Anda di halaman 1dari 8

B.

KETRAMPILAN MOTORIK
1. Pengertian Ketrampilan Motorik
Ketrampilan motorik merupakan suatu ketrampilan dalam melakukan/ melaksanakan
(execute) yang menunjukkan suatu susunan ketrampilan yang tinggi dalam arti perbuatan yang
dimiliki siswa secara spesifik, lancar dan efisien seperti menyetir mobil, naik sepeda. Adanya
ketrampilan motrik ini menuntut kemampuan untuk merangkaikan sejumlah gerak geris jasmani,
sampai menjadi suatu keseluruhan yang dilakukan dengan gencar dan luwes, tanpa perlu
memikirkan lagi secara mendetail apa yang dilakukan dan mengapa dilakukan. Belajar
keterampilan motorik ini mengutamakan gerakan-gerakan otot, urat-urat dan persendian dalam
tubuh, namum diperlukan peralatan melalui alat-alat indera dan pengolahan secara kognitif yang
melibatkan pengetahuan dan pemahaman. karena kompleksitas ini, belajar ketrampilan motorik
oleh sejumlah ahli psikologi belajar disebut perseptual motor skill atau psychomotor skill
2. Ciri-Ciri Ketrampilan Motorik
` Dalam teori perkembangan anak, ketrampilan motorik berkoordinasi dengan otak sehingga
sangat mempengaruhi kognitif (berpikir). Contoh , apabila mereka terampil menggambar,
menggunting atau menempel, maka gerakan-gerakan halus ini nantinya akan membantu ank
lebih mudah belajar menulis. Anak-anak SD yang sangat kaku memegang pensil dan tulisannya
tak beraturan merupakan akibat kemampuan motorik halusnya tidak terlatih dengan baik sejak
kecil.
Di usia prasekolah, gerakan tangan anak (handstroke) sudah pada taraf mem-buat pola (pattern
making). Ini tingkat paling sulit karena anak harus membuat ba-ngun/bentuk sendiri. Jadi, betul-
betul dituntut hanya mengandalkan imajinasinya.
Misal, menggambar bebas, mencipta mobil balap dari lego atau membangun rumah dari balok-
balok aneka warna. Di sini anak dihadapkan pada pilihan kompleks semi- sal penggunaan warna
dan bidang-bidang geometris. Kemudian, anak diharapkan bisa mengomunikasikan hasil
ciptaannya. Meski awalnya mungkin belum berstruk- tur atau terpola rapi, minimal anak sudah
mencoba kemampuan bahasanya dengan mengomunikasikan hasil imajinasinya pada orang lain.
Dengan demikian, dalam patern making, anak bukan hanya dilatih keterampil-an motorik
halusnya, melainkan juga struktur kognitif dan perkembangan bahasanya. Saat ia membangun
rumah dari balok-balok aneka warna, misal, struktur kognitifnya bisa dilihat dari caranya
memadukan warna, menyesuaikan bentuk antara kanan dan kiri, dan lainnya. Di sini ia belajar
melihat segala sesuatu secara berstruktur, bahkan apa pun yang kelihatannya abstrak.
Sedangkan pada keterampilan motorik kasar, anak usia prasekolah sudah mampu menggerakkan
seluruh anggota tubuhnya untuk melakukan gerakan-gerakan seperti berlari, memanjat, naik-
turun tangga, melempar bola, bahkan melakukan dua gerakan sekaligus seperti melompat sambil
melempar bola.
Ciri khas dari keterampilan motorik ialah otomatisme, yaitu rangkaian gerak-gerik berlangsung
secara teratur dan berjalan dengan lancar dan supel, tanpa dibutuhkan banyak refleksi tentang
apa yang harus dilakukan dan mengapa diikuti urutan gerak-gerik tertentu.
3. Usia-Usia Mencapai Tingkat Motorik
Perkembangan motorik pada usia (0-4 TAHUN) ini menjadi lebih halus dan lebih terkoordinasi
dibandingkan dengan masa bayi. Anak – anak terlihat lebih cepat dalam berlari dan pandai
meloncat serta mampu menjaga keseimbangan badannya. Untuk memperhalus ketrampilan –
ketrampilan motorik, anak – anak terus melaku-kan berbagai aktivitas fisik yang terkadang
bersifat informal dalam bentuk permain-an. Disamping itu, anak – anak juga melibatkan diri
dalam aktivitas permainan olah-raga yang bersifat formal, seperti senam, berenang, dll. Beberapa
perkembangan motorik (kasar maupun halus) selama periode ini, antara lain :
a). Anak Usia 5 Tahun
Mampu melompat dan menari
Menggambarkan orang yang terdiri dari kepala, lengan dan badan
Dapat menghitung jari – jarinya
Mendengar dan mengulang hal – hal penting dan mampu bercerita
Mempunyai minat terhadap kata-kata baru beserta artinya
Memprotes bila dilarang apa yang menjadi keinginannya
Mampu membedakan besar dan kecil
b). Anak Usia 6 Tahun
Ketangkasan meningkat
Melompat tali
Bermain sepeda
Mengetahui kanan dan kiri
Mungkin bertindak menentang dan tidak sopan
Mampu menguraikan objek-objek dengan gambar
c). Anak Usia 7 Tahun
Mulai membaca dengan lancar
Cemas terhadap kegagalan
Peningkatan minat pada bidang spiritual
Kadang Malu atau sedih
d). Anak Usia 8 – 9 Tahun
Kecepatan dan kehalusan aktivitas motorik meningkat
Mampu menggunakan peralatan rumah tangga
Ketrampilan lebih individual
Ingin terlibat dalam sesuatu
Menyukai kelompok dan mode
Mencari teman secara aktif.
e). Anak Usia 10 – 12 Tahun
Perubahan sifat berkaitan dengan berubahnya postur tubuh yang berhubungan
dengan pubertas mulai tampak
Mampu melakukan aktivitas rumah tangga, seperti mencuci, menjemur pakaian
sendiri , dll.
Adanya keinginan anak unuk menyenangkan dan membantu orang lain
Mulai tertarik dengan lawan jenis.
4. Kawasan Psikomotorik
Kawasan psikomotor adalah kawasan yang berorientasi kepada keterampilan motorik yang
berhubungan dengan anggota tubuh, atau tindakan (action) yang memerlukan koordinasi antara
syaraf dan otot. Dengan demikian maka kawasan psikomotor adalah kawasan yang berhubungan
dengan seluk beluk yang terjadi karena adanya koordinasi otot-otot oleh fikiran sehingga
diperoleh tingkat keterampilan fisik tertentu. Kelompok-kelompok tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Gerakan seluruh badan (gross body movement)
Gerakan seluruh badan adalah perilaku seseorang dalam suatu kegiatan yang memerlukan
gerakan fisik secara menyeluruh.
1. Gerakan yang terkoordinasi (coordination movements)
Gerakan yang terkoordinasi adalah gerakan yang dihasilkan dari perpaduan antara fungsi salah
satu lebih indera manusia dengan salah satu anggota badan.
1. Komunikasi nonverbal (nonverbal communication)
Komunikasi non verbal adalah hal-hal yang berkenaan dengan komunikasi yang menggunakan
symbol-simbol atau isyarat, misalnya; isyarat, dengan tangan, anggukan kepala, ekspresi wajah,
dan lain-lain.
1. Kebolehan dalam berbicara (speech behavior)
Kebolehan dalam berbicara dalam hal-hal yang berhubungan dengan koordinasi gerakan tangan
atau anggota badan lainnya dengan ekspresi dan kemampuan berbicara.
5. Usaha-Usaha Mengembangkan Ketrampilan Motorik
Orang yang memiliki suatu keterampilan motorik, mampu melakukan suatu rangkaian gerak-
gerik jasmani dalam urutan tertentu, dengan mengadakan koordinasi antara gerak-gerik
berbagai anggota badan secara terpadu. Ketrampilan semacam ini disebut motorik, karena otot,
urat, dan persendian terlibat secara langsung, sehngga keterampilan sungguh-sungguh berakar
dalam kejasmanian. Belajar ketrampilan motorik menuntut kemampuan untuk merangkainkan
sejumlah gerak-gerik jasmani, sampai menjadi suatu keseluruhan yang dilakukan dengan gencar
dan luwes, tanpa perlu memikirkan lagi secara mendetail apa yang dilakukan dan mengapa
dilakukan begini-begitu. Walaupun belajar ketrampilan motorik mengutamakan gerakan-gerakan
otot-otot, urat-urat dan persendian dalam tubuh, namun diperlukan pengamatan melalui alat-
alat indra dan pengolahan secara kognitif yang melibatkan pengatahuan dan pemahaman.
Dalam belajar ketrampilan motorik, gerakan jasmani, persepsi, konsep dan kaidah, pengetahuan,
bahkan sikap, semuanya memegang peranan, namun pengaturan gerakan-gerakan jasmani dan
koordinasi antara gerakan pada berbagai anggota badan, memegang peranan utama dan
menjadikan jalur belajar ini sebagai suatu proses belajar tersendiri. Oleh karena itu jalur belajar
ketrampilan motorik bukanlah jalur belajar kemahiran intelektual, belajar sikap atau belajar
informasi verval, meskipun mendapat dukungan dari hasil-hasil yang diperoleh dalam belajar
bidang-bidang itu.
Sifat khas dari belajar ketrampilan motorik adalah latihan, hal ini memegang peranan pokok
untuk mendarah-dagingkan ketrampilan yang sedang dipelajari. Tanpa latihan orang tidak
mungkin menguasai ketrampilannya sampai menjadi milik jasmani, karena berlatih itu
membutuhkan waktu. Suatu konsep dapat ditangkap dalam waktu singkat, tapi tidak berlaku
dalam ketrampilan motorik. Selain latihan, perlu juga dikuasai prosedur gerak-gerik yang harus
diikuti dan prosedur koordinasi antara anggota-anggota badan. Prosedur ini menjadi semacam
“program mental”. Mempelajari prosedur dikenal dengan istilah “fase kongitif” dan proses latihan
dikenal dengan istilah “fase fiksasi”.
Suatu ketrampilan motorik terdiri atas sejumlah komponen yang merupakan subketrampilan-
subketrampilan atau ketrampilan bagian. subketrampilan-sub-ketrampilan itu harus dikuasai,
karena merupakan bagian inti dalam keseluruhan ketrampilan. Subketrampilan itukemudian
dilatih tersendiri, kemudian dihubungkan satu sama lain, sehingga sambil berlatih keseluruhan
rangkaian gerak-gerik dan terkoordinasi. Latihan-latihan itu sebaiknya disebarkan dan tidak
dilakukan secara terus-menerus tanpa berhenti-henti. Hal ini penting untuk mendapatkan
umpan balik, demi memungkinkan penyempurnaan, baik dalam pengaturan waktu maupun
dalam peningkatan keluwesan serta kegencarannya. Umpan balik ini dapat berupa intrinsik
maupun ekstrinsik.
Umpan balik intrinsik berbentuk konfirmasi dari otot-otot, urat dan persendian apakah sudah
tepat atau belum, seolah-olah terdapat program motorik, yang tertanam dalam kejasmanian
seseorang yang mengadakan kontrol terhadap keseluruhan rangkaian gerak-gerik. Umpan balik
ekstrinsik berbentuk konfirmasi dari lingkungan, apakah rangkaian gerak-gerik sudah tepat atau
belum, misalnya suatu latihan yang diberikan oleh instruktur.
Sedangkan menurut konsep Bloom menjelaskan bahwa terdapat pemilahan
dalam aspek ketrampilan motorik (Ranah Psikomotorik) sebagai berikut:
a) Persepsi : mencakup kemampuan untuk mengadakan diskriminasi yang tepat antara dua
perangsang atau lebih, berdasarkan perbedaan antara ciri-ciri fisik yang khas pada masing-
masing rangsangan. Kemampuan ini dinyatakan dalam suatu reaksi yang menunjukkan
kesadaran akan hadirnya rangsangan (stimulasi) dan perbedaan antara rangsangan-rangsangan
yang ada.
b) Kesiapan : mencakup kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan memulai
suatu gerakan atau rangkaian gerakan. Kemampuan ini dinyatakan dalam bentuk kesiapan
jasmani dan mental.
c) Gerakan terbimbing : mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik,
sesuai dengan contoh yang diberikan (imitasi). Kemampuan ini dinyatakan dalam menggerakkan
anggota tubuh, meurut contoh yang diperlihatkan atau diperdengarkan.
d) Gerakan yang terbiasa : mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik
dengan lancar, karena sudah dilatih secukupnya, tanpa memperhatikan lagi contoh yang
diberikan. Kemampuan ini dinyatakan dalam menggerakkan anggota-anggota tubuh, sesuai
dengan prosedur yang tepat, seperti dalam menggerakkan kaki, lengan dan tangan secara
terkoordinir.
e) Gerakan yang komplek : mencakup kemampuan untuk melaksanakan suatu ketrampilan, yang
terdiri atas beberapa komponen, dengan lancar, tepat dan efisien. Kemampuan ini dinyatakan
dalam suatu rangkaian perbuatan yang berurutandan menggabungkan beberapa subketrampilan
menjadi suatu keseluruhan gerak-gerik yang teratur.
f) Penyesuaian pola gerakan : mencakup kemampuan untuk mengadakan perubahan dan
menyesuaikan pola gerak-gerik dengan kondisi setempat atau dengan persyaratan khusus yang
berlaku. Kemampuan ini dinyatakan dalam menunjukkan suatu taraf ketrampilan yang telah
mencapai kemahiran
g) Kreativitas : mencakup kemampuan untuk melahirkan pola-pola gerak-gerik yang baru,
seluruhnya atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri. Hanya orang-orang yang berketrampilan
tinggi dan berani berfikir kreatif, akan mampu mencapai tingkat kesempurnaan ini.
Dari uraian tersebut di atas, nampak peranan dan wujud dari beberapa fase dalam belajar
ketrampilan motorik yaitu :
1) Fase motivasi : sangat berperanan, lebih-lebih bila ketrampilan yang dipelajari
membutuhkan usaha kontinyu dan banyak waktu latihan.
2) Fase konsentrasi : berperan dalam belajar ketrampilan yang menuntut pengamat-
an terhadap lingkungan untuk menentukan posisi badan dan memperkirakan jarak
3) Fase pengolahan : mempelajari prosedur yang harus diikuti dan melatih diri,
baik subketrampilan maupun keseluruhan rangkaian gerak-gerik, disertai koordi-
nasi. Fase ini memegang peranan pokok.
4) Fase menggali : menggali program mental yang tersimpan dalam ingatan jangka
waktu lama, dan program mental ini langsung menjadi masukan bagi fase prestasi
dan tidak disalurkan melalui ingatan jangka waktu singkat.
5) Fase umpan balik : konfirmasi mengambil wujud umpan balik intrinsik atau eks-
trinsik, yang berperan dalam penyempurnaan ketrampilan sampai semuanya ber-
jalan otomatis.
B. KETRAMPILAN SIKAP
1. Pengetian Sikap
Sikap, adalah kemampuan manusia yang berkembang dengan pemilihan secara individual
dari perbuatan yang bersifat pribadi mengenai suatu obyek, seperti siswa memilih bermain golf
untuk menyenangkan hati dan mengisi waktu luang.
2. Ciri-Ciri Sikap
a) Sikap itu dipelajari. Sikap merupakan hasil belajar. Beberapa sikap dipelajari tidak sengaja dan
tanpa kesadaran kepada sebagian individu. Yang terjadi adalah mempelajari sikap dengan
sengaja bila individu mengerti bahwa hal itu akan membawa lebih baik (untuk dirinya sendiri),
membantu tujuan kelompok, atau memperoleh sesuatu nilai yang sifatnya perseorangan.
b) Memiliki Kestabilan. Sikap bermula dari dipelajari, kemudian menjadi kuat, tetap dan stabil,
melalui pengalaman. Misalnya : suka dan tidak suka terhadap warna tertentu yang sifatnya
berulang-ulang atau memliki frekuensi yang tinggi.
c) Personal societal signifikance. Sikap melibatkan hubungan antara seseorang dan orang lain dan
juga antara orang dan barang atau situasi. Jika seseorang merasa bahwa orang lain
menyenangkan, terbuka serta hangat, maka akan sangat berarti bagi dirinya, ia merasa bebas
dan favorable.
d) Berisi kognisi dan afektif. Komponen kognisi dari pada sikap adalah berisi informasi yang faktual,
misalnya : obyek itu dirasakan menyenangkan atau tidak menyenangkan.
e) Approach-avoidance directionality. Bila seseorang memiliki sikap yang favorable terhadap sesuatu
obyek, mereka akan mendekati dan membantunya, sebaliknya bila seseorang memiliki sikap
yang unfavorable, mereka akan menghindarinya.
3. Kawasan Belajar Sikap (Afektif)
Belajar sikap berarti memperoleh kecendrungan untuk menerima atau menolak suatu obyek,
berdasarkan penilaian terhadap obyek itu sebagai hal yang berharga (sikap positif) dan tidak
berharga (sikap negatif). Sikap merupakan kemampuan internal yang berperan sekali dalam
mengambil tindakan, lebih-lebih bila terbuka berbagai kemungkinan untuk bertindak dan sikap
merupakan sesuatu yang bersifat agak komplek, yang mengandung aspek-aspek yaitu aspek
kognitif, aspek afektif, dan aspek konatif. Aspek terakhir perlu mendapat tekanan karena
kemauan atau kerelaan untuk bertindak, akhirnya menentukan apakah seseorang berbuat
sesuatu sesuai dengan sikap yang dimilikinya
Dalam rangka belajar sikap, pemberian prestasi dalam bentuk-bentuk konkrit, yang dilakukan
berkali-kali menjadi ukuran yang meyakinkan bahwa sikap yang dituju sudah diperoleh. Namun
demikian pemahaman dan pengetahuan mengenai obyek terhadap sikap yang diambil tetap
memegang peranan, demikian pula dengan rasa-rasa yang berkaitan dengan perasaan senang
dan perasaan tidak senang. Perasaan-perasaan juga berfungsi sebagai komponen dalam sikap,
lebih menjamin kestabilan sikap daripada pemahaman dan pengetahuan.
Belajar sikap ini dapat berlangsung dengan cara antara lain :
1. Classical Conditioning yang dikembangkan oleh Ivan Pavlov. Pavlov , dkk. mempelajari
proses pencernaan pada anjing. Selama penelitian mereka memperhatikan perubahan
dan waktu kecepatan pengeluaran air liur. Dalam eksprimen ini Pavlov menunjukkan
bagaimana belajar dapat mempengaruhi yang selama ini disangka refleksif dan tidak
dapat dikendalikan. Alat-alat yang digunakan dalam berbagai eksprimen memperlihatkan
bagaimana Pavlov dkk. dapat mengamati secara teliti dan mengukur respons-respons
subyek dalam eksprimen itu. Penekanan yang diberikan pada observasi dan pengukuran
yang diteliti, dan eksplorasinya secara sistematis tentang berbagai aspek belajar.
2. Operant Conditioning yang dikembangkan oleh B.F. Skinner. Pavlov pada umumnya memusatkan
pada perilaku yang disangkanya ditampilkan oleh stimulus-stimulus khusus. Tetapi Skinner
berpendpat bahwa perilaku-perilaku semacam itu mewakili hanya sebagian kecil dari semua
perilaku-perilaku. Eksprimen Skinner dipusatkan pada penempatan subyek–subyek dalam stuasi
yang terkontrol, dan mengamati perubahan-perubahan dalam perilaku subyek itu yang
dihasilkan dengan mengubah secara sistematis konsekuensi dari perilaku subyek tersebut.
Penggunaan konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan dan tidak menyenangkan untuk
mengubah perilaku disebut operant conditioning.
1. Belajar dari Model. Salah seorang yang dihormati, dikagumi dan dipercaya oleh anak,
menunjukkan tingkah laku tertentu (demonstrasi) . Anakyang menyaksikan tingkah laku
itu akan cendrung untuk menirunya dan berbuat yang sama (imitasi). Anak semakin
cendrung untuk berbuat yang sama, bila model sekaligus mendapat umpan balik dari
orang ketiga yang memuji tindakan itu. Model juga dapat menjelaskan mengapa dia
berbuat begini atau begitu; Tingkah laku dari model itulah yang dapat mencermintkan
suatu sikap, dan dari sikap itulah yang akhirnya diambil alih oleh siswa.
Berdasarkan uraian pendapat di atas, peranan dan wujud dari beberapa fase dalam belajar sikap
yang harus diberikan dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Fase motivasi : berperan dalam rangka belajar menurut pola conditioning skinner
2. Fase konsentrasi : perlu mendapat tekanan dalam rangka belajar dari model.
3. Fase pengolahan : mencernakan penjelasan verbal yang menyertai teladan yang diberikan
oleh model untuk berbuat sesuatu yang disenangi setelah siswa memberikan prestasi
yang tepat.
4. Fase umpan balik : siswa mendapat konfirmasi mengenai perbuatan dan perkataannya
yang mencerminkan suatu sikap positif.
Kondisi-kondisi intern yang berlaku tergantung dari cara belajar sikap manakah yang
sedang berlangsung. Dalam cara belajar sikap menurut pola conditioning Skinner, siswa akan
lebih berusaha memberikan prestasi yang tepat , kalau dia bermotivasi kuat untuk memperoleh
hadiahnya (reinforcement) misalnya melihat seorang teman diperbolehkan melakukan sesuatu
yang menyenangkan. Dalam cara belajar sikap dari model, siswa perlu memperhatikan dengan
seksama, apa yang diperbuat oleh model dan apa efek dari tingkah lakunya, semuanya itu dapat
menjadi penunjang. Dalam rangka fase pengolahan, siswa mungkin harus mencernakan apa yang
dijelaskan secara verbal; ini menuntut kemampuan untuk menangkap makna dari penjelasan itu.
Apakah siswa membutuhkan pemahaman dan pengetahuan untuk belajar sikap tertentu,
tergantung dari sampai seberapa jauh pemahaman dan pengetahuan mutlak diperlukan. Kalau
mutlak diperlukan, pemahaman dan pengetahuan itu menjadi prasyarat. Kalau tidak mutlak
diperlukan, pemahaman dan pengatahuan menjadi penunjang. pemahaman dan pengatahuan
yang mutlak diperlukan belum tentu menjamin keberhasilan dalam bersikap, sehingga perlu
dilengkapi dengan cara-cara lain yang langsung berperanan terhadap aspek afeksi dan konatif
dalam sikap sebagaimana terdapat dalam cara belajar menurut pola conditioning Skinner dan
cara belajar dari model, dan akhirnya siswa perlu mendapat konfirmasi sekaligus berfungsi
sebagai penguatan (reinforcement) terhadap tingkah laku atau sikapnya.
Kondisi-kondisi ekstern menyangkut kejelasan dalam memberikan suatu teladan dalam
rangka belajar dari model dan kejelasan dalam menyampaikan uraian verbal dalam rangka belajar
menurit pola conditioning Skinner. Hal ini dapat menunjang fase konsentrasi dan fase
pengolahan. Berlakunya kondisi ekstern ini dapat berupa konfiguitas waktu dan tempat, biarpun
kondisi ni tidak diatur secara sengaja. Ada kemungkinan cara belajar sikap menurut pola
conditioning Pavlov, menjadi belajar yang disebut belajar tersembunyi, bila diciptakan berupa
konfiguitas waktu dan tempat, misalnya guru dengan sadar bersikap sabar dan ramah supaya
siswa belajar menyenangi mata pelajaran yang dipegang oleh guru itu.
Untuk memperoleh gambaran tentang kawasan tujuan pembelajaran afektif secara utuh, berikut
ini akan dijelaskan setiap tingkat secara berurutan berikut ini :
1) Tingkat menerima (receiving).
Menerima di sini diartikan sebagai proses pembentukan sikap dan perilaku dengan cara
membangkitkan kesadaran tentang adanya stimulus tertentu yang mengandung estetika.
2). Tingkat tanggapan (responding).
Tanggapan atau jawaban (responding) mempunyai beberapa pengertian, antara lain :
a). Tanggapan dilihat dari segi pendidikan diartikan sebagai perilaku baru dari sasaran didik (siswa)
sebagai manifestasi dari pendapatnya yang timbul karena adanya perangsang pada saat ia
belajar.
b). Tanggapan dilihat dari segi psikologi perilaku (behavior psychology) adalah segala perubahan
perilaku organisme yang terjadi atau yang timbul karena adanya rangsangan
3). Tingkat menilai.
Menilai dapat diartikan sebagai :
a). Pengakuan secara obyektif (jujur) bahwa siswa itu obyektif, sistem atau benda
tertentu mempunyai kadar manfaat.
b) Kemauan untuk menerima suatu obyek atau kenyataan setelah seseorang itu sadar
bahwa obyek tersebut mempunyai nilai atau kekuatan, dengan cara menyatakan
dalam bentuk sikap atau perilaku positif atau negatif.
4). Tingkat organisasi (organization)
Organisasi dapat diartikan sebagai :
a) Proses konseptualisasi nilai-nilai dan menyusun hubungan antar nilai-nilai
tersebut, kemudian memilih nilai-nilai yang terbaik untuk diterapkan.
b). Kemungkinan untuk mengorganisasikan nilai-nilai, menentukan hubungan antar
nilai dan menerima bahwa suatu nilai itu lebih dominan dibanding nilai yang lain
apabila kepadanya diberikan berbagai nilai.
5) Tingkat karakterisasi (characterization)
Karakterisasi adalah sikap dan perbuatan yang secara konsisten dilakukan oleh seseorang
selaras dengan nilai-nilai yang dapat diterimanya, sehingga sikap dan perbuatan itu seolah-olah
telah menjadi ciri-ciri pelakunya.
Berdasarkan pada kelima tingkatan yang dirumuskan oleh Bloom dan Krathwool tersebut di atas,
maka Romiszowski dalam bukunya Producing Instruction System (1984), mengelompokkan aspek
afektif tersebut menjadi dua tipe perilaku yang berbeda. :
a). Reflek yang terkondisi, yaitu reaksi kepada stimuli khusus tertentu yang dilakukan secara spontan
tanpa direncanakan lebih dahulu tujuan reaksinya.
b) Sukarela (voluntary) adalah aksi dan reaksi yang terencana untuk mengarahkan ke tujuan tertentu
dengan cara membiasakan dengan latihan-latihan untuk mengontrol diri.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu 1999. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.

Asmiyanto, Taufik. 2008. Menggagas Pembelajaran Aktif, http://Bloom Internet.htm


Bloom, Gardner, and Gagne, 2008. How learning occuors in the classroom, Geneva Baker,
Nothern Arizona University. http://Baker Theorist Paper.htm
Examination Project, 2008. A constructivist learning event following Gagne’s steps of
instructional design. http://counstructivist-Gagne1.htm
Matt Jarvis. 2007. Teori-Teori Psikologi. Bandung: Nusa Media & Nuansa
Roestiyah. 1989. Masalah-masalah Ilmu Keguruan. Jakart: Bina Aksara.

Sudrajat, Akhmad. 2008. Teori-Teori Belajar, http://Bloom Internet.


W. S Wingkel, 2005. Psikologi pengajaran. Jakarta: Gramedia

Wikipedia Bahasa Indonesia, 2008. Taksonomi Bloom. http://Bloom Internet.

Anda mungkin juga menyukai