Tutorial Klinik
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
HIPERTIROID
Siti Aminah
1810029034
Pembimbing:
dr. Anrih Roi Manthurio, Sp.A
TUTORIAL KLINIK
HIPERTIROID
Oleh:
Siti Aminah
1810029034
Pembimbing:
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan Tutorial tentang “Bronkopneumonia”. Refleksi kasus ini
disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima
kasih kepada :
1. dr. Ika Fikriah, M. Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
2. dr. Soehartono, Sp. THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. Hendra, Sp. A, selaku Kepala Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.
4. dr. Anrih Roi Manthurio, Sp. A, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan saran selama penulis menjalani co-assistance di Laboratorium Ilmu
Kesehatan Anak, terutama di divisi Endokrin..
5. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD AWS/FK
Universitas Mulawarman.
Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam penulisan, sehingga
penyusun mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnan tutorial klinik ini. Akhir
kata, semoga tutorial klinik ini berguna bagi penyusun sendiri dan para pembaca.
Penyusun
BAB 1
PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Hipertiroid adalah suatu keadaan dimana didapatkan kelebihan hormon tiroid
bebas dalam sirkulasi darah.1 Penyebab tersering hipertiroid adalah penyakit Grave’s.
Ini adalah suatu penyakit autoimun di mana tubuh tidak tepat dalam menghasilkan
long-lasting thyroid stimulator (LATS), suatu antibody yang sasarannya adalah
reseptor TSH di sel tiroid.2
Perlu dibedakan antara pengertian tirotoksikosis dengan hipertiroidisme.
Tirotoksikosis adalah manifestasi klinis kelebihan hormone tiroid yang beredar dalam
sirkulasi. Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang disebabkan oleh kelenjar tiroid
yang hiperaktif. Namun manifestasinya sama, hal ini disebabkan oleh ikatan T3 dengan
reseptor T3-inti semakin penuh.3
Selain itu, penting juga untuk mengetahui definisi krisis hipertiroid. Krisis
hipertiroid adalah tirotoksikosis yang amat membahayakan. Pada keadaan ini dijumpai
dekompensasi satu atau lebih system organ.3
Semua produk ini tetap melekat ke tiroglobulin. Hormone tiroid tetap tersimpan
dalam bentuk ini di koloid sampai terurai dan disekresikan. Jumlah hormone tiroid
yang tersimpan umumnya dapat memenuhi kebutuhan tubuh untuk beberapa bulan.
Pada perangsangan yang sesuai, sel folikel tiroid menelan sebagian dari koloid
yang mengandung tiroglobulin melalui proses fagositosis. Lisosom menyerang
vesikel yang ditelah tersebut dan memisahkan produk-produk beriodium
tiroglobulin. Hormone tiroid karena sangat lipofilik , mudah melewati membrane
luar sel folikel dan masuk ke dalam sirkulasi. MIT dan DIT mengalami deiodinasi,
dan iodium yang bebas didaur ulang untuk membentuk hormone baru. Setelah
hormone tiroid dikeluarkan ke dalam sirkulasi, molekul-molekul hormone tiroid
yang sangat lipofilik berikatan dengan protein plasma. Sebagian besar T3 dan T4
diangkut oleh thyroxine-binding globulin, yang secara selektif berikatan hanya
dengan hormone tiroid. Kurang dari 0.1% T4 dan kurang dari 1% T3 tetap berada
dalam bentuk bebas (tak terikat). Hanya bentuk bebas dari keseluruhan hormone
tiroid yang memiliki akses ke reseptor sel sasaran dan menimbulkan efek.2
2.4 Efek Hormon Tiroid dalam Tubuh
o Efek hormone tiroid pada laju metabolisme dan produksi panas
Hormone tiroid meningkatkan laju metabolisme basal keseluruhan
tubuh. Hormone ini adalah regulator mayor dalam laju konsumsi O2 dan
pengeluaran energy tubuh dalam keadaan istirahat. Efek metabolic
hormone tiroid berkaitan erat dengan efek kalorigenik sehingga
menyebabkan peningkatan panas.2
o Efek pada metabolisme antara
Hormone tiroid tidak hanya dapat memengaruhi pembentukan dan
penguraian karbohidrat, lemak, dan protein. Dalam jumlah yang
berbeda, hormone tiroid dapat menimbulkan efek metabolic yang
berbeda. Contohnya, pada jumlah minimal, hormone tiroid dapat
membentuk glukosa menjadi glikogen, namun dalam jumlah besar
hormone ini dapat memecah glikogen menjadi glukosa. 2
o Efek simpatomimetik
Hormon tiroid meningkatkan responsivitas sel target terhadap
katekolamin (epinefrin dan norepinefrin), mediator kimia yang
digunakan oleh system saraf simpatis dan medulla adrenal. Hormon
tiroid menyebabkan proliferasi reseptor sel target spesifik katekolamin.
Sehingga jika terjadi peningkatan kadar hormone tiroid, maka akan
serupa dengan aktivasi system saraf simpatis.2
o Efek pada sistem kardiovaskular
Hormone tiroid meningkatkan sensitivitas jantung terhadap kadar
katekolamin dalam darah, sehingga kontraktilitas dan curah jantung
meningkat. Selain itu, sebagai respon terhadap panas yang dihasilkan
oleh efek kalorigenik, akan terjadi vasodilatasi sistemik.2
o Efek pada pertumbuhan dan sistem saraf
Hormon tiroid penting bagi pertumbuhan karena memiliki efek terhadap
growth hormone dan IGF-1. Hormone tiroid berperan dalam
merangsang sekresi GH dan meningkatkan produksi IGF-1 oleh hepar.
Selain itu, hormone tiroid juga meningkatkan efek GH dan IGF-I dalam
pembentukan protein structural dan pertumbuhan tulang. Namun, tidak
seperti kelebihan hormone GH, hormone tiroid yang berlebih tidak
menyebabkan pertumbuhan yang berlebih.2
Hormon tiroid berperan penting dalam perkembangan normal sistem
saraf, khususnya SSP. Hormone tiroid juga memiliki fungsi yang
essensial dalam aktivitas normal SSP pada dewasa.2
2.5 Epidemiologi
Sampai saat ini belum didapatkan angka yang pasti insiden dan prevalensi
hipertiroid pada anak-anak di Indonesia. Beberapa pustaka di luar negeri
menyebutkan insidennya pada masa anak secara keseluruhan diperkirakan
1/100.000 anak per tahun.(9) Mulai 0,1/100.000 anak per tahun untuk anak 0-4
tahun, meningkat sampai dengan 3/100.000 anak pertahun pada usia remaja.(9,12.13)
Secara keseluruhan insiden hipertiroid pada anak jumlahnya kecil sekali atau
diperkirakan hanya 5-6 % dari keseluruhan jumlah penderita penyakit Graves
segala umur.(6,13,14)
Prevalensinya pada remaja wanita lebih besar 6-8 kali dibanding pada remaja pria. (2,11)
Kebanyakan dari anak-anak yang menderita penyakit Graves mempunyai riwayat
keluarga dengan penyakit tiroid atau penyakit autoimun yang lain, misalnya:
diabetes mellitus tipe 1, penyakit Addison, lupus sistemik, ITP, myasthenia gravis,
artritis rematoid, dan vitiligo. (7,8,12,15)
Penyakit Graves juga lebih sering terjadi pada pasien dengan trisomi 21. (7) Sedangkan
penyakit Graves pada neonatus (Neonatal Graves) hanya terjadi pada bayi yang
dilahirkan oleh ibu-ibu berpenyakit Graves dengan prevalensi 1 dibanding 70
kelahiran.(15)
2.6 Patofisiologi
NEONATAL GRAVES
Terdapat perbedaan yang mendasar patofisiologi penyakit Graves yang
terjadi pada bayi dengan yang terjadi pada anak dan dewasa. Penyakit Graves
pada bayi atau neonates selalu transient atau bersifat sementara, sedangkan pada
anak dan dewasa biasanya bersifat menahun.7,8,15
Neonatal Graves hanya terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang
menderita penyakit Graves dengan aktifitas antibodi stimulasi terhadap reseptor
TSH (TSH receptor-stimulating antibodies, di sini kita gunakan sebagai TRAb-
stimulasi) yang kuat. Hal ini dikarenakan adanya TRAb-stimulasi dari ibu yang
mencapai bayi melalui plasenta. TRAb-stimulasi bisa terdapat dalam sirkulasi ibu
hamil yang tidak dalam keadaan hipertiroid, oleh karena itu adanya riwayat
penyakit Graves pada ibu harus menjadi pertimbangan risiko terjadinya penyakit
Graves pada bayinya.7,15,17
Ibu dengan penyakit Graves dapat mempunyai campuran antibodi stimulasi
dan inhibisi/blocking terhadap reseptor TSH (TRAb-stimulasi dan TSH receptor-
blocking antibodies atau kita sebut TRAb-inhibisi) sekaligus. Jenis antibodi yang
sampai kepada bayi melalui plasenta akan mempengaruhi kelenjar tiroid bayi, bayi
yang dilahirkan dapat hipertiroid, eutiroid, atau hipotiroid, tergantung antibodi
yang lebih dominan.8,15 Potensi masing-masing dari kedua jenis antibodi, beratnya
penyakit ibu, lama paparan terhadap kondisi hipertiroid di dalam kandungan, serta
obat-obatan anti-tiroid dari ibu merupakan faktor-faktor yang dapat berpengaruh
pada status tiroid bayi.7,15
Half life dari TRAb adalah sekitar 1-2 minggu. Lama gejala klinis neonatal
Graves tergantung dari potensi dan kecepatan klirens antibodi, biasanya
berlangsung 2-3 bulan, dan bahkan bisa lebih.7,15 Komplikasi yang dapat terjadi
adalah gagal jantung, gagal tumbuh, penutupan sutura tulang tengkorak yang
terlalu dini dengan konsekwensi adanya gangguan perkembangan motorik maupun
mental.7,8
Pemeriksaan Laboratorium
Diagnosis hipertiroid pada neonatal Graves ditunjukkan dengan adanya
peningkatan kadar T4, FT4, T3, dan FT3 yang disertai supresi kadar TSH. Adanya
titer TRAb yang tinggi pada ibu atau bayi (biasanya diukur sebagai TSH receptor-
binding inhibiting immunoglobulin = TBII, mengukur kedua antibodi stimulasi atau
inhbisi) merupakan konfirmasi penyebabnya. 8,15
Mengingat pentingnya diagnosis dan terapi yang segera, beberapa keadaan seperti
pada tabel 1 patut dipertimbangkan sebagai neonatal Graves untuk dilakukan
pemeriksaan uji fungsi tiroid yang diperlukan.
Beberapa kondisi yang harus dipertimbangkan sebagai neonatal Graves
1. Takikardia yang tidak jelas sebabnya, adanya goiter atau ’stare’.
2. Petechie yang tidak jelas sebabnya, hiperbilirubinema, atau
hepatosplenomegali.
3. Riwayat atau adanya titer TRAb yang tinggi selama kehamilan ibu.
4. Riwayat atau adanya kebutuhan obat anti tiroid yang meningkat selama
kehamilan ibu.
5. Riwayat terapi ablasi tiroid dari ibu.
6. Riwayat penyakit Graves pada keluarga.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah kadar T4, FT4, T3, FT3, dan TSH.
Pemeriksaan T3 merupakan hal yang penting, sekitar 5% anak-anak dengan
penyakit Graves mempunyai kadar T3 yang meningkat nyata, namun dengan kadar T4
yang normal atau sedikit di atas normal. Keadaan ini dikenal sebagai T3
toxicosis.(7,8,15) TSH biasanya sangat rendah atau tidak terdeteksi. Peningkatan T4
atau T3 tanpa disertai kadar TSH yang rendah tidak menyokong keadaan
hipertiroid. Hal ini kemungkinan dapat diakibatkan karena kelebihan thyroxine-
binding globulin (bisa familial atau dapatan, misal: obat-obat kontrasepsi) atau
karena gangguan binding protein (misal: pada familial dysalbuminemic
hyperthyroxinemia).(7) Pada keadaan terakhir, kadar TBG di dalam serum harus
diperiksa juga. Kadar TSH yang rendah juga dapat menyingkirkan kemungkinan
hipertiroid karena induksi TSH dan hipofisis yang resisten terhadap hormon tiroid.(7,15)
Antibodi terhadap tiroid (anti-TG dan anti-TPO) kadang juga positif pada anak dengan
penyakit Graves, yang sulit dibedakan dengan fase tirotoksik pada tiroiditis Hashimoto.
Pada keadaan demikian, untuk membedakannya perlu pemeriksaan TRAb-
stimulasi.(7,14,15) Namun demikian, pada keadaan yang sudah jelas terdapat tanda
klinis penyakit Graves, semisal hipertiroid, goiter, proptosis, maka pemeriksaan
TRAb-stimulasi tidak diperlukan lagi mengingat mahalnya pemeriksaan ini.(11)
Berbeda pada orang dewasa, pemeriksaan uptake radioaktif jarang sekali
diperlukan pada kasus-kasus penyakit Graves yang sudah jelas. Pemeriksaan ini
hanya diperlukan pada kasus-kasus yang meragukan, misalnya pada kasus dengan
TRAb yang negative, tiroiditis Hashimoto fase tirotoksik, dan atau tiroid nodul
fungsional.(7)
KRISIS TIROID
Krisis tiroid merupakan komplikasi yang berat, namun jarang terjadi pada anak-
anak hipertiroid. Biasanya didahului faktor pencetus yakni: pembedahan, infeksi, dan
KAD (ketoasidosis diabetes). Hal ini juga dapat terjadi pada saat pembedahan
tiroidektomi maupun terapi ablasi menggunakan radioaktif.(6,9,12)
Manifestasi klinis5
o Riwayat tirotoksikosis sebelumnya
o Gejala umum: hiperpireksia, banyak keringat, penurunan berat, distres napas,
mudah lelah, lemah.
o Gejala saluran cerna: mual, muntah,diare, nyeri perut, ikterus.
o Gejala kardiovaskuler: aritmia, takikardi, hipertensi bisa berakhir dengan
hipotensi, syok, dan gagal jantung.
o Gejala neurologis: agitasi, hiper-refleksi, tremor, kejang sampai koma
o Tanda tirotoksikosis: exophthalmus dan goiter
o Faktor pencetus: sepsis, pembedahan, anestesi, terapi iodium radioaktif, obat
(pseudoefedrin, salisilat, kemoterapi), pemberian hormon tiroid berlebihan,
penghentian terapi antitiroid, ketoasidosis diabetik, trauma langsung terhadap
kelenjar tiroid.
Pemeriksaan laboratorium:
o Peningkatan T3, T4, FT4, kadar TSH menurun.
o Lekositosis dengan shift to the left.
o Tes fungsi hati menunjukkan kelainan yang tidak khas: peningkatan alanine
aminotransferase (ALT), aspartate aminotransferase (AST), alkaline
phosphatase, dan serum bilirubin.
Pemeriksaan penunjang lain (sesuai indikasi):
o Radiografi toraks : untuk mendeteksi edema paru dan pembesaran jantung
(gagal jantung) dan juga adanya infeksi paru.
o EKG : untuk memonitor aritmia fibrilasi atrial dan takikardi ventrikular
Skoring untuk mendiagnosis krisis tiroid
2.8 Penatalaksanaan
NEONATAL GRAVES5
Terapi harus segera dimulai untuk mencegah gagal jantung (jangka pendek) dan
kraniosinostosis serta gangguan kognitif di kemudian hari (jangka panjang).
Pilihan terapi adalah methimazole (MMI) dengan dosis 0.2-0.5 mg/ kgBB/hari
dibagi 1 sampai 3 dosis.
Durasi terapi 2-4 minggu tapi bisa sampai 3 bulan.
Jika MMI tidak tersedia atau terdapat efek samping terhadap MMI, maka bisa
diberikan Prophylthyouracil (PTU) hanya untuk jangka pendek.
Lugol iodine 1-3 tetes /hari bisa ditambahkan dalam kasus yang berat untuk
menghambat sekresi hormone tiroid.
Jika terdapat gejala hiperaktivitas simpatetis seperti takikardi, hipertensi,
kesulitan minum, maka ditambahkan propranolol 2mg/kgBB/hari.
Perawatan NICU diperlukan jika terdapat ketidakstabilan hemodinamik, gagal
jantung atau gagal nafas. Dalam kondisi ini bisa ditambahkan prednisolone 2
mg/kgBB dibagi 1-2 dosis terbagi.
Pemberian terapi harus dititrasi sampai tercapai kondisi eutiroid.
Pemberian Air susu ibu (ASI) tetap disarankan.
Pemantauan
Fungsi tiroid harus diukur setiap minggu sampai stabil dan sesudahnya
diperiksa setiap 2 minggu.
Perlu dievaluasi terhadap gangguan perkembangan, kraniosinostosis, dan
mikrosefali.
TRAb Setiap tahun.
KRISIS TIROID5
Terapi awal terdiri dari:
o Mencari penyebab dan mengobati pencetus.
o Menurunkan secara cepat konsentrasi serum hormon tiroid dan
mengganggu aksi perifer hormon tiroid.
Terapi pilihan pertama adalah PTU karena memblok konversi T4 ke T3.
o PTU 100-200 mg tiap 4-6 jam oral atau melalui NGT.
Iodides (SKKI) 8-10 tetes tiap 8 jam untuk menghambat pelepasan hormon
yang belum terbentuk dari kelenjar, harus diberikan paling tidak 1 jam sesudah
pemberian PTU.
Propanolol 2mg/kgBB/hari per oral akan memblok efek adrenergik dari hormon
tiroid dan menghambat konversi T4 menjadi T3.
Glukokortikoid :
o Hidrokortison 2 mg/kgBB IV bolus, dilanjutkan dengan 36-45mg/
m2/hari, dibagi dalam 6 dosis. Atau
o Hidrokortison 5mg/kgBB (hingga 100mg) IV setiap 6-8 jam. Atau
o Dexametason 0,1-0,2 mg/kgBB/hari dibagi dalam setiap 6-8 jam
DAFTAR PUSTAKA