Pengertian
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding
perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari
dalam rahim.
Jenis – jenis operasi sectio caesarea
1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
2. Sectio caesarea transperitonealis
3. SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri)
1. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
1. Mengeluarkan janin dengan cepat
2. Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih tertarik
3. Sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan
1. Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonealis yang baik
2. Untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan
3. SC ismika atau profundal (low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim)
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low
servical transversal) kira-kira 10 cm
Kelebihan :
1. Penjahitan luka lebih mudah
2. Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
3. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke
rongga peritoneum
4. Perdarahan tidak begitu banyak
5. Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan :
1. Luka dapat melebar kekiri, kanan, dan bawah sehingga dapat menyebabkan uteri uterine
pecah sehingga mengakibatkan perdarahan banyak
2. Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
3. SC ektra peritonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak
membuka cavum abdominal
2. Vagina (section caesarea vaginalis)
Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Sayatan memanjang ( longitudinal )
2. Sayatan melintang ( Transversal )
3. Sayatan huruf T ( T insicion )
Indikasi
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan
resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC
proses persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan normal ( Dystasia )
Fetal distress
His lemah / melemah
Janin dalam posisi sungsang atau melintang
Bayi besar ( BBL ³ 4,2 kg )
Plasenta previa
Kalainan letak
Disproporsi cevalo-pelvik ( ketidakseimbangan antar ukuran kepala dan panggul )
Rupture uteri mengancam
Hydrocephalus
Primi muda atau tua
Partus dengan komplikasi
Panggul sempit
Problema plasenta
Komplikasi
Kemungkinan yang timbul setelah dilakukan operasi ini antara lain :
1. Infeksi puerperal ( Nifas )
2. Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari
3. Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung
4. Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik
5. Perdarahan
6. Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka
7. Perdarahan pada plasenta bed
8. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila peritonealisasi terlalu
tinggi
9. Kemungkinan rupture tinggi spontan pada kehamilan berikutnya
10. Post Partum
Definisi Puerperium / Nifas
Nifas adalah masa sesudah persalinan dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhirnya
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa nifas berlangsung
selama ± 6 minggu. (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002)
Nifas adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat
kandungan yang lamanya 6 minggu. (Obstetri Fisiologi, 1983)
Periode
Masa nifas dibagi dalam 3 periode:
1. Early post partum
Dalam 24 jam pertama.
2. Immediate post partum
Minggu pertama post partum.
3. Late post partum
Minggu kedua sampai dengan minggu keenam.
Tujuan Asuhan Kepeawatan
Menjaga kesehatan Ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologiknya.
Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk
bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga
berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
Memberikan pelayanan keluarga berencana.
Tanda dan Gejala
1. Perubahan Fisik
2. Sistem Reproduksi
3. Uterus
4. Involusi : Kembalinya uterus ke kondisi normal setelah hamil.
Proses ini dipercepat oleh rangsangan pada puting susu.
o Lochea
o Komposisi
Jaringan endometrial, darah dan limfe.
Tahap
Rubra (merah) : 1-3 hari.
Serosa (pink kecoklatan)
Alba (kuning-putih) : 10-14 hari
Lochea terus keluar sampai 3 minggu.
Bau normal seperti menstruasi, jumlah meningkat saat berdiri.
Jumlah keluaran rata-rata 240-270 ml.
Siklus Menstruasi
Ibu menyusui paling awal 12 minggu rata-rata 18 minggu, untuk itu tidak menyusui akan
kembali ke siklus normal.
Ovulasi
Ada tidaknya tergantung tingkat proluktin. Ibu menyusui mulai ovulasi pada bulan ke-3 atau
lebih.
Ibu tidak menyusui mulai pada minggu ke-6 s/d minggu ke-8. Ovulasi mungkin tidak
terlambat, dibutuhkan salah satu jenis kontrasepsi untuk mencegah kehamilan.
Serviks
Segera setelah lahir terjadi edema, bentuk distensi untuk beberapa hari, struktur internal
kembali dalam 2 minggu, struktur eksternal melebar dan tampak bercelah.
Vagina
Nampak berugae kembali pada 3 minggu, kembali mendekati ukuran seperti tidak hamil,
dalam 6 sampai 8 minggu, bentuk ramping lebar, produksi mukus normal dengan ovulasi.
Perineum
Episiotomi
Penyembuhan dalam 2 minggu.
Laserasi
TK I : Kulit dan strukturnya dari permukaan s/d otot
TK II : Meluas sampai dengan otot perineal
TK III : Meluas sampai dengan otot spinkter
TK IV : melibatkan dinding anterior rektal
Payudara
Payudara membesar karena vaskularisasi dan engorgement (bengkak karena peningkatan
prolaktin pada hari I-III). Pada payudara yang tidak disusui, engorgement akan berkurang
dalam 2-3 hari, puting mudah erektil bila dirangsang. Pada ibu yang tidak menyusui akan
mengecil pada 1-2 hari.
Sistem Endokrin
Hormon Plasenta
HCG (-) pada minggu ke-3 post partum, progesteron plasma tidak terdeteksi dalam 72 jam
post partum normal setelah siklus menstruasi.
Hormon pituitari
Prolaktin serum meningkat terjadi pada 2 minggu pertama, menurun sampai tidak ada pada
ibu tidak menyusui FSH, LH, tidak ditemukan pada minggu I post partum.
Sistem Kardiovaskuler
Tanda-tanda vital
Tekanan darah sama saat bersalin, suhu meningkat karena dehidrasi pada awal post partum
terjadi bradikardi.
Volume darah
Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4 minggu
Persalinan normal : 200 – 500 cc, sesaria : 600 – 800 cc.
Perubahan hematologik
Ht meningkat, leukosit meningkat, neutrophil meningkat.
Jantung
Kembali ke posisi normal, COP meningkat dan normal 2-3 minggu.
Sistem Respirasi
Fungsi paru kembali normal, RR : 16-24 x/menit, keseimbangan asam-basa kembali setelah
3 minggu post partum.
Sistem Gastrointestinal
Mobilitas lambung menurun sehingga timbul konstipasi.
Nafsu makan kembali normal.
Kehilangan rata-rata berat badan 5,5 kg.
Sistem Urinaria
Edema pada kandung kemih, urethra dan meatus urinarius terjadi karena trauma.
Pada fungsi ginjal: proteinuria, diuresis mulai 12 jam.
Fungsi kembali normal dalam 4 minggu.
Sistem Muskuloskeletal
Terjadi relaksasi pada otot abdomen karena terjadi tarikan saat hamil. Diastasis rekti 2-4 cm,
kembali normal 6-8 minggu post partum.
Sistem Integumen
Hiperpigmentasi perlahan berkurang.
Sistem Imun
Rhesus incompability, diberikan anti RHO imunoglobin.
ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM FISIOLOGIS
PENGKAJIAN
• Pemeriksaan Fisik
• Monitor Keadaan Umum Ibu
• Jam I : tiap 15 menit, jam II tiap 30 menit
• 24 jam I : tiap 4 jam
• Setelah 24 jam : tiap 8 jam
• Monitor Tanda-tanda Vital
• Payudara
Produksi kolustrum 48 jam pertama.
• Uterus
Konsistensi dan tonus, posisi tinggi dan ukuran.
• Insisi SC
Balutan dan insisi, drainase, edema, dan perubahan warna.
• Kandung Kemih dan Output Urine
Pola berkemih, jumlah distensi, dan nyeri.
• Bowel
Pergerakan usus, hemoroid dan bising usus.
• Lochea
Tipe, jumlah, bau dan adanya gumpalan.
• Perineum
Episiotomi, laserasi dan hemoroid, memar, hematoma, edema, discharge dan
approximation. Kemerahan menandakan infeksi.
• Ekstremitas
Tanda Homan, periksa redness, tenderness, warna.
• Diagnostik
Jumlah darah lengkap, urinalisis.
• Perubahan Psikologis
• Peran Ibu meliputi:
Kondisi Ibu, kondisi bayi, faktor sosial-ekonomi, faktor keluarga, usia ibu, konflik peran.
• Baby Blues:
Mulai terjadinya, adakah anxietas, marah, respon depresi dan psikosis.
• Perubahan Psikologis
• Perubahan peran, sebagai orang tua.
• Attachment yang mempengaruhi dari faktor ibu, ayah dan bayi.
• Baby Blues merupakan gangguan perasaan yang menetap, biasanya pada hari III
dimungkinkan karena turunnya hormon estrogen dan pergeseran yang mempengaruhi
emosi ibu.
• Faktor-faktor Risiko
• Duerdistensi uterus
• Persalinan yang lama
• Episiotomi/laserasi
• Ruptur membran prematur
• Kala II persalinan
• Plasenta tertahan
• Breast feeding
PANGGUL SEMPIT
Dalam Obstetri yang terpenting bukan panggul sempit secara anatomis melainkan panggul
sempit secara fungsional artinya perbandingan antara kepala dan panggul
Kesempitan panggul dibagi sebagai berikut :
• Kesempitan pintu atas panggul
• kesempitan bidang bawah panggul
• kesempitan pintu bawah panggul
• kombinasi kesempitan pintu atas pangul, bidang tengah dan pintu bawah panggul.
• Kesempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit kalau conjugata vera kurang dari 10 cm atau kalau
diameter transversa kurang dari 12 cm
Conjugata vera dilalui oleh diameter biparietalis yang ± 9½ cm dan kadang-kadang
mencapai 10 cm, maka sudah jelas bahwa conjugata vera yang kurang dari 10cm dapat
menimbulkan kesulitan. Kesukaran bertambah lagi kalau kedua ukuran ialah diameter antara
posterior maupun diameter transversa sempit.
Sebab-sebab yang dapat menimbulkan kelainan panggul dapat dibagi sebagai berikut :
• Kelainan karena gangguan pertumbuhan
• Panggul sempit seluruh : semua ukuran kecil
• Panggul picak : ukuran muka belakang sempit, ukuran melintang biasa
• Panggul sempit picak : semua ukuran kecil tapi terlebiha ukuran muka belakang
• Panggul corong :pintu atas panggul biasa,pintu bawah panggul sempit
• Panggul belah : symphyse terbuka
• kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya
• Panggul rachitis : panggul picak, panggul sempit, seluruha panggul sempit picak dan lain-
lain
• Panggul osteomalacci : panggul sempit melintang
• Radang articulatio sacroilliaca : panggul sempit miring
• kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang
• kyphose didaerah tulang pinggang menyebabkan panggul corong
• sciliose didaerah tulang panggung menyebabkan panggul sempit miring
• kelainan panggul disebabkan kelainan aggota bawah
coxitis, luxatio, atrofia. Salah satu anggota menyebabkan panggul sempit miring.
Disamping itu mungkin pula ada exostase atau fraktura dari tulang panggul yang menjadi
penyebab kelainan panggul.
• Pengaruh panggul sempit pada kehamilan dan persalinan
Panggul sempit mempunyai pengaruh yang besar pada kehamilan maupun persalinan.
• Pengaruh pada kehamilan
• Dapat menimbulkan retrafexio uteri gravida incarcerata
• Karena kepala tidak dapat turun maka terutama pada primi gravida fundus atau gangguan
peredaran darah
Kadang-kadang fundus menonjol ke depan hingga perut menggantung
Perut yang menggantung pada seorang primi gravida merupakan tanda panggul sempit
• Kepala tidak turun kedalam panggul pada bulan terakhir
• Dapat menimbulkan letak muka, letak sungsang dan letak lintang.
• Biasanya anak seorang ibu dengan panggul sempit lebih kecil dari pada ukuran bayi pukul
rata.
• Pengaruh pada persalinan
• Persalinan lebih lama dari biasa.
• Karena gangguan pembukaan
• Karena banyak waktu dipergunakan untuk moulage kepala anak
Kelainan pembukaan disebabkan karena ketuban pecah sebelum waktunya, karena bagian
depan kurang menutup pintu atas panggul selanjutnya setelah ketuban pecah kepala tidak
dapat menekan cervix karena tertahan pada pintu atas panggul
• Pada panggul sempit sering terjadi kelainan presentasi atau posisi misalnya :
• Pada panggul picak sering terjadi letak defleksi supaya diameter bitemporalis yang lebih
kecil dari diameter biparietalis dapat melalui conjugata vera yang sempit itu.
Asynclitismus sering juga terjadi, yang diterapkan dengan “knopfloch mechanismus”
(mekanisme lobang kancing)
• Pada oang sempit kepala anak mengadakan hyperflexi supaya ukuran-ukuran kepala
belakang yang melalui jalan lahir sekecil-kecilnya
• Pada panggul sempit melintang sutura sagitalis dalam jurusan muka belang (positio
occypitalis directa) pada pintu atas panggul.
• Dapat terjadi ruptura uteri kalau his menjadi terlalu kuat dalam usaha mengatasi rintangan
yang ditimbulkan oleh panggul sempit
• Sebaiknya jika otot rahim menjadi lelah karena rintangan oleh panggul sempit dapat terjadi
infeksi intra partum. Infeksi ini tidak saja membahayakan ibu tapi juga dapat menyebabkan
kematian anak didalam rahim.
Kadang-kadang karena infeksi dapat terjadi tympania uteri atau physometra.
• Terjadi fistel : tekanan yang lama pada jaringan dapat menimbulkan ischaemia yang
menyebabkan nekrosa.
Nekrosa menimbulkan fistula vesicovaginalis atau fistula recto vaginalis. Fistula
vesicovaginalis lebih sering terjadi karena kandung kencing tertekan antara kepala anak dan
symphyse sedangkan rectum jarang tertekan dengan hebat keran adanya rongga sacrum.
• Ruptur symphyse dapat terjadi , malahan kadang – kadang ruptur dari articulatio
scroilliaca.
Kalau terjadi symphysiolysis maka pasien mengeluh tentang nyeri didaerah symphyse dan
tidak dapat mengangkat tungkainya.
• Parase kaki dapat menjelma karena tekanan dari kepala pada urat-urat saraf didalam
rongga panggul , yang paling sering adalah kelumpuhan N. Peroneus .
• Pengaruh pada anak
• Patus lama misalnya: yang lebih dari 20 jam atau kala II yang lebih dari 3 jam sangat
menambah kematian perinatal apalagi kalau ketuban pecah sebelum waktunya.
• Prolapsus foeniculli dapat menimbulkan kematian pada anak
• Moulage yang kuat dapat menimbulkan perdarahan otak. Terutama kalau diameter
biparietalis berkurang lebih dari ½ cm. selain itu mungkin pada tengkorak terdapat tanda-
tanda tekanan. Terutama pada bagian yang melalui promontorium (os parietal) malahan
dapat terjadi fraktur impresi.
• Persangkaan Panggul sempit
Seorang harus ingat akan kemungkinan panggul sempit kalau :
• Aprimipara kepala anak belum turun setelah minggu ke 36
• Pada primipara ada perut menggantung
• pada multipara persalinan yang dulu – dulu sulit
• kelainan letak pada hamil tua
• kelainan bentuk badan (Cebol, scoliose,pincang dan lain-lain)
• osborn positip
• Prognosa
Prognosa persalinan dengan panggul sempit tergantung pada berbagai faktor
• Bentuk panggul
• Ukuran panggul, jadi derajat kesempitan
• Kemungkinan pergerakan dalam sendi-sendi panggul
• Besarnya kepala dan kesanggupan moulage kepala
• Presentasi dan posisi kepala
• His
Diantara faktor faktor tersebut diatas yang dapat diukur secara pasti dan sebelum persalinan
berlangsung hanya ukuran-ukuran panggul : karena itu ukuran – ukuran tersebut sering
menjadi dasar untuk meramalkan jalannya persalinan.
Menurut pengalaman tidak ada anak yang cukup bulan yang dapat lahir dengan selamat per
vaginam kalau CV kurang dari 8 ½ cm.
Sebaliknya kalau CV 8 ½ cm atau lebih persalinan pervaginam dapat diharapkan
berlangsung selamat.
Karena itu kalau CV < 8 ½ cm dilakukan SC primer ( panggul demikuan disebut panggul
sempit absolut )
Sebaliknya pada CV antara 8,5-10 cm hasil persalinan tergantung pada banyak faktor :
• Riwayat persalinan yang lampau
• besarnya presentasi dan posisi anak
• pecahnya ketuban sebelum waktunya memburuknya prognosa
• his
• lancarnya pembukaan
• infeksi intra partum
• bentuk panggul dan derajat kesempitan
karena banyak faktor yang mempengaruhi hasil persalinan pada panggul dengan CV antara
8 ½ – 10cm (sering disebut panggul sempit relatip) maka pada panggul sedemikian
dilakukan persalinan percobaan.
• Persalinan percobaan
Yang disebut persalinan percobaan adalah untuk persalinan per vaginam pada wanita
wanita dengan panggul yang relatip sempit. Persalinan percobaan dilakukan hanya pada
letak belakang kepala, jadi tidak dilakukan pada letak sungsang, letak dahi, letak muka atau
kelainan letak lainnya.
Persalinan percobaan dimulai pada permulaan persalinan dan berakhir setelah kita
mendapatkan keyakinan bahwa persalinan tidak dapat berlangsung per vaginam atau
setelah anak lahir per vaginam.
Persalinan percobaan dikatakan berhasil kalau anak lahir pervaginam secara spontan atau
dibantu dengan ekstraksi (forcepe atau vacum) dan anak serta ibu dalam keadaan baik.
Kita menghentikan presalianan percobaan kalau:
• – pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuaannya
• Keadaan ibu atau anak menjadi kurang baik
• Kalau ada lingkaran retraksi yang patologis
• – setelah pembukaan lengkap dan pecahnya ketuban,kepala dalam 2 jam tidak mau
masuk ke dalam rongga panggul walaupun his cukup kuat
• Forcepe gagal
Dalam keadaan-keadaan tersebut diatas dilakukan SC. Kalau SC dilakukan atas indikasi
tersebut dalam golongan 2 (dua) maka pada persalinan berikutnya tidak ada gunanya
dilakukan persalinan percobaan lagi
Dalam istilah inggris ada 2 macam persalinan percobaan :
• Trial of labor : serupa dengan persalinan percobaan yang diterngkan diatas
• test of labor : sebetulnya merupakan fase terakhir dari trial of labor karena test of labor
mulai pada pembukaan lengkap dan berakhir 2 jam sesudahnya.
Kalau dalam 2 jam setelah pembukaan lengkap kepala janin tidak turun sampai H III maka
test of labor dikatakan berhasil.
Sekarang test of labor jarang dilakukan lagi karena:
• Seringkali pembukaan tidak menjadi lengkap pada persalinan dengan panggul sempit
• kematian anak terlalu tinggo dengan percobaan tersebut
• kesempitan bidang tengah panggul
bidang tengah panggul terbentang antara pinggir bawah symphysis dan spinae ossis ischii
dan memotong sacrum kira-kira pada pertemuan ruas sacral ke 4 dan ke 5
Ukuran yang terpenting dari bidang ini adalah :
• Diameter transversa ( diameter antar spina ) 10 ½ cm
• diameter anteroposterior dari pinggir bawah symphyse ke pertemuan ruas sacral ke 4 dan
ke 5 11 ½ cm
• diameter sagitalis posterior dari pertengahan garis antar spina ke pertemuan sacral 4 dan 5
5 cm
dikatakan bahwa bidang tengah panggul itu sempit :
• Jumlah diameter transversa dan diameter sagitalis posterior 13,5 atau kurang ( normal 10,5
cm + 5 cm = 15,5 cm)
• diameter antara spina < 9 cm
ukuran – ukuran bidang tengah panggul tidak dapat diperoleh secara klinis, harus diukur
secara rontgenelogis, tetapi kita dapat menduga kesempitan bidang tengah panggul kalau :
• Spinae ischiadicae sangat menonjol
• Kalau diameter antar tuber ischii 8 ½ cm atau kurang
• Prognosa
Kesempitan bidang tengah panggul dapat menimbulkan gangguan putaran paksi.kalau
diameter antar spinae 9 cm atau kurang kadang-kadang diperlukan SC.
• Terapi
Kalau persalinan terhenti karena kesempitan bidang tengah panggul maka baiknya
dipergunakan ekstraktor vacum, karena ekstraksi dengan forceps memperkecil ruangan
jalan lahir.
• Kesempitan pintu bawah panggul:
Pintu bawah panggul terdiri dari 2 segi tiga dengan jarak antar tuberum sebagai dasar
bersamaan
Ukuran – ukuran yang penting ialah :
• Diameter transversa (diameter antar tuberum ) 11 cm
• diameter antara posterior dari pinggir bawah symphyse ke ujung os sacrum 11 ½ cm
• diameter sagitalis posterior dari pertengahan diameter antar tuberum ke ujung os sacrum 7
½ cm
pintu bawah panggul dikatakan sempit kalau jarak antara tubera ossis ischii 8 atau kurang
kalau jarak ini berkurang dengan sendirinya arcus pubis meruncing maka besarnya arcus
pubis dapat dipergunakan untuk menentukan kesempitan pintu bawah panggul.
Menurut thomas dustacia dapat terjadi kalau jumlah ukuran antar tuberum dan diameter
sagitalis posterior < 15 cm ( normal 11 cm + 7,5 cm = 18,5 cm )
Kalau pintu bawah panggul sempit biasanya bidang tengah panggul juga sempit.
Kesempitan pintu bawah panggul dapat menyebabkan gangguan putaran paksi. Kesempitan
pintu bawah panggul jarang memaksa kita melakukan SC bisanya dapat diselesaikan
dengan forcepe dan dengan episiotomy yang cukup luas.
• Pengkajian
• Sirkulasi
Perhatikan riwayat masalah jantung, udema pulmonal, penyakit vaskuler perifer atau stasis
vaskuler ( peningkatan resiko pembentukan thrombus )
• integritas ego
perasaan cemas, takut, marah, apatis, serta adanya factor-faktor stress multiple seperti
financial, hubungan, gaya hidup. Dengan tanda-tanda tidak dapat beristirahat, peningkatan
ketegangan, stimulasi simpatis
• Makanan / cairan
Malnutrisi, membrane mukosa yang kering pembatasan puasa pra operasi insufisiensi
Pancreas/ DM, predisposisi untuk hipoglikemia/ ketoasidosis
• Pernafasan
Adanya infeksi, kondisi yang kronik/ batuk, merokok
• Keamanan
• Adanya alergi atau sensitive terhadap obat, makanan, plester dan larutan
• Adanya defisiensi imun
• Munculnya kanker/ adanya terapi kanker
• Riwayat keluarga, tentang hipertermia malignan/ reaksi anestesi
• Riwayat penyakit hepatic
• Riwayat tranfusi darah
• Tanda munculnya proses infeksi
Proritas Keperawatan
• Mengurangi ansietas dan trauma emosional
• Menyediakan keamanan fisik
• Mencegah komplikasi
• Meredakan rasa sakit
• Memberikan fasilitas untuk proses kesembuhan
• Menyediakan informasi mengenai proses penyakit
Diagnosa Keperawatan
• Ansietas b.d pengalaman pembedahan dan hasil tidak dapat diperkirakan
• Resti infeksi b.d destruksi pertahanan terhadap bakteri
• Nyeri akut b.d insisi, flatus dan mobilitas
• Resti perubahan nutrisi b.d peningkatan kebutuhan untuk penyembuhan luka, penurunan
masukan ( sekunder akibat nyeri, mual, muntah )
ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM
A. Pengertian
Hiperemesis Gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan sehingga pekerjaan
sehari-hari terganggu dan keadaan umum ibu menjadi buruk. (Sarwono Prawirohardjo, Ilmu
Kebidanan, 1999).
Hiperemesis gravidarum adalah muntah yang terjadi sampai umur kehamilan 20 minggu,
begitu hebat dimana segala apa yang dimakan dan diminum dimuntahkan sehingga
mempengaruhi keadaan umum dan pekerjaan sehari-hari, berat badan menurun, dehidrasi,
terdapat aseton dalam urine, bukan karena penyakit seperti Appendisitis, Pielitis dan
sebagainya (http://zerich150105.wordpress.com/).
Dalam buku obstetri patologi (1982) Hiperemesis Gravidarum adalah suatu keadaan dimana
seorang ibu hamil memuntahkan segala apa yang di makan dan di minum sehingga berat
badannya sangat turun, turgor kulit kurang, diuresis kurang dan timbul aseton dalam air
kencing (http://healthblogheg.blogspot.com/).
Hiperemesis Gravidarum adalah suatu keadaan pada ibu hamil yang ditandai dengan
muntah-muntah yang berlebihan (muntah berat) dan terus-menerus pada minggu kelima
sampai dengan minggu kedua belas Penyuluhan Gizi Rumah Sakit A. Wahab Sjahranie
Samarinda (http://healthblogheg.blogspot.com/).
1. Etiologi
a) Tingkatan I :
Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa lemah,
nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan nyeri pada epigastrium. Nadi meningkat
sekitar 100 kali per menit, tekanan darah sistol menurun turgor kulit berkurang, lidah
mengering dan mata cekung.
b) Tingkatan II :
Penderita tampak lebih lemah dan apatis, turgor kulit lebih berkurang, lidah mengering dan
nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikterus.
Berat badan menurun dan mata menjadi cekung, tensi rendah, hemokonsentrasi, oliguri dan
konstipasi.
Aseton dapat tercium dalam hawa pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan
dapat pula ditemukan dalam kencing.
c) Tingkatan III:
Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun dan somnolen sampai
koma, nadi kecil dan cepat, suhu badan meningkat dan tensi menurun. Komplikasi fatal
dapat terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai ensefalopati Wemicke, dengan gejala
: nistagtnus dan diplopia. Keadaan ini adalah akibat sangat kekurangan zat makanan,
termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus adalah tanda adanya payah hati.
(http://healthblogheg.blogspot.com/)
1. Komplikasi
a) USG (dengan menggunakan waktu yang tepat) : mengkaji usia gestasi janin dan
adanya gestasi multipel, mendeteksi abnormalitas janin, melokalisasi plasenta.
b) Urinalisis : kultur, mendeteksi bakteri, BUN.
c) Pemeriksaan fungsi hepar: AST, ALT dan kadar LDH.
(http://zerich150105.wordpress.com/)
1. Penatalaksanaan
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Aktifitas istirahat
Tekanan darah sistol menurun, denyut nadi meningkat (> 100 kali per menit).
2. Integritas ego
Konflik interpersonal keluarga, kesulitan ekonomi, perubahan persepsi tentang
kondisinya, kehamilan tak direncanakan.
3. Eliminasi
Pcrubahan pada konsistensi; defekasi, peningkatan frekuensi berkemih Urinalisis :
peningkatan konsentrasi urine.
4. Makanan/cairan
Mual dan muntah yang berlebihan (4 – 8 minggu) , nyeri epigastrium, pengurangan
berat badan (5 – 10 Kg), membran mukosa mulut iritasi dan merah, Hb dan Ht
rendah, nafas berbau aseton, turgor kulit berkurang, mata cekung dan lidah kering.
5. Pernafasan
Frekuensi pernapasan meningkat.
6. Keamanan
Suhu kadang naik, badan lemah, icterus dan dapat jatuh dalam koma
7. Seksualitas
Penghentian menstruasi, bila keadaan ibu membahayakan maka dilakukan abortus
terapeutik.
8. Interaksi sosial
Perubahan status kesehatan/stressor kehamilan, perubahan peran, respon anggota
keluarga yang dapat bervariasi terhadap hospitalisasi dan sakit, sistem pendukung
yang kurang.
9. Pembelajaran dan penyuluhan
1. Segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan, apalagi apalahi kalau belangsung
sudah lama.
2. Berat badan turun lebih dari 1/10 dari berast badan normal
3. Turgor kulit, lidah kering
4. Adanya aseton dalam urine
(http://zerich150105.wordpress.com/)
B. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan frekuensi mual dan
muntah berlebihan.
2. Deflsit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan.
3. Koping tidak efektif berhubungan dengan perubahan psikologi kehamilan.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan.
(http://zerich150105.wordpress.com/)
C. Rencana Keperawatan
1) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan frekuensi mual dan
muntah berlebihan.
Intervensi
1. Batasi intake oral hingga muntah berhenti.
Rasional : Memelihara keseimbangan cairan elektfolit dan mencegah muntah
selanjutnya.
2. Berikan obat anti emetik yang diprogramkan dengan dosis rendah, misalnya
Phenergan 10-20mg/i.v.
Rasional : Mencegah muntah serta memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit
3. Pertahankan terapi cairan yang diprogramkan.
Rasional : Koreksi adanya hipovolemia dan keseimbangan elektrolit
4. Catat intake dan output.
Rasional : Menentukan hidrasi cairan dan pengeluaran melului muntah.
5. Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : Dapat mencukupi asupan nutrisi yang dibutuhkan tubuh
6. Anjurkan untuk menghindari makanan yang berlemak
Rasional : dapat menstimulus mual dan muntah
7. anjurkan untuk makan makanan selingan seperti biskuit, roti dan the (panas) hangat
sebelum bagun tidur pada siang hari dan sebelum tidur
Rasional : Makanan selingan dapat mengurangi atau menghindari rangsang mual
muntah yang berlebih
8. Catal intake TPN, jika intake oral tidak dapat diberikan dalam periode tertentu.
Rasional : Untuk mempertahankan keseimbangan nutrisi.
9. Inspeksi adanya iritasi atau Iesi pada mulut.
Rasional : Untuk mengetahui integritas inukosa mulut.
10. Kaji kebersihan oral dan personal hygiene serta penggunaan cairan pembersih mulut
sesering mungkin.
Rasional : Untuk mempertahankan integritas mukosa mulut
11. Pantau kadar Hemoglobin dan Hemotokrit
Rasional : Mengidenfifikasi adanya anemi dan potensial penurunan kapasitas
pcmbawa oksigen ibu. Klien dengan kadar Hb < 12 mg/dl atau kadar Ht rendah
dipertimbangkan anemi pada trimester I.
12. Test urine terhadap aseton, albumin dan glukosa..
Rasional : Menetapkan data dasar ; dilakukan secara rutin untuk mendeteksi situasi
potensial resiko tinggi seperti ketidakadekuatan asupan karbohidrat, Diabetik
kcloasedosis dan Hipertensi karena kehamilan.
13. Ukur pembesaran uterus
Rasional : Malnutrisi ibu berdampak terhadap pertumbuhan janin dan memperberat
penurunan komplemen sel otak pada janin, yang mengakibatkan kemunduran
pcrkembangan janin dan kcmungkinan-kemungkinan lebih lanjUT
Rasional : Aktifitas yang ditoleransi sebelumnya mungkin tidak dimodifikasi untuk wanita
beresiko.
1. Bantu klien beraktifitas secara bertahap
Rasional : Aktifitas bertahap meminimalkan terjadinya trauma seita meringankan
dalam memenuhi kebutuhannya.
2. Anjurkan tirah baring yang dimodifikasi sesuai indikasi
Rasional : Tingkat aktifitas mungkin periu dimodifikasi sesuai indikasi.
(http://zerich150105.wordpress.com/)
D. Evaluasi
1. Mual dan mutah tidak ada lagi.
2. Keluhan subyektif tidak ada.
3. Tanda-tanda vital baik.
(http://cakmoki.blogsome.com/)
REFERENSI
http://cakmoki.blogsome.com/
http://zerich150105.wordpress.com/
http://healthblogheg.blogspot.com/
Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum jaringan sekitar membengkak,
tepi luka menjadi merah dan bengkak, jahitan mudah terlepas, luka yang terbuka menjadi
ulkus dan megeluarkan pus.
1. Vaginitis.
Dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui luka perineum, permukaan
mokusa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus dan getah mengandung nanah yang
keluar dari daerah ulkus.
1. Sevicitis.
Sering terjadi tapi tidak menimbulkan banyak gejala. Luka serviks yang dalam dan
meluas dan langsung ke dasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi yang
menjalar ke parametrium.
2. Endometritis.
Paling sering terjadi. Kuman–kuman memasuki endometrium (biasanya pada luka insertio
plasenta) dalam waktu singkat dan menyebar ke seluruh endometrium. Pada infeksi
setempat, radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama bekuan darah
menjadi nekrosis dan mengeluarkan getah berbau yang terdiri atas keping-keping nekrotis
dan cairan. Pada infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah
penjalaran.
Penyebaran melalui pembuluh darah (Septikemia dan Piemia)
Merupakan infeksi umum disebabkan oleh kuman patogen Streptococcus Hemolitikus
Golongan A. Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50% dari semua kematian karena
infeksi nifas.
Penyebaran melalui jalan limfe.
Peritonitis dan Parametritis (Sellulitis Pelvika)
Penyebaran melalui permukaan endometrium.
Salfingitis dan Ooforitis.
Gambaran Klinik.
1. Infeksi pada Perineum, Vulva, Vagina dan Serviks.
2. Rasa nyeri dan panas pada infeksi setempat.
3. Nyeri bila kencing.
4. Suhu meningkat 38o C kadang mencapai 39o C – 40o C disertai menggigil.
5. Nadi kurang dan 100/menit.
Endometritis
Tergantung pada jenis virulensi kuman, daya tahan penderita dan derajat trauma
pada jalan lahir.
Biasanya demam mulai 48 jam pertama post partum bersifat naik turun.
Lokia bertambah banyak, berwarna merah atau coklat dan berbau.
Kadang-kadang lokia tertahan dalam uterus oleh darah, sisa plasenta dan selaput
ketuban yang disebut Lokiometra.
Uterus agak membesar, nyeri pada perabaan dan lembek.
Peritonitis
Peritonitis terbatas pada daerah pelvis (pelvia peritonitis): demam, nyeri perut bagian
bawah, KU baik.
Peritonitis umum: suhu meningkat, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri,
terdapat abses pada cavum Douglas
Sellulitis Pelvika
Pada periksa dalam dirasakan nyeri, demam tinggi menetap dari satu minggu, nadi cepat,
perut nyeri, sebelah/kedua belah bagian bawah terjadi pembentukkan infiltrat yang dapat
teraba selamaVT. Infiltrat kadang menjadi abses.
Salfingitis dan Ooforitis
Gejala hampir sama dengan pelvio peritonitis.
Pencegahan Infeksi Nifas
a) Selama kehamilan
v Perbaikan gizi untuk mencegah anemia.
v Coitus pada hamil tua hendaknya tidak dilakukan karena dapat mengakibatkan pecahnya
ketuban dan terjadinya infeksi.
v Selama persalinan.
Membatasi masuknya kuman-kuman ke dalam jalur jalan lahir.
Membatasi perlukaan.
Membatasi perdarahan.
Membatasi lamanya persalinan.
b) Selama nifas
v Perawatan luka post partum dengan teknik aseptik.
v Semua alat dan kain yang berhubungan dengan daerah genital harus suci hama.
v Penderita dengan tanda infeksi nifas jangan digabung dengan wanita dalam nifas yang
sehat.
Pengobatan Infeksi Nifas
Sebaiknya segera dilakukan kultur dari sekret vagina dan serviks, luka operasi dan darah,
serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang tepat. Berikan dosis yang cukup dan
adekuat.
Sambil menunggu hasil laboratorium berikan antibiotika spektrum luas. Pengobatan
mempertinggi daya tahan tubuh seperti infus, transfusi darah, makanan yang mengandung
zat-zat yang diperlukan tubuh, serta perawatan lainnya sesuai komplikasi yang dijumpai.
ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
….
II. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul adalah
1. Infeksi berhubungan dengan trauma persalinan, jalan lahir, dan infeksi nasokomial.
2. Nyeri berhubungan dengan infeksi pada organ reproduksi
3. Cemas/ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan
Nyeri berkurang/terkontrol
Intervensi :
ü Selidiki keluhan pasien akan nyeri;perhatikan intensitas (0-10),lokasi,dan faktor pencetus
ü Awasi tanda vital,perhatikan petunjuk non-verbal,misal: tegangan otot, gelisah.
ü Berikan lingkungan yang tenang dan kurangi rangsangan penuh stress.
ü Berikan tindakan kenyamanan (missal : pijatan / masase punggung)
ü Dorong menggunakan tekhnik manajemen nyeri , contoh : latihan relaksasi / napas
dalam , bimbingan imajinasi , visualisasi)
ü Kolaborasi :
Pemberian obat analgetika.
Catatan: hindari produk mengandung aspirin karena mempunyai potensi perdarahan
Pemberian Antibiotika
Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan perasaan
cemas berkurang atau hilang.
Intervensi :
ü Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan
Rasional : Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya
ü Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )
Rasional : Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis
ü Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung
Rasional : Memberikan dukungan emosi
ü Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan
Rasional : Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak diketahui
ü Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
Rasional : Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas
ü Kaji mekanisme koping yang digunakan klien
Rasional : Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme koping yang
tepat.
ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM RISIKO TINGGI
A. DEFINISI
Post partum risiko:
Perdarahan post partum
Infeksi post partum
Tromboembolok
Masalah psikologis post partum
Perdarahan post partum/post partum hemorrhage (HPP)
adalah kehilangan 500 ml darah pada persalinan normal (per
vaginam) atau 1000 ml lebih pada persalinan SC penyebab
kematian pada ibu.
Perdarahan post partum dibedakan menjadi dua:
- HPP dini/primer/awal: terjadi dalam batas waktu 24 jam.
- HPP lanjut/sekunder: terjadi lebih dari 24 jam tetapi kurang
dari 6 minggu.
B. ETIOLOGI
HPP primer:
Atonia uteri (1 dari 20 persalinan), tersering
Retensi plasenta
Laserasi jalan lahir
Ruptur uteri
Gangguan pembekuan darah
HPP sekunder:
Retensi sisa plasenta
Sub involusi
Endometritis
C. FAKTOR RISIKO
Kelahiran SC
Bayi besar
Persalinan dengan tindakan forsep/VE
Riwayat HPP
Multiparitas
Manipulasi intrauterin/manual plasenta
Penggunaan MgSO4 atau oksitosin dalam persalinan
D. MANIFESTASI KLINIS
HPP Primer
Perubahan hemodinamik: hipotensi, takikardi
Oligouria (urin < 300 cc/ 24 jam)
Perdarahan > 500 cc/24 jam
Distensi kandung kemih
HPP Sekunder
Perdarahan kadang banyak kadang sedikit
Perdarahan dengan bekuan sisa plasenta
Terdapat tanda subinvolusi
Lochea merah tua dan berbau jika terdapat infeksi
Kenaikan suhu badan
E. KOMPLIKASI
- Syok
- Syok dapat diatasi anemia dan infeksi
- Sepsis
- Kegagalan fungsi ginjal
F. ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. Pengkajian HPP Primer
- Kaji tanda-tanda perdarahan dan syok hipovolemi: TD, nadi,
suara nafas, suara jantung (murmur), warna kulit, tingkat
kesadaran, kapiler refill, urin output, vena leher, membran
mukosa, kecemasan disorientasi, kelelahan.
- Faktor risiko dan predisposisi
- Pengkajian fundus: kontraksi lemah, TFU
- Kaji perdarahan (warna dan jumlah)
- Kaji adanya laserasi atau hematom yang mungkin menjadi
sumber perdarahan.
- Vital sign (takikardi, takipneu, hipotensi)
- Distensi blader
2. Pengkajian HPP Sekunder
HPP sekunder sering terjadi ketika klien sudah pulang, oleh
karena itu, discharge planning diperlukan sebelum klien
pulang.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Defisit volume cairan
Risiko infeksi
Perubahan perfusi jaringan perifer
Perubahan proses menjadi orang tua
Cemas
INTERVENSI
Manajemen dan monitor cairan
Atasi perdarahan
Kontrol infeksi
Kontrol kecemasan
Preeklampsia
Kondisi spesifik kehamilan, hipertensi terjadi setelah minggu ke 20
pada wanita yang sebelumnya memiliki tekanan darah normal.
Merupakan penyakit vasospastik yang ditandai dengan
hemokonsentrasi, hipertensi, dan proteinuria.
Eklampsia
Yaitu terjadinya konvulsi atau koma pada klien disertai tanda dan
gejala preeclampsia
Konvulsi atau koma dapat muncul tanpa didahului gangguan
neurologis.
Sindrom HELLP
Suatu keadaan multisistem, merupakan suatu bentuk preeklampsia –
eklampsia berat dimana ibu tersebut mengalami berbagai keluhan dan
menunjukkan adanya bukti laboratorium umum untuk sindrom
hemolisis (H), peningkatan enzim hati (EL), dan trombosit rendah (LP).
B. PATOFISIOLOGI
Adaptasi fisiologi normal pada kehamilan meliputi; peningkatan volume
plasma darah, vasodilatasi, penurunan resistensi vaskuler sistemik,
peningkatan curah jantung, penurunan tekanan osmotik koloid.
Pada preeklampsia:
Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik
110 mmHg atau lebih
Proteinuria 5 gr/lebih dalam 24 jam; 3 atau 4+ pada
pemeriksaan kualitatif.
Oligouria, air kencing 400 ml/kurang dalam 24 jam
Keluhan serebral, gangguan penglihatan, atau nyeri di
daerah epigastrum
Edema paru-paru atau sianosis
Diagnosis Preeklampsia Berat
o TD sistolik > 160 mmHg diastolik >110 mmHg pada 2 kali
pemeriksaan.
o Proteinuria > 5 gr dalam urin 24 jam
o Oligouria < 400 ml dalam 24 jam
o Gangguan otak dan penglihatan
o Nyeri ulu hati
o Edema paru/sianosis
o Sindrom HELLP
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian:
Pengkajian faktor risiko
Pemeriksaan tekanan darah
Observasi edema: distribusi, derajat & pitting edema
Edema dependen (edema bagian bawah/bagian tubuh yang
dependen).
Edema pitting (lekukan kecil akibat tekanan pada bagian yang edema,
menetap 10 – 30 menit).
Refleks Tendon Profunda (RTP)
Refleks bisep da patela serta klonus pada pergelangan kaki. Hilangnya
RTPkeracunan magnesium
Menentukan status janin: DJJ, NST, CST, USG
Pemeriksaan laboratorium: HMT, HB, Trombosis, enzim hati, glukosa
Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan/organ b.d hipertensi, vasospasme siklik,
edema serebral, perdarahan.
2. Gangguan pertukaran gas b.d efek pengobatan, edema paru.
3. Curah jantung menurun b.d terapi antihipertensi yang berlebihan,
prosses penyakit.
4. Koping individu/ keluarga tidak efektif
5. Cemas
6. Risiko injuri b.d iritabilitas SSP, terapi
Intervensi
Intervensi efektif adalah pencegahan; perawatan prenatal dini,
identifikasi ibu berisiko selama kehamilan, pengenalan serta pelaporan
tanda-tanda bahaya fisik.
Intervensi pencegahan lain adalah: konseling, konseling nutrisi, dan
informasi tentang adaptasi normal pada kehamilan.
Berikan informasi pada ibu tentang kondisi dan tanggung jawabnya
dalam penatalaksanaan preeklampsia.
Bed rest miring kiri memperbaiki sirkulasi uteroplasenta
Latihan fisik ringan memperbaiki sirkulasi, tonus otot
Hindari makanan tinggi garam
Kolaboratif: antihipertensi menurunkan risiko gagal ventrikel kiri &
perdarahan otak perfusi uteroplasenta terjaga
Intervensi di rumah
Laporkan bila ada peningkatan TD, berat badan > 0,5
kg/minggu, edema.
Periksa jumlah keluaran urin bila <400 ml/24 jam, laporkan
jika proteinuria ≥ +2 atau pengeluaran urin berkurang
Monitor aktivitas janin setiap hari (3 gerakan atau kurang
setiap jam) mengindikasikan gawat janin.
Lakukan pemeriksaan antenatal secara teratur
Managemen MgSO4
o Berfungsi untuk mencegah dan mengendalikan kejang
o Dosis awal 4 – 6 g selama 15 – 30 menit diikuti dosis
rumatan 2 – 4 g/jam
o Observasi tanda keracunan Mg SO4: pernafasan <
12/menit, hiporefleksia/tidak ada refleks, jumlah urin <
30 ml/jam, kadar serum toksik>9,6 mg/dl, tanda distress
(DJJ tiba-tiba menurun), penurunan TD dan denyut nadi
o Intervensi:
1. Hentikan MgSO4 , ganti dengan larutan rumatan
2. Kolaborasi dengan dokter
3. Berikan kalsium glukonal/CaCl sesuai program (misal
1 gr melalui IV diberikan selama 3 menit)
4. Lakukan pemeriksaan TD, pernafasan, urin
5. Pantau kadar MgSO4 (kadar terapeutik: 4,8 – 9,6
mg/dl).
ASKEP CA OVARIUM
A. Pengertian
Kanker Indung telur atau Kanker ovarium adalah tumor ganas pada
ovarium (indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita
berusia 50 – 70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar ke bagian lain,
panggul, dan perut melalui sistem getah bening dan melalui sistem
pembuluh darah menyebar ke hati dan paru-paru.
Kanker ovarium sangat sulit didiagnosa dan kemungkinan kanker
ovarium ini merupakan awal dari banyak kanker primer. (Wingo, 1995)
B. Etiologi
Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi
banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium,
diantaranya:
1. Hipotesis incessant ovulation
Teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada sel-sel epitel ovarium
untuk penyembuhan luka pada saat terjadi ovulasi. Proses
penyembuhan sel-sel epitel yang terganggu dapat menimbulkan
proses transformasi menjadi sel-sel tumor.
2. Hipotesis androgen
Androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker
ovarium. Hal ini didasarkan pada hasil percobaan bahwa epitel ovarium
mengandung reseptor androgen. Dalam percobaan in-vitro, androgen
dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan sel-sel
kanker ovarium.
C. Faktor Risiko
1. Diet tinggi lemak
2. Merokok
3. Alkohol
4. Penggunaan bedak talk perineal
5. Riwayat kanker payudara, kolon, atau endometrium
6. Riwayat keluarga dengan kanker payudara atau ovarium
7. Nulipara
8. Infertilitas
9. Menstruasi dini
10. Tidak pernah melahirkan
D. Tanda & Gejala
Gejala umum bervariasi dan tidak spesifik. Pada stadium awal berupa :
1. Haid tidak teratur
2. Ketegangan menstrual yang terus meningkat
3. Menoragia
4. Nyeri tekan pada payudara
5. Menopause dini
6. Rasa tidak nyaman pada abdomen
7. Dispepsia
8. Tekanan pada pelvis
9. Sering berkemih
10. Flatulenes
11. Rasa begah setelah makan makanan kecil
12. Lingkar abdomen yang terus meningkat
E. Stadium
Stadium kanker ovarium primer menurut FIGO (Federation
InternationalofGinecologies and Obstetricians ) 1987, adalah :
STADIUM I –> pertumbuhan terbatas pada ovarium
1. Stadium 1a : pertumbuhan terbatas pada suatu ovarium, tidak ada
asietas yang berisi sel ganas, tidak ada pertumbuhan di permukaan
luar, kapsul utuh.
2. Stadium 1b : pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak
asietas, berisi sel ganas, tidak ada tumor di permukaan luar, kapsul
intak.
3. Stadium 1c : tumor dengan stadium 1a dan 1b tetapi ada tumor
dipermukaan luar atau kedua ovarium atau kapsul pecah atau dengan
asietas berisi sel ganas atau dengan bilasan peritoneum positif.
STADIUM II –> Pertumbuhan pada satu atau dua ovarium dengan perluasan ke panggul
1. Stadium 2a : perluasan atau metastasis ke uterus dan atau tuba
2. Stadium 2b : perluasan jaringan pelvis lainnya
3. Stadium 2c : tumor stadium 2a dan 2b tetapi pada tumor dengan permukaan satu atau
kedua ovarium, kapsul pecah atau dengan asitas yang mengandung sel ganas dengan
bilasan peritoneum positif.
STADIUM III –> tomor mengenai satu atau kedua ovarium dengan
implant di peritoneum di luar pelvis dan atau retroperitoneal positif.
Tumor terbatas dalam pelvis kecil tetapi sel histologi terbukti meluas
ke usus besar atau omentum.
1. Stadium 3a : tumor terbatas di pelvis kecil dengan kelenjar getah
bening negatif tetapi secara histologi dan dikonfirmasi secara
mikroskopis terdapat adanya pertumbuhan (seeding) dipermukaan
peritoneum abdominal.
2. Stadium 3b : tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan
implant dipermukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopis,
diameter melebihi 2 cm, dan kelenjar getah bening negativ.
3. Stadium 3c : implant di abdoment dengan diameter > 2 cm dan
atau kelenjar getah bening retroperitoneal atau inguinal positif.
STADIUM IV –> pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh.
Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif dalam stadium 4, begitu juga metastasis ke
permukaan liver.
F. Penegakan Diagnosa Medis
Sebagian besar kanker ovarium bermula dari suatu kista. Oleh karena
itu, apabila pada seorang wanita ditemukan suatu kista ovarium harus
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan apakah kista
tersebut bersifat jinak atau ganas (kanker ovarium).
Ciri2 kista yang bersifat ganas yaitu pada keadaan :
Kista cepat membesar
Kista pada usia remaja atau pascamenopause
Kista dengan dinding yang tebal dan tidak berurutan
Kista dengan bagian padat
Tumor pada ovarium
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen cidera biologi
2. Perubahan citra tubuh dan harga diri b.d perubahan dalam penampilan
fungsi dan peran
3. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual b.d perubahan struktur atau
fungsi tubuh, perubahan kadar hormone
3.Tujuan dan Intervensi
Diagnosa 1 : Nyeri akut b.d agen cidera biologi
Tujuan : Klien merasa reda dari nyeri dan ketidaknyamanan yang
ditimbulkan
Intervensi :
Kaji karakteristik nyeri : lokasi, kualitas, frekuensi
Kaji faktor lain yang menunjang nyeri, keletihan, marah pasien
Kolaborasi dengan tim medis dalam memberi obat analgesic
Jelaskan kegunaan analgesic dan cara-cara untuk mengurangi efek
samping
Ajarkan klien strategi baru untuk meredakan nyeri dan
ketidaknyamanan: imajinasi, relaksasi, stimulasi kutan
Diagnosa 2 : Perubahan citra tubuh dan harga diri b.d perubahan dalam penampilan fungsi
dan peran
Tujuan : KLien dapat memperbaiki persepsi citra tubuh dan harga dirinya.
Intervensi :
Kaji perasaan klien tentang citra tubuh dan tingkat harga diri
Berikan dorongan untuk keikutsertaan kontinyu dalam aktifitas dan pembuatan keputusan
Berikan dorongan pada klien dan pasangannya untuk saling berbagi kekhawatiran tentang
perubahan fungsi seksual dan menggali alternatif untuk ekspresi seksual yang lazim
Diagnosa 3 : Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual b.d perubahan struktur atau fungsi
tubuh, perubahan kadar hormon
Tujuan : -KLien menyatakan paham tentang perubahan struktur dan fungsi seksual.
- Mengidentifikasi kepuasan/ praktik seksual yang diterima dan beberapa alternatif cara
mengekspresikan keinginan seksual
Intervensi:
Mendengarkan pernyataan klien dan pasangan
Diskusikan sensasi atau ketidaknyamanan fisik, perubahan pada respons individu
Kaji informasi klien dan pasangan tentang anatomi/ fungsi seksual dan pengaruh prosedur
pembedahan
Identifikasi faktor budaya/nilai budaya
Bantu klien untuk menyadari atau menerima tahap berduka
Dorong klien untuk menyadari atau menerima tahap berduka
Dorong klien untuk berbagi pikiran/masalah dengan orang terdekatnya
Berikan solusi masalah terhadap masalah potensial. ex : menunda koitus seksual saat
kelelahan
Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
EGC: Jakarta
Donges, Marilynn E. 1999.Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta
http://viethanurse.wordpress.com/2008/12/21/asuhan-keperawatan-klien-dengan-kanker-
ovarium/
http://akperppnisolojateng.blogspot.com/2009/03/askep-ca-
ovarium.html
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pemeriksaan Fisik :
a. Kulit
1) Panas, lembab, banyak keringat, halus, licin, mengkilat, kemerahan.
2) Erythema, pigmentasi, mixedema local.
3) Kuku → terjadi onycholosi → terlepas, rusak.
4) Ujung kuku/jari → terjadi Aerophacy, yaitu perubahan ujung jari → tabuh / clubbing finger
disebut PLUMER NAIL.
5) Kalau ada peningkatan suhu → lebih dari 37,8o C → indikasi Krisis Tyroid.
b. Mata ( Opthalmoptik )
1) Retraksi kelopak mata atas → mata membelalak / tanda Dalrymple.
2) Proptosis ( eksoptalmus ), karena jaringan orbita dan otot-otot mata diinfiltrasi oleh
limposit.
3) Iritasi Conjunction dan Hemosis.
4) Laktrimasi
5) Ortalmoplegia
6) Tanda Jefrey : kulit tidak dapat mengkerut pada waktu kepala sedikit menunduk dan mata
melihat objek yang digerakkan ke atas.
7) Tanda Rosenbach : tremor pada kelopak mata pada waktu mata menutup.
8) Tanda stelwag : mata jarang berkedip.
9) Tanda Dalrymple : retraksi kelopak mata bagian atas sehingga memberi kesan mata
membelalak.
10) Tanda Van Graefe : kelopak mata terlambat turun dibandingkan boa mata.
11) Tanda Molbius : kelemahan dalam akomodasi / konvergensi mata / gagal konvergensi.
c. Cardio vaskuler.
1) Peningkatan tekanan darah
2) Tekanan nadi meningkat
3) Takhikardia
4) Aritmia
5) Berdebar-debar
6) Gagal jantung
d. Respirasi
1) Perubahan pola nafas
2) Dyspnea
3) Pernafasan dalam
4) Respirasi rate meningkat
e. Gastrointestinal
1) Poliphagia → nafsu makan meningkat.
2) Diare → bising usus hyperaktif
3) Enek
4) Berat badan turun
f. Otot
1) Kekuatan menurun
2) Kurus
3) Atrofi
4) Tremor
5) Cepat lelah
6) Hyperaktif refleks tendom
g. Sistem persyarafan
1) Iritabiltas → gelisah
2) Tidak dapat berkonsentrasi
3) Pelupa
4) Mudah pindah perhatian
5) Insomnia
6) Gematar
h. Status mental dan emosional
1) Emosi labil → lekas marah, menangis tanpa sebab
2) Iritabilitas
3) Perubahan penampilan
i. Status ginjal
1) Polyuri ( banyak dan sering kencing ).
2) Polidipsi ( rasa haus berlebihan → banyak minum )
j. Status reproduksi
1) Pada wanita :
a. Hypomenorrhoe
b. Amenorrhoe
Karena kelenjar tyroid mempengaruhi LH
2) Laki-laki :
a. Kehilangan libido
b. Penurunan potensi
k. Leher
1) Teraba adany apembesaran tyroid ( goiter ).
2) Briut ( + ).
2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Serum T3 dan T4 meningkat ( Normal : T3 :8 – 16 g. T4 4-11 g )
b. TSH serum menurun
c. Tyroid → radio aktif iodine up take ( RAIU ) meningkat ( Normal: 10-35 % )
d. BMR meningkar
e. PBI meningkat ( Normal :4 g – 8 g, hypertiroid > 8 g, hypertiroid < g)
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan diare, mual,
nyeri abdomen dan atau peningkatan BMR ditandai dengan BB turun, diaporesis.
Tujuan : nutrisi adekuat.
Intervensi :
a. Pantau masukan diet tinggi kalori, tinggi protein, tinggi karbohidrat, tinggi vitanin B.
b. Tawarkan makanan dalam jumlah kecil tapi sering dan tambahan diantara waktu makan.
c. Konsulkan pasien untuk makanan yang disukai.
d. Hindari stimulan : kopi, the, cola, atau makanan yang lain yang mengandung kafein atau
teobromin yang meningkatkan perasaan kenyang dan paristaltik.
e. Hindari makanan dengan jumlah yang banyak serat atau makanan yang banyak
mengandung bumbu.
f. Berikan dorongan untuk memperbanyak minum 2 sampai 3 liter setiap hari ; hindari jus
yang mungkin dapat menyebabkan diare.
g. Berikan lingkungan dengan pengunjung yang cocok bila pasien yang menginginkannya.
h. Timbang pasien setiap hari, pada waktu yang sama dengan timbangan dan pakaian yang
sama.
i. Pantau masukan dan haluaran setiap 8 jam.
j. Kaji efektifitas pengobatan untuk mengatasi mual dan nyeri abdomen.
Hasil yang diharapkan / evaluasi :
Berat badan meningkat sampai batas yang normal bagi pasien : makan diet yang dianjurkan
tanpa menunjukkan ketidaknyamanan abdomen ;tidak yang dianjurkan tanpa menunjukkan
ketidaknyamanan abdomen; tidak mengalami diare; masukan dan haluaran seimbang.
2. Hipetermia yang berhubungan dengan status hipermetabolik ditandai dengan panas.
Tujuan : suhu normal 36,5oC – 37,5oC.
Intervensi ;
a. Berikan kompres hangat sesuai kebutuhan.
b. Gunakan pakaian dan linen tempat tidur yang tipis.
c. Pertahankan lingkungan yang sejuk.
d. Kaji efektifitas selimut hipetermia bila dilakukan :
- Lakukan tindakan untuk mencegah kerusakan kulit.
e. Berikan asetamenofen sesuai pesanan ( aspirin merupakan kontra indikasi )
f. Tingkatkan masukan cairan sampai 2500 ml / hari.
g. Pantau tanda vital, tingkat kesadaran, halyaran urine setiap 2 sampai 4.
h. Kolaborasikan dengan dokter dalam menggunakan tindakan pendinginan tambahan bila
keadaannya membutuhkan.
Hasil yang diharapkan /evaluasi :
a. Pasien sadar dan responsif
b. Tanda-tanda vital dan haluaran urine normal.
3. Intoleran aktivitas yang berhubunagan dengan ketiddakseimbangan antara suplai oksigen
dan kebutuhan karena peningkatan kecepatan metabolisme dan intoleransi terhadap panas
ditandai dengan kelemahan.
Tujuan : Aktifitas dapat dilakukan sesuai toleransi.
Intervensi :
a. Kaji tanda vital dasar dan tingkat aktivitas sebelumnya.
b. Batasi akatifitas sampai tingkat toleransi pasien dengan melakukan pangkajian respon
( mis : kaji tanda vital selama melakukan aktifitas dan bandingkan dengan tanda vital
dasar ).
c. Biarkan pasien membuat priorotas dalam perawatan di dalam keterbatasanna.
d. Berikan jarak waktu antara prosedur untuk memungkinkan waktu istitrahat yang cukup.
e. Berikan peralatan yang dibutuhkan, kebutuhan lain untuk mencegah penggunaan energi
yang berlebihan oleh pasien sebelum aktivitas.
f. Hentikan aktifitas pada awal timbulnya gejala intoleran : dispnea, takipnea, takikardia,
keletihan.
g. Bantu pasien saat melakukan aktifitas yang tidak mampu dilakukan karena kelemahan
atau tremor.
h. Rencanakan aktifitas setiap hari dan pola istirahat yang dapat memudahkan meningkatan
toleransi untuk perawatan diri.
Hasil yang diharapkan / evaluasi :
a. Menyelesaikan aktifitas yang direncanakan tanpa bukti-bukti intoleran.
b. Meminta bantuan hanya ketika membutuhkan.
4. Perubahan proses fikir yang berhubungan dengan peningkatan rangsangan sistem saraf
simpatis oleh tingginya kadar hormon tiroid ditandao dengan labil, peka rangsang, gugup.
Tujuan : tidak terjadi perubahan proses pikir.
Intervensi :
a. Kaji tingkat kesadaran, orientasi, afek dan persepsi setiap 4 jam sampai 8 jam : laporkan
adanya perubahan negatif.
b. Diskusikan perasaan dan respon terhadap situasi dan orang : berikan penekanan bahwa
hal tersebut tepat adanya.
c. Berikan lingkungan yang stabil, tenang, tanpa stress, dan tidak merangsang.
1) Atasi lingkunangan yang terlalu berisik.
2) Konsisten dalam waktu dan saat melakukan prosedur atau aktifitas.
3) Batasi pengunjung sesuai kebutuhan.
4) Hindari pergantian personel yang sering.
5) Cegah situasi yang menimulkan kemarahan emosional bila memungkinkan
d. Rencanakan perawatan bersama pasien; berikan penjelasan yang jelas dan singkat.
e. Antisipasi kebutuhan akan pencegahan reaksi hiperaktif.
f. Informasikan pasien bahwa aktifitasnya mungkin dibatasi.
g. Ajarkan teknik menurunkan stress dan kaji penggunaannya oleh pasien.
h. Berikan aktifitas yang menghibur dan benda-benda yang menurunkan rangsangan ;
hindari hal-hal yang membutuhkan manipulasi motorik halus.
i. Orientasikan kembali pasien pada lingkungan sesuai dengan yang dibutuhkan dan berikan
petunjuk yang mengorientasikan ( misalnya : jam, kalender, gambar-gambar yang dikenal
pasien dan sebagainya ).
j. Panyau terhadap reaksi buruk terhadap pengobatan.
Hasil yang diharapkan :
a. Pasien berorientasi
b. Berespon sesuai terhadap situasi dan orang
c. Menggunakan teknik reduksi stress
TINJAUAN TEORI
Pengertian
Preeklamsia (toksemia gravidarum) adalah suatu kondisi dimana
tekanan darah meningkat selama masa kehamilan. Bila tekanan darah
anda meningkat, tubuh anda menahan air, dan protein bisa ditemukan
dalam urin anda. Hal seperti ini juga disebut sebagai toxemia atau
pregnancy induced hypertension (PIH).
Etiologi
Penyebab dari Toksemia Gravidarum sampai saat ini tidak diketahui,
tapi resiko utama terjadinya pre-eklamsi adalah abrupsio plasenta.
Faktor Resiko
Resiko tinggi mengalami preeklamsia adalah :
1. Baru pertama kali hamil
2. Ibu hamil yang ibunya atau saudara perempuannya pernah mengalami
preeklamsia
3. Ibu hamil dengan kehamilan kembar; ibu hamil usia remaja; dan ibu
hamil berusia lebih dari 40 tahun
4. Ibu hamil yang sebelum kehamilannya memiliki penyakit darah tinggi
atau penyakit ginjal
Patofisologi
Preeklamsia dapat membuat plasenta tidak mendapatkan darah dalam
jumlah yang cukup. Bila plasenta tidak mendapatkan cukup darah,
maka bayi anda tidak akan mendapatkan cukup oksigen dan makanan.
Ini dapat mengakibatkan kelahiran dengan berat badan rendah.
Keadaan ini dapat disertai kelainan faal hati berupa kenaikan kadar
fosfatase alkali dan transaminase dalam serum, sedangkan ikterus
jarang timbul, hanya terjadi pada keadaan berat, yait karena koagulasi
intravaskuler (DIC) dengan hemolisis dan nekrosis hati
Gambaran histopatologis menampakkan adanya trombi fibrin dalam
sinusoid di periportal disertai tanda-tanda perdarahan serta nekrosis,
sedangkan tanda-tanda inflamasi tidak ada.
Perdarahan intrahepatik dan subkapsuler menimbulkan keluhan nyeri
epigastrik atau nyeri perut kuadran kanan atas, meskipun jarang
terjadi, ruptur spontan hati yang mengakibatkan perdarahan intra
peritoneal dan syok memerlukan tindakan bedah darurat.
Umumnya tidak ada pengobatan khusus terhadap kelainan faal hati
yang terjadi pada toksemia gravidarum, terminasi kehamilan akan
memperbaiki keadaan klinis dan histopatologisnya.
Tanda dan Gejala
Seorang wanita yang pada saat hamil tekanan darahnya meningkat
secara berarti tetapi tetap dibawah 140/90 mm hg, juga dikatakan
menderita pre-eklamsi. bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita
pre-eklamsi, 4-5 kali lebih rentan terhadap kelainan yang timbul segera
setelah lahir. bayi yang dilahirkan juga mungkin kecil karena adanya
kelainan fungsi plasenta atau karena lahir prematur.
Gejala-gejala dari pre-eklamsi adalah:
tekanan darah lebih tinggi dari 140/90 mm hg
wajah atau tangan membengkak
kadar protein yang tinggi dalam air kemih.
Manifetasi Klinis
Biasanya tanda-tanda preeklamsia timbul dalam urutan: pertambahan
berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi dan akhirnya
proteinuria. Pada preeklamsia ringan tidak ditemukan gejal-gejala
subyektif. Pada preeklamsia berat didapatkan sakit kepala di daerah
frontal, skotoma, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah
epigastrium, mual atau muntah-muntah
Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklamsia yang meningkat
dan merupakan petunjuk bahwa eklamsia akan timbul. Tekanan
darahpun meningkat lebih tinggi, edema menjadi lebih umum, dan
proteinuria bertambah banyak.
Klasifikasi
1. Preeklamsia ringan : Tekanan darah yang tinggi, retensi air, protein
dalam urin
2. Preeklamsia berat : sakit kepala, pandangan kabur, tidak dapat melihat
cahaya yang terang, kelelahan, mual/muntah, sedikit buang air kecil
(BAK), sakit di perut bagian kanan atas, napas pendek dan cenderung
mudah cedera.
Komplikasi
Komplikasi utama dari pre-eklamsi adalah sindroma hellp, yang terdiri
dari:
1. Hemolisis (penghancuran sel darah merah)
2. Peningkatan enzim hati (yang menunjukkan adanya kerusakan hati)
3. Penurunan jumlah trombosit (yang menunjukkan adanya gangguan
kemampuan pembekuan darah).
Sindroma hellp cenderung terjadi jika pengobatan pre-eklamsi
tertunda. jika terjadi sindroma hellp, bayi segera dilahirkan melalui
operasi sesar. jika lebih dari 8 minggu tekanan darahnya tetap tinggi,
kemungkinan penyebabnya tidak berhubungan dengan pre-eklamsi.
Pemeriksaan Penunjang
Penlaian Keadaan Ibu Klinis
TD: derajat keparahan, hubungan TD dgn CVA, bukan kejang
SSP: Keparahan sakit kepala;
o Gg penglihatan-buta, kabur;
o Tremor, iritabilitas, hiperaktif, somnolen
o Mual & muntah
Hematologi: edema, perdarahan, ptekie
Hepatik: nyeri kw kanan atas & epigastrik, mual & muntah
Ginjal: output & warna urin
Penilaian Keadaan Ibu lab
Hematologi:
o Hb, AT
o PTT, APTT, Fibrinogen, FDP
o LDH, asam urat
Hepatik:
o SGOT, SGPT, LDH
Glukosa
Ginjal:
o Proteinuria
o Kreatinin, urea, asam urat
Penilaian Keadaan Janin
Gerakan ( > 10x / 24jam )
DJJ
USG untuk perkembangan
Profil biofisik
Indeks cairan amnion
Pemeriksaan doppler arus darah: tali pusat
Penatalaksanaan Keperawatan
1. Istirahat, berbaring pada sisi kiri tubuh agar janin anda tidak menindih
urat darah.
2. Sering melakukan pemeriksaan sebelum kelahiran
3. Mengurangi makan garam
4. Minum 8 gelas air per hari
Penalataksanaan Medis
1. Bila anda mengidap preeklamsia berat, dokter anda mungkin akan
mengobatinya dengan memberikan obat-obat untuk menekan tekanan
darah sampai perkembangan bayi anda cukup untuk dapat dilahirkan
dengan selamat.
2. Mual & muntah: antiemetik
3. Nyeri subhepatik: Morfin 2-4 mg iv, Antasida, Minimalkan palpasi
4. Antihipertensi:
a. Min. risiko CVA pd ibu
b. Max. kondisi ibu u/ persalinan yg aman
c. Mendapat waktu u/ penilaian lbh lanjut: memperpanjang
kehamilan &persalinan pervaginam jk mungkin
Pencegahan
Sampai saat ini, tidak ada cara pasti untuk mencegah preeklamsia.
Ada faktor-faktor yang dapat penyebab terjadinya tekanan darah tinggi
yang dapat dikontrol, ada juga yang tidak. Ikuti instruksi dokter anda
mengenai diet dan olahraga.
Gunakan sedikit garam atau sama sekali tanpa garam pada
makanan anda
Minum 6-8 gelas air sehari
Jangan banyak makan makanan yang digoreng dan junkfood
Olahraga yang cukup
Angkat kaki anda beberapa kali dalam sehari
Hindari minum alcohol
Hindari minuman yang mengandung kafein
Dokter anda mungkin akan menyarankan anda untuk minum
obat dan makan suplemen tambahan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Proses keperawatan adalah metode kerja dalam pemberian pelayanan
keperawatan untuk menganalisa masalah pasien secara sistematis,
menentukan cara pemecahannya, melakukan tindakan dan
mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan.
Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan
untuk menetapkan, merencanakan danmelaksanakan pelayanan
keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan
memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Tindakan keperawatan
tersebut dilaksanakan secara berurutan, terus menerus, saling
berkaitan dan dinamis
Pengkajian
Anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan obstetrik, dan
pemeriksaan laboratorium rutin
Tekanan darah, air kencing, berat badan diperiksa tiap hari, dan
edema dicari terutama pada daerah sacral
Balans cairan ditentukan tiap hari
Funduskopi dilakukan pada waktu penderita masuk rumah sakit dan
kemudian tiap 3 hari
Keadaan janin diperiksa tipa hari dan besarnya dinilai
Penderita diingatkan untuk segera memberitahukan apaabila sakit
kepala, merasa mual, merasa nyeri di daerah epigastrium, atau
menderita gangguan dalam penglihatan.
Diagnosa Keperawatan
1. PK: Preeklamsi
2. Kelebihan volume cairan b/d gangguan mekanisme pengaturan
3. Perfusi jaringan perifer tidak efektif b/d peningkatan tekanan darah
Rencana Keperawatan
N DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
O
1 PK: Setelah dilakukan - Pantau tanda dan Mengurangi
Preeklamsi tindakan gejala adanya edema yang
keperawatan, preeklamsi terjadi
perawat -
Anjurkan klien untuk Meningkatkan
dapatmeminimalk diet tinggi protein aliran plasma
an komplikasi dengan asupan ginjal dan perfusi
preeklamsi yang natrium sedang 2,5-7 plasenta
terjadi dengan gr per hari dan 6-8 Dapat mengambil
kriteria hasil: gelas air perhari tindakan lebih dini
- Tanda-tanda vital -
Anjurkan klien untuk Untuk
dbn istirahat dengan menurunkan
- Tidak terjadi posisi lateral tekanan darah
kejang rekumben kiri Untuk mencegah
- Edema -
Ajarkan klien tanda- kejang (eklamsi)
ekstremitas tanda bahaya
berkurang preeklamsi dan
segera melaporkan
jika hal itu terjadi
- Kolaborasi pemberian
obat antihipertensi
sesuai indikasi
- Kolaborasi pemberian
obat anti kejang
sesuai indikasi
2 Kelebihan Setelah dilakukan Fluid Manajement: Mempertahankan
volume cairantindakan - Pertahankan balance cairan
b/d gangguankeperawatan pencatatan intake Pada edema
mekanisme selama x24 jam, dan output cairan terjadi retensi
pengaturan klien akan yang akurat cairan sehingga
memiliki - Monitor hasil lab yang BB meningkat
keseimbangan berhubungan dengan
volume cairan, retensi cairan
dengan kriteria (peningkatan
hasil: BUN,penurunan
- Tanda-tanda vital hematokrit)
dbn - Monitor tanda-tanda
- Nadi perifer vital
teraba - Lakukan penimbangan
- Intake dan berat badan setiap
output 24 jam hari
seimbang - Kolaborasi pemberian
- Berat badan diuretik sesuai
stabil indikasi
- Tidak ada edema
perifer
3 Perfusi Setelah dilakukan Circulatory Care Meningkatkan
jaringan tindakan - Evaluasi edema danaliran darah
perifer tidakkepaerawatan nadi perifer Mencegah
efektif b/dselamax24 jam, - Rendahkan peningkatan
peningkatan klien memiliki ekstremitas viskositas darah
tekanan darah perfusi jaringan - Pertahankan hidrasiMelancarkan
perifer yang yang adekuat peredarah darah
efektif dengan - Monitor status cairan Melancarkan
kriteria hasil: meliputi intake dan peredaran darah
- Capillary refilll ≤ output dan penekanan
2 dtk - Anjurkan klien untuk pada bony
- Nadi perifer latihan sesuai prominen
distal dan kemampuan
proksimal kuat - Ubah posisi pasien
- Warna kulit dbn setiap 2 jam jika
- Tidak ada edema memungkinkan
perifer
DAFTAR PUSTAKA
Pregnancy Induced Hypertension (PIH): Preeclampsia or Toxemia
http://www.americanpregnancy.org
www.sehatgroup.web.id
PREMATUR KEHAMILAN
DEFINISI
Persalinan preterm atau partus prematur adalah persalinan yang terjadi
pada kehamilan kurang dari 37 minggu ( antara 20 – 37 minggu ) atau
dengan berat janin kurang dari 2500 gram ( Manuaba, 1998 : 221).
Bayi prematur adalah Bayi baru lahir dengan umur kehamilan 37 minggu
atau kurang saat kelahiran.
Walaupun kecil, bayi prematur ukurannya sesuai dengan masa kehamilan
tetapi perkembangan intrauterin yang belum sempurna dapat
menimbulkan komplikasi pada saat post natal. Bayi baru lahir yang
mempunyai berat 2500 gram atau kurang dengan umur kehamilan lebih
dari 37 minggu disebut dengan kecil masa kehamilan, ini berbeda dengan
prematur, walaupun 75% dari neonatus yang mempunyai berat dibawah
2500 gram lahir prematur.
ETIOLOGI
Mengenai penyebab belum banyak yang di ketahui :
1. Eastman = kausa prematur 61,9% kausa ignota (sebab yang tidak diketahui)
2. Greenhill = kausa premature 60 % kausa ignota (sebab yang tidak diketahui).
3. Holmer = sebagian besar tidak di ketahui.( Mochtar , 1998 : 219 )
4.Data penunjang
- X-ray pada dada dan organ lain untuk menentukan adanya
abnormalitas
- Ultrasonografi untuk mendeteksi kelainan organ
- Stick glukosa untuk menentukan penurunan kadar glukosa
- Kadar kalsium serum, penurunan kadar berarti terjadi
hipokalsemia
- Kadar bilirubin untuk mengidentifikasi peningkatan (karena pada
prematur lebih peka terhadap hiperbilirubinemia)
- Kadar elektrolit, analisa gas darah, golongan darah, kultur darah,
urinalisis, analisis feses dan lain sebagainya.
Diagnosa keperawatan
Dx. 1. Resiko tinggi disstres pernafasan berhubungan dengan
immaturitas paru dengan penurunan produksi surfactan yang
menyebabkan hipoksemia dan acidosis
Dx. 2. Resiko hipotermia atau hipertermia berhubungan dengan
prematuritas atau perubahan suhu lingkungan
Dx. 3. Defiensi nutrisi berhubungan dengan tidak adekuatnya
cadangan glikogen, zat besi, dan kalsium dan kehilangan cadangan
glikogen karena metabolisme rate yang tinggi, tidak adekuatnya intake
kalori, serta kehilangan kalori.
Dx. 4. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan imaturitas,
radiasi lingkungan, efek fototherapy atau kehilangan melalui kulit atau
paru.
Dx. 5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imaturitas imunologik
bayi dan kemungkinan infeksi dari ibu atau tenaga medis/perawat
Dx. 6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
rapuh dan imaturitas kulit
Dx. 7. Gangguan sensori persepsi : visual, auditory, kinestehetik,
gustatory, taktil dan olfaktory berhubungan dengan stimulasi yang
kurang atau berlebihan pada lingkungan intensive care
Dx. 8. Deficit pengetahuan (keluarga) tentang perawatan infant yang
sakit di rumah
DARTAR PUSTAKA
Klaus & Fanaroff. 1998. Penata Laksanaan Neonatus Resiko Tinggi.
Edisi
4 EGC. Jakarta.
Markum,A.H. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, jilid I,Bagian Ilmu
Kesehatan Anak,FKUI,Jakarta.
Nelson. 2000. Ilmu kesehatan Anak,volume 2 Edisi 15. EGC. Jakarta.
Wong. Donna. L. 1990. Wong & Whaley’s Clinical Manual of Pediatric
Nursing,Fourth Edition,Mosby-Year Book Inc, St. Louis Missouri.
POAT MATUR KEHAMILAN
A . Pengertian
Kehamilan yang berlangsung melebihi 42 minggu, antara lain
kehamilan memanjang, kehamilan lewat bulan, kehamilan postterm,
dan pascamaturitas.
Kehamilan lewat bulan, suatu kondisi antepartum, harus
dibedakan dengan sindrom pasca maturitas, yang merupakan kondisi
neonatal yang didiagnosis setelah pemerikasaan bayi baru lahir.
Definisi standar untuk kehamilan lewat bulan adalah 294 hari
setelah hari pertama menstruasi terakhir, atau 280 hari setelah
ovulasi. Istilah lewat bulan ( postdate) digunakan karena tidak
menyatakan secara langsung pemahaman mengenai lama kehamilan
dan maturitas janin. ( Varney Helen,2007)
Keakuratan dalam memperkirakan usia kehamilan meningkat
pesat sejak adanya USG yang makin banyak digunakan. Kisaran
optimum variasi lama gestasi pada manusia belum diketahui hingga
kini, Dan penetapan dua minggu melewati taksiran persalinan (TP)
masih berubah- ubah. Meskipun insidensi kehamilan lewat bulan relatif
rendah, beberapa studi menunjukkan bahwa sebagian besar induksi
yang dijadwalkan dengan indikasi kehamilan lewat bulan faktanya
kurang dari 42 minggu berdasarkan hitungan dengan USG. Akibatnya
induksi yang menjadi bersifat relatif.
B . Etiologi
Etiologinya msih belum pasti. Faktor yang dikemukakan adalh
hormonal yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun
kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap
oksitosin berkurang ( Mochtar, Rustam, 1999). Diduga adanya kadar
kortisol yang rendah pada darah janin. Selain itu, kurangnya air
ketuban dan insufisiensi plasenta juga diduga berhubungan dengan
kehamilan lewat waktu.
Fungsi plasenta memuncak pada usia kehamilan 38-42 minggu,
kemudian menurun setelah 42 minggu, terlihat dari menurunnya kadar
estrogen dan laktogen plasenta. Terjadi juga spasme arteri spiralis
plasenta. Akibatnya dapat terjadi gangguan suplai oksigen dan nutrisi
untuk hidup dan tumbuh kembang janin intrauterin. Sirkulasi
uteroplasenta berkurang sampai 50%.Volume air ketuban juga
berkurang karena mulai terjadi absorpsi. Keadaan-keadaan ini
merupakan kondisi yang tidak baik untuk janin. Risiko kematian
perinatal pada bayi postmatur cukup tinggi : 30% prepartum, 55%
intrapartum, 15% postpartum
C. Prognosis
Beberapa ahli dapat menyatakan kehamilan lewat bulan bila
lebih dari 41 minggu karena angka mordibitas dan mortalitas neonatus
meningkat setelah usia 40 minggu. Namun kurang lebih 18 %
kehamilan akan berlanjut melebihi 41 minggu hingga 7% akan menjadi
42 minggu bergantung pada populasi dan kriteria yang digunakan.
Seringnya kesalahan dalam mendefinisikan postmatur diperlukan
deteksi sedini mungkin untuk menghindari kesalahan dalam
menentukan usia kehamilan.Jika Tp telah ditentukan pada trimester
terakhir atau berdasarkan data yang tidak dapat diandalkan.Data yang
terkumpul sering menunjukkan peningkatan resiko lahir mati seiring
peningkatan usia kehamilan lebih dari 40 minggu.
Penyebab lahir matinya tidak mudah dipahami dan juga tidak
ada kesepakatan tentang pendekatan yang paling tepat guna
mencegah kematian tersebut. (Varney, Helen, 2007)
Apabila diambil batas waktu 42 minggu frekuensinya adalah 10,4 –
12%. Apabila diambil batas waktu 43 minggu frekuensinya adalah 3,4
-4% ( Mochtar,Rustam,1998)
Kesepakatan yang ada adalah bahwa resiko mortalitas perinatal
lebih tinggi pada IUGR atau bayi SGA daripada AGA lewat bulan.
Clausson et al Menegaskan bahwa odds ratio untuk kematian perinatal
untuk bayi AGA tidak berbeda signifkan pada bayi post term. Namun
bagi SGA mempunyai odds ratio 10,5 pada lahir post term.
Penatalaksanaaan aktif pada bagi AGA dengan lebih bulan kenyataan
dapat mengubah hasil positif yang diingunkan, angka penatalaksanaan
anestesia epidural, persalinan sesar, dan mortalitas.
Pengaruh terhadap Ibu dan Janin
· Terhadap Ibu
Persalinan postmatur dapat menyebabkan distosis karena (a) aksi
uterus tidak terkoordinir (b). Janin besar (c) Moulding kepala kurang.
Maka akan sering dijumpai : partus lama, kesalahan letak, inersia uteri,
distosia bahu dan perdarahan postpartum. Hal ini akan menaikan
angka mordibitas dan mortalitas.
· Terhadap janin
Jumlah kematian janin/ bayi pada kehamilan 43 minggu tiga kali lebih
besar dri kehamilan 40 minggu karena postmaturitas akan menambah
bahaya pada janin. Pengaruh postmaturitas pada janin bervariasi:
berat badan janin dapat bertambah besar, tetap dan ada yang
berkurang, sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang bisa terjadi
kematian janin dalam kandungan.
D . Pemeriksaan Penunjang
1. Bila HPHT dicatat dan diketahui wanita hamil, diagnosis tidak sukar.
2. Kesulitan mendiagnosis bila wanita tidak ingat HPHTnya. Hanya
dengan pemeriksaan antenatal yang teratur diikuti dengan tinggi dan
naiknya fundus uteri dapat membantu penegakan diagnosis.
3. Pemeriksaan rontgenologik dapat dijumpai pusat pusat penulangan
pada bagian distal femur, baguan proksimal tibia, tulang kuboid
diameter biparietal 9,8 atau lebih.
4. USG : ukuran diameter biparietal, gerkan janin dan jumlah air ketuban.
5. Pemeriksaan sitologik air ketuban: air ketuban diamabiil dengan
amniosenteris baik transvaginal maupun transabdominal, kulitb
ketuban akan bercmapur lemak dari sel sel kulit yang dilepas janin
setelah kehamilan mencapai lebih dari 36 minggu. Air ketuban yang
diperoleh dipulas dengan sulfat biru Nil, maka sel – sel yang
mengandung lemak akan berwarna jingga.
- Melebihi 10% = kehamilan diatas 36 minggu
- Melebihi 50% = kehamilan diatas 39 minggu
6. Amnioskopi, melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurt warnanya
karena dikeruhi mekonium.
7. Kardiotografi, mengawasi dan membaca denyut jantung janin, karena
insufiensi plase
8. Uji oksitosin ( stress test), yaitu dengan infus tetes oksitosin dan
diawasi reaksi janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi
janin kurang baik, hal ini mungkin janin akan berbahaya dalam
kandungan.
9. Pemeriksaan kadar estriol dalam urin
10. Pemeriksaan pH darah kepala janin
11. Pemeriksaan sitoloi vagina
E . Penatalaksanaan Medis
Dua prinsip pemikiran :
1. Penatalaksanaan antisipasi-antisipasi kesejahteraan janin dengan
meningkatkan pengkajian dan intervensi jika hanya terdapat indikasi.
2. Penatalaksanaan aktif-induksi persalinan pada semua wanita yang
usia kandungannnya melebihi 42 minggu. dengan pertimbangan
kondisi janin yang cukup baik / optimal.
Ada berbagai variasi kemungkinan penatalaksanaan antisipasi dan
penatalaksanaan aktif, antara lain: Pertimbangan kesiapan serviks
( skor bishop), perkiraan berat badan janin ( dengan manuver leopot,
sonogram, atau keduanya) , kesejahteraan janin, pilihan wanita yang
bersanngkutan, volume cairan amnion, riwayat kebidanan sebelumnya,
status medis ibu, dan metode induksi sesuai pertimbangan. Variabel
yang sangat memberatkan adalah usia gestasi janin, karena term yang
berkembang cenderung mempertimbangkan usia kehamilan sebagai
suatu rangkaian yang kontinu. Penatalaksanaan aktif versus
penatalaksanaan antisipatif tergantung reabilitas kriteria yang
digunakan dalam menentukan usia kehamilan.
Para klinisi sejak lama menyadari perlunya mempercepat
persalinan jika terdapat kondisi obstetri dan medis yang mengancam
ibu dan janin. Sebelum ada metode yang diterima untuk induksi
persalinan seksio sesariamerupakan satu-satunya cara yang dapat
diterima untuk mengatasi maslaah ini.
Keputusan untuk mempercepat persalinan harus selalu
ditetapkan dengan membandingkan resiko dan manfaat masing
masing penatalaksanaan tersebut. Secara umum metode induksi yang
paling efektif adalah dengan meningkatkan denyut jantung janian dan
hiperstimulasi pada uterus.
Induksi persalinan juga diperkirakan komplikasinya. Induksi
persalian dikaitkan dengan peningkatan anastesia epidural dalam
seksio sesaria untuk wanita primigravida yang usia kehamilanyya lebih
dai 41 minggu dan taksiran berat jain 3800 gram atau lebih.
Pada kenyataannya induksi persalian meningkatkan resiko
distress janin, seksio sesaria, infeksi dan perdarahan sangat
mengejutkan bagi masyarakat awam. kehamilan lebih bulan akan
meningkatkan resiko lahir mati, cairan bercampur, mekonium sindrom
aspirasi mekonium pada neonatus, distosia bahu jika janin
makrosomia.
Indikasi untuk induksi persalinan mencakup hal – hal :
a. Hasil uji janin meragukan ( skor profil biosfik rendah)
b. Oligohidramnion.
c. Preeklamsi yang cukup parah menjelah cukup bulan
d. Diabetes dependent
e. IUGR menjelang usia cukup bulan
f. Riwayat lahir mati pada kehamilan cukup bulan.
Penatalaksanaan antisipasi pada usia kehamilan lewat bulan antara 40
hingga 42 minggu
1.Kaji kembail TP wanita sebagai titik tengah dalam kisaran waktu 4
minggu ( 40+minggu)
2. Kaji kembali bersama wanita rencana penanganan kehamilan lewat
bulan, dokumentasikan rencana yang disepakati ( 40+ minggu)
3. Uji kembali nonstress awal ( Nonstress test, NST) dua kali dalam
seminggu, yang dimulai saat kemilan berusia 41 minggu dan berlanjut
hingga persalinan.
4. Lakukan pengukuran volume cairan amnion ( Amniotic fluid volume,
APV) dua kali dalam seminggu, yang dimulai saat kehamilan berusia 41
minggu dan berlanjut hingga persalinan.
5. Lakukan uji profil biofisik lengkap dan konsultasikan dengan dokter
untuk hasil NST yang nonreaktif atau APV yang randah.
6. Jika kelainan berlanjut hingga 42 minggu dan perkiraan usia
kehamilan dapat diandalkan mulai penanganan aktif mengacu pada
protokol.
Penatalaksanaan aktif pada kehamilan leat bulan : Induksi persalinan
Pada tahun 1970-an terdapat meningkatnya kesadaran terhadap
mordibitas kehamilan lewat bulan. Beberapa pihak mengajukan
keberatan terhadap induksi persalinan karena tidak alami dan dapat
meningkatkan bahaya. Namun walaupun banyak pihak yang
menentang induksi persalinan dan tidak adanya standardisai kriteria,
praktik induksi telah banyak meningkat selama satu dekade terakhir.
Menurut American college of obstetricians dan Gynecologist,
hasil yang diharapkan dari induksi persalinan adalah “ ibu dapat
melahirkan bayi pervaginam setelah kontraksi distimulasi sebelum
persalinan spontan terjadi”. Meski metode induksi sekarang
diutamakan pada induksi kontarkasi uterus, namun peran servik
sangat penting yang aktivitasnya tidak sepenuhnya dipengaruhi
uterus.
Penggunanaan obat berpusat pada oksitosin sejak tahun 1960-an
dan prostaglandin sejak tahun 1970-an. Pengaturan dosis, dan cara
pemberian dan waktu pemberian untuk semua metode hingga kini
masih dalam penelitian,
Untuk menghasilkan persalinan yang aman, keberhasilan induksi
persalinnan setelah servik matang dapat dicapai dengan
menggunakan prostaglandin E2 (PGE2) bersama oksitosin, dan
prostaglandin terbukti lebih efektif sebagai agens yang mematangkan
seriks dibanding oksitosin.
Metode lain yang digunakan untuk menginduksi persalinan
( misalnya minyak jarak, stimulasi payudara, peregangan servik secara
mekanis), memiliki kisaran keberhasilan secara beragam dan atau
sedikit penelitian untuk menguatkan rekomendasinya.
Metode hormon untuk induksi persalinan :
1. Oksitosin yang digunakan melalui intravena ( atas persetujuan FDA
untuk induksi persalinan ). Dengan catatan servik sudah matang.
2. Prostaglandin : dapat digunakan untuk mematangkan servik
sehingga lebih baik dari oksitosin namun kombinasi keduanya
menunjukkan hal yang positif.
a. Misprostol
1) Merk dagang cytotec. Suatu tablet sintetis analog PGE1 yang
diberikan intravagina ( disetujui FDA untuk mencegah ulkus peptikum,
bukan untuk induksi)
b. Dinoproston
1) Merk dagang cervidil suatu preparat PGE2, tersedia dalam dosis 10 mg yang dimasukkan
ke vagina ( disetujui FDA untuk induksi persalinan pada tahun 1995)
2) Merk dagang predipil. Suatu sintetis preparat PGE2 yang tersedia dalam bentuk jel 0,5
mg deng diberika intraservik ( disetujui FDA untuk induksi persalinan pada tahun 1993)
3. Mifepriston 9 RU 486, antagonis reseptor progesteron) ( disetujui FDA untuk aborsi
trimester pertama, bukan untuk induksi) tersedia dalam bentuk tablet 200 mg untuk diberikan
per oral.
Metode non hormon Induksi persalinan
1. Pemisahan ketuban
Prosedurnya dikenal dengan pemisahan atau mengusap ketuban
mengacu pada upaya memisahkan membran amnion dari bagian
servik yang mudah diraih dan segmen uterus bagian bawah pada saat
pemeriksaan dalam Dengan tangan terbungkus sarung tangan bidan
memeriksa wanita untuk menentukan penipisan serviks, pembukaan
dan posisi lazimnya. Perawatan dilakukanan untuk memastikan bahwa
bagian kepala janin telah turun. Pemeriksaan mengulurkan jari telunjuk
sedalam mungkin melalui os interna, melalui ujung distal jari perlahan
antara segmen uterus bagian bawah dan membaran. Beberapa usapan
biasanya eektif untuk menstimulasi kontaksi awal reguler dalam 72
jam. Mekanisme kerjanya memungkinkan melepaskan prostaglandin ke
dalam sirkulasi ibu. Pemisahan hendaknya jangan dilakukan jika
terdapat ruptur membran yang tidak disengaja dan dirasa tidak aman
baik bagi ibu maupun bagi janin. Pemisahan memban servis tidak
dilakukan pada kasus – kasus servisitis, plasenta letak rendah, maupun
plasenta previa, posisi yang tidak diketahui, atau perdarahan
pervaginam yang tidak diketahui.
2. Amniotomi
Pemecahan ketuban secara sengaja (AROM). Saat dikaukan
bidan harus memeriksa dengan teliti untuk mengkaji penipisan servik,
pembukaanm posisi,, dan letak bagian bawah. Presentasi selain kepala
merupakan kontrainsdikasi AROM dan kontraindikasi lainnya ketika
kepala belum turun, atau bayi kecil karena dapat menyebabkan
prolaps talipusat. Meskipun amniotomi sering dilakukan untuk
menginduksi persalinan, namun hingga kini masih belum ada studi
prospektif dengan desain tepat yang secara acak menempatkan
wanita pada kelompok tertentu untuk mengevaluasi praktik amniotomi
ini.
3. Pompa Payudara dan stimulasi puting.
Penggunaan cara ini relatif lebih aman kerna menggunakan
metode yang sesuai dengan fisiologi kehamilan dan persalinan.
Penangannya dengan menstimulasi selama 15 menit diselingi istirahat
dengan metode kompres hangat selama 1 jam sebanyak 3 kali perhari.
4. Minyak jarak
Ingesti minyak jarak 60 mg yang dicampur dengan jus apel
maupun jus jeruk dapat meningkatkan angka kejadian persalinan
spontan jika diberikan pada kehamilan cukup bulan.
5. Kateter forey atau Kateter balon.
Secara umum kateter dimasukkan kedalam servik kemudian
ballon di isi udara 25 hingg 50 mililiter untuk menjaga kateter tetap
pada tempatnya. Beberapa uji klinis membuktikan bahwa teknik ini
sangat efektif.
6. Aktifitas seksual.
Jika bidan tidak merasa bahwa penatalaksanaan aktif pada
persalinan lewat bula diindikasikan, protokol dalam memuat panduan
rekomendasi yang mencakup pemberian, wakru, dosis, dan langkah
kewaspadaan. Sementara pada penatalaksanaan antisipasi, bidan
dianjurkan mendokumentasikan secara teliti rencana penatalaksanaan
yang disepakati bersama oleh wanita. Bidan maupun wanita harus
memahami secara benar standar perawatan setempat untuk
menangani kehamilan lewat bulan. Wanita sebaiknya diberi tahu jika
terdapat status yang tidak mencakup pada penggunaan resep, dan
bidan harus tetap merujuk pada literatur terkini seputar penanganan
kehamilan lewat bulan.
G. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi pada bayi postmaturhipoksia ;
-hipovolemia
- asidosis
-sindrom gawat napas
-hipoglikemia
-hipofungsi adrenal.
ASUHAN KEPERWATAN
I. Dx PostMatur Kehamilan
- Ansietas b/d proses kelahiran lama
- Nyeri b/d operasi sectio caesarea
- Deficit pengetahuan (keluarga) tentang perawatan infant
II Dx Bayi Postmatur
} Kerusakan integritas kulit b/d maserasi
} Sianosis b/d mekonium telah bercampur air ketuban
} Kemungkinan komplikasi pada bayi postmaturhipoksia:
-hipovolemia
- asidosis
-sindrom gawat napas
-hipoglikemia
-hipofungsi adrenal.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, Gary, dkk.2006. Obstetri William ed.21. Jakarta.EGC
Mochtar, Rustam.1998, Sinopsis Obstetri. Jakarta.EGC
Prawiroharjo, Sarwono.2003. Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Varney, Helen Dkk.2007, Buku Ajar Asuhan Kebidanan ed.4 vo1.
Jakarta.EGC
Manuaba, Ida Bagus Gede. 1999, Memahami Kesehatan Reproduksi
Wanita.Jakarta. Arcan
E. Komplikasi
1. Plasenta previa
a ) Prolaps tali pusat
b ) Prolaps plasenta
c ) Plasenta melekat sehingga harus dikeluarkan manual dan kalau
perlu dibersihkan dengan kerokan
d ) Robekan-robekan jalan lahir
H. Riwayat perkawinan
- Status perkawinan
- Kawin pertama
- Lama kawin
Data Objektif
Pemeriksaan fisik
1. Umum
Pemeriksaan fisik umum meliputi pemeriksaan ibu hamil.
a. Rambut dan kulit
- Terjadi peningkatan pigmentasi pada areola, putting susu dan linea
nigra.
- Striae atau tanda guratan bisa terjadi di daerah abdomen dan paha.
- Laju pertumbuhan rambut berkurang.
b. Wajah
- Mata : pucat, anemis
- Hudung
- Gigi dan mulut
c. Leher
d. Buah dada / payudara
- Peningkatan pigmentasi areola putting susu
- Bertambahnya ukuran dan noduler
e. Jantung dan paru
- Volume darah meningkat
- Peningkatan frekuensi nadi
- Penurunan resistensi pembuluh darah sistemik dan pembulu darah
pulmonal.
- Terjadi hiperventilasi selama kehamilan.
- Peningkatan volume tidal, penurunan resistensi jalan nafas.
- Diafragma meningga.
- Perubahan pernapasan abdomen menjadi pernapasan dada.
f. Abdomen
Palpasi abdomen :
- Menentukan letak janin
- Menentukan tinggi fundus uteri
g. Vagina
- Peningkatan vaskularisasi yang menimbulkan warna kebiruan ( tanda
Chandwick )
- Hipertropi epithelium
h. System musculoskeletal
- Persendian tulang pinggul yang mengendur
- Gaya berjalan yang canggung
- Terjadi pemisahan otot rectum abdominalis dinamakan dengan
diastasis rectal
2. Khusus
- Tinggi fundus uteri
- Posisi dan persentasi janin
- Panggul dan janin lahir
- Denyut jantung janin
3. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan inspekulo
- Pemeriksaan radio isotopic
- Ultrasonografi
- Pemeriksaan dalam
2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perpusi jaringan ( plasental ) yang berhubungan dengan kehilangan darah.
2. Takut berhubungan dengan keprihatinan ibu tentang kesejahteraan diri dan bayinya.
3. Intervensi
1. Lakukan pemantauan keadaan ibu dan janin secara terus menerus, mencakup tanda-
tanda vital, tanpa perdarahan. Haluaran perkemihan, pelacakan pemantauan elektronik, dan
tanda persalinan.
2. Jelaskan prosedur kepada ibu dan keluarganya.
3. Pemberian cairan IV atau produk darah sesuai pesanan.
4. Tinjau kembali aspek penting dari perawatan kritis yang telah diberikan ini :
- Sudahkah saya menanyakan kepada ibu tentang perdarahan ?
- Jika perdarahan ada sudahkan saya mengkaji kuantitasnya dengan teliti ?
Rencana Keperawatan
Dx 1
Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan
jaringan otot dan system saraf akibat penyempitan kanalis servikalis
oleh myoma
Tujuan
Klien dapat mengontrol nyerinya dengan criteria hasil mampu
mengidentifikasi cara mengurangi nyeri, mengungkapkan keinginan
untuk mengontrol nyerinya.
Intervensi dan Rasional
1. Observasi adanya nyeri dan tingkat nyeri.
Memudahkan tindakan keperawatan
2. Ajarkan dan catat tipe nyeri serta tindakah untuk mengatasi nyeri
Meningkatkan persepsi klien terhadap nyeri yang dialaminya.
3. Ajarkan teknik relaksasi
Meningkatkan kenyamanan klien
4. Anjurkan untuk menggunakan kompres hangat
Membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan kenyamanan klien
5. Kolaborasi pemberian analgesik
Mengurangi nyeri
Dx 2
Gangguan eliminasi urine (retensio) berhubungan dengan penekanan
oleh massa jaringan neoplasma pada daerah sekitarnnya, gangguan
sensorik / motorik.
Tujuan
Pola eliminasi urine ibu kembali normal dengan criteria hasil ibu
memahami terjadinya retensi urine, bersedia melakukan tindakan
untuk mengurangi atau menghilangkan retensi urine.
Intervensi dan Rasional
1. Catat pola miksi dan monitor pengeluaran urine
Melihat perubahan pola eliminasi klien
2. Lakukan palpasi pada kandung kemih, observasi adanya
ketidaknyamanan dan rasa nyeri.
Menentukan tingkat nyeri yang dirasakan oleh klien
3. Anjurkan klien untuk merangsang miksi dengan pemberian air
hangat, mengatur posisi, mengalirkan air keran.
Mencegah terjadinya retensi urine
Daftar Pustaka
Bagian Obstetri & Ginekologi FK. Unpad. 1993. Ginekologi. Elstar.
Bandung
Carpenito, Lynda Juall, 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi
8. EGC. Jakarta
Galle, Danielle. Charette, Jane.2000. Rencana Asuhan Keperawatan
Onkologi. EGC. Jakarta
Hartono, Poedjo. 2000. Kanker Serviks/Leher Rahim & Masalah Skrining
di Indonesia. Kursus Pra kongres KOGI XI Denpasar. Mimbar Vol.5 No.2
Mei 2001
Saifidin, Abdul Bari,dkk. 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo & JNKKR-POGI. Jakarta
• Data Subyektif
♦ Sebelum Operasi
Adanya benjolan diselangkangan/kemaluan.
Nyeri di daerah benjolan.
Mual, muntah, kembung.
Konstipasi.
Tidak nafsu makan.
Bayi menangis terns.
Pada saat bayi menangis/mengejan dan batukbatuk kuat timbul benjolan.
♦ Sesudah Operasi
Nyeri di daerah operasi.
Lemas.
Pusing.
Mual, kembung.
• Data Obyektif
♦ Sebelum Operasi
Nyeri bila benjolan tersentuh.
Pucat, gelisah.
Spasme otot.
Demam.
Dehidrasi.
Terdengar bising usus pada benjolan.
♦ Sesudah Operasi
Terdapat luka pada selangkangan.
Puasa.
Selaput mukosa mulut keying.
Anak / bayi rewel.
2. Diagnosa Keperawatan
• Sebelum Operasi
Diagnosa Keperawatan 1.
Nyeri berhubungan dengan eliminasi urin
Hasil yang diharapkan :
Nyeri berkurang sampai hilang secara bertahap.
Pasien dapat beradaptasi dengan nyerinya,
Rencana tindakan :
1. Observasi tanda-tanda vital
2. Observasi keluhan nyeri, lokasi, jenis dan intensitas nyeri
3. Jelaskan penyebab rasa sakit, cars menguranginya.
4. Beri posisi senyaman mungkin bunt pasien.
5. Ajarkan tehnik-tehnik relaksasi = tarik nafas dalam.
6. Bed obat-obat analgetik sesuai pesanan dokter.
7. Ciptakan lingkungan yang tenang.
Diagnosa Keperawatan 2.
Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan pembedahan.
Hasil yang diharapkan :
Ekspresi wajah tenang.
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat kecemasan pasien.
2. Jelaskan prosedur persiapan operasi seperti pengambilan darah, waktu puasa, jam
operasi.
3. Dengarkan keluhan pasien
4. Beri kesempatan anak untuk bertanya.
5. Jelaskan pada pasien tentang apa yang akan dilakukan di kamar operasi dengan
terlebih dahulu dilakukan pembiusan.
6. Jelaskan tentang keadaan pasien setelah dioperasi.
Diagnosa Keperawatan 3.
Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan inkontenensia urin
Hasil yang diharapkan :
Turgor kulit elastis.
Rencana tindakan
1. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
2. Timbang berat baclan anak tiap hari.
3. Kalau perlu pasang infus clan NGT sesuai program dokter.
• Sesudah Operasi
Diagnosa Keperawatan 1.
Nyeri berhubungan dengan luka operasi.
Hasil yang, diharapkan :
Nyeri berkurang, secara bertahap.
Rencana tindakan :
1. Kaji intensitas nyeri pasien.
2. Observasi tanda-tanda vital clan keluhan pasien.
3. Letakkan anak pada tempat tidur dengan teknik yang tepat sesuai dengan
pembedahan yang dilakukan.
4. Berikan posisi tidur yang menyenangkan clan
aman.
5. Anjurkan untuk sesegera mungkin anak beraktivitas secara bertahap.
6. Berikan therapi analgetik sesuai program medis.
7. Lakukan tindakan keperawatan anak dengan hati-hati.
8. Ajarkan tehnik relaksasi.
Diagnosa Keperawatan 2.
Resiko Tinggi Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan muntah setelah
pembedahan.
Hasil yang diharapkan
Turgor kulit elastis, tidak kering.
Mual clan muntah ticlak ada.
Rencana tindakan :
1. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
2. Monitor pemberian infus.
3. Beri minum & makan secara bertahaP.
4. Monitor tanda-tanda dehidrasi.
5. Monitor clan catat cairan masuk clan keluar.
6. Timbang berat badan tiap hari.
7. Catat dan informasikan ke dokter tentang muntahnya.
Diagnosa Keperawatan 3.
Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan luka operasi.
Hasil yang diharapkan
Luka operasi bersih, kering, tidak ada bengkak. tidak ada perdarahan.
Rencana tindakan :
1. Observasi keadaan luka operasi dari tandatanda peradangan : demam, merah,
bengkak dan keluar cairan.
2. Rawat luka dengan teknik steril.
3. Jaga kebersihan sekitar luka operasi.
4. Beri makanan yang bergizi dan dukung pasien untuk makan.
5. Libatkan keluarga untuk menjaga kebersihan luka operasi clan lingkungannya.
6. Kalau perlu ajarkan keluarga dalam perawatan luka operasi.
Diagnosa Keperawatan 4.
Resiko Tinggi hypertermi berhubungan dengan infeksi pads luka operasi.
Hasil yang diharapkan :
1. Luka operasi bersih, kering, ticlak bengkak. ticlak ada perdarahan.
2. Suhu dalam batas normal (36-37°C)
Rencana tindakan :
1. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
2. Beri terapi antibiotik sesuai program medik.
3. Beri kompres hangat.
4. Monitor pemberian infus.
5. Rawat luka operasi dengan tehnik steril.
6. Jaga kebersihan luka operasi.
7. Monitor clan catat cairan masuk clan keluar.
Diagnosa Keperawatan 5.
Kurang pengetahuan tentang perawatan luka operasi berhubungan dengan kurang
informasi.
Hasil yang diharapkan :
1. Orang tua mengerti tentang perawatan luka operasi.
2. Orang tua dapat memelihara kebersihan luka operasi clan perawatannya.
Rencana tindakan :
1. Ajarkan kepada orang tua cara merawat luka operasi & menjaga kebersihannya.
2. Diskusikan tentang keinginan keluarga yang ingin diketahuinya.
3. Beri kesempatan keluarga untuk bertanya.
4. Jelaskan tentang perawatan dirumah, balutan jangan basah & kotor.
5. Anjurkan untuk meneruskan pengobatan/ minum obat secara teratur di rumah, dan
kontrol kembali ke dokter.
ASKEP INFERTILITAS
A. DEFENISI
Infertilitas adalah ketidakmampuan sepasang suami istri untuk memiliki keturunan
dimana wanita belum mengalami kehamilan setelah bersenggama secara teratur 2-3 x /
minggu, tanpa mamakai matoda pencegahan selama 1 tahun
Ada 2 jenis infertilitas :
Infertilitas primer : bila pasangan tersebut belum pernah mengalami kehamilan
sama sekali.
Infertilitas sekunder : bila pasangan tersebut sudah pernah melahirkan namun
setelah itu tidak pernah hamil lagi
B. ETIOLOGI
Infertilitas tidak semata-mata terjadi kelainan pada wanita saja. Hasil penelitian
membuktikan bahwa suami menyumbang 25-40% dari angka kejadian infertil, istri 40-
55%, keduanya 10%, dan idiopatik 10%. Hal ini dapat menghapus anggapan bahwa
infertilitas terjadi murni karena kesalahan dari pihak wanita/istri.
Berbagai gangguan yang memicu terjadinya infertilitas antara lain :
a. Pada wanita
Gangguan organ reproduksi
1. Infeksi vagina sehingga meningkatkan keasaman vagina yang akan membunuh
sperma dan pengkerutan vagina yang akan menghambat transportasi sperma
ke vagina
2. Kelainan pada serviks akibat defesiensi hormon esterogen yang mengganggu
pengeluaran mukus serviks. Apabila mukus sedikit di serviks, perjalanan
sperma ke dalam rahim terganggu. Selain itu, bekas operasi pada serviks yang
menyisakan jaringan parut juga dapat menutup serviks sehingga sperma tidak
dapat masuk ke rahim
3. Kelainan pada uterus, misalnya diakibatkan oleh malformasi uterus yang
mengganggu pertumbuhan fetus, mioma uteri dan adhesi uterus yang
menyebabkan terjadinya gangguan suplai darah untuk perkembangan fetus
dan akhirnya terjadi abortus berulang
4. Kelainan tuba falopii akibat infeksi yang mengakibatkan adhesi tuba falopii dan
terjadi obstruksi sehingga ovum dan sperma tidak dapat bertemu
Gangguan ovulasi
Gangguan ovulasi ini dapat terjadi karena ketidakseimbangan hormonal seperti
adanya hambatan pada sekresi hormon FSH dan LH yang memiliki pengaruh
besar terhadap ovulasi. Hambatan ini dapatterjadi karena adanya tumor kranial,
stress, dan penggunaan obat-obatan yang menyebabkan terjadinya disfungsi
hipothalamus dan hipofise. Bila terjadi gangguan sekresi kedua hormon ini, maka
folicle mengalami hambatan untuk matang dan berakhir pada gengguan ovulasi.
Kegagalan implantasi
Wanita dengan kadar progesteron yang rendah mengalami kegagalan dalam
mempersiapkan endometrium untuk nidasi. Setelah terjadi pembuahan, proses
nidasi pada endometrium tidak berlangsung baik. Akiatnya fetus tidak dapat
berkembang dan terjadilah abortus.
Endometriosis
Abrasi genetis
Faktor immunologis
Apabila embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu, maka tubuh ibu
memberikan reaksi sebagai respon terhadap benda asing. Reaksi ini dapat
menyebabkan abortus spontan pada wanita hamil.
Lingkungan
Paparan radiasi dalam dosis tinggi, asap rokok, gas ananstesi, zat kimia, dan
pestisida dapat menyebabkan toxic pada seluruh bagian tubuh termasuk organ
reproduksi yang akan mempengaruhi kesuburan.
b. Pada pria
Ada beberapa kelainan umum yang dapat menyebabkan infertilitas pada pria yaitu :
Abnormalitas sperma; morfologi, motilitas
Abnormalitas ejakulasi; ejakulasi rerograde, hipospadia
Abnormalitas ereksi
Abnormalitas cairan semen; perubahan pH dan perubahan komposisi kimiawi
Infeksi pada saluran genital yang meninggalkan jaringan parut sehingga terjadi
penyempitan pada obstruksi pada saluran genital
Lingkungan; Radiasi, obat-obatan anti cancer
Abrasi genetik
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Wanita
Terjadi kelainan system endokrin
Hipomenore dan amenore
Diikuti dengan perkembangan seks sekunder yang tidak adekuat menunjukkan
masalah pada aksis ovarium hipotalamus hipofisis atau aberasi genetik
Wanita dengan sindrom turner biasanya pendek, memiliki payudara yang tidak
berkembang,dan gonatnya abnormal
Wanita infertil dapat memiliki uterus
Motilitas tuba dan ujung fimbrienya dapat menurun atau hilang akibat infeksi,
adhesi, atau tumor
Traktus reproduksi internal yang abnormal
2. Pria
Riwayat terpajan benda – benda mutan yang membahayakan reproduksi (panas,
radiasi, rokok, narkotik, alkohol, infeksi)
Status gizi dan nutrisi terutama kekurangan protein dan vitamin tertentu
Riwayat infeksi genitorurinaria
Hipertiroidisme dan hipotiroid
Tumor hipofisis atau prolactinoma
Disfungsi ereksi berat
Ejakulasi retrograt
Hypo/epispadia
Mikropenis
Andesensus testis (testis masih dalam perut/dalam liat paha
Gangguan spermatogenesis (kelainan jumla, bentuk dan motilitas sperma)
Hernia scrotalis (hernia berat sampai ke kantong testis )
Varikhokel (varises pembuluh balik darah testis)
Abnormalitas cairan semen
D. PATOFISIOLOGI
a. Wanita
Beberapa penyebab dari gangguan infertilitas dari wanita diantaranya gangguan
stimulasi hipofisis hipotalamus yang mengakibatkan pembentukan FSH dan LH tidak
adekuat sehingga terjadi gangguan dalam pembentukan folikel di ovarium. Penyebab
lain yaitu radiasi dan toksik yng mengakibatkan gangguan pada ovulasi. Gangguan
bentuk anatomi sistem reproduksi juga penyebab mayor dari infertilitas, diantaranya
cidera tuba dan perlekatan tuba sehingga ovum tidak dapat lewat dan tidak terjadi
fertilisasi dari ovum dan sperma. Kelainan bentuk uterus menyebabkan hasil
konsepsi tidak berkembang normal walapun sebelumnya terjadi fertilisasi.
Abnormalitas ovarium, mempengaruhi pembentukan folikel. Abnormalitas servik
mempegaruhi proses pemasukan sperma. Faktor lain yang mempengaruhi infertilitas
adalah aberasi genetik yang menyebabkan kromosom seks tidak lengkap sehingga
organ genitalia tidak berkembang dengan baik.
Beberapa infeksi menyebabkan infertilitas dengan melibatkan reaksi imun
sehingga terjadi gangguan interaksi sperma sehingga sperma tidak bisa bertahan,
infeksi juga menyebebkan inflamasi berlanjut perlekatan yang pada akhirnya
menimbulkan gangguan implantasi zigot yang berujung pada abortus.
b. Pria
Abnormalitas androgen dan testosteron diawali dengan disfungsi hipotalamus
dan hipofisis yang mengakibatkan kelainan status fungsional testis. Gaya hidup
memberikan peran yang besar dalam mempengaruhi infertilitas dinataranya
merokok, penggunaan obat-obatan dan zat adiktif yang berdampak pada
abnormalitas sperma dan penurunan libido. Konsumsi alkohol mempengaruhi
masalah ereksi yang mengakibatkan berkurangnya pancaran sperma. Suhu disekitar
areal testis juga mempengaruhi abnormalitas spermatogenesis. Terjadinya ejakulasi
retrograt misalnya akibat pembedahan sehingga menyebebkan sperma masuk ke
vesika urinaria yang mengakibatkan komposisi sperma terganggu.
E. PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Fisik:
Perkembangan seks sekunder yang tidak adekuat ( spt distribusi lemak tubuh dan
rambut yang tidak sesuai ).
Pemeriksaan System Reproduksi
1. Wanita
Deteksi Ovulasi
1. Meliputi pengkajian BBT (basal body temperature )
2. Uji lendir serviks metoda berdasarkan hubungan antara pertumbuhan anatomi
dan fisiologi serviks dengan siklus ovarium untuk mengetahui saat terjadinya
keadaan optimal getah serviks dalam menerima sperma
Analisa hormon
Mengkaji fungsi endokrin pada aksis ovarium – hipofisis – hipotalamus. Dengan
pengambilan specimen urine dan darah pada berbagai waktu selama siklus
menstruasi.
Sitologi vagina
Pemeriksaan usap forniks vagina untuk mengetahui perubahan epitel vagina
Uji pasca senggama
Mengetahui ada tidaknya spermatozoa yang melewati serviks ( 6 jam pasca coital
).
Biopsy endometrium terjadwal
Mengetahui pengaruh progesterone terhadap endometrium dan sebaiknya
dilakukan pada 2-3 hr sebelum haid.
Histerosalpinografi
Radiografi kavum uteri dan tuba dengan pemberian materi kontras. Disini dapat
dilihat kelainan uterus, distrosi rongga uterus dan tuba uteri, jaringan parut dan
adesi akibat proses radang. Dilakukan secara terjadwal.
Laparoskopi
Standar emas untuk mengetahui kelainan tuba dan peritoneum.
Pemeriksaan pelvis ultrasound
Untuk memvisualisasi jaringan pelvis, misalnya untuk identifikasi kelainan,
perkembangan dan maturitas folikuler, serta informasi kehamilan intra uterin.
2. Pria
Analisa Semen
Parameter
Warna Putih keruh
Bau Bunga akasia
PH 7,2 – 7,8
Volume 2 – 5 ml
Viskositas 1,6 – 6,6 centipose
Jumlah sperma 20 juta / ml
Sperma motil > 50%
Bentuk normal > 60%
Kecepatan gerak sperma 0,18-1,2 detik
persentase gerak sperma motil > 60%
Aglutasi Tidak ada
Sel – sel Sedikit,tidak ada
Uji fruktosa 150-650 mg/dl
Pemeriksaan endokrin
Pemeriksaan ini berguna untuk menilai kembali fungsi hipothalamus, hipofisis jika
kelainan ini diduga sebagai penyebab infertilitas. Uji yang dilakukan bertujuna untuk
menilai kadar hormon tesrosteron, FSH, dan LH.
USG
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat struktur kelenjar prostat, vesikula
seminalis, atau seluran ejakulatori.
Biopsi testis
Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sampel jaringan testis memakai
metoda invasif untuk mengidentifikasi adanya kelainan patologi.
Uji penetrasi sperma
Uji hemizona
F. PENATALAKSANAAN
A. Wanita
Pengetahuan tentang siklus menstruasi, gejala lendIr serviks puncak dan waktu
yang tepat untuk coital
Pemberian terapi obat, seperti;
1. Stimulant ovulasi, baik untuk gangguan yang disebabkan oleh supresi
hipotalamus, peningkatan kadar prolaktin, pemberian tsh .
2. Terapi penggantian hormon
3. Glukokortikoid jika terdapat hiperplasi adrenal
4. Penggunaan antibiotika yang sesuai untuk pencegahan dan penatalaksanaan
infeksi dini yang adekuat
GIFT ( gemete intrafallopian transfer )
Laparatomi dan bedah mikro untuk memperbaiki tuba yang rusak secara luas
Bedah plastic misalnya penyatuan uterus bikonuate,
Pengangkatan tumor atau fibroid
Eliminasi vaginitis atau servisitis dengan antibiotika atau kemoterapi
B. Pria
Penekanan produksi sperma untuk mengurangi jumlah antibodi autoimun,
diharapkan kualitas sperma meningkat
Agen antimikroba
Testosterone Enantat dan Testosteron Spionat untuk stimulasi kejantanan
HCG secara i.m memperbaiki hipoganadisme
FSH dan HCG untuk menyelesaikan spermatogenesis
Bromokriptin, digunakan untuk mengobati tumor hipofisis atau hipotalamus
Klomifen dapat diberikan untuk mengatasi subfertilitas idiopatik
Perbaikan varikokel menghasilkan perbaikan kualitas sperma
Perubahan gaya hidup yang sederhana dan yang terkoreksi. Seperti, perbaikan
nutrisi, tidak membiasakan penggunaan celana yang panas dan ketat
Perhatikan penggunaan lubrikans saat coital, jangan yang mengandung
spermatisida
Konsep Asuhan Kep.
1. PENGKAJIAN
A. Identitas klien
Termasuk data etnis, budaya dan agama
B. Riwayat kesehatan
1) Wanita
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
• Riwayat terpajan benda – benda mutan yang membahayakan reproduksi di
rumah
• Riwayat infeksi genitorurinaria
• Hipertiroidisme dan hipotiroid
• Infeksi bakteri dan virus ex: toksoplasama
• Tumor hipofisis atau prolaktinoma
• Riwayat penyakit menular seksual
• Riwayat kista
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
• Endometriosis dan endometrits
• Vaginismus (kejang pada otot vagina)
• Gangguan ovulasi
• Abnormalitas tuba falopi, ovarium, uterus, dan servik
• Autoimun
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
• Memiliki riwayat saudara/keluarga dengan aberasi genetik
d. Riwayat Obstetri
• Tidak hamil dan melahirkan selama satu tahun tanpa alat kontrasepsi
• Mengalami aborsi berulang
• Sudah pernah melahirkan tapi tidak hamil selama satu tahun tanpa alat
kontrasepsi
2) Pria
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
• Riwayat terpajan benda – benda mutan yang membahayakan reproduksi
(panas, radiasi, rokok, narkotik, alkohol, infeksi)
• Status gizi dan nutrisi terutama kekurangan protein dan vitamin tertentu
• Riwayat infeksi genitorurinaria
• Hipertiroidisme dan hipotiroid
• Tumor hipofisis atau prolactinoma
• Trauma, kecelakan sehinga testis rusak
• Konsumsi obat-obatan yang mengganggu spermatogenesis
• Pernah menjalani operasi yang berefek menganggu organ reproduksi
contoh : operasi prostat, operasi tumor saluran kemih
• Riwayat vasektomi
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
• Disfungsi ereksi berat
• Ejakulasi retrograt
• Hypo/epispadia
• Mikropenis
• Andesensus testis (testis masih dalam perut/dalam liat paha
• Gangguan spermatogenesis (kelainan jumla, bentuk dan motilitas sperma)
• Saluran sperma yang tersumbat
• Hernia scrotalis (hernia berat sampai ke kantong testis )
• Varikhokel (varises pembuluh balik darah testis)
• Abnormalitas cairan semen
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
• Memiliki riwayat saudara/keluarga dengan aberasi genetik
C. Pemeriksaan Fisik
Terdapat berbagai kelainan pada organ genital, pria atupun wanita.
D. Pemeriksaan penunjang
a. Wanita
• Deteksi Ovulasi
• Analisa hormon
• Sitologi vagina
• Uji pasca senggama
• Biopsy endometrium terjadwal
• Histerosalpinografi
• Laparoskopi
• Pemeriksaan pelvis ultrasound
b. Pria
• Analisa Semen
• Parameter
• Warna Putih keruh
• Bau Bunga akasia
• PH 7,2 – 7,8
• Volume 2 – 5 ml
• Viskositas 1,6 – 6,6 centipose
• Jumlah sperma 20 juta / ml
• Sperma motil > 50%
• Bentuk normal > 60%
• Kecepatan gerak sperma 0,18-1,2 detik
• persentase gerak sperma motil > 60%
• Aglutasi Tidak ada
• Sel – sel Sedikit,tidak ada
• Uji fruktosa 150-650 mg/dl
• Pemeriksaan endokrin
• USG
• Biopsi testis
• Uji penetrasi sperma
• Uji hemizona
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Ansietas b.d ketidaktahuan tentang hasil akhir proses diagnostic
Gangguan konsep diri; harga diri rendah b.d gangguan fertilitas
Gangguan konsep diri; gangguan citra diri b.d perubahan struktur anatomis dan
fungsional organ reproduksi
Resiko tinggi terhadap kerusakan koping individu / keluarga b.d metode yang
digunakan dalam investigasi gangguan fertilitas
Konflik pengambilan keputusan b.d terapi untuk menangani infertilitas, alternatif untuk
terapi
Perubahan proses keluarga b.d harapan tidak terpenuhi untuk hamil
Berduka dan antisipasi b.d prognosis yang buruk
Nyeri akut b. d efek tes dfiagnostik
Efek tes diagnostic ketedakberdayaan b.d kurang control terhadap prognosis
Resiko tinggi isolasi social b.d kerusakan fertilitas, investigasinya, dan
penataklaksanaannya
Askep Abortus
Pengertian
Abortus adalah keluarnya janin sebelum mencapai viabilitas. Dimana
masa gestasi belum mencapai usia 22 minggu dan beratnya kurang
dari 500gr (Derek liewollyn&Jones, 2002).
Terdapat beberapa macam kelainan dalam kehamilan dalam hal ini
adalah abortus yaitu abortus spontan, abortus buatan, dan terapeutik.
Abortus spontan terjadi karena kualitas sel telur dan sel sperma yang
kurang baik untuk berkembang menjadi sebuah janin. Abortus buatan
merupakan pengakhiran kehamilan dengan disengaja sebelum usia
kandungan 28 minggu.Pengguguran kandungan buatan karena indikasi
medik disebut abortus terapeutik (Prawirohardjo, S, 2002). Menariknya
pembahasan tentang abortus dikarenakan pemahaman di kalangan
masyarakat masih merupakan suatu tindakan yang masih dipandang
sebelah mata. Oleh karena itu, pandangan yang ada di dalam
masyarakat tidak boleh sama dengan pandangan yang dimiliki oleh
tenaga kesehatan, dalam hal ini adalah perawat setelah membaca
pokok bahasan ini.
Angka kejadian abortus diperkirakan frekuensi dari abortus spontan
berkisar 10-15%. Frekuensi ini dapat mencapai angka 50% jika
diperhitungkan banyak wanita mengalami kehamilan dengan usia
sangat dini, terlambatnya menarche selama beberapa hari, sehingga
seorang wanita tidak mengetahui kehamilannya. Di Indonesia,
diperkirakan ada 5 juta kehamilan per-tahun, dengan demikian setiap
tahun terdapat 500.000-750.000 janin yang mengalami abortus
spontan.
Abortus terjadi pada usisa kehamilan kurang dari 8 minggu, janin
dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua
secara mendalam. Pada kehamilan 8–14 minggu villi koriales
menembus desidua secara mendalam, plasenta tidak dilepaskan
sempurna sehingga banyak perdarahan. Pada kehamilan diatas 14
minggu, setelah ketubah pecah janin yang telah mati akan dikeluarkan
dalam bentuk kantong amnion kosong dan kemudian plasenta
(Prawirohardjo, S, 2002).
Peran perawat dalam penanganan abortus dan mencegah terjadinya
abortus adalah dengan memberikan asuhan keperawatan yang tepat.
Asuhan keperawatan yang tepat untuk klien harus dilakukan untuk
meminimalisir terjadinya komplikasi serius yang dapat terjadi seiring
dengan kejadian abortus.
Klasifikasi
1. Abortus spontanea (abortus yang berlangsung tanpa tindakan)
Yaitu:
Abortus imminens : Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus
pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi
masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
Abortus insipiens : Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan
sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang
meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
Abortus inkompletus : Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal
dalam uterus.
Abortus kompletus : Semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.
Patofisiologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan
nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas
dan dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi
untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus
desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya.
Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam
hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak
perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan
terlebih dahulu daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk
seperti kantong kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas
bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola
kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.
Manifestasi Klinis
1. Terlambat haid atau amenorhe kurang dari 20 minggu
2. Pada pemeriksaan fisik : keadaan umum tampak lemah kesadaran
menurun, tekanan darah normal atau menurun, denyut nadi
normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau meningkat
3. Perdarahan pervaginam mungkin disertai dengan keluarnya
jaringan hasil konsepsi
4. Rasa mulas atau kram perut, didaerah atas simfisis, sering nyeri
pingang akibat kontraksi uterus
5. Pemeriksaan ginekologi :
a. Inspeksi Vulva : perdarahan pervaginam ada atau tidak
jaringan hasil konsepsi, tercium bau busuk dari vulva
b.Inspekulo : perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri
terbuka atau sudah tertutup, ada atau tidak jaringan keluar
dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau
busuk dari ostium.
c. Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup,
teraba atau tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus
sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat
porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa,
cavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri.
Komplikasi
1. Perdarahan, perforasi, syok dan infeksi
2. Pada missed abortion dengan retensi lama hasil konsepsi dapat
terjadi kelainan pembekuan darah
Pemeriksaan Penunjang
1. Tes Kehamilan
Positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah abortus
2. Pemeriksaaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih
hidup
3. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion
Diagnosa Banding
Kehamilan etopik terganggu, mola hidatidosa, kemamilan dengan
kelainan serviks. Abortion imiteins perlu dibedakan dengan perdarahan
implantasi yang biasanya sedikit, berwarna merah, cepat terhenti, dan
tidak disertai mules-mules.
Penatalaksanaan
Abortus dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu :
Abortus spontaneus
Yaitu abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis
atau medisinalis, tetapi karena faktor alamiah. Aspek klinis abortus
spontaneus meliputi :
1. Abortus Imminens
Abortus Imminens adalah peristiwa terjadinya perdarahan
dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana
hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya
dilatasi serviks. Diagnosis abortus imminens ditentukan
apabila terjadi perdarahan pervaginam pada paruh
pertama kehamilan. Yang pertama kali muncul biasanya
adalah perdarahan, dari beberapa jam sampai beberapa
hari kemudian terjadi nyeri kram perut. Nyeri abortus
mungkin terasa di anterior dan jelas bersifat ritmis, nyeri
dapat berupa nyeri punggung bawah yang menetap
disertai perasaan tertekan di panggul, atau rasa tidak
nyaman atau nyeri tumpul di garis tengah suprapubis.
Kadang-kadang terjadi perdarahan ringan selama
beberapa minggu. Dalam hal ini perlu diputuskan apakah
kehamilan dapat dilanjutkan.
Sonografi vagina,pemeriksaan kuantitatif serial kadar
gonadotropin korionik (hCG) serum, dan kadar progesteron
serum, yang diperiksa tersendiri atau dalam berbagai
kombinasi, untuk memastikan apakah terdapat janin hidup
intrauterus. Dapat juga digunakan tekhnik pencitraan
colour and pulsed Doppler flow per vaginam dalam
mengidentifikasi gestasi intrauterus hidup. Setelah
konseptus meninggal, uterus harus dikosongkan. Semua
jaringan yang keluar harus diperiksa untuk menentukan
apakah abortusnya telah lengkap. Kecuali apabila janin dan
plasenta dapat didentifikasi secara pasti, mungkin
diperlukan kuretase. Ulhasonografi abdomen atau probe
vagina Dapat membantu dalam proses pengambilan
keputusan ini. Apabila di dalam rongga uterus terdapat
jaringan dalam jumlah signifikan, maka dianjurkan
dilakukan kuretase.
Penanganan abortus imminens meliputi :
Istirahat baring. Tidur berbaring merupakan unsur
penting dalam pengobatan, karena cara ini
menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus
dan berkurangnya rangsang mekanik.
Terapi hormon progesteron intramuskular atau
dengan berbagai zat progestasional sintetik peroral
atau secara intramuskular.Walaupun bukti
efektivitasnya tidak diketahui secara pasti.
Pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan
apaka}r janin masih hidup.
2. Abortus Insipiens
Abortus Insipiens adalah peristiwa perdarahan uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi
serviks uteri yang meningkat tetapi hasil konsepsi masih
dalam uterus. Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih
sering dan kual perdarahan bertambah. Pengeluaran hasil
konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau
dengan cunam ovum, disusul dengan kerokan.
Penanganan Abortus Insipiens meliputi :
1) Jika usia kehamilan kurang 16 minggu, lakukan
evaluasi uterus dengan aspirasi vakum manual. Jika
evaluasi tidak dapat, segera lakukan:
Berikan ergomefiin 0,2 mg intramuskuler (dapat
diulang setelah 15 menit bila perlu) atau
misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang
sesudah 4 jam bila perlu).
Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran
hasil konsepsi dari uterus.
2) Jika usia kehamilan lebih 16 minggu :
Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu
evaluasi sisa-sisa hasil konsepsi.
Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam
500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau
larutan ringer laktat dengan kecepatan 40
tetes permenit untuk membantu ekspulsi hasil
konsepsi.
3) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah
penanganan
3. Abortus lnkompletus
Abortus Inkompletus adalah pengeluaran sebagian hasil
konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan
masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Apabila plasenta
(seluruhnya atau sebagian) tertahan di uterus, cepat atau
lambat akan terjadi perdarahan yang merupakan tanda
utama abortus inkompletus. Pada abortus yang lebih lanjut,
perdarahan kadang-kadang sedemikian masif sehingga
menyebabkan hipovolemia berat.
Penanganan abortus inkomplit :
1) Jika perdarahant idak seberapab anyak dan
kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi dapat
dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum
untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang keluar
melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, beri
ergometrin 0,2 mg intramuskulera taum iso
prostol4 00 mcg per oral.
2) Jika perdarahanb anyak atau terus berlangsungd
an usia kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi
hasil konsepsi dengan :
Aspirasi vakum manual merupakan metode
evaluasi yang terpilih. Evakuasi dengan kuret
tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi
vakum manual tidak tersedia.
Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera
beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler (diulang
setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol
400 mcg peroral (dapat diulang setelah 4 jam
bila perlu).
3) Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:
Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml
cairan intravena (garam fisiologik atau ringer
laktat) dengan k ecepatan 40 tetes permenit
sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi
Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per
vaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi
hasil konsepsi (maksimal 800 mcg)
Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal
dalam uterus.
4) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu
setelah penanganan.
4. Abortus Kompletus
Pada abortus kompletus semua hasil konsepsi sudah
dikeluarkan. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit,
ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak
mengecil. Diagnosis dapat dipermudah apabila hasil
konsepsi dapat diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa
semuanya sudah keluar dengan lengkap.
Penderita dengan abortus kompletus tidak memerlukan
pengobatan khusus, hanya apabila penderita anemia perlu
diberikan tablet sulfas ferrosus 600 mg perhari atau jika
anemia berat maka perlu diberikan transfusi darah.
5. Abortus Servikalis
Pada abortus servikalis keluarnya hasil konsepsi dari uterus
dihalangi oleh ostium uteri eksternum yang tidak
membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam kanalis
servikalis dan serviks uteri menjadi besar, kurang lebih
bundar, dengan dinding menipis. Padap emeriksaand
itemukan serviks membesar dan di atas ostium uteri
eksternum teraba jaringan. Terapi terdiri atas dilatasi
serviks dengan busi Hegar dan kerokan untuk
mengeluarkan hasil konsepsi dari kanalis servikalis.
6. Missed Abortion
Missed abortion adalah kematian janin berusia sebelum 20
minggu, tetapi janin yang telah mati itu tidak dikeluarkan
selama 8 minggu atau lebih. Etiologi missed abortion tidak
diketahui, tetapi diduga pengaruh hormone progesterone.
Pemakaian Hormone progesterone pada abortus imminens
mungkin juga dapat menyebabkan missed abortion.
Diagnosis
Missed abortion biasanya didahului oleh tanda-tanda
abortus imminens yang kemudian menghilang secara
spontan atau setelah pengobatan. Gejala subyektif
kehamilan menghilang, mamma agak mengendor lagi,
uterus tidak membesar lagi malah mengecil, tes kehamilan
menjadi negatif. Dengan ultrasonografi dapat ditentukan
segera apakah janin sudah mati dan besamya sesuai
dengan usia kehamilan. Perlu diketahui pula bahwa missed
abortion kadang-kadang disertai oleh gangguan
pembekuan darah karena hipofibrinogenemia, sehingga
pemeriksaan ke arah ini perlu dilakukan.
Penanganan
Setelah diagnosis missed abortion dibuat, timbul
pertanyaan apakah hasil konsepsi perlu segera
dikeluarkan. Tindakan pengeluaran itu tergantung dari
berbagai faktor, seperti apakah kadar fibrinogen dalam
darah sudatr mulai turun. Hipofibrinogenemia dapat terjadi
apabila janin yang mati lebih dari I bulan tidak dikeluarkan.
Selain itu faktor mental penderita perlu diperhatikan
karena tidak jarang wanita yang bersangkutan merasa
gelisah, mengetahui ia mengandung janin yang telah mati,
dan ingin supaya janin secepatnya dikeluarkan.
7. Abortus Habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3
kali atau lebih berturut turut. Pada umumnya penderita
tidak sukar menjadi hamil, tetapi kehamilannya berakhir
sebelum 28 minggu.
Intervensi :
1) Kaji tingkat pengetahuan/persepsi klien dan keluarga terhadap
penyakit
Rasional : Ketidaktahuan dapat menjadi dasar peningkatan rasa cemas
2) Kaji derajat kecemasan yang dialami klien
Rasional : Kecemasan yang tinggi dapat menyebabkan penurunan
penialaian objektif klien tentang penyakit
3) Bantu klien mengidentifikasi penyebab kecemasan
Rasional : Pelibatan klien secara aktif dalam tindakan keperawatan
merupakan support yang mungkin berguna bagi klien dan
meningkatkan kesadaran diri klien
4) Asistensi klien menentukan tujuan perawatan bersama
Rasional : Peningkatan nilai objektif terhadap masalah berkontibusi
menurunkan kecemasan
5) Terangkan hal-hal seputar aborsi yang perlu diketahui oleh klien dan
keluarga
Rasional : Konseling bagi klien sangat diperlukan bagi klien untuk
meningkatkan pengetahuan dan membangun support system
keluarga; untuk mengurangi kecemasan klien dan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda, (2001), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit
Buku Kedokteran
EGC, Jakarta
Hamilton, C. Mary, 1995, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6,
EGC, Jakarta
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media
Aesculapius. Jakarta
Askep Ca Serviks
TINJAUAN TEORI
Pengertian
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut
rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak
terkontrol dan merusak jaringan normal di sekitarnya (FKUI, 1990;
FKKP, 1997).
Etiologi
Hubungan seksual pertama kali pada usia dini (umur < 16 tahun).
2. Sering berganti-ganti pasangan (multipatner sex).
3. Infeksi Human Papilloma Virus (HPV) tipe 16 dan 18. Penelitian
menunjukkan bahwa 10-30 % wanita pada usia 30’an tahun yang
sexually active pernah menderita infeksi HPV (termasuk infeksi pada
daerah vulva). Persentase ini semakin meningkat bila wanita tersebut
memiliki banyak pasangan seksual. Pada sebagian besar kasus, infeksi
HPV berlangsung tanpa gejala dan bersifat menetap.
Kedua faktor diatas juga berhubungan dengan infeksi HPV. Semakin
dbanyak berganti-ganti pasangan maka tertularnya infeksi HPV juga
semakin tinggi. Begitu pula dengan terpaparnya sel-sel mulut rahim
yang mempunyai pH tertentu dengan sperma-sperma yang
mempunyai pH yang berbeda-beda pada multipatner dapat
merangsang terjadinya perubahan kearah displasia.
4. Infeksi Herpes Simpleks Virus (HSV) tipe 2
5. Wanita yang melahirkan anak lebih dari 3 kali
6. Wanita merokok, karena hal tersebut dapat menurunkan daya tahan
tubuh.
Faktor Resiko
Beberapa faktor yang mempengaruhi insiden kanker serviks yaitu:
1. Usia.
2. Jumlah perkawinan
3. Hygiene dan sirkumsisi
4. Status sosial ekonomi
5. Pola seksual
6. Terpajan virus terutama virus HIV
7. Merokok
Klasifikasi
Klasifikasi Kanker Serviks menurut FIGO 1978
Tingk Kriteria
at
0 Karsinoma In Situ ( KIS), membran basalis utuh
I Proses terbatas pada servks walaupun ada perluasan ke korpus
uteri
Ia Karsinoma mikro invasif, bila membran basalis sudah rusak dan
sel tumor sudah stroma tidak > 3 mm, dan sel tumor tidak
tedapat didalam pembuluh limfe atau pembuluh darah.
Ib Secara klinis tumor belum tampak sebagai karsinoma, tetapi
pada pemeriksaan histologi ternyata sel tumor telah
mengadakan invasi stroma melebihi Ia
II Proses keganasan telah keluar dari serviks dan menjalar 2/3
bagian atas vagina dan parametrium, tetapi tidak sampai
dinding panggul
II a Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari
infitrat tumor
II b Penyebaran ke parametrum, uni atau bilateral, tetapi belum
sampai dinding panggul
III a Penyebaran sampai ½ bagian distal vagina, sedang
parametrium tidak dipersoalkan asal tidak sampai dinding
panggul.
III b Penyebaran sudah sampai dinding panggul, tidak ditemukan
daerah infiltrat antara tumor dengan dinding panggul.
IV Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan
melibatkan mokusa rektum dan atau vesika urinaria atau telah
bermetastasi keluar panggul ketempat yang jauh
IV a Proses sudah sampai mukosa rektum dan atau vesika urinaria
atau sudah keluar dari pangul kecil, metastasi jauh belum
terjadi
IV b Telah terjadi metastasi jauh.
Tanda dan Gejala
1. Perdarahan
2. Keputihan yang berbau dan tidak gatal
3. Cepat lelah
4. Kehilangan berat badan
5. Anemia
Manifestasi Klinis
Dari anamnesis didapatkan keluhan metroragi, keputihan warna putih
atau puralen yang berbau dan tidak gatal, perdarahan pascakoitus,
perdarahan spontan, dan bau busuk yang khas. Dapat juga ditemukan
keluhan cepat lelah, kehilangan berat badan, dan anemia. Pada
pemeriksaan fisik serviks dapat teraba membesar, ireguler, terraba
lunak. Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau
sudah sampai vagina. Diagnosis harus dipastikan dengan pemeriksaan
histologi dan jaringan yang diperoleh dari biopsi.
Prognosis
Karsinoma serviks yang tidak dapat diobati atau tidak memberikan
respons terhadap pengobatan 95% akan mengalami kematian dalam 2
tahun setelah timbul gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan
memiliki rasio tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena
lewat deteksi dini dapat diobati dengan radioterapi. Setelah
histerektomi radikal, terjadinya 80% rekurensi dalam 2 tahun.
Pemeriksaan Penunjang
Sitologi, dengan cara tes pap
Tes Pap : Tes ini merupakan penapisan untuk mendeteksi infeksi HPV
dan prakanker serviks. Ketepatan diagnostik sitologinya 90% pada
displasia keras (karsinoma in situ) dan 76% pada dysplasia ringan /
sedang. Didapatkan hasil negatif palsu 5-50% sebagian besar
disebabkan pengambilan sediaan yang tidak adekuat. Sedangkan hasil
positif palsu sebesar 3-15%.
Kolposkopi
Servikografi
Pemeriksaan visual langsung
Gineskopi
Pap net (Pemeriksaan terkomputerisasi dengan hasil lebih sensitive)
Penatalaksaan Medis
Tingkat Penatalaksaan
0 Biopsi kerucut
Ia Histerektomi trasnsvaginal
I b dan II a Biopsi kerucut
II b , III dan IV Histerektomi trasnsvaginal
IV a dan IV b Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan
evaluasi kelenjar limfe paraorta (bila terdapat metastasis
dilakukan radiologi pasca pembedahan)
Histerektomi transvaginal
Radioterapi
Radiasi paliatif
Kemoterapi
KONSEP ASUHAN KEPERAWTAN
Pengkaijan
1. Identitas klien.
2. Keluhan utama.
Perdarahan dan keputihan
3. Riwayat penyakit sekarang
Klien datang dengan perdarahan pasca coitus dan terdapat keputihan
yang berbau tetapi tidak gatal. Perlu ditanyakan pada pasien atau
keluarga tentang tindakan yang dilakukan untuk mengurangi gejala
dan hal yang dapat memperberat, misalnya keterlambatan keluarga
untuk memberi perawatan atau membawa ke Rumah Sakit dengan
segera, serta kurangnya pengetahuan keluarga.
4. Riwayat penyakit terdahulu.
Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah
mengalami hal yang demikian dan perlu ditanyakan juga apakah
pasien pernah menderita penyakit infeksi.
5. Riwayat penyakit keluarga
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit
seperti ini atau penyakit menular lain.
6. Riwayat psikososial
Dalam pemeliharaan kesehatan dikaji tentang pemeliharaan gizi di
rumah dan agaimana pengetahuan keluarga tentang penyakit kanker
serviks.
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
• Perdarahan
• keputihan
2. palpasi
• nyeri abdomen
• nyeri punggung bawah
Pemeriksaan Dignostik
1. Sitologi
2. Biopsi
3. Kolposkopi
4. Servikografi
5. Gineskopi
6. Pap net (pemeriksaan terkumpoteresasi dengan hasil lebih sensitif)
Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan anemia
trombositopenia .
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual dan muntah.
3. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan imunosupresi
4. Resiko tinggi terhaap cedera berhubungan dengan trombositopenia.
5. Inteloransi aktifitas berhubungan dengan keletihan sekunder akibat
anemia dan pemberian kemoterapi.
6. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan diagnosa malignansi
genokologis dan prognosis yang tak menentu.
7. Perubahan konsep diri (peran) berhubungan dengan dampakdiagnosis
kanker terhadap peran pasien dalam keluarga.
8. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan pengobatan
berhubbungan dengan terbatasnya informasi.
Intervensi
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan anemia
trombositopenia .
Tujuan:
Mampu mengenali dan menangani anemia pencegahan terhadap
terjadinya komplikasi perdarahan.
Intervensi :
Kolaborasi dalam pemeriksaan hematokrit dan Hb serta
jumlah trombosit.
Berikan cairan secara cepat.
Pantau dan atur kecepatan infus.
Kolaborasi dalam pemberian infus
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual dan muntah.
Tujuan:
Masukan yang adekuat serta kalori yang mencukupi kebutuhan tubuh.
Intervensi:
Kaji adanya pantangan atau adanya alergi terhadap makanan
tertentu.
Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian menu yang
sesuai dengan diet yang ditentukan.
Pantau masukan makanan oleh klien.
Anjurkan agar membawa makanan dari rumah jika dipelukan
dan sesuai dengan diet.
Lakukan perawatan mulut sebelum makan sesuai ketentuan.
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast :
Teori missed abortion.
Mudigah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah darah
sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah
gelembung-gelembung.
Teori neoplasma dari Park.
Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi
reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.
Studi dari Hertig
Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat
akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada
minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya
fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan
cairan.
(Silvia, Wilson, 2000 : 467)
Manifestasi Klinik
Gambaran klinik yang biasanya timbul pada klien dengan ”mola hidatidosa” adalah :
1) Amenore dan tanda-tanda kehamilan
2) Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan
lanjut kadang keluar gelembung mola.
3) Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
4) Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya BJJ sekalipun
uterus sudah membesar setinggi pusat atau lebih.e.Preeklampsia atau eklampsia
yang terjadi sebelum kehamilan 24 minggu.
(Mansjoer, Arif, dkk , 2001 : 266)
Anatomi Fisiologi
Anatomi Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pear, terletak dalam
rongga panggul kecil di antara kandung kemih dan anus, ototnya desebut miometrium dan
selaput lendir yang melapisi bagian dalamnya disebut endometrium. Peritonium menutupi
sebagian besar permukaan luar uterus, letak uterus sedikit anteflexi pada bagian lehernya
dan anteversi (meliuk agak memutar ke depan) dengan fundusnya terletak di atas kandung
kencing. Bagian bawah bersambung dengan vagina dan bagian atasnya tuba uterin masuk
ke dalamnya. Ligamentum latum uteri dibentuk oleh dua lapisan peritoneum, di setiap sisi
uterus terdapat ovarium dan tuba uterina. Panjang uterus 5 – 8 cm dengan berat 30 – 60
gram. (Verrals, Silvia, 2003 : 164).
Uterus terbagi atas 3 bagian yaitu :
a). Fundus : bagian lambung di atas muara tuba uterine
b). Badan uterus : melebar dari fundus ke serviks
c). Isthmus : terletak antara badan dan serviks
Bagian bawah serviks yang sempit pada uterus disebut serviks. Rongga serviks bersambung
dengan rongga badan uterus melalui os interna (mulut interna) dan bersambung dengan
rongga vagina melalui os eksterna.
Ligamentum pada uterus : ada dua buah kiri dan kanan. Berjalan melalui annulus inguinalis,
profundus ke kanalis iguinalis. Setiap ligamen panjangnya 10 – 12,5 cm, terdiri atas jaringan
ikat dan otot, berisi pembuluh darah dan ditutupi peritoneum.Peritoneum di antara kedua
uterus dan kandung kencing di depannya, membentuk kantong utero-vesikuler. Di bagian
belakang, peritoneum membungkus badan dan serviks uteri dan melebar ke bawah sampai
fornix posterior vagina, selanjutnya melipat ke depan rectum dan membentuk ruang retri-
vaginal.
Ligamentum latum uteri : Peritoneum yang menutupi uterus, di garis tengh badan uterus
melebar ke lateral membentuk ligamentum lebar, di dalamnya terdapat tuba uterin, ovarium
diikat pada bagian posterior ligamentum latum yang berisi darah dan saluran limfe untuk
uterus maupun ovarium.
Fisiologi
Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan sebutir ovum, sesudah
keluar dari overium diantarkan melalui tuba uterin ke uterus (pembuahan ovum secara
normal terjadi dalam tuba uterin) sewaktu hamil yang secara normal berlangsung selama 40
minggu, uterus bertambah besar, tapi dindingnya menjadi lebih tipis tetapi lebih kuat dan
membesar sampai keluar pelvis, masuk ke dalam rongga abdomen pada masa fetus.Pada
umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tetapi dalm
kenyataannya tidak selalu demikian. Sering kali perkembangan kehamilan mendapat
gangguan. Demikian pula dengan penyakit trofoblast, pada hakekatnya merupakan
kegagalan reproduksi. Di sini kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna,
melainkan berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu
pertama kehamilan, berupa degenerasi hidrifik dari jonjot karion, sehingga menyerupai
gelembung yang disebut ”mola hidatidosa”. Pada ummnya penderita ”mola hidatidosa akan
menjadi baik kembali, tetapi ada diantaranya yang kemudian mengalami degenerasi
keganasan yang berupa karsinoma.(Wiknjosastro, Hanifa, 2002 : 339)
Tes Diagnostika.
1) Pemeriksaan kadar beta hCG : pada mola terdapat peningkatan kadar beta hCG
darah atau urin
2) Uji Sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam
kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah
ditarik sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta-Sison)
3) Foto rontgen abdomen : tidak terlihat tilang-tulang janini (pada kehamilan 3 – 4
buland.Ultrasonografi : pada mola akan terlihat badai salju (snow flake pattern) dan
tidak terlihat janine.Foto thoraks : pada mola ada gambaram emboli
udaraf.Pemeriksaan T3 dan T4 bila ada gejala tirotoksikosis
(Arif Mansjoer, dkk, 2001 : 266)
Penatalaksanaan Medik
Penanganan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah :
1. Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis
2. Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana
sumber daya sangat terbatas, dapat dilakukan : Evaluasi klinik dengan fokus pada :
Riwayat haid terakhir dan kehamilan Perdarahan tidak teratur atau spotting,
pembesaran abnormal uterus, pelunakan serviks dan korpus uteri. Kajian uji
kehamilan dengan pengenceran urin. Pastikan tidak ada janin (Ballottement) atau
DJJ sebelum upaya diagnosis dengan perasat Hanifa Wiknjosastro atau Acosta
Sisson
3. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera
4. Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus)
5. Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. Selain dari penanganan di atas,
masih terdapat beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan
mola hidatidosa, yaitu : Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara
proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau
RL dengan kecepatan 40-60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap
perdarahan hebat dan efektifitas kontraksi terhadap pengosongan uterus secara
tepat). Pengosongan dengan Aspirasi Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila
sumber vakum adalah tabung manual, siapkan peralatan AVM minimal 3 set agar
dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan kavum uteri selesai. Kenali
dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik sebelum, selama
dan setelah prosedur evakuasi. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas Ferosus 600
mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi. Kadar hCG diatas 100.000 IU/L
praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif),
berikan kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan
USG tiap 2 minggu. Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan
kontrasepsi hormonal (apabila masih ingin anak) atau tubektomy apabila ingin
menghentikan fertilisasi.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Proses keperawatan adalah metode kerja dalam pemberian pelayanan keperawatan
untuk menganalisa masalah pasien secara sistematis, menentukan cara pemecahannya,
melakukan tindakan dan mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan.
Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan,
merencanakan danmelaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu
klien untuk mencapai dan memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Tindakan
keperawatan tersebut dilaksanakan secara berurutan, terus menerus, saling berkaitan
dan dinamis.
Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan
menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien.
Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur,
agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan
ke- , lamanya perkawinan dan alamat
Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan
pervaginam berulang
Riwayat kesehatan , yang terdiri atas :
1) Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke
Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam
di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien,
jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut
berlangsung.
Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah
dialami oleh klien misalnya DM , jantung , hipertensi , masalah ginekologi/urinary
, penyakit endokrin , dan penyakit-penyakit lainnya.
Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari
genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit
menular yang terdapat dalam keluarga.
Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi,
lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji
kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya
Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak klien
mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan
anaknya.
Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang
digunakan serta keluahn yang menyertainya.
Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral,
obat digitalis dan jenis obat lainnya.
Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi
(BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat
sakit.
Pemeriksaan fisik, meliputi :
Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada
penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung.
Hal yang diinspeksi antara lain :
mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase,
pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan
postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya
Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.
Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban
dan tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus.
Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi
janin atau mencubit kulit untuk mengamati turgor.
Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang
abnormal
Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan
tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada
dibawahnya.
Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan
ada tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan
pada kaki bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding
perut atau tidak
Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop dengan
menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar.Mendengar :
mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru
abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin.
(Johnson & Taylor, 2005 : 39)
Pemeriksaan laboratorium :
Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsi, pap smear.
Keluarga berencana : Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien
setuju, apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa.
Data lain-lain :
Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama dirawat di
RS.Data psikososial.
Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi dalam keluarga, hal
yang menjadi beban pikiran klien dan mekanisme koping yang digunakan.
Status sosio-ekonomi : Kaji masalah finansial klien
Data spiritual : Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan YME, dan kegiatan
keagamaan yang biasa dilakukan.
Diagnosa Keperawatan yang Lazim Muncul
Secara singkat diagnosa keperawatan dapat diartikan : Sebagai rumusan atau
keputusan atau keputusan yang diambil sebagai hasil dari pengkajian keperawatan.
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang digambarkan sebagai respon seseorang
atau kelompok (keadan kesehatan yang merupakan keadaan aktual maupun potensial)
dimana perawat secara legal mengidentifikasi, menetapkan intervensi untuk
mempertahankan keadaan kesehatan atau menurunkan. (Carpenito, Lynda, 2001: 45)
Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada kasus ”mola hidatidosa” adalah :
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
4. Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
5. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
6. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
7. Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase
8. Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya
perdarahan
Intervensi
Merupakan tahapan perencanaan dari proses keperawatan merupakan tindakan
menetapkan apa yang akan dilakukan untuk membantu klien, memulihkan, memelihara
dan meningkatkan kesehatannya.
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang
akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan
yang telah ditentukan Tujuan :
1. Sebagai alat komunikasi antar teman sejawat dan tenaga kesehatan lain
2. Meningkatkan keseimbangan asuhan keperawatan
Langkah-langkah penyusunan :
1. Menetapkan prioritas masalah
2. Merumuskan tujuan keperawatan yang akan dicapai
3. Menentukan rencana tindakan keperawatan
DIAGNOSA I
Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
Tujuan : Klien akan meninjukkan nyeri berkurang/hilang
Kriteria Hasil :
Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang
Ekspresi wajah tenang
TTV dalam batas normal
Intervensi :
1) Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien
Rasional : Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu
menentukan intervensi yang tepat
2) Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam
Rasional : Perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan
salah satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh klien
3) Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi
Rasional : Teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan
distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat
mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan
4) Beri posisi yang nyaman
Rasional : Posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area
luka/nyeri
5) Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri
tidat dapat dipersepsikan
DIAGNOSA II
Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan : Klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri
Kriteria Hasil :
Kebutuhan personal hygiene terpenuhi
Klien nampak rapi dan bersih
Intervensi :
1) Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien dalam
merawat diri sehingga dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan
hygienenya
2) Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
Rasional : Kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien
ketergantungan pada perawat
3) Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya
Rasional : Pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan
kekuatan secara bertahap dan menambah kemandirian dalam memenuhi
kebutuhannya
4) Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan membantu
memenuhi kebutuhan klien
Rasional : Membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi secara
mandiri
DIAGNOSA III
Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
Tujuan : Klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu
Kriteria Hasil :
Klien dapat tidur 7-8 jam per hari
Konjungtiva tidak anemis
Intervensi :
1) Kaji pola tidur
Rasional : Dengan mengetahui pola tidur klien, akan memudahkan dalam
menentukan intervensi selanjutnya
2) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang
Rasional :Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat
3) Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur
Rasional :Susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat merangsang
untuk tidur
4) Batasi jumlah penjaga klien
Rasional : Dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka kebisingan di
ruangan dapat dikurangi sehingga klien dapat beristirahat
5) Memberlakukan jam besuk
Rasional : Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat
6) Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam
Rasional : Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien dapat
tenang dan mudah tidur
DIAGNOSA IV
Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Klien akan menunjukkan tidak terjadi panas
Kriteria Hasil :
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Klien tidak mengalami komplikasi
Intervensi :
1) Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaforesis
Rasional : Suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi, pola
demam dapat membantu diagnosa
2) Pantau suhu lingkungan
Rasional : Suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus
mendekati normal
3) Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak
Rasional : Minum banyak dapat membantu menurunkan demam
4) Berikan kompres hangat
Rasional : Kompres hangat dapat membantu penyerapan panas sehingga dapat
menurunkan suhu tubuh
5) Kolaborasi pemberian obat antipiretik
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada
hipothalamus
DIAGNOSA V
Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : Klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang
Kriteria Hasil :
Ekspresi wajah tenang
Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya
Intervensi :
1) Kaji tingkat kecemasan klien
Rasional : Mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu klien
2) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional : Ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega sehingga
mengurangi kecemasan
3) Mendengarkan keluhan klien dengan empati
Rasional : Dengan mendengarkan keluahan klien secara empati maka klien
akan merasa diperhatikan
4) Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang diberikan
Rasional : menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan mengerti
tentang penyakitnya
5) Beri dorongan spiritual/support
Rasional : Menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan dapat berkurang
DIAGNOSA VI
Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
Tujuan : Klien akan mengungkapkan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil :
Nafsu makan meningkat
Porsi makan dihabiskan
Intervensi :
1) Kaji status nutrisi klien
Rasional : Sebagai awal untuk menetapkan rencana selanjutnya
2) Anjurkan makan sedikit demi sedikit tapi sering
Rasional : Makan sedikit demi sedikit tapi sering mampu membantu untuk
meminimalkan anoreksia
3) Anjurkan untuk makan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi
Rasional : Makanan yang hangat dan bervariasi dapat menbangkitkan nafsu
makan klien
4) Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian
nutrisi
5) Tingkatkan kenyamanan lingkungan termasuk sosialisasi saat makan, anjurkan
orang terdekat untuk membawa makanan yang disukai klien
Rasional : Sosialisasi waktu makan dengan orang terdekat atau teman dapat
meningkatkan pemasukan dan menormalkan fungsi makanan
DIAGNOSA VII
Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase
Tujuan : Klien akan terbebas dari infeksi
Kriteria Hasil :
Tidak tampak tanda-tanda infeksi
Vital sign dalam batas normal
Intervensi :
1) Kaji adanya tanda-tanda infeksi
Rasional : Mengetahui adanya gejala awal dari proses infeksi
2) Observasi vital sign
Rasional : Perubahan vital sign merupakan salah satu indikator dari terjadinya
proses infeksi dalam tubuh
3) Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (luka, garis jahitan), daerah
yang terpasang alat invasif (infus, kateter)
Rasional : Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan
tindakan dengan segera dan pencegahan komplikasi selanjutnya
4) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat antibiotik
Rasional : Anti biotik dapat menghambat pembentukan sel bakteri, sehingga
proses infeksi tidak terjadi. Disamping itu antibiotik juga dapat langsung
membunuh sel bakteri penyebab infeks.
DIAGNOSA VIII
Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya perdarahan
Tujuan : Klien akan menunjukkan gangguan perfusi jaringan perifer tidak terjadi
Kriteria Hasil :
Hb dalam batas normal (12-14 g%)
Turgor kulit baik
Vital sign dalam batas normal
Tidak ada mual muntah
Intervensi :
1) Awasi tanda-tanda vital, kaji warna kulit/membran mukosa, dasar kuku
Rasional :Memberika informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan
dan membantu menentukan intervensi selanjutnya
2) Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing dan sakit kepala
Rasional : Perubahan dapat menunjukkan ketidak adekuatan perfusi serebral
sebagai akibat tekanan darah arterial
3) Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pegisian kapiler lambat dan nadi
perifer lemah
Rasional :Vasokonstriksi adalah respon simpatis terhadap penurunan volume
sirkulasi dan dapat terjadi sebagai efek samping vasopressin
4) Berikan cairan intravena, produk darah
Rasional : Menggantikan kehilangan daran, mempertahankan volume sirkulasi
5) Penatalaksanaan pemberian obat antikoagulan tranexid 500 mg 3×1 tablet
Rasional : Obat anti kagulan berfungsi mempercepat terjadinya pembekuan
darah / mengurangi perarahan
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda, (2001), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta
Hamilton, C. Mary, 1995, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC, Jakarta
Soekojo, Saleh, 1973, Patologi, UI Patologi Anatomik, Jakarta
Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid I. EGC. Jakarta
Johnson & Taylor, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. EGC. Jakarta
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius.
Jakarta
Askep Mola Hidatidosa
Pengertian
Mola hidatidosa adalah chorionic villi (jonjotan/gantungan) yang tumbuh berganda berupa
gelembung-gelembung kecil yang mengandung banyak cairan sehingga menyerupai buah
anggur atau mata ikan. Karena itu disebut juga hamil anggur atau mata ikan. (Mochtar,
Rustam, dkk, 1998 : 23)
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stoma villus korialis langka,
vaskularisasi dan edematus. Janin biasanya meninggal akan tetapi villus-villus yang
membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus, gambaran yang diberikan adalah
sebagai segugus buah anggur. (Wiknjosastro, Hanifa, dkk, 2002 : 339)
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal di mana hampir seluruh villi kariolisnya
mengalami perubahan hidrofobik.(Mansjoer, Arif, dkk, 2001 : 265)
Mola hidatidosa adalah kelainan villi chorialis yang terdiri dari berbagai tingkat proliferasi
tropoblast dan edema stroma villi. (Jack A. Pritchard, dkk, 1991 : 514)
Mola hidatidosa adalah pembengkakan kistik, hidropik, daripada villi choriales, sdisertai
proliperasi hiperplastik dan anaplastik epitel chorion. Tidak terbentuk fetus ( Soekojo, Saleh,
1973 : 325).
Mola hidatidosa adalah perubahan abnormal dari villi korionik menjadi sejumlah kista yang
menyerupai anggur yang dipenuhi dengan cairan. Embrio mati dan mola tumbuh dengan
cepat, membesarnya uterus dan menghasilkan sejumlah besar human chorionic
gonadotropin (hCG) (Hamilton, C. Mary, 1995 : 104)
Etiologi
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya adalah
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati , tetapi terlambat
dikeluarkan.
2. Imunoselektif dari tropoblast
3. Keadaan sosio-ekonomi yang rendah
4. Paritas tinggie.Kekurangan proteinf.Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
(Mochtar, Rustam ,1998 : 23)
Patofisiologi
Mola hidatidosa dapat terbagi menjadi :
1. Mola hidatidosa komplet (klasik), jika tidak ditemukan janin
2. Mola hidatidosa inkomplet (parsial), jika disertai janin atau bagian janin.
Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis dari penyakit trofoblast :
Teori missed abortion.
Mudigah mati pada kehamilan 3 – 5 minggu karena itu terjadi gangguan peredarah darah
sehingga terjadi penimbunan cairan masenkim dari villi dan akhirnya terbentuklah
gelembung-gelembung.
Teori neoplasma dari Park.
Sel-sel trofoblast adalah abnormal dan memiliki fungsi yang abnormal dimana terjadi
reabsorbsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehigga timbul gelembung.
Studi dari Hertig
Studi dari Hertig lebih menegaskan lagi bahwa mola hidatidosa semata-mata akibat
akumulasi cairan yang menyertai degenerasi awal atau tiak adanya embrio komplit pada
minggu ke tiga dan ke lima. Adanya sirkulasi maternal yang terus menerus dan tidak adanya
fetus menyebabkan trofoblast berproliferasi dan melakukan fungsinya selama pembentukan
cairan.
(Silvia, Wilson, 2000 : 467)
Manifestasi Klinik
Gambaran klinik yang biasanya timbul pada klien dengan ”mola hidatidosa” adalah :
1) Amenore dan tanda-tanda kehamilan
2) Perdarahan pervaginam berulang. Darah cenderung berwarna coklat. Pada keadaan
lanjut kadang keluar gelembung mola.
3) Pembesaran uterus lebih besar dari usia kehamilan.
4) Tidak terabanya bagian janin pada palpasi dan tidak terdengarnya BJJ sekalipun uterus
sudah membesar setinggi pusat atau lebih.e.Preeklampsia atau eklampsia yang terjadi
sebelum kehamilan 24 minggu.
(Mansjoer, Arif, dkk , 2001 : 266)
Anatomi Fisiologi
Anatomi Uterus adalah organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pear, terletak dalam
rongga panggul kecil di antara kandung kemih dan anus, ototnya desebut miometrium dan
selaput lendir yang melapisi bagian dalamnya disebut endometrium. Peritonium menutupi
sebagian besar permukaan luar uterus, letak uterus sedikit anteflexi pada bagian lehernya
dan anteversi (meliuk agak memutar ke depan) dengan fundusnya terletak di atas kandung
kencing. Bagian bawah bersambung dengan vagina dan bagian atasnya tuba uterin masuk
ke dalamnya. Ligamentum latum uteri dibentuk oleh dua lapisan peritoneum, di setiap sisi
uterus terdapat ovarium dan tuba uterina. Panjang uterus 5 – 8 cm dengan berat 30 – 60
gram. (Verrals, Silvia, 2003 : 164).
Uterus terbagi atas 3 bagian yaitu :
a). Fundus : bagian lambung di atas muara tuba uterine
b). Badan uterus : melebar dari fundus ke serviks
c). Isthmus : terletak antara badan dan serviks
Bagian bawah serviks yang sempit pada uterus disebut serviks. Rongga serviks bersambung
dengan rongga badan uterus melalui os interna (mulut interna) dan bersambung dengan
rongga vagina melalui os eksterna.
Ligamentum pada uterus : ada dua buah kiri dan kanan. Berjalan melalui annulus inguinalis,
profundus ke kanalis iguinalis. Setiap ligamen panjangnya 10 – 12,5 cm, terdiri atas jaringan
ikat dan otot, berisi pembuluh darah dan ditutupi peritoneum.Peritoneum di antara kedua
uterus dan kandung kencing di depannya, membentuk kantong utero-vesikuler. Di bagian
belakang, peritoneum membungkus badan dan serviks uteri dan melebar ke bawah sampai
fornix posterior vagina, selanjutnya melipat ke depan rectum dan membentuk ruang retri-
vaginal.
Ligamentum latum uteri : Peritoneum yang menutupi uterus, di garis tengh badan uterus
melebar ke lateral membentuk ligamentum lebar, di dalamnya terdapat tuba uterin, ovarium
diikat pada bagian posterior ligamentum latum yang berisi darah dan saluran limfe untuk
uterus maupun ovarium.
Fisiologi
Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan sebutir ovum, sesudah
keluar dari overium diantarkan melalui tuba uterin ke uterus (pembuahan ovum secara
normal terjadi dalam tuba uterin) sewaktu hamil yang secara normal berlangsung selama 40
minggu, uterus bertambah besar, tapi dindingnya menjadi lebih tipis tetapi lebih kuat dan
membesar sampai keluar pelvis, masuk ke dalam rongga abdomen pada masa fetus.Pada
umumnya setiap kehamilan berakhir dengan lahirnya bayi yang sempurna. Tetapi dalm
kenyataannya tidak selalu demikian. Sering kali perkembangan kehamilan mendapat
gangguan. Demikian pula dengan penyakit trofoblast, pada hakekatnya merupakan
kegagalan reproduksi. Di sini kehamilan tidak berkembang menjadi janin yang sempurna,
melainkan berkembang menjadi keadaan patologik yang terjadi pada minggu-minggu
pertama kehamilan, berupa degenerasi hidrifik dari jonjot karion, sehingga menyerupai
gelembung yang disebut ”mola hidatidosa”. Pada ummnya penderita ”mola hidatidosa akan
menjadi baik kembali, tetapi ada diantaranya yang kemudian mengalami degenerasi
keganasan yang berupa karsinoma.(Wiknjosastro, Hanifa, 2002 : 339)
Tes Diagnostika.
1) Pemeriksaan kadar beta hCG : pada mola terdapat peningkatan kadar beta hCG darah
atau urin
2) Uji Sonde : Sonde (penduga rahim) dimasukkan pelan-pelan dan hati-hati ke dalam
kanalis servikalis dan kavum uteri. Bila tidak ada tahanan, sonde diputar setelah ditarik
sedikit, bila tetap tidak ada tahanan, kemungkinan mola (cara Acosta-Sison)
3) Foto rontgen abdomen : tidak terlihat tilang-tulang janini (pada kehamilan 3 – 4
buland.Ultrasonografi : pada mola akan terlihat badai salju (snow flake pattern) dan tidak
terlihat janine.Foto thoraks : pada mola ada gambaram emboli udaraf.Pemeriksaan T3 dan
T4 bila ada gejala tirotoksikosis
(Arif Mansjoer, dkk, 2001 : 266)
Penatalaksanaan Medik
Penanganan yang biasa dilakukan pada mola hidatidosa adalah :
1. Diagnosis dini akan menguntungkan prognosis
2. Pemeriksaan USG sangat membantu diagnosis. Pada fasilitas kesehatan di mana sumber
daya sangat terbatas, dapat dilakukan : Evaluasi klinik dengan fokus pada : Riwayat haid
terakhir dan kehamilan Perdarahan tidak teratur atau spotting, pembesaran abnormal uterus,
pelunakan serviks dan korpus uteri. Kajian uji kehamilan dengan pengenceran urin. Pastikan
tidak ada janin (Ballottement) atau DJJ sebelum upaya diagnosis dengan perasat Hanifa
Wiknjosastro atau Acosta Sisson
3. Lakukan pengosongan jaringan mola dengan segera
4. Antisipasi komplikasi (krisis tiroid, perdarahan hebat atau perforasi uterus)
5. Lakukan pengamatan lanjut hingga minimal 1 tahun. Selain dari penanganan di atas,
masih terdapat beberapa penanganan khusus yang dilakukan pada pasien dengan mola
hidatidosa, yaitu : Segera lakukan evakuasi jaringan mola dan sementara proses evakuasi
berlangsung berikan infus 10 IU oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-
60 tetes per menit (sebagai tindakan preventif terhadap perdarahan hebat dan efektifitas
kontraksi terhadap pengosongan uterus secara tepat). Pengosongan dengan Aspirasi
Vakum lebih aman dari kuretase tajam. Bila sumber vakum adalah tabung manual, siapkan
peralatan AVM minimal 3 set agar dapat digunakan secara bergantian hingga pengosongan
kavum uteri selesai. Kenali dan tangani komplikasi seperti tirotoksikasi atau krisis tiroid baik
sebelum, selama dan setelah prosedur evakuasi. Anemia sedang cukup diberikan Sulfas
Ferosus 600 mg/hari, untuk anemia berat lakukan transfusi. Kadar hCG diatas 100.000 IU/L
praevakuasi menunjukkan masih terdapat trofoblast aktif (diluar uterus atau invasif), berikan
kemoterapi MTX dan pantau beta-hCG serta besar uterus secara klinis dan USG tiap 2
minggu. Selama pemantauan, pasien dianjurkan untuk menggunakan kontrasepsi hormonal
(apabila masih ingin anak) atau tubektomy apabila ingin menghentikan fertilisasi.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Proses keperawatan adalah metode kerja dalam pemberian pelayanan keperawatan untuk
menganalisa masalah pasien secara sistematis, menentukan cara pemecahannya,
melakukan tindakan dan mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilaksanakan.
Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menetapkan,
merencanakan danmelaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien
untuk mencapai dan memelihara kesehatannya seoptimal mungkin. Tindakan keperawatan
tersebut dilaksanakan secara berurutan, terus menerus, saling berkaitan dan dinamis.
Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya
sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan bagi klien.
Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :
Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama,
suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke- , lamanya
perkawinan dan alamat
Keluhan utama : Kaji adanya menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam
berulang
Riwayat kesehatan , yang terdiri atas :
1) Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau
pada saat pengkajian seperti perdarahan pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus
lebih besar dari usia kehamilan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah dialami oleh klien, jenis
pembedahan , kapan , oleh siapa dan di mana tindakan tersebut berlangsung.
Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh
klien misalnya DM , jantung , hipertensi , masalah ginekologi/urinary , penyakit endokrin ,
dan penyakit-penyakit lainnya.
Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram
tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat
dalam keluarga.
Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya,
banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause
terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya
Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari
dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan
serta keluahn yang menyertainya.
Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-obatankontrasepsi oral, obat
digitalis dan jenis obat lainnya.
Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan
BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.
Pemeriksaan fisik, meliputi :
Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya terbatas pada
penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran dan penghidung.
Hal yang diinspeksi antara lain :
mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna, laserasi, lesi terhadap drainase,
pola pernafasan terhadap kedalaman dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan
postur, penggunaan ekstremitas, adanya keterbatasan fifik, dan seterusnya
Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh dengan jari.
Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat suhu, derajat kelembaban dan
tekstur kulit atau menentukan kekuatan kontraksi uterus.
Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi edema, memperhatikan posisi janin
atau mencubit kulit untuk mengamati turgor.
Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot atau respon nyeri yang abnormal
Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung pada permukaan tubuh
tertentu untuk memastikan informasi tentang organ atau jaringan yang ada dibawahnya.
Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan bunyi yang menunjukkan ada
tidaknya cairan , massa atau konsolidasi.
Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada tidaknya refleks/gerakan pada kaki
bawah, memeriksa refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau tidak
Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan bentuan stetoskop dengan
menggambarkan dan menginterpretasikan bunyi yang terdengar. Mendengar :
mendengarkan di ruang antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru
abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin.
(Johnson & Taylor, 2005 : 39)
Pemeriksaan laboratorium :
Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsi, pap smear.
Keluarga berencana : Kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB, apakah klien setuju,
apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa.
Data lain-lain :
Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama dirawat di RS.Data
psikososial.
Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi dalam keluarga, hal yang
menjadi beban pikiran klien dan mekanisme koping yang digunakan.
Status sosio-ekonomi : Kaji masalah finansial klien
Data spiritual : Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan YME, dan kegiatan
keagamaan yang biasa dilakukan.
Diagnosa Keperawatan yang Lazim Muncul
Secara singkat diagnosa keperawatan dapat diartikan : Sebagai rumusan atau keputusan
atau keputusan yang diambil sebagai hasil dari pengkajian keperawatan. Diagnosa
keperawatan adalah pernyataan yang digambarkan sebagai respon seseorang atau
kelompok (keadan kesehatan yang merupakan keadaan aktual maupun potensial) dimana
perawat secara legal mengidentifikasi, menetapkan intervensi untuk mempertahankan
keadaan kesehatan atau menurunkan. (Carpenito, Lynda, 2001: 45)
Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada kasus ”mola hidatidosa” adalah :
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
4. Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
5. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
6. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
7. Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase
8. Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya perdarahan
Intervensi
Merupakan tahapan perencanaan dari proses keperawatan merupakan tindakan
menetapkan apa yang akan dilakukan untuk membantu klien, memulihkan, memelihara dan
meningkatkan kesehatannya.
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang
telah ditentukan Tujuan :
1. Sebagai alat komunikasi antar teman sejawat dan tenaga kesehatan lain
2. Meningkatkan keseimbangan asuhan keperawatan
Langkah-langkah penyusunan :
1. Menetapkan prioritas masalah
2. Merumuskan tujuan keperawatan yang akan dicapai
3. Menentukan rencana tindakan keperawatan
DIAGNOSA I
Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
Tujuan : Klien akan meninjukkan nyeri berkurang/hilang
Kriteria Hasil :
Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang
Ekspresi wajah tenang
TTV dalam batas normal
Intervensi :
1) Kaji tingkat nyeri, lokasi dan skala nyeri yang dirasakan klien
Rasional : Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu menentukan
intervensi yang tepat
2) Observasi tanda-tanda vital tiap 8 jam
Rasional : Perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah satu
indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh klien
3) Anjurkan klien untuk melakukan teknik relaksasi
Rasional : Teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan distraksi dapat
mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat mambantu mengurangi nyeri
yang dirasakan
4) Beri posisi yang nyaman
Rasional : Posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area luka/nyeri
5) Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional : Obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidat dapat
dipersepsikan
DIAGNOSA II
Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan : Klien akan menunjukkan terpenuhinya kebutuhan rawat diri
Kriteria Hasil :
Kebutuhan personal hygiene terpenuhi
Klien nampak rapi dan bersih
Intervensi :
1) Kaji kemampuan klien dalam memenuhi rawat diri
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kemampuan/ketergantungan klien dalam merawat diri
sehingga dapat membantu klien dalam memenuhi kebutuhan hygienenya
2) Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
Rasional : Kebutuhan hygiene klien terpenuhi tanpa membuat klien ketergantungan pada
perawat
3) Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sesuai kemampuannya
Rasional : Pelaksanaan aktivitas dapat membantu klien untuk mengembalikan kekuatan
secara bertahap dan menambah kemandirian dalam memenuhi kebutuhannya
4) Anjurkan keluarga klien untuk selalu berada di dekat klien dan membantu memenuhi
kebutuhan klien
Rasional : Membantu memenuhi kebutuhan klien yang tidak terpenuhi secara mandiri
DIAGNOSA III
Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
Tujuan : Klien akan mengungkapkan pola tidurnya tidak terganggu
Kriteria Hasil :
Klien dapat tidur 7-8 jam per hari
Konjungtiva tidak anemis
Intervensi :
1) Kaji pola tidur
Rasional : Dengan mengetahui pola tidur klien, akan memudahkan dalam menentukan
intervensi selanjutnya
2) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang
Rasional :Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat
3) Anjurkan klien minum susu hangat sebelum tidur
Rasional :Susu mengandung protein yang tinggi sehingga dapat merangsang untuk tidur
4) Batasi jumlah penjaga klien
Rasional : Dengan jumlah penjaga klien yang dibatasi maka kebisingan di ruangan dapat
dikurangi sehingga klien dapat beristirahat
5) Memberlakukan jam besuk
Rasional : Memberikan kesempatan pada klien untuk beristirahat
6) Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat tidur Diazepam
Rasional : Diazepam berfungsi untuk merelaksasi otot sehingga klien dapat tenang dan
mudah tidur
DIAGNOSA IV
Gangguan rasa nyaman : hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan : Klien akan menunjukkan tidak terjadi panas
Kriteria Hasil :
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Klien tidak mengalami komplikasi
Intervensi :
1) Pantau suhu klien, perhatikan menggigil/diaforesis
Rasional : Suhu diatas normal menunjukkan terjadinya proses infeksi, pola demam dapat
membantu diagnosa
2) Pantau suhu lingkungan
Rasional : Suhu ruangan harus diubah atau dipertahankan, suhu harus mendekati normal
3) Anjurkan untuk minum air hangat dalam jumlah yang banyak
Rasional : Minum banyak dapat membantu menurunkan demam
4) Berikan kompres hangat
Rasional : Kompres hangat dapat membantu penyerapan panas sehingga dapat
menurunkan suhu tubuh
5) Kolaborasi pemberian obat antipiretik
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi pada hipothalamus
DIAGNOSA V
Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan
Tujuan : Klien akan menunjukkan kecemasan berkurang/hilang
Kriteria Hasil :
Ekspresi wajah tenang
Klien tidak sering bertanya tentang penyakitnya
Intervensi :
1) Kaji tingkat kecemasan klien
Rasional : Mengetahui sejauh mana kecemasan tersebut mengganggu klien
2) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional : Ungkapan perasaan dapat memberikan rasa lega sehingga mengurangi
kecemasan
3) Mendengarkan keluhan klien dengan empati
Rasional : Dengan mendengarkan keluahan klien secara empati maka klien akan merasa
diperhatikan
4) Jelaskan pada klien tentang proses penyakit dan terapi yang diberikan
Rasional : menambah pengetahuan klien sehingga klien tahu dan mengerti tentang
penyakitnya
5) Beri dorongan spiritual/support
Rasional : Menciptakan ketenangan batin sehingga kecemasan dapat berkurang
DIAGNOSA VI
Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah
Tujuan : Klien akan mengungkapkan nutrisi terpenuhi
Kriteria Hasil :
Nafsu makan meningkat
Porsi makan dihabiskan
Intervensi :
1) Kaji status nutrisi klien
Rasional : Sebagai awal untuk menetapkan rencana selanjutnya
2) Anjurkan makan sedikit demi sedikit tapi sering
Rasional : Makan sedikit demi sedikit tapi sering mampu membantu untuk meminimalkan
anoreksia
3) Anjurkan untuk makan makanan dalam keadaan hangat dan bervariasi
Rasional : Makanan yang hangat dan bervariasi dapat menbangkitkan nafsu makan klien
4) Timbang berat badan sesuai indikasi
Rasional : Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi
5) Tingkatkan kenyamanan lingkungan termasuk sosialisasi saat makan, anjurkan orang
terdekat untuk membawa makanan yang disukai klien
Rasional : Sosialisasi waktu makan dengan orang terdekat atau teman dapat meningkatkan
pemasukan dan menormalkan fungsi makanan
DIAGNOSA VII
Risiko terjadi infeksi berhubungan dengan tindakan kuretase
Tujuan : Klien akan terbebas dari infeksi
Kriteria Hasil :
Tidak tampak tanda-tanda infeksi
Vital sign dalam batas normal
Intervensi :
1) Kaji adanya tanda-tanda infeksi
Rasional : Mengetahui adanya gejala awal dari proses infeksi
2) Observasi vital sign
Rasional : Perubahan vital sign merupakan salah satu indikator dari terjadinya proses infeksi
dalam tubuh
3) Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (luka, garis jahitan), daerah yang
terpasang alat invasif (infus, kateter)
Rasional : Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan
dengan segera dan pencegahan komplikasi selanjutnya
4) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat antibiotik
Rasional : Anti biotik dapat menghambat pembentukan sel bakteri, sehingga proses infeksi
tidak terjadi. Disamping itu antibiotik juga dapat langsung membunuh sel bakteri penyebab
infeksi
DIAGNOSA VIII
Risiko terjadinya gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya perdarahan
Tujuan : Klien akan menunjukkan gangguan perfusi jaringan perifer tidak terjadi
Kriteria Hasil :
Hb dalam batas normal (12-14 g%)
Turgor kulit baik
Vital sign dalam batas normal
Tidak ada mual muntah
Intervensi :
1) Awasi tanda-tanda vital, kaji warna kulit/membran mukosa, dasar kuku
Rasional :Memberika informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu
menentukan intervensi selanjutnya
2) Selidiki perubahan tingkat kesadaran, keluhan pusing dan sakit kepala
Rasional : Perubahan dapat menunjukkan ketidak adekuatan perfusi serebral sebagai akibat
tekanan darah arterial
3) Kaji kulit terhadap dingin, pucat, berkeringat, pegisian kapiler lambat dan nadi perifer
lemah
Rasional :Vasokonstriksi adalah respon simpatis terhadap penurunan volume sirkulasi dan
dapat terjadi sebagai efek samping vasopressin
4) Berikan cairan intravena, produk darah
Rasional : Menggantikan kehilangan daran, mempertahankan volume sirkulasi
5) Penatalaksanaan pemberian obat antikoagulan tranexid 500 mg 3×1 tablet
Rasional : Obat anti kagulan berfungsi mempercepat terjadinya pembekuan darah /
mengurangi perarahan
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda, (2001), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta
Hamilton, C. Mary, 1995, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC, Jakarta
Soekojo, Saleh, 1973, Patologi, UI Patologi Anatomik, Jakarta
Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri, Jilid I. EGC. Jakarta
Johnson & Taylor, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. EGC. Jakarta
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius.
Jakarta