Disusun Oleh:
Kelas VC
Kelompok 10:
Nurafnayanti Hidayat
Nurmayanti Dien Lestari
Siti Wulandari
Syifa Muthmainnah
FAKULTAS TARBIYAH
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai usaha untuk mencapai tujuan Pendidikan Nasional yang telah
diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahnu 1945 yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan potensi manusia seutuhnya,
maka sangat dibutuhkan peran pendidik yang profesional. Sesuai dengan Undang-
undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, jabatan guru sebagai pendidik merupakan jabatan profesional. Oleh sebab
itu, guru dituntut agar terus mengembangkan kapasitas dirinya sesuai dengan
perkembangan jaman, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kebutuhan masyarakat
termasuk kebutuhan sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki
kapabilitas untuk mampu bersaing baik di forum regional, nasional maupun
internasional.
Namun pada kenyataannya, masih banyak ditemui menjadi guru seperti pilihan
profesi terakhir. Kurang dapat dipercaya, jika sudah tidak ada lagi pekerjaan maka
profesi guru menjadi pilihan. Bahkan guru ada yang dipilih secara asal yang penting
ada yang mengajar. Padahal guru adalah operator sebuah kurikulum pendidikan,
ujung tombak pemberantas kebodohan, bahkan guru adalah mata rantai dab pilar
peradaban dan benang merah bagi perubahan dan kemajuan suatu masyarakat
bangsa.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu arti problematika dan tantangan?
2. Apa saja problematika seorang guru?
3. Mengapa terdapat tantangan dalam profesionalisme guru?
4. Bagaimana solusi yang didapatkan untuk menjadi guru yang profesional?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui arti problematika dan tantangan.
2. Mengetahui problematika menjadi seorang guru.
3. Mengetahui tantangan profesionalisme guru.
4. Mengetahui solusi menjadi guru yang profesional.
BAB II
PEMBAHASAN
B. Problematika guru
Secara umum problem yang dialami oleh para guru dapat dibagi menjadi dua
kelompok besar, yaitu problem yang berasal dari dalam diri guru disebut problem
internal, sedangkan yang berasal dari luar disebut problem eksternal.4
1
Catur Hari Wibowo, Problematika Profesi Guru dan Solusinya Bagi peningkatan Kualitas
Pendidikan di Mts Negeri Nguntorinadi Kbupaten Wonogiri, (IAIN Surakarta, 2014), hal. 18. (Diakses
pada Selasa, 14 November 2017), eprints.iain-surakarta.ac.id/17/1/2015TS0007.pdf
2
http://kbbi.web.id.
3
Azis Shofi Nurdiansyah, Profesionalisme Guru dan Tantangan Kedepan Dalam Peningkatan
Mutu Pendidikan Pada Era Global, (Universitas Negeri Malang), hal. 180. (Diakses pada Selasa, 14
November 2017), ap.fip.um.ac.id/wp-content/uploads/2016/03/13-Aziz-Shofi-Nurdiansyah.pdf
4
Catur Hari Wibowo, Problematika Profesi Guru dan Solusinya Bagi peningkatan Kualitas
Pendidikan di Mts Negeri Nguntorinadi Kbupaten Wonogiri, (IAIN Surakarta, 2014), hal. 19-23. (Diakses
pada Selasa, 14 November 2017), eprints.iain-surakarta.ac.id/17/1/2015TS0007.pdf
1. Problem Internal
Problem internal yang dialami oleh guru pada umumnya berkisar pada kompetensi
professional yang dimilikinya, baik bidang kognitif seperti penguasaan bahan/materi,
bidang sikap seperti mencintai profesinya (kompetensi kepribadian) dan bidang
perilaku seperti keterampilan mengajar, menilai hasil belajar siswa (kompetensi
pedagogik) dan lain-lain. Berikut ini problem internal seorang guru:5
a. Menguasai bahan/materi
Menguasai materi harus dimulai dengan merancang dan menyiapkan bahan ajar
/materi pelajaran yang merupakan faktor penting dalam pelaksanaan kegiatan
pembelajaran dari guru kepada anak didiknya. Agar proses pembelajaran dapat
berlangsung dengan baik, rancangan dan penyiapan bahan ajar harus cermat, baik
dan sistematis. Rancangan atau persiapan bahan ajar/materi pelajaran berfungsi
sebagai pemberi arah pelaksanaan pembelajaran, sehingga proses belajar mengajar
dapat terarah dan efektif. Namun hendaknya dalam merancang dan menyiapkan
bahan ajar disertai pula dengan gagasan/ide dan perilaku guru yang kreatif, dengan
memperhatikan segenap hal yang terkandung dalam makna belajar peserta didik.
5
Catur Hari Wibowo, Problematika Profesi Guru dan Solusinya Bagi peningkatan Kualitas
Pendidikan di Mts Negeri Nguntorinadi Kbupaten Wonogiri, (IAIN Surakarta, 2014), hal. 19-23. (Diakses
pada Selasa, 14 November 2017), eprints.iain-surakarta.ac.id/17/1/2015TS0007.pdf
karena status yang disandangnya. Status yang tinggi membuat seorang guru
mengharuskan tampilnya perilaku yang terhormat dari penyandangnya. Dewasa ini
masyarakat tetap mengharapkan perilaku yang paling baik dan terhormat dari
seorang guru.
c. Keterampilan mengajar
Guru harus memiliki beberapa komponen keterampilan mengajar agar proses
pembelajaran dapat tercapai, di antaranya yaitu 10 kompetensi guru yang
merupakan profil kemampuan dasar bagi seorang guru. Adapun 10 kompetensi guru
tersebut menurut Depdikbud, meliputi: a) Menguasai bahan, b) Mengelola program
belajar mengajar, c) Mengelola kelas, d) Penggunaan media atau sumber, e)
Mengelola interaksi belajar mengajar, f) Menilai prestasi siswa untuk kepentingan
pengajaran, g) Mengenal fungsi layanan bimbingan dan penyuluhan (BP), h)
Mengenal menyelenggarakan administrasi sekolah, i) Memahami prinsip- prinsip, j)
Menafsirkan hasil penelitian pendidikan guru untuk keperluan pengajaran.
2. Problem Eksternal
Problem eksternal yaitu problem yang berasal dari luar diri guru itu sendiri.
Kualitas pengajaran juga ditentukan oleh karakteristik kelas dan karakteristik sekolah.
a. Karakteristik kelas seperti besarnya kelas, suasana belajar, fasilitas dan sumber
belajar yang tersedia.
b. Karakteristik sekolah yang dimaksud, misalnya disiplin sekolah, contoh seperti
perpustakaan yang ada di sekolah yang memberikan perasaan nyaman, bersih,
rapi dan teratur.
Dalam konteks pertimbangan faktor eksternal, terutama yang menyangkut
lingkungan kerja, secara rinci, bahwa ada beberapa hal yang mempengaruhi semangat
kerja, yaitu:
a. Volume upah kerja yang dapat memenuhi kebutuhan.
b. Suasana kerja yang menggairahkan atau iklim.
c. Pemahaman sikap dan pengertian di kalangan pekerja.
d. Sikap jujur dan dapat di percaya dari kalangan pemimpin terwujud dalam
kenyataan.
e. Penghargaan terhadap hasrat dan kebutuhan yang berprestasi.
f. Sarana yang menunjang bagi kesejahteraan mental dan fisik, seperti tempat
olah raga, masjid dan rekreasi.6
6
Catur Hari Wibowo, Problematika Profesi Guru dan Solusinya Bagi peningkatan Kualitas
Pendidikan di Mts Negeri Nguntorinadi Kbupaten Wonogiri, (IAIN Surakarta, 2014), hal. 18-23. (Diakses
pada Selasa, 14 November 2017), eprints.iain-surakarta.ac.id/17/1/2015TS0007.pdf
7
Azis Shofi Nurdiansyah, Profesionalisme Guru dan Tantangan Kedepan Dalam Peningkatan
Mutu Pendidikan Pada Era Global, (Universitas Negeri Malang), hal. 184. (Diakses pada Selasa, 14
November 2017), ap.fip.um.ac.id/wp-content/uploads/2016/03/13-Aziz-Shofi-Nurdiansyah.pdf
pendidikan pada umumnya. Seperti yang dikenal saat ini bahwa, keprofesionalan
seorang guru dibuktikan dengan sertifikat profesi (sertifikasi). Melalui sertifikat
tersebut pula, guru mendapatkan manfaat berupa tunjangan yang ditujukan untuk terus
meningkatkan profesionalismenya.8
8
Azis Shofi Nurdiansyah, Profesionalisme Guru dan Tantangan Kedepan Dalam Peningkatan
Mutu Pendidikan Pada Era Global, (Universitas Negeri Malang), hal. 184. (Diakses pada Selasa, 14
November 2017), ap.fip.um.ac.id/wp-content/uploads/2016/03/13-Aziz-Shofi-Nurdiansyah.pdf
tapi juga matang dan sehat kepribadiannya. Bahkan konsep tentang sekolah di masa
yang akan datang, menurutnya akan berubah secara drastis.
Ada sisi-sisi tertentu dari fungsi dan peranan sekolah yang tidak dapat
tergantikan, misalnya hubungan guru-murid dalam fungsi mengembangkan
kepribadian atau membina hubungan sosial, rasa kebersamaan, kohesi sosial, dan
lain-lain. Teknologi informasi hanya mungkin menjadi pengganti fungsi
penyebaran informasi dan sumber belajar atau sumber bahan ajar. Bahan ajar yang
semula disampaikan di sekolah secara klasikal, lalu dapat diubah menjadi
pembelajaran yang diindividualisasikan melalui jaringan internet yang dapat
diakses oleh siapapun dari manapun secara individu. Inilah tantangan profesi
guru. Apakah perannya akan digantikan oleh teknologi informasi, atau guru yang
memanfaatkan teknologi informasi untuk menunjang peran profesinya.
Melalui penerapan dan pemilihan teknologi informasi yang tepat (sebagai
bagian dari teknologi pendidikan), maka perbaikan mutu yang berkelanjutan dapat
diharapkan. Perbaikan yang berlangsung terus menerus secara konsisten akan
mendorong orientasi pada perubahan untuk memperbaiki secara terus menerus
dunia pendidikan. Adanya revolusi informasi dapat menjadi tantangan bagi lembaga
pendidikan karena mungkin kita belum siap menyesuaikan. Sebaliknya, hal ini
akan menjadi peluang yang baik bila lembaga pendidikan mampu menyikapi
dengan penuh keterbukaan dan berusaha memilih jenis teknologi informasi yang
tepat, sebagai penunjang pencapaian mutu pendidikan. Pemilihan jenis media
sebagai bentuk aplikasi teknologi dalam pendidikan harus dipilih secara tepat,
cermat dan sesuai kebutuhan, serta bermakna bagi peningkatan mutu pendidikan
kita.
9
Azis Shofi Nurdiansyah, Profesionalisme Guru dan Tantangan Kedepan Dalam Peningkatan
Mutu Pendidikan Pada Era Global, (Universitas Negeri Malang), hal. 184. (Diakses pada Selasa, 14
November 2017), ap.fip.um.ac.id/wp-content/uploads/2016/03/13-Aziz-Shofi-Nurdiansyah.pdf
dikelola secara sentralistik. Menurut Tjokroamidjoyo, bahwa salah satu tujuan dari
desentralisasi adalah untuk meningkatkan pengertian rakyat serta dukungan mereka
dalam kegiatan pembangunan dan melatih rakyat untuk dapat mengatur urusannya
sendiri. Ini artinya, bahwa kemauan berpartisipasi masyarakat dalam pembangunan
(termasuk dalam pengembangan pendidikan) harus ditumbuhkan dan ruang
partisipasi perlu dibuka selebar-lebarnya.
Bergesernya paradigma pembangunan yang sentralistik ke desentralistik telah
mengubah cara pandang penyelenggara negara dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan. Pembangunan harus di pandang sebagai bagian
dari kebutuhan masyarakat itu sendiri dan bukan semata kepentingan negara.
Pembangunan seharusnya mengandung arti bahwa manusia ditempatkan pada posisi
pelaku dan sekaligus penerima manfaat dari proses mencari solusi dan meraih hasil
pembangunan untuk dirinya dan lingkungannya dalam arti yang lebih luas. Dengan
demikian, masyarakat harus mampu meningkatkan kualitas kemandirian mengatasi
masalah yang dihadapinya, baik secara individual maupun secara kolektif.
Belajar dari pengalaman bahwa ketika peran pemerintah sangat dominan dan
peran serta masyarakat hanya dipandang sebagai kewajiban, maka masyarakat justru
akan terpinggirkan dari proses pembangunan itu sendiri. Penguatan partisipasi
masyarakat haruslah menjadi bagian dari agenda pembangunan itu sendiri, lebih-
lebih dalam era globalisasi. Peran serta masyarakat harus lebih dimaknai sebagai
hak daripada sekadar kewajiban. Kontrol rakyat (anggota masyarakat) terhadap isi
dan prioritas agenda pengambilan keputusan pembangunan harus dimaknai sebagai
hak masyarakat untuk ikut mengontrol agenda dan urutan prioritas pembangunan
bagi dirinya atau kelompoknya. Dalam desentralisasi pendidikan, pemerintah pusat
lebih berperan dalam menghasilkan kebijaksanaan mendasar (menetapkan standar
mutu pendidikan secara nasional), sementara kebijaksanaan operasional yang
menyangkut variasi keadaan daerah didelegasikan kepada pejabat daerah bahkan
sekolah.10
10
Azis Shofi Nurdiansyah, Profesionalisme Guru dan Tantangan Kedepan Dalam Peningkatan
Mutu Pendidikan Pada Era Global, (Universitas Negeri Malang), hal. 184. (Diakses pada Selasa, 14
November 2017), ap.fip.um.ac.id/wp-content/uploads/2016/03/13-Aziz-Shofi-Nurdiansyah.pdf
Kurikulum dan proses pendidikan dalam kerangka otonomi daerah, ada bagian
yang perlu dibakukan secara nasional, tetapi hanya terbatas pada beberapa aspek
pokok, yaitu: (1) Substansi pendidikan yang berada dibawah tanggung jawab
pemerintah, seperti PKN, Sejarah Nasional, Pendidikan Agama, dan Bahasa
Indonesia; (2) Pengendalian mutu pendidikan, berdasarkan standar kompetensi
minimum; (3) Kandungan minimal kompeteten setiap bidang studi, khususnya yang
menyangkut ilmu-ilmu dasar; (4) Standar-standar teknis yang ditetapkan
berdasarkan standar mutu pendidikan. Dengan berbagai hal diatas tentunya sistem
desentralisasi merupakan suatu gagasan yang masih perlu dikaji lebih lanjut. Dalam
berbagai kasus mungkin bisa diterapkan akan tetapi belum tentu di kasus lain
serupa bahkan akan memperumit kasus tersebut.
11
Azis Shofi Nurdiansyah, Profesionalisme Guru dan Tantangan Kedepan Dalam Peningkatan
Mutu Pendidikan Pada Era Global, (Universitas Negeri Malang), hal. 184. (Diakses pada Selasa, 14
November 2017), ap.fip.um.ac.id/wp-content/uploads/2016/03/13-Aziz-Shofi-Nurdiansyah.pdf
Sekolah-sekolah tersebut harus benar-benar mampu membekali kompetensi untuk
berinovasi dan untuk membangun jaringan/networking. Kompetensi berinovasi
dapat dilakukan dengan peningkatan berbagai keterampilan yang ada. Keterampilan
ini bisa diupayakan dengan cepat karena siswa akan diajarkan bagaimana cara
bekerja yang kreatif dan inovatif. Sedangkan kompetensi membangun jaringan
dilakukan dengan pengembangan sikap dan mengelola sumber daya manusia seperti
kepemimpinan, kerja sama, serta komunikasi.
Disamping itu peningkatan peran pemerintah dalam menyelesaikan masalah
pendidikan, yaitu dengan mengalokasikan anggaran pendidikan yang memadai
disertai dengan pengawasan pelaksanaan anggaran, agar dapat benar-benar
dimanfaatkan untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia. Seperti program
pembangunan infrastruktur sekolah yang merata, menyusun kurikulum yang lebih
representatif agar dapat menggali potensi siswa (tidak sekedar hardskill, namun juga
softskill).
Pemerintah juga harus lebih memperhatikan kualitas, distribusi serta
kesejahteraan guru di Indonesia, karena guru merupakan salah satu tonggak untuk
mendukung jalannya pendidikan, dan sangat berperan penting dalam menciptakan
siswa yang cerdas, terampil, bermoral dan berpengetahuan luas. Sehingga
sepantasnya pemerintah dapat membuat peraturan untuk menuju penyelenggaraan
pendidikan yang berkualitas, serta dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat
Indonesia.
Dengan demikian, apabila pendidikan di Indonesia mampu membekali
siswa dengan pengetahuan serta keterampilan yang memadai, maka lulusan
pendidikan Indonesia akan memiliki rasa percaya diri serta motivasi yang tinggi
untuk mengembangkan diri secara optimal, sehingga dapat diyakini bahwa
Indonesia mampu bersaing secara global dan mampu m;enghadapi MEA 2015.12
Ada beberapa tantangan yang dihadapi seorang guru:
a. Manajemen kelas dan kekerasan dalam sekolah yang meningkat.
b. Problem social yang berdampak kepada murid.
c. Kurangnya dukungan keluarga dan masyarakat.
12
Azis Shofi Nurdiansyah, Profesionalisme Guru dan Tantangan Kedepan Dalam Peningkatan
Mutu Pendidikan Pada Era Global, (Universitas Negeri Malang), hal. 185-188. (Diakses pada Selasa, 14
November 2017), ap.fip.um.ac.id/wp-content/uploads/2016/03/13-Aziz-Shofi-Nurdiansyah.pdf
d. Jam kerja yang panjang dan stress kerja.
e. Mendapatkan pemberdayaan professional.13
D. Solusi
Penerapan profesionalisme tentunya bukan hanya tanggung jawab semata dari guru
tersebut, akan tetapi semua elemen yang mendukung dalam tugas guru. Berbagai
masalah dalam mencapi profesionalisme guru kedepan sangatlah kompleks, dengan
kondusi tersebut apabila tidak ada kesiapan secara baik akan berdampak terhadap
kualitas pendidikan di Indonesia. Sementara saat ini, negara-negara di sekitar
Indonesia memendang peningkatan mutu pendidikan melalui perbaikan kinerja guru
sudah berkembang dengan pesat.
Perbaikan sumber daya dalam hal ini adalah guru merupakan prioritas,perbaikan
dalam hal jangka panjang untuk menyiapkan kemampuan guru, misalnya dalam
kemampuan penguasaan teknologi informasi. Penguasaan teknologi informasi saat ini
merupakan hal yang sangat penting, melihat perkembangan teknologi informasi
yang sangat pesat pada saat ini. Perkembangan tersebut tentunya berdampak pula pada
dunia pendidikan, bagaimana pendidikan mampu beradaptasi dengan perkembangan
yang terjadi. Hal tersebut akan terwujud apabila komponen-komponen di dalam
pendidikan mampu beradaptasi pula.
Guru sebagai salah satu komponen pendidikan harus mampu beradaptasi juga,
langkah awal yang harus dilakukan adalah menumbuhkan minat guru terhadap
teknologi informasi melalui stimulus-stimulus yang mengharuskan guru berhubungn
langsung dengan teknologi informasi. Sebagai contoh sekolah memberikan instruksi
kepada guru agar setiap kegiatan pembelajaran menggunakan media teknologi. Dengan
begitu secara terbiasa guru akan mudah menguasai teknologi informasi, tentunya juga
harus didukung sarana yang memadai dari sekolah.
Pengembangan kemampuan guru dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN
(MEA) yang perlu disiapkan adalah kepemimpinan, public speaking, penguasaan
bahasa asing, dan jaringan. Apabila hal tersebut mampu dikuasai oleh guru, maka akan
13
Forrest W.Parkay dan Beverly Hardcastle Stanford, Menjadi Seorang Guru, (PT Indeks,
2008), hlm.19-23
mudah guru untuk menghadapai MEA dan siap bersaing dengan SDM dari negara
anggota MEA serta mempunyai profesionalisme yang baik dalam bekerja.14
14
Azis Shofi Nurdiansyah, Profesionalisme Guru dan Tantangan Kedepan Dalam Peningkatan
Mutu Pendidikan Pada Era Global, (Universitas Negeri Malang), hal. 188-189. (Diakses pada Selasa, 14
November 2017), ap.fip.um.ac.id/wp-content/uploads/2016/03/13-Aziz-Shofi-Nurdiansyah.pdf
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Dalam pengembangan profesi tenaga pendidik sebagai perancang masa depan yang hal
paling terpenting adalah membangun kemandirian di kalangan pendidik sehingga dapat
lebih mampu untuk mengaktualisasikan dirinya guna mewujudkan pendidikan yang
berkualitas. Menjadi guru yang profesional diperlukan beberapa literatul dan
pengembangan dalam diri seorang guru yaitu dapat bersikap inovatif dalam
melaksanakan peran dan tugasnya mendidik peserta didik menuju kehidupan yang lebih
baik dan sejahtera.
DAFTAR PUSTAKA
Parkay, Forrest W dan Beverly Hardcastle Stanford. Menjadi Seorang Guru. PT Indeks.
2008.
Wibowo, Catur Hari. Problematika Profesi Guru dan Solusinya Bagi peningkatan
Kualitas Pendidikan di Mts Negeri Nguntorinadi Kbupaten Wonogiri. IAIN
Surakarta. 2014. eprints.iain-surakarta.ac.id/17/1/2015TS0007.pdf