Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Alkohol adalah senyawa turunan alkana yang mengandung gugus fungsi
hidroksil (-OH) pada rantai atom karbon. Penggunaan alkohol ini cukup luas di
dunia industri, misalnya pembuatan obat dalam dunia farmasi, pembuatan
minuman beralkohol dalam industri minuman, sebagai pelarut kosmetik, dan yang
saat ini sedang populer menjadi bahan bakar. Alkohol tidak berwarna dan tidak
berasa, namun memiliki bau yang khas dan mudah terbakar. Alkohol dapat dibuat
beberapa cara yaitu melalui sintesa kimia dengan melakukan reaksi antara gas
etilen dan uap air dengan asam sebagai katalis dan melalui proses fermentasi atau
peragian bahan-bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan
menggunakan aktivitas mikroba.
Dalam pembuatan alkohol diperlukan bahan baku utama yang memiliki
spesifikasi tertentu yaitu bahan-bahan harus mengandung gula atau biasa disebut
substansi sakarin (seperti sari buah, singkong, dsb). Bahan baku dalam membuat
alkohol dalam praktikum ini adalah penggunan sari buah melon. Selain itu, dalam
fermentasi alkohol digunakan mikroorganisme seperti Sacharomyces Cerevisiae
yang didapat dari ragi yang berkembang biak dengan cepat, tahan terhadap alkohol
tinggi, tahan terhadap suhu tinggi, mempunyai sifat stabil dan cepat mengadakan
adaptasi terhadap media yang difermentasi (Harahap, 2003).

1.2. Rumusan Masalah


Saat ini di Indonesia sedang terjadi kelangkaan energi terutama dalam
kaitannya dengan energi tambang. Negara tidak dapat menyuplai semua kebutuhan
minyak bumi di Indonesia ini, sehingga memerlukan impor dari negara lain. Oleh
sebab itu perlu sumber energi alternantif untuk menggantikan minyak bumi salah
satunya adalah dengan menggunakan alkohol alami/bio-etanol. Perumusan
masalah yang didapatkan dalam praktikum ini adalah mengenai pembuatan
alkohol dari sari buah melon, mengetahui pengaruh penambahan nutrien terhadap
jumlah koloni dan densitas pada pertumbuhan starter, serta pengaruh penambahan
starter terhadap konversi alkohol., mengetahui pengaruh ragi teradap pertumbuhan
yeast pada pembuatan starter, dan mengetahui pengararuh volume terhadap
konversi alkohol.

1.3. Tujuan Percobaan


1. Membuat alkohol dari sari buah melon.

1
2. Mempelajari pengaruh penambahan MgSO4 terhadap pertumbuhan yeast pada
pembuatan starter.
3. Mempelajari pengaruh konsentrasi sari buah melon terhadap konversi
pembuatan alkohol.
1.4. Manfaat Percobaan
1. Praktikan mampu membuat alkohol dari sari buah melon.
2. Praktikan memahami pengaruh penambahan MgSO4 terhadap pertumbuhan
yeast pada pembuatan starter.
3. Praktikan memahami pengaruh konsentrasi sari buah melon terhadap konversi
pembuatan alkohol.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Melon (Cucumis melo L.)


Tanaman melon (Cucumis melo L.) termasuk salah satu anggota famili
Cucurbitaceae, banyak yang menyebutkan buah melon berasal dari Lembah Panas
Persia atau daerah Mediterania yang merupakan perbatasan antara Asia Barat
dengan Eropa dan Afrika. Tanaman ini akhirnya tersebar luas ke Timur Tengah
dan ke Eropa. Pada abad ke-14 melon dibawa ke Amerika oleh Colombus dan
akhirnya ditanam luas di Colorado, California, dan Texas. Akhirnya melon
tersebar ke seluruh penjuru dunia terutama di daerah tropis dan subtropics
termasuk Indonesia. Tanaman melon mirip dengan tanaman ketimun. Merupakan
tanaman semusim dengan akar menyebar tetapi dangkal, menjalar di tanah atau
ditambatkan pada lanjaran/turus bambu, tumbuh di ketinggian 300-900 m diatas
permukaan laut. Tanaman ini juga mempunyai banyak cabang. Melon dapat
tumbuh dan berkembang dengan baik bila ditanam di tempat yang sesuai dengan
syarat tumbuh tanaman melon. Faktor tanah, iklim dan air sangat mempengaruhi
pertumbuhan melon. Tanaman melon membutuhkan tanah yang subur yang kaya
akan unsur hara tanah. Keadaan iklim seperti suhu, curah hujan, sinar matahari,
kelembaban, ketinggian tempat mutlak diperlukan tanaman melon sebagai
pengangkut unsur hara dari dalam tanah ke bagian atas tanaman.
Melon saat ini tidak hanya dikonsumsi sebagai buah segar saja. Selain sebagai
buah meja, melon juga dihidangkan dalam bentuk jus. Berbagai produk makanan
maupun minuman seperti sirup, permen dan susu menyajikan melon sebagai
pilihan rasa. Melon menjadi salah satu sumber energi karena mengandung kalori,
lemak dan karbohidrat yang cukup tinggi. Kandungan vitamin C pada melon akan
mencegah terjadinya sariawan dan meningkatkan ketahanan tubuh terhadap
penyakit. Saat ini melon sering digunakan sebagai buah untuk terapi kesehatan.
Melon mengandung zat adenosine, yaitu suatu zat antikoagulan yang berfungsi
menghentikan penggumpalan keping sel darah. Apabila penggumpalan sel darah
ini berlanjut dan tidak dihentikan akan menyebabkan timbulnya stroke/sakit
jantung. Penelitian lain menyebutkan bahwa zat karotenoid pada melon cukup
tinggi sehingga dapat mencegah penyakit kanker, terutama kanker paru-paru
Melon termasuk keluarga tanaman labu-labuan (Cucurbitaceae). Kedudukan
tanaman melon dalam sistematika tumbuhan, diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta

3
Subdivisi : Angiospermae
Klas : Dikotiledoneae
Subklas : Sympetalae
Ordo : Cucurbitales
Famili : Cucurbitaceae
Genus : Cucumis
Species : Cucumis melo L.
(Wirahma, 2008)
Tabel 2.1 Kandungan zat gizi buah melon per 100 gram
Komposisi Gizi Banyaknya (jumlah)
Energi 22,00 kal
Protein 0,60 g
Lemak 0,10 g
Karbohidrat 5,30 g
Serat 0,30 g
Abu 0,50 g
Kalsium 12,00 mg
Fosfor 30,00 mg
Kalium 183,00 mg
Zat Besi 0,50 mg
Natrium 6,00 mg
Vitamin A 2.140,00 S.I
Vitamin B1 0,03 mg
Vitamin B2 0,02 mg
Vitamin C 35,00 mg
Niacin 0,80 mg
Air 93,50 g
(Wirahma, 2008)
2.2. Alkohol
2.2.1 Pengertian alkohol
Alkohol atau sering disebut dengan etanol dalam kehidupan sehari-hari
dikenal sebagai pelarut, bahan antiseptik dan bahan bakar alternatif
pengganti bensin. Alkohol komersial diperoleh dari destilasi yang hanya
menghasilkan 95% etanol karena etanol dan air dapat membentuk azeotrop
yang mendidih pada temperatur 78,1°C, sedangkan kemurnian etanol
sebagai bahan bakar harus 99% (Fibriari dkk., 2012). Alkohol (C2H5OH)

4
merupakan cairan transparan, tidak berwarna, cairan yang mudah bergerak,
mudah menguap, setra dapat bercampur dengan air, eter, dan kloroform.

Alkohol dapat dibuat dari zat pati/amilum (C6H10O5)n yang dihidrolisis


menjadi glukosa kemudian difermentasi dengan mikroorganisme
Saccharomyces Cerevisiae pada temperature 27-30°C (suhu kamar). Pada
kandungan gula sebesar 10-18% dalam medium fermentasi umumnya dapat
menghasilkan alkohol yang cukup memuaskan. Fermentasi adalah suatu
proses perubahan kimia yang disebabkan oleh aktivitas mikroba ataupun
oleh aktivitas enzim yang dihasilkan mikroba. Jalur metabolisme
karbohidrat yang pernah diselidiki adalah sistem fermentasi alkohol oleh
khamir. Salah satu jenis khamir yang produktif dan sering digunakan ialah
Sacharomyces Cerevisiae. Dalam fermentasi ini glukosa didegradasi
menjadi alkohol dan CO2 melalui suatu jalur metabolisme yang disebut
glikolisis. Jalur glikolisis disebut juga sebagai jalur Embden-Meyerhof-
Parnas. Secara keseluruhan mekanisme utama fermentasi alkohol melalui
jalur Embden-Meyerhof-Parnas dapat dilihat pada gambar 1.1 (Berry, 1988
dalam Firman Sebayang, 2006).

2.2.2 Mekanisme Pembuatan Alkohol

Secara umum, mekanisme pembuatan alcohol dapat dilakukan dengan


melalui serangkaian proses yaitu,

1. Tahap hidrolisa
Hidrolisis yakni proses konversi pati menjadi glukosa. Prinsip dari
hidrolisis pati pada dasarnya adalah pemutusan rantai polimer pati
menjadi unit-unit dekstrosa (C6H12O6). Pemutusan rantai polimer
tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode, misalnya secara
enzimatis, kimiawi ataupun kombinasi keduanya dan dipengaruhi oleh
beberapa kondisi seperti pH, suhu dan waktu ( Rahmayanti, 2010 ).
2. Tahap fermentasi
Fermentasi alkohol merupakan suatu reaksi pengubahan glukosa
menjadi etanol (etil alkohol) dan karbon dioksida. Proses yang terjadi
yaitu piruvat diubah menjadi etanol dalam dua langkah. Langkah
pertama, menghidrolisis piruvat dengan molekul air sehingga
melepaskan karbondioksida dari piruvat dan mengubahnya menjadi
asetaldehida berkarbon dua. Dalam langkah kedua, asetaldehida
direduksi oleh NADH menjadi etanol sehingga meregenerasi NAD+

5
yang dibutuhkan untuk glikolisis. Organisme yang berperan yaitu
Saccharomyces cerevisiae (ragi) untuk pembuatan tape, roti atau
minuman keras. (Sadimo, 2016)

3. Tahap Destilasi/ Pemurnian


Destilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian
besar adalah air dan etanol). Pada tahap ini dilakukan pemanasan untuk
memisahkannya karena titik didih etanol murni adalah 78ºC sedangkan
air adalah 100ºC (kondisi standar). Lalu pemanasan larutan pada rentang
suhu 78ºC -100ºC akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap,
dan melalui unit kondensasi dapat dihasilkan etanol (Jumari , 2009 ).

2.2.3 Siklus Metabolisme

Asam piruvat
dekarboksilase
Glukosa Asam piruvat Asetaldehid
CO2
Etanol Alkohol
dehidrogenase
NAD+ NaDH

Gambar 2.1 Skema Pemecahan Glukosa menjadi Alkohol

Melalui proses glikolisis, glukosa akan diubah menjadi asam


piruvat + 2NADH + 2ATP, dengan enzim piruvat dekarboksilase
akan diubah menjadi asetil dehid (senyawa antara) lalu diubah lagi oleh
enzim bernama alkohol dehidrogenase menjadi etanol (akhir).

2.3 Sacharomyces Cerevisiae sebagai starter


Saccharomycess cereviseae merupakan mikroba yang bersifat fakultatif, ini
berarti mikroba tersebut memiliki 2 mekanisme dalam mendapatkan energinya.
Jika ada udara, tenaga di peroleh dari respirasi aerob dan jika tidak ada udara
tenaga di peroleh dari respirasi anaerob.
Saccharomyces cerevisiae berkembang biak secara pembelahan (budding).
Morfologinya berupa sel oval dengan panjang 10 μm, dan lebar 5 μm. Yeast ini
dikenal sebagai beaker yeast dan brewer yeast karena memfermentasikan gula
menjadi alkohol dan karbondioksida.
Saccharomyces cerevisiae dipakai pertama kali untuk membuat roti oleh
seorang Inggris pada tahun 1972. Kemudian penggunaannya berkembang untuk

6
membuat bir dan beverage malt, dari larutan yang mengandung yeast propagator.
Selama proses, gula maupun nutrient ditambahkan sedikit demi sedikit dengan
teratur. Nutrient yang paling menentukan terhadap hasil yeast adalah senyawa
nitrogen terutama dalam bentuk (NH4)2SO4 dan NH4OH. Penambahan NH4OH

dimasukkan agar pH medium tetap.


Semakin banyak ragi yang ditambahkan, maka semakin banyak pula
mikroorganisme yang mampu memecah glukosa menjadi alkohol. Sehingga kadar
alkohol yang dihasilkannya pun menjadi lebih tinggi ( Kunaepah, 2008 ).
Temperatur optimal untuk yeast adalah antara 25-300C dan temperatur
maksimalnya adalah 35-470C. Pengkondisian suhu yang dilakukan dengan
menggunakan inkubator, hal ini dilakukan agar suhu dapat terkontrol dengan baik.
Semua galur dari Saccharomyces cerevisiae dapat menggunakan amonia dan urea
sebagai sumber nitrogen tetapi tidak dapat menggunakan nitrat karena
ketidakmampuannya untuk mereduksi menjadi ion amoniak. Untuk dapat bertahan
hidup, Saccharomyces cerevisiae membutuhkan nutrien yang diperoleh dari
medium perkembangbiakkannya seperti (NH4)2SO4, MgSO4.7H2O, KCl, CaCl2,
P3(PO4)5, ekstrak ragi, air, dan glukosa.

7
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1. Rancangan Praktikum


A. Skema Rancangan Praktikum
a. Starter

Pembuatan starter: Penghitungan jumlah koloni: Analisis densitas:

1. Preparasi sari melon 1. Mengencerkan starter 1 ml 1. Menghitung densitas


2. Penambahan nutrien dalam 100 ml dengan piknometer
3. Pengaturan pH 2. Penghitungan jumlah koloni
4. Penambahan ragi dengan hemasitometer

b. Fermentasi

Persiapan sari buah: Fermentasi media sari buah:


1. Preparasi sampe (didihkan) 1. Penambahan starter dalam media substrat
2. Pengaturan pH 2. Fermentasi anaerob
3. Penentuan kadar glukosa

c. Analisis gula
Mengukur kadar glukosa sari
Analisis gula standar: buah melon: Analisa densitas:

1. Mencari densitas
1. Pembuatan gula standar 1. Mengukur densitas
dengan piknometer
2. Standarisasi kadar glukosa 2. Titrasi untuk mencari
kebutuhan titran

B. Variabel Proses
Variabel tetap
a. Starter
- 200 ml sari buah melon
- 3 gr/l KH2PO4
- 3 gr/l MgSO4
- PH 4
- Waktu 0,1,2 hari
- Ditutup dengan menggunakan aluminium foil
b. Fermentasi
- 200 ml sari buah melon
- PH 4
- Waktu 0,1,2,3,4,5 hari

Variabel berubah
a. Starter
- Var.1 : Ragi 2 gr/l (aluminium foil dilubangi )
- Var.2 : Ragi 3 gr/l (aluminium foil dilubangi )
- Var.3 : Ragi 4 gr/l (aluminium foil dilubangi )
- Var.4 : Ragi 3 gr/l (aluminium foil tidak dilubangi )

8
b. Fermentasi
- Var.1 : Starter I 8%
- Var.2 : Starter II 8%
- Var.3 : Starter III 8%
- Var.4 : Starter IV 12%
- Var.5 : Starter V 12%
- Var.6 : Starter VI 12%
- Var.7 : Starter VII 16%
- Var.8 : Starter VIII 16%
- Var.9 : Starter IX 16%

Variabel respon
- Starter : Densitas dan jumlah koloni
- Fermentasi : Densitas dan kadar gula

3.2 Bahan dan Alat


3.2.1 Bahan
1. Sari buah melon
2. Glukosa
3. KH2PO4 dan MgSO4
4. NaOH
5. CH3COOH
6. Indikator MB
7. Aquadest
8. Ragi roti (Fermipan)
9. Fehling A dan Fehling B

3.2.2 Alat
1. Erlenmeyer
2. Buret, statif, dan klem
3. Gelas ukur
4. Pengaduk
5. Pipet tetes
6. Kompor listrik
7. Beaker glass
8. Autoclave

9
3.2.3. Gambar Alat

Gambar 3.1 Erlenmeyer Gambar 3.2 Buret, statif dan klem

Gambar 3.3 Gelas ukur Gambar 3.4 Beaker glass

Gambar 3.6 Pengaduk Gambar 3.7 Autoclave

Gambar 3.8 Kompor listrik Gambar 3.9 Pipet tetes

3.3 Prosedur Praktikum


A. Pembuatan Starter
1. Mula-mula persiapkan sari buah melon untuk bahan starter. Dengan
mempersiapkan sari buah yang telah bebas dari ampas sesuai variabel.
2. Sari buah disterilkan dengan cara dididihkan. Adonan didinginkan sampai
suhu kamar.
3. Sari buah sebanyak 200 ml ditambahkan KH2PO4 3 gram, MgSO4 3 gram,
urea sebanyak 3 gram sebagai nutrien.
4. pH diatur 4.

10
5. Ragi/fermipan sesuai dengan variable yang diinginkan ditambahkan ke
dalam larutan tersebut
6. Jumlah yeast dan densitas dalam larutan dihitung setiap hari selama 2 hari
sampai dengan konstan.
B. Pengukuran Variabel Respon
1. Metode Perhitungan Yeast
Cara Perhitungan Jumlah Mikroorganisme dengan Hemositometer
a. Sampel sebanyak 1 ml diencerkan 100x.
b. Sampel diteteskan pada meja hemositometer.
c. Hemositometer diletakkan pada mikroskop.
d. Gambar/preparat dicari dengan mengatur perbesaran.
e. Jumlah yeast dihitung pada ruang hemositometer.
f. Jumlah yeast/mikroorganisme dihitung dengan mengalikan factor
pengenceran.

Gambar 3.10 Tampilan Hemositometer menggunakan mikroskop

Jumlah mikroorganisme persampel:

2. Analisis Densitas
a. Timbang berat piknometer kosong.
b. Tuangkan sampel ke dalam piknometer sampai penuh.
c. Timbang piknometer berisi sampel.
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑖𝑐𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑏𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑖𝑐𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔
𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 =
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑖𝑐𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟

11
C. Fermentasi
1. Persiapan sari buah
a. Mula-mula persiapkan sari buah untuk bahan starter. Dengan
mempersiapkan sari buah yang telah bebas dari ampas sesuai variabel.
b. Sari buah disterilkan dengan cara dididihkan.
c. Adonan didinginkan sampai suhu kamar, lalu diatur pH 4.
d. Penentuan kadar glukosa substrat (lakukan Metode analisis gula)
Kadar glukosa substrat sebelum fermentasi disesuaikan.
Bila %SB > % sari buah yang diperlukan perlu diencerkan:
%𝑆𝐵 𝑥 𝑉 𝑆𝐵 𝑥 𝜌 𝑆𝐵
%𝑏𝑢𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑘𝑎𝑛 = (𝑉𝑎𝑞 𝑥 𝜌 𝑎𝑞)+(𝑉 𝑆𝐵 𝑥 𝜌𝑆𝐵)
𝑥 100%

Bila %SB < % sari buah yang diinginkan perlu ditambah sukrosa:
180𝑋+(%𝑆𝐵 𝑥 𝑉 𝑆𝐵 𝑥 𝜌 𝑆𝐵)
%𝑏𝑢𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑖𝑛𝑔𝑖𝑛𝑘𝑎𝑛 = 𝑥 100%
342𝑋+(𝑉 𝑆𝐵 𝑥 𝜌 𝑆𝐵)

2. Fermentasi media sari buah


a. Substrat yang telah diatur kadar glukosanya diambil.
b. Substrat ditambahkan starter sesuai variabel.
c. Fermentasi anaerob selama 5 hari.
d. Lakukan analisa glukosa dan pengukuran densitas sebelum dan sesudah
fermentasi.

D. Metode analisis gula


1. Analisa Glukosa Standar
a. Pembuatan glukosa standar.
b. 1,25 gram glukosa anhidrit dilarutkan dengan aquadest pada labu takar
c. Standarisasi kadar glukosa
1. 5 mL glukosa standar, diencerkan sampai 100 mL, diambil 5 mL,
dinetralkan pHnya.
2. Larutan ditambahkan 5 mL fehling A dan 5 mL fehling B.
3. Larutan dipanaskan hingga 60°C s.d.70°C.
4. Larutan dititrasi dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60°C s/d
70°C sampai warna biru hampir hilang, ditambahkan 2 tetes MB.
5. Larutan dititrasi lagi dengan glukosa standar sambil dipanaskan 60°C
s/d 70°C sampai warna biru menjadi merah bata.
6. Kebutuhan titran dicatat volumenya.
F = V titran

12
2. Mengukur kadar glukosa sari buah
a. Ukur densitas sari buah
b. Cari M
1. 5 ml sari buah, diencerkan hingga 100 ml, diambil 5 ml dan
dinetralkan pH-nya.
2. Larutan ditambahkan 5 ml fehling A dan 5 ml fehling B, ditambahkan
5 ml glukosa standar yang telah diencerkan.
3. Larutan dipanaskan hinga 60°C s.d.70°C.
4. Larutan dititrasi dengan glukosa standart sambil dipanaskan 60°Cs.d.
70°C, sampai warna biru hampir hilang, lalu ditambahkan 2 tetes MB.
5. Larutan dititrasi lagi dengan glukosa standart sambil dipanaskan 60°C
s.d. 70°C sampai warna biru menjadi merah bata.
6. Kebutuhan titran dicatat volumenya.
M = V titran
7. Kadar glukosa sari buah diukur dengan rumus berikut:
𝑉𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑉𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
( 𝐹−𝑀)× ×
𝑉𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑉𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙
%SB = × 100% × 0,0025
𝑉𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 × 𝜌

3. Analisis Densitas
1. Timbang berat piknometer kosong.
2. Tuangkan sampel ke dalam piknometer sampai penuh.
3. Timbang piknometer berisi sampel.
𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑖𝑐𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑏𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑖𝑐𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔
=
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑖𝑐𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟

13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Penambahan MgSO4 terhadap Jumlah Koloni pada Starter


Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan Jumlah Koloni
STARTER
HARI
A B C
0 6,2x1010 2,7x1010 3,8x1010
2 9x1010 1,17x1011 6,9x1010
3 4x1011 3,5x1011 2,53x1011

4.5E+11
4E+11
3.5E+11
3E+11
Jumlah koloni

2.5E+11
Starter A
2E+11
Starter B
1.5E+11
Starter C
1E+11
5E+10
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Hari

Gambar 4.1 Pengaruh penambahan MgSO4 terhadap jumlah koloni pada


starter

Pada variabel A ragi yang diberikan yaitu sebanyak 2 gr/L, variabel B


sebanyak 4 gr/L, dan variabel C sebanyak 6 gr/L. Dari percobaan yang dilakukan
diperoleh hasil yaitu pada hari ke dua pembiakan starter, variabel C menghasilkan
jumlah koloni yang paling banyak yaitu sebanyak 9,4 𝑥1010 sedangkan variabel
A menghasilkan koloni paling sedikit yaitu 8,3 𝑥1010 .
Jumlah koloni yang dihasilkan akan cenderung lebih banyak jika ragi yang
diberikan semakin banyak, namun untuk mendapatkan hasil yang maksimum
diperlukan kadar yang optimum. Oleh karena jika kadar ragi yang diberikan terlalu
banyak juga dapat menurunkan kadar etanol yang dihasilkan. Menurut percobaan
Jhonprimen (2012) jumlah ragi sebesar 10 gram sudah tidak lagi efektif. Menurut
Dicka (2009) semakin hari jumlah koloni akan semakin naik karena
Saccharomyces cerevisiae akan tumbuh dengan baik pada pH 3-6 dan pada suhu

14
ruang, pada kondisi tersebut fase lag akan berkurang dan aktivitas fermentasi akan
naik.
Bila hal tersebut dibandingkan dengan percobaan maka hasil percobaan telah sesuai
dengan teori. Starter C dengan penambahan ragi paling banyak menghasilkan koloni
dengan jumlah paling banyak, sedangkan Starter A dengan penambahan ragi paling sedikit
menghasilkan koloni dengan jumlah paling sedikit pula. Namun, pada hari ke 1 didapatkan
Starter C dengan hasil koloni terendah. Menurut Kusmiati (2010) Saccharomyces
cerevisiae sedang mengalami fase adaptasi, pada fase ini pertumbuhan
Saccharomyces cerevisiae tidak mengalami pertumbuhan yang berarti.

4.2 Pengaruh Penambahan Oksigen Pada Starter


Tabel 4.2 Data Jumlah Koloni Pada Starter B dan Starter D

Hari Starter B Starter D


2,7x1010 7,7x x1010
1
1,17x1011 5 x1010
2
3,5x1011 6,2 x1010
3

4E+11

3.5E+11

3E+11
Jumlah Koloni

2.5E+11

2E+11
Starter B
1.5E+11
Starter D
1E+11

5E+10

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Hari

Gambar 4.2 Hubungan penambahan oksigen pada starter

Dari data diatas dapat kita lihat perbandingan jumlah koloni pada starter B
yang diberi lubang aerasi sedangkan starter D tanpa dilubangi. Perbandingan
antara starter B dan starter D sangat mencolok yang mana starter D yang tanpa
dilubangi memiliki jumlah koloni yang sangat besar dibandingkan dengan starter
B yang dilubangi.
Menurut Roosdiana Muin (2015) Saccharomyses cerevisiae bersifat
fermentatif kuat dan dapat hidup dalam kondisi aerob maupun anaerob (anaerob
fakultatif), memiliki sifat yang stabil dan seragam, memiliki pertumbuhan yang

15
cepat dalam proses fermentasi sehingga proses fermentasi dapat berlangsung
dengan cepat pula serta mampu memproduksi alkohol dengan jumlah banyak.
Menurut Afrianti (2005) di dalam Muin (2015) fermentasi aerob adalah fermentasi
yang memerlukan oksigen karena dengan adanya oksigen mikroba dapat mencerna
glukosa menjadi air, CO2, dan sejumlah energi. Fermentasi anaerob adalah
fermentasi yang tidak memerlukan oksigen dan hanya memecah sebagian dari
bahan energi.
Berdasarkan teori diatas menunjukkan bahwa hasil percobaan telah sesuai
dengan teori. Saccharomyses cerevisiae akan lebih cepat melakukan pembelahan
atau pertumbuhan pada saat kondisi tertutup rapat (anaerob). Menurut Satriyo
(2011) Saccharomyses cerevisiae akan bekerja maksimum pada jam ke-24 hingga
jam ke-72, selanjutnya Saccharomyses cerevisiae kebanyakan akan mati.

4.3 Hubungan Jumlah Koloni dengan Densitas Pada Starter


Tabel 4.3 Data Densitas Dan Jumlah Koloni

Hari DATA STARTER


Starter
Starter A Starter B C
Jumlah Jumlah Jumlah
Densitas Koloni Densitas Koloni Densitas Koloni
0 1,0162 6,2x1010 1,0179 2,7x x1010 1,02 3,8x x1010

2 1,007 9x x1010 1,007 1,17x x1011 1,009 6,9x x1010

3 1,006 4x x1011 1,0088 3,5x x1011 1,0088 2,53x x1011

4.5E+11

4E+11

3.5E+11

3E+11

2.5E+11 Starter A

2E+11 Starter B
Starter C
1.5E+11

1E+11

5E+10

0
1.005 1.01 1.015 1.02 1.025

Gambar 4.3 Hubungan Densitas Dengan Jumlah Koloni

16
Hubungan densitas dengan jumlah koloni pada percobaan ini berbanding
terbalik. Semakin hari densitas masing masing starter mengalami penurunan.
Starter A dengan densitas awal 1.1631 gr/L turun hingga 1.0932 gr/L, Starter B
dengan densitas awal 1.124 gr/L turun hingga 1.015 gr/L, Starter C dengan
densitas awal 1.187 gr/L turun hingga 1.0995 gr/L.
Menurut Khodijah (2015) penurunan densitas seiring bertambahnya waktu
dikarenakan semakin lama waktu fermentasi aktivitas mikroba mengalami
pertumbuhan dengan berkembang biak semakin banyak, sehingga dengan semakin
meningkatnya jumlah mikroba maka semakin banyak pula jumlah karbohidrat
yang terurai menjadi alkohol. Dengan meningkatnya jumlah alcohol, maka berat
atau densitas daripada campuran air-alkohol akan semakin rendah. Menurut Dicka
(2009) semakin hari jumlah koloni akan semakin naik karena Saccharomyces
cerevisiae akan tumbuh dengan baik pada pH 3-6 dan pada suhu ruang, pada
kondisi tersebut fase lag akan berkurang dan aktivitas fermentasi akan naik.
Hasil percobaan yang telah kami lakukan telah sesuai dengan teori yang
disebutkan oleh Siti Khodijak yang mana semakin bertambahnya waktu maka
jumlah koloni akan semakin banyak, sehingga laju konversi glukosa menjadi
alkohol akan semakin tinggi dan dibuktikan dengan penurunan densitas.

4.4 Pengaruh %SB Starter terhadap Konversi Alkohol


Tabel 4.4 Konversi alkohol terhadap %SB starter A
Konversi Starter A
Hari 8% 12% 16%
0 0 0
0
0,83625 0,8805 0,90375
3
0,88325 0,894583 0,9143125
4
0,89875 0,90083 0,9175
5

Tabel 4.5 Konversi alkohol terhadap %SB starter B


Konversi Starter B
Hari 8% 12% 16%
0 0 0
0
0,83375 0,88075 0,90269
3
0,84525 0,896167 0,906313
4
0,85625 0,901667 0,913125
5

Tabel 4.6 Konversi alkohol terhadap %SB starter C


Konversi Starter C
Hari 8% 12% 16%

17
0 0 0
0
0,83125 0,87242 0,90156
3
0,843625 0,88225 0,908438
4
0,8575 0,89333 0,914375
5

1
0.9
0.8
0.7
0.6
Konversi

0.5 8%SB
0.4 12%SB
0.3 16%SB
0.2
0.1
0
0 1 2 3 4 5 6
Hari

Gambar 4.4 Grafik hubungan konversi alkohol dengan %SB starter A

1
0.9
0.8
0.7
0.6
Konversi

0.5 8%SB
0.4 12%SB
0.3 16%SB
0.2
0.1
0
0 1 2 3 4 5 6
Hari

Gambar 4.5 Grafik hubungan konversi alkohol dengan %SB starter B

18
1
0.9
0.8
0.7
0.6
Konversi
0.5 8%SB
0.4 12%SB
0.3 16%SB
0.2
0.1
0
0 1 2 3 4 5 6
Hari

Gambar 4.6 Grafik hubungan konversi alkohol dengan %SB starter C

Dari table dan grafik diatas dapat kita lihat terjadi fluktuasi dari data yang
didapatkan. Namun pada hari pertama dapat kita lihat terjadi kenaikan tertinggi
pada penambahan volume 8% pada starter A,starter B dan starter C. setelah itu
terjadi penurunan pada hari berikutnya sedangkan pada penambahan starter dengan
%volume 12 dan 16% tetap terjadi kenaikan pada hari pertama namun tetap hasil
yang dihasilkan tidak lebih tinggi dari volume 8% starter.
Fermentasi dilakukan dengan menggunakan kultur murni atau starter.
Banyaknya mikroba (starter/linokulum) yang ditambahkan berkisar antara 3-10 %
dari volume medium fermentasi. Penggunaan inokulum yang bervariasi ini dapat
dapat menyebabkan proses fermentasi dan mutu produk selalu berubah-ubah.
Inokolum adalah kultur mikroba yang diinokulasikan ke dalam medium fermentasi
pada saat kultur mikroba tersebut berada pada fase pertumbuhan eksponensial
(Wijaningsih,2008).
Oleh karena itu, pada percobaan didapatkan hasil yang optimal pada
penambahan persen volume 8% pada starter A,B dan C sehingga hal ini sejalan
dengan penelitian wijaningsih yang mana persen volume optimal yang digunakan
adalah 3-10% dari volume medium fermentasi.

4.5 Pengaruh Waktu terhadap Densitas Pada Fermentasi


Tabel 4.7 Hubungan waktu terhadap densitas pada fermentasi
Densitas (gr/ml)
Variabel %SB
Hari ke 0 Hari ke 3 Hari ke 4 Hari ke 5
A 8 1,058 0,99 0,99 0,985

12 1,072 1,05 1,0495 1,044

19
16 1,065 1 0,996 0,987

B 8 1,087 0,994 0,988 0,985

12 1,088 1,066 1,043 1,017

16 1,077 0,996 0,991 0,991

C 8 1,114 1,022 1,021 1,02

12 1,111 1,076 1,034 1,028

16 1,11 1,032 1,024 1,024

1.14
1.12
Variabel 1
1.1
Variabel 2
1.08
Variabel 3
Densitas

1.06
Variabel 4
1.04
Variabel 5
1.02
Variabel 6
1
Variabel 7
0.98
Variabel 8
0.96 Variabel 9
0 1 2 3 4 5 6
Hari

Gambar 4.7 Hubungan Waktu dengan Densitas Pada Fermentasi


Dari hasil percobaan menunjukkan perubahan densitas pada proses
fermentasi yang dilakukan selama 5 hari dengan pengambilan data 3 hari. Data
menunjukkan hasil pada semua variabel mengalami penurunan densitas.
Menurut Khodijah (2015) penurunan densitas seiring bertambahnya
waktu dikarenakan semakin lama waktu fermentasi aktivitas mikroba mengalami
pertumbuhan dengan berkembang biak semakin banyak, sehingga dengan semakin
meningkatnya jumlah mikroba maka semakin banyak pula jumlah karbohidrat

20
yang terurai menjadi alkohol. Dengan meningkatnya jumlah alkohol, maka berat
atau densitas daripada campuran air-alkohol akan semakin rendah.

21
DAFTAR PUSTAKA

Kunaepah, Uun. 2008. Pengaruh Lama Fermentasi dan Konsentrassi Glukosa


Terhadap Aktivitas Antibakteri, Polifenol Total, dan Mutu Kimia Kefir Susu
Kacang Merah. Semarang: Universitas Diponegoro
Harahap, Hamidah. 2003. Produksi Alkohol. Medan: Universitas Sumatra Utara
Jumari, Arif , Wibowo, Wusana Agung , Handayani , Ariyani,Indika. 2009. Pembuatan
Etanol dari Jambu Mete dengan Metode Fermentasi. Ekuilibrium Vol. 7. No.2
Rahmayani, Dian. 2010. Pemodelan dan Optimasi Hidrolisa Pati Menjadi Glukosa
Dengan Metode Artificial Neural Network-Genetic Algorithm ( ANN-GA ).
Semarang: Universitas Diponegoro
Sadimo, Mariskian M , Said,Irwan , dan Mustapa, Kasmudin. 2016. Pembuatan
Bioetanol dari Pati Umbi Talas ( Colocasia esculenta [L] schott ) Melalui
Hidrolisis Asam dan Fermentasi. ISSN 2302-6030 (p), 2477-5185 (e)
Fibriari, Ira dkk. 2012. Pengkayaan Alkohol Ciu Bekonangdengan Metode Destilasi
Adsorptif Menggunakan Zeolit Alam dan Silika Gel. Jurusan kimia fakultas
sains dan matematika Universitas Diponegoro. Semarang
Sebayang, Firman. 2006. Pembuatan Etanol dari Molase Secara Fermentasi
Menggunakan Sel Saccharomyces Cerevisiae yang Termobilisasi pada
Kalsium Alginat. Departemen Kimia Fakultas FMIPA Universitas Sumatera
Utara. Medan
Wirahma, Samba. 2018. Evaluasi Kebutuhan Agroklimat Tanaman Melon (Cucumis
melo L.) Dan Potensi Pengembangannya Di Jawa Barat. Departemen
Geofisika Dan Meteorologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai