Anda di halaman 1dari 7

P3

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Penambahan Ragi Terhadap Jumlah Koloni pada Starter


Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan Jumlah Koloni
STARTER
HARI
A B C
0 2x109 2x109 3x109
1 3,8x1010 4,1x1010 3,7x1010
2 8,3x1010 8,5x1010 9,4x1010

100
90
80
70
Jumlah Koloni

Starter A
60
Starter B
50
40 Starter C
30
20
10
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Hari

Gambar 4.1 Pengaruh Penambahan Ragi Terhadap Jumlah Koloni pada


Starter
Pada variabel A ragi yang diberikan yaitu sebanyak 2 gr/L, variabel B
sebanyak 4 gr/L, dan variabel C sebanyak 6 gr/L. Dari percobaan yang dilakukan
diperoleh hasil yaitu pada hari ke dua pembiakan starter, variabel C menghasilkan
jumlah koloni yang paling banyak yaitu sebanyak 9,4 𝑥1010 sedangkan variabel
A menghasilkan koloni paling sedikit yaitu 8,3 𝑥1010 .
Jumlah koloni yang dihasilkan akan cenderung lebih banyak jika ragi yang
diberikan semakin banyak, namun untuk mendapatkan hasil yang maksimum
diperlukan kadar yang optimum. Oleh karena jika kadar ragi yang diberikan
terlalu banyak juga dapat menurunkan kadar etanol yang dihasilkan. Menurut
percobaan Jhonprimen (2012) jumlah ragi sebesar 10 gram sudah tidak lagi
efektif. Menurut Dicka (2009) semakin hari jumlah koloni akan semakin naik
karena Saccharomyces cerevisiae akan tumbuh dengan baik pada pH 3-6 dan pada
suhu ruang, pada kondisi tersebut fase lag akan berkurang dan aktivitas fermentasi
akan naik.

22
P3

Bila hal tersebut dibandingkan dengan percobaan maka hasil percobaan telah
sesuai dengan teori. Starter C dengan penambahan ragi paling banyak menghasilkan
koloni dengan jumlah paling banyak, sedangkan Starter A dengan penambahan ragi
paling sedikit menghasilkan koloni dengan jumlah paling sedikit pula. Namun, pada hari
ke 1 didapatkan Starter C dengan hasil koloni terendah. Menurut Kusmiati (2010)
Saccharomyces cerevisiae sedang mengalami fase adaptasi, pada fase ini
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae tidak mengalami pertumbuhan yang
berarti.

4.2 Pengaruh Penambahan Oksigen Pada Starter


Tabel 4.2 Data Jumlah Koloni Pada Starter B dan Starter D

Hari Starter B Starter D

1 2x109 7x109

2 4x1010 1,15x1011

3 8,5x1010 1,31x1011

140
Starter B
120
Starter D
100
Jumlah Koloni

80

60

40

20

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
Hari

Gambar 4.2 Hubungan Penambahan Oksigen Pada Starter

Dari data diatas dapat kita lihat perbandingan jumlah koloni pada starter B
yang diberi lubang aerasi sedangkan starter D tanpa dilubangi. Perbandingan
antara starter B dan starter D sangat mencolok yang mana starter D yang tanpa
dilubangi memiliki jumlah koloni yang sangat besar dibandingkan dengan starter
B yang dilubangi.
Menurut Roosdiana Muin (2015) Saccharomyses cerevisiae bersifat
fermentatif kuat dan dapat hidup dalam kondisi aerob maupun anaerob (anaerob
fakultatif), memiliki sifat yang stabil dan seragam, memiliki pertumbuhan yang
cepat dalam proses fermentasi sehingga proses fermentasi dapat berlangsung

23
P3

dengan cepat pula serta mampu memproduksi alkohol dengan jumlah banyak.
Menurut Afrianti (2005) di dalam Muin (2015) fermentasi aerob adalah fermentasi
yang memerlukan oksigen karena dengan adanya oksigen mikroba dapat
mencerna glukosa menjadi air, CO2, dan sejumlah energi. Fermentasi anaerob
adalah fermentasi yang tidak memerlukan oksigen dan hanya memecah sebagian
dari bahan energi.
Berdasarkan teori diatas menunjukkan bahwa hasil percobaan telah sesuai
dengan teori. Saccharomyses cerevisiae akan lebih cepat melakukan pembelahan
atau pertumbuhan pada saat kondisi tertutup rapat (anaerob). Menurut Satriyo
(2011) Saccharomyses cerevisiae akan bekerja maksimum pada jam ke-24 hingga
jam ke-72, selanjutnya Saccharomyses cerevisiae kebanyakan akan mati.

4.3 Hubungan Jumlah Koloni dengan Densitas Pada Starter


Tabel 4.3 Data Densitas Dan Jumlah Koloni

Tanggal DATA STARTER


Starter A Starter B Starter C
Jumlah Jumlah Jumlah
Densitas Koloni Densitas Koloni Densitas Koloni
13-03-
2019 1.1631 2 x 109 1.124 2 x 109 1.187 3 x 109
14-03-
2019 1.1254 38 x 109 1.0936 41 x 109 1.1144 37 x 109
15-03-
2019 1.0932 83 x 109 1.015 85 x 109 1.0995 94 x 109

100
90
80
70
Jumlah Koloni

60
Starter A
50
40 Starter C
30 Starter B
20
10
0
1 1.05 1.1 1.15 1.2
Densitas

Gambar 4.3 Hubungan Densitas Dengan Jumlah Koloni

Hubungan densitas dengan jumlah koloni pada percobaan ini berbanding


terbalik. Semakin hari densitas masing masing starter mengalami penurunan.

24
P3

Starter A dengan densitas awal 1.1631 gr/L turun hingga 1.0932 gr/L, Starter B
dengan densitas awal 1.124 gr/L turun hingga 1.015 gr/L, Starter C dengan
densitas awal 1.187 gr/L turun hingga 1.0995 gr/L.
Menurut Khodijah (2015) penurunan densitas seiring bertambahnya waktu
dikarenakan semakin lama waktu fermentasi aktivitas mikroba mengalami
pertumbuhan dengan berkembang biak semakin banyak, sehingga dengan
semakin meningkatnya jumlah mikroba maka semakin banyak pula jumlah
karbohidrat yang terurai menjadi alkohol. Dengan meningkatnya jumlah alcohol,
maka berat atau densitas daripada campuran air-alkohol akan semakin rendah.
Menurut Dicka (2009) semakin hari jumlah koloni akan semakin naik karena
Saccharomyces cerevisiae akan tumbuh dengan baik pada pH 3-6 dan pada suhu
ruang, pada kondisi tersebut fase lag akan berkurang dan aktivitas fermentasi akan
naik.
Hasil percobaan yang telah kami lakukan telah sesuai dengan teori yang
disebutkan oleh Siti Khodijak yang mana semakin bertambahnya waktu maka
jumlah koloni akan semakin banyak, sehingga laju konversi glukosa menjadi
alkohol akan semakin tinggi dan dibuktikan dengan penurunan densitas.

4.4 Pengaruh % Volume Starter Terhadap Konversi Alkohol


Tabel 4.4 Konversi Alkohol Terhadap % Volume Starter A
Konversi Starter A
Hari 8% 12% 16%
1 0.976 0.8455 0.8585
2 0.755 0.694 0.731
5 0.7182 0.8157 0.63769

Tabel 4.5 Konversi Alkohol Terhadap % Volume Starter A


Konversi Starter B
Hari 8% 12% 16%
1 0.8907 0.8241 0.85281
2 0.727 0.787 0.8143
5 0.844 0.6892 0.77

Tabel 4.6 Konversi Alkohol Terhadap % Volume Starter A


Konversi Starter B
Hari 8% 12% 16%
1 0.9878 0.7328 0.8179
2 0.8749 0.765 0.771
5 0.7649 0.69354 0.819

25
P3

1.2

0.8

Konversi
0.6 Volume 8%

0.4 Volume 12%


Volume 16%
0.2

0
0 1 2 3 4 5 6
Hari

Gambar 4.4 Grafik Hubungan Konversi Alkoho dengan % Volume Starter A

1
0.9
0.8
0.7
0.6
Konversi

0.5 Volume 8%
0.4 Volume 12%
0.3 Volume 16%
0.2
0.1
0
0 1 2 3 4 5 6
Hari

Gambar 4.5 Grafik Hubungan Konversi Alkoho dengan % Volume Starter B

1.2

0.8
Konversi

0.6 Volume 8%
Volume 12%
0.4
Volume 16%
0.2

0
0 1 2 3 4 5 6
Hari

Gambar 4.6 Grafik Hubungan Konversi Alkoho dengan % Volume Starter C

26
P3

Dari table dan grafik diatas dapat kita lihat terjadi fluktuasi dari data yang
didapatkan. Namun pada hari pertama dapat kita lihat terjadi kenaikan tertinggi
pada penambahan volume 8% pada starter A,starter B dan starter C. setelah itu
terjadi penurunan pada hari berikutnya sedangkan pada penambahan starter dengan
%volume 12 dan 16% tetap terjadi kenaikan pada hari pertama namun tetap hasil
yang dihasilkan tidak lebih tinggi dari volume 8% starter.
Fermentasi dilakukan dengan menggunakan kultur murni atau starter.
Banyaknya mikroba (starter/linokulum) yang ditambahkan berkisar antara 3-10 %
dari volume medium fermentasi. Penggunaan inokulum yang bervariasi ini dapat
dapat menyebabkan proses fermentasi dan mutu produk selalu berubah-ubah.
Inokolum adalah kultur mikroba yang diinokulasikan ke dalam medium fermentasi
pada saat kultur mikroba tersebut berada pada fase pertumbuhan eksponensial
(Wijaningsih,2008).
Oleh karena itu, pada percobaan didapatkan hasil yang optimal pada
penambahan persen volume 8% pada starter A,B dan C sehingga hal ini sejalan
dengan penelitian wijaningsih yang mana persen volume optimal yang digunakan
adalah 3-10% dari volume medium fermentasi.

4.5 Pengaruh Waktu terhadap Densitas Pada Fermentasi


Tabel 4.7 Hubungan waktu terhadap densitas pada fermentasi
Densitas (gr/ml)
Variabel % Volume
hari ke 1 hari ke 2 hari ke 3
A 8 1.048 1.02 0.976
12 1.097 1.062 0.95
16 1.06 1.02 1.035
B 8 1.0289 1.007 0.961
12 1.0941 1.056 0.965
16 1.104 1.077 0.967
C 8 1.0226 0.999 0.957
12 1.086 1.062 0.978
16 1.0157 0.987 0.967

27
P3

1.12
1.1 Variabel 1
1.08 Variabel 2
1.06 Variabel 3
Densitas 1.04
Variabel 4
1.02
Variabel 5
1
0.98 Variabel 6
0.96 Variabel 7
0.94 Variabel 8
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Hari Variabel 9

Gambar 4.7 Hubungan Waktu dengan Densitas Pada Fermentasi


Dari hasil percobaan menunjukkan perubahan densitas pada proses
fermentasi yang dilakukan selama 5 hari dengan pengambilan data 3 hari. Data
menunjukkan hasil pada variabel 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9 mengalami penurunan
densitas dan pada variabel 3 didapatkan data yang fluktuatif.
Menurut Khodijah (2015) penurunan densitas seiring bertambahnya
waktu dikarenakan semakin lama waktu fermentasi aktivitas mikroba mengalami
pertumbuhan dengan berkembang biak semakin banyak, sehingga dengan
semakin meningkatnya jumlah mikroba maka semakin banyak pula jumlah
karbohidrat yang terurai menjadi alkohol. Dengan meningkatnya jumlah alcohol,
maka berat atau densitas daripada campuran air-alkohol akan semakin rendah.
Berdasarkan teori diatas menunjukkan bahwa variabel 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8,
dan 9 telah sesuai dengan teori. Namun pada variabel 3 data yang didapatkan
mengalami fluktuatif. Dapat dilihat pada hari ke-1 menuju hari ke-2 mengalami
penurunan lalu disusul peningkatan pada hari ke-3. Kenaikan ini terjadi akibat
mikroba sudah memasuki fase akhir eksponensial, atau bahkan sudah berada pada
fase stasioner. Dimana pada fase ini mikroba masih aktif membelah meskipun zat
zat nutrisi sudah habis. Mikroba yang usianya telah tua, tidak lagi melakukan
fermentasi alkohol dan densitas mengalami kenaikan karena sel mikroba yang
masih tetap membelah. Oleh karena itu diperoleh hasil densitas yang meningkat
pada hari terakhir (Hamdiyati, 2010).

28

Anda mungkin juga menyukai