
---- Pada pemeriksaan jantung dengan kasus keracunan karbon monoksida bila korban
hidupselama 48 jam atau lebih dapat ditemukan perdarahan berbercak dalam otot
septuminterventrikel bagian ventrikel kiri atau perdarahan bergaris pada muskulus papilaris
ventrikelkiri dengan garis menyebar radier dari ujung otot tersebut sehingga tampak
gambaran sepertikipas.

11
---- Pada pemeriksaan limpa selain pembendungan akut limpa tidak menunjukkan
kelainanpatologik. Pada keracunan sianida, limpa diambil karena karena kadar sianida dalam
limpabeberapa kali lebih besar daripada kadar dalam darah. Empedu merupakan bahan yang
baikuntuk penentuan glutetimida, quabaina, morfin dan heroin. Pada keracunan karena
inhalasigas atau uap beracun, paru-paru diambil, dalam botol kedap udara.
---- Jaring lemak diambil sebanyak 200 gram dari jaringan lemak bawah kulit daerah
perut.Beberapa racun cepat di absorpsi dalam jaringan lemak dan kemudian dengan
lambatdilepaskan kedalam darah. Jika terdapat persangkaan bahwa korban meninggal
akibatpenyuntikan jaringan di sekitar tempat suntikan diambil dalam radius 5-10 cm.
Pada dugaan keracunan arsen rambut kepala dan kuku harus diambil. Rambut diikat
terlebih dahulu sebelum dicabut, harus berikut akar-akarnya, dan kemudian diberi label agar
ahli toksikologi dapat mengenali mana bagian yang proksimal dan bagian distal. Rambut
diambil kira-kira 10 gram tanpa menggunakan pengawet. Kadar arsen ditentukan dari setiap
bagian rambut yang telah digunting beberapa bagian yang dimulai dari bagian proksimal dan
setiap bagian panjangnya ½ inci atau 1 cm. terhadap setiap bagian itu ditentukan kadar
arsennya.
---- Kuku diambil sebanyak 10 gram, didalamnya selalu harus terdapat kuku-kuku kedua
ibu jari tangan dan ibu jari kaki. Kuku dicabut dan dikirim tanpa diawetkan. Ahli toksikologi
membagi kuku menjadi 3 bagian mulai dari proksimal. Kadar tertinggi ditemukan pada 1/3
bagian proksimal.

2.2.5 Pengambilan Bahan Pemeriksaan Toksikologik


---- Lebih baik mengambil bahan dalam keadaan segar dan lengkap pada waktu autopsy
daripada kemudian harus mengadakan penggalian kubur untuk mengambil bahan-bahan yang
diperlukan dan melakukan analisis toksikologik atas jaringan yang sudah busuk atau sudah
diawetkan.
---- Pengambilan darah dari jantung dilakukan secara terpisah dari sebelah kanan dan
sebelah kiri masing-masing sebnayak 50 ml. Darah tepi sebanyak 30-50 ml, diambila dari
vena iliaka komunis bukan darah dari vena porta. Pada korban yang masih hidup, darah
adalah bahan yang terpenting, diambil 2 contoh darah masing-masing 5 ml, yang pertama
diberi pengawet NaF 1% dan yang lain tanpa pengawet.
---- Urin dan bilasan lambung diambil semua yang ada didalam kandung kemih untuk
pemeriksaannya. Pada mayat diambil lambung beserta isinya. Usus beserta isinya berguna
terutama bila kematian terjadi dalam waktu beberapa jam setelah menelan racun sehingga
12
dapat diperkirakan saat kematian dan dapat pula ditemukan pil yang tidak hancur oleh
lambung.
---- Organ hati harus diambil setelah disisihkan untuk pemeriksaan patologi anatomi
dengan alasan takaran forensik kebanyakan racun sangat kecil, hanya beberapa mg/kg
sehingga kadar racun dalam tubuh sangat rendah dan untuk menemukan racun, bahan
pemeriksaan harus banyak, serta hati merupakan tempat detoksikasi tubuh terpenting.
---- Ginjal harus diambil keduanya, organ ini penting pada keadan intoksikasi logam,
pemeriksaan racun secara umum dan pada kasus dimana secara histologik ditemukan Ca-
oksalat dan sulfo-namide. Pada otak, jaringan lipoid dalam otak mampu menahan racun.
Misalnya CHCI3 tetap ada walaupun jaringan otak telah membusuk. Otak bagian tengah
penting pada intoksikasi CN karena tahan terhadap pembusukan. Untuk menghidari cairan
empedu mengalir ke hati dan mengacaukan pemeriksaan, sebaiknya kandung empedu jangan
dibuka.
---- Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengambil sampel selain dengan cara yang
telah disebutkan, adalah :
1. Tempat masuknya racun (lambung, tempat suntikan)
2. Darah
3. Tempat keluar (urin, empedu)

2.2.6 Jenis-Jenis Keracunan


1. Keracunan Karbon Monoksida (CO)
---- Karbon monoksida (CO) adalah racun yang tertua dalam sejarah manusia.
Sejak di kenalcara membuat api, manusia senantiasa terancam oleh asap yang
mengandung CO. Gas COadalah gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak
meransang selaput lendir, sedikitlebih ringan dari udara sehingga mudah menyebar.
2. Keracunan Sianida
---- Sianida (CN) merupakan racun yang sangat toksik, karena garam sianida
dalam takaran kecil sudah cukup untuk menimbulkan kematian pada seseorang
dengan cepat seperti bunuh diri yang dilakukan oleh beberapa tokoh nazi.
----Kematian akibat keracunan CN umumnya terjadi pada kasus bunuh diri dan
pembunuhan. Tetapi mungkin pula terjadi akibat kecelakaan di laboratorium, pada
penyemprotan (fumigasi) dalam pertanian dan penyemprotan di gudang-gudang
kapal.
3. Keracunan Arsen (As)
13
---- Senyawa arsen dahulu sering mengunakan sebagai racun untuk membunuh
orang lain, dan tidaklah mustahil dapat ditemukan kasus keracunan dengan arsen
dimasa sekarang ini. Disamping itu keracunan arsen kadang-kadang dapat terjadi
karena kecelakaan dalam industri dan pertanian akibat memakan/meminum
makanan/minuman yang terkontaminasi dengan arsen. Kematian akibat keracunan
arsen sering tidak menimbulkan kecurigaan karena gejala keracunan akutnya
menyerupai gejala gangguan gastrointestinal yang hebat sehingga dapat didiagnosa
sebagai suatu penyakit.
4. Keracunan Alkohol
--- Alkohol banyak terdapat dalam berbagai minuman dan sering menimbulkan
keracunan.Keracunan alkohol menyebabkan penurunan daya reaksi atau kecepatan,
kemampuan untukmenduga jarak dan ketrampilan mengemudi sehingga cenderung
menimbulkan kecelakaanlalu-lintas di jalan, pabrik dan sebagainya. Penurunan
kemampuan untuk mengontrol diri danhilangnya kapasitas untuk berfikir kritis
mungkin menimbulkan tindakan yang melanggarhukum seperti perkosaan,
penganiayaan, dan kejahatan lain ataupun tindakan bunuh diri.

2.2.1 Prinsip Dasar Dalam Investigasi Toksikologi


Dalam menentukan jenis zat toksik yang menyebabkan keracunan, seringkali
menjadi rumit karena adanya proses yang secara alamiah terjadi dalam tubuh manusia.
Jarang sekali suatu bahan kimia bertahan dalam bentuk asalnya didalam tubuh. Bahan
kimia, ketika memasuki tubuh akan mengalami proses ADME, yaitu absorpsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi. Misalnya, setelah memasuki tubuh, heroin dengan
segera termetabolisme menjadi senyawa lain dan akhirnya menjadi morfin, menjadikan
investigasi yang lebih detil perlu dilakukan seperti jenis biomarker (petanda biologik)
zat racun tersebut, jalur paparan zat, letak jejak injeksi zat pada kulit dan kemurnian zat
tersebut untuk mengkonfirmasi hasil diagnosa. Zat toksik juga kemungkinan dapat
mengalami pengenceran dengan adanya proses penyebaran ke seluruh tubuh sehingga
sulit untuk terdeteksi. Walaupun zat racun yang masuk dalam ukuran gram atau
miligram, sampel yang diinvestigasi dapat mengandung zat racun atau biomarkernya
dalam ukuran mikrogram atau nanogram, bahkan hingga pikogram.
Bapak Toksikologi Modern, Paracelsus (1493-1541) menyatakan bahwa "semua
zat adalah racun; tidak ada yang bukan racun. Dosis yang tepat membedakan suatu
racun dengan obat". Toksikan (zat toksik) adalah bahan apapun yang dapat memberikan

14
efek yang berlawanan (merugikan). Racun merupakan istilah untuk toksikan yang
dalam jumlah sedikit (dosis rendah) dapat menyebabkan kematian atau penyakit (efek
merugikan) yang secara tiba-tiba. Zat toksik dapat berada dalam bentuk fisik (seperti
radiasi), kimiawi (seperti arsen, sianida) maupun biologis (bisa ular). Juga terdapat
dalam beragam wujud (cair, padat, gas). Beberapa zat toksik mudah diidentifikasi dari
gejala yang ditimbulkannya, dan banyak zat toksik cenderung menyamarkan diri.
Contoh zat-zat toksik dan gejalanya :
Zat Toksik Gejala
Asam (nitrat, hidroklorat, sulfat) Luka bakar pada kulit, mulut, hidung,
membran mukosa
Anilin (hipnotik, notrobenzena) Kulit muka dan leher menghitam (gelap)
Arsenik (metal arsenic, tembaga, Diare parah
mercuri, dll)
Atropin Pelebaran pupil mata
Basa (kalium, hidroksida) Luka bakar pada kulit, mulut, hidung,
membran mukosa
Asam karbolat (atau fenol lainnya) Bau desinfektan
Karbon monoksida Kulit berwarna merah terang
Sianida Kematian cepat, kulit memerah
Keracunan makanan Muntah, nyeri perut
Senyawa logam Diare, muntah, nyeri perut
Nikotin Kejang
Asam oksalat Bau bawang putih
Natrium fluorida Kejang
Striknin Kejang, muka dan leher menghitam
(gelap

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Toksikologi forensik merupakan ilmu investigasi kasus atau pencarian bukti
masalah keracunan. Toksikologi forensik merupakan bagian ilmu Toksikologi Modern
dalam mengkaji perilaku zat racun dan keberadaan zat racun dalam sistim mahluk hidup
serta perilaku dalam lingkungan. Secara umum tugas toksikolog forensik adalah
membantu penegak hukum khususnya dalam melakukan analisis racun baik kualitatif
maupun kuantitatif dan kemudian menerjemahkan hasil analisis ke dalam suatu laporan
(surat, surat keterangan ahli atau saksi ahli), sebagai bukti dalam tindak kriminal
(forensik) di pengadilan. Pengambilan sampel pada korban hidup dan yang sudah
meninggal akan berbeda. Pada korban yang sudah meninggal, seluruh organ akan diambil
sedikit jaringannya kemudian diperiksa melalui berbagai metode analisa secara kimiawi,
bologi, maupun secara histopatologi.

3.2 Saran
Setelah mempelajari makalah ini, diharapkan pembaca dapat lebih mengerti dan
memahami tentang TKP dan bukti fisik dalan ilmu forensik agar nantinya dapat
menyelesaikan persoalan atau pun masalah yang berkenaan dengan materi di atas.

16
DAFTAR PUSTAKA

Afiah, R.N. 1998. Barang Bukti dalam Proses Pidana. Jakarta : sinar Grafika
Bell, S.2006. Forensic Chemistry. Pearson Education Inc.
Casarett, L.J. and Doull, J.1991. Toxicology, the Basic Science of Poisons. McGraw-Hill
Companies, Inc., New York.
Eckert,W.,G., 1980. Introduction to Forensic Sciences. The C.V Mosby Company, St. Louis,
Missori
Hayes, W., (ed). 1982. Principles and Methods of Toxicology, Raven Press. New York.
Saferstein, B., 1995. Criminalistics, an Introduction to Forensic Science. 5th Ed., A Simon
dan Schuster Co., Englewood Cliffs, New Jersey

Anda mungkin juga menyukai