Anda di halaman 1dari 11

PENGAMATAN VIRUS DENGAN METODE PLAQUE

Nama : Hastya Tri Andini


NIM : B1A017081
Rombongan : II
Kelompok :2
Asisten : Azma Nurizqi Isnasari

LAPORAN PRAKTIKUM VIROLOGI

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2019
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Virus adalah satu set dari satu atau lebih molekul genom berupa asam
nukleat (RNA atau DNA), yang dibungkus oleh selubung berupa protein dan
hanya dapat memperbanyak diri dalam sel inang. Virus didefinisikan organisme
aseluler yang mempunyai genom yang hanya bereplikasi dalam sel inang dengan
menggunakan perangkat metabolisme sel inang untuk membentuk seluruh
komponen virus (Pelczar & Chan, 2008). Virus adalah partikel nukleoprotein yang
berukuran sub mikroskopis, memperbanyak diri dalam jaringan sel hidup, dan
mempunyai kemampuan menyebabkan penyakit pada makhluk hidup
(Hanandyo et al., 2013). Virus merupakan mahluk peralihan antara benda mati
dan benda hidup. Disebut benda mati karena dapat dikristalkan, tidak mempunyai
protoplasma atau aseluler, dan di alam bebas virus mengalami dormansi atau
istirahat.
Bakteriofag adalah virus yang sel inangnya berupa sel bakteri, contohnya
virus bakteri E. coli. Sebagian besar bakteriofag mempunyai asam nukleat double-
stranded DNA (dsDNA), akan tetapi ada juga yang asam nukleatnya berupa
single-stranded DNA (ssDNA) dan virus RNA (Atlas, 1997). Bakteriofag
memiliki kapsid yang berbentuk polyhedral dan diselubungi oleh protein.
Bakteriofag juga memiliki ekor seperti benang, tersusun atas protein, yang dapat
mengenali reseptor pada sel inang pada saat tahap pelakatan (Haq et al., 2012).
Contoh dari bakteriofag antara lain virus T4, T3, T2, M13, X174 dan masih
banyak lagi. Struktur bakteriofag terdiri atas bagian kepala dan ekor. Kepala
bakteriofag berbentuk icosahedron. Pada bagian kepala terdapat kapsid yang
melingkupi materi genetik didalamnya. Kapsid terdiri atas protein penyusunnya.
Sedangkan di ekor, bagian – bagiannya yakni tail-spike dan fiber tail (Black &
Venigalla, 2012).
Menurut Putra & Kurniawati (2012), daur hidup yang terjadi pada virus
ketika menginfeksi organisme lain (contohnya adalah E.coli), yaitu sebagai
berikut:
A. Daur Litik
Disebut daur litik karena ketika pada fase pembebasan membran
plasma bakteri akan lisis/pecah, berikut ini fase-fase pada daur litik sebagai
berikut:
a. Fase adsoprsi
Fase ini adalah fase melekatnya virus pada membran plasma bakteri dan
fase virus merusak membran plasma bakteri dengan enzim lisozim yang
dipunyanya. Kemudian setelah membran tersebut terhidrolisis/rusak barulah
virus memasukan DNA/RNAnya kedalam tubuh inang.
b. Fase sintesis
Fase dimana terjadinya membentukan DNA/RNA baru virus oleh DNA dan
RNA bakteri, dimana terjadinya pembentukan selubung protein/kapsid dan
perakitan faga-faga baru
c. Fase pembebasan
Setelah sejumlah fag-fag baru terbentuk kemudian membran plasma bakteri
pecah dan virus-virus tersebut keluar kemudian berpencar dan menginfeksi
organisme lainya.
B. Daur Lisogenik
Pada daur ini membran plasma tidak mengalami lisis,tetapi setelah daur
ini selesai dilanjutkan lagi ke daur litik. Daur ini terdapat beberapa fase yaitu:
a. Fase Adsorpsi
Pada fase ini terjadi pelekatan virus pada membran plasma bakteri. Fase
pemasukan DNA/RNA virus pada bakteri.
b. Fase Penggabungan
Pada fase ini DNA/RNA virus bergabung dengan DNA dan RNA bakteri
c. Fase Replikasi
Pada fase ini terjadi pembentukan kapsid/selubung protein virus.
Setelah fase replikasi diatas berarti daur lisogenik telah selesai kemudian
dilanjutkan ke fase-fase yang terdapat pada daur litik seperti: fase Perakitan
dan fase pembebasan (fase ini adalah fase lisisnya membran bakteri dan
keluarnya faga baru yang telah terbentuk ke udara) (Deri, 2008).
Plaque merupakan “jendela” pada lapisan sel inang yang hidup menyebar
pada permukaan media agar. Plaque dapat dilihat apabila partikel virus
(bakteriofage) dicampur dengan lapisan tipis inang bakteri yang ditumbuhakan
dalam media agar. Sel-sel yang terinfeksi menghasilkan zona jernih yang
mengindikasikan bakteri yang lisis oleh agen virus. Setiap plaque merupakan
hasil infeksi dari satu sel per satu virus diikuti oleh replikasi dan penyebaran virus
tersebut. Kelebihan metode plaque ini yaitu lebih mudah dan sederhana yaitu
dengan melihat zona jernih dari biakan bakteri yang ditumbuhkan. Zona jernih
tersebut diakibatkan lisisnya bakteri akibat virus. Kekurangannya yaitu
penghitungan jumlah virus yang menginfeksi tidak spesifik dikarenakan satu zona
jernih dianggap sebagai satu virus (Suryati, 2007).

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya virus yang
melisiskan sel bakteri. Yang terlihat dari zona jernih atau adanya Plaque yang
terbentuk di dalam media Luria Bertani yang telah diinokulasi sampel dan bakteri
E.coli.
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Alat yang digunakan pada acara praktikum ini adalah drugalsky, pembakar
spirtus, korek api, wrapping, pipet ukur 1 ml, filler, botol steril, mikropipet, tip,
eppendorf, syringe, filter 0,45µm, tabung reaksi, cawan petri, labu erlenmeyer,
sentrifugator, dan inkubator.
Bahan yang digunakan pada acara praktikum ini adalah media Luria Bertani
semi solid, alkohol, Escherichia coli, Phospat Buffer Saline (PBS), dan sampel
kotoran ternak

B. Cara Kerja

1. Pengkayaan Bakteriofag
a. Sampel kotoran sapi 1 gr dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml
akuades untuk pengenceran.
b. Sampel dari setiap kelompok dalam satu rombongan dimasukkan masing
-masing 10 ml dan medium Luria Bertani (LB) 100 ml ke dalam labu
erlenmeyer.
c. Isolat E. coli 10 ml dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dan disebut
sebagai konsorsium.
d. Diinkubasi selama 2 x 24 jam dengan suhu 37ºC.
2. Isolasi Bakteriofag
a. Sampel konsorsium dimasukkan ke dalam tube eppendorf masing masing 1
ml, disentrifugasi 2000 rpm selama 5 menit.
b. Disaring supernatan menggunakan filter 0,45µm ke botol steril sebagai
filtrat bakteriofag.
3. Inokulasi Bakteriofag
a. Filtrat diencerkan hingga pengenceran 10-3 dengan Phosphate Buffer Saline
(tiap pengenceran 0,9 ml).
b. Sebanyak 0,1 ml hasil pengenceran 10-2 dan 10-3 diplatting secara pour plate
dengan media Luria Bertani (LB).
c. Hasil platting diinkubasi selama 2x24 jam pada suhu 37oC.
d. Hasil yang didapatkan kemudian diamati plaque yang terbentuk di dalam
media LB.
e. Jumlah plaque dihitung dan dimasukkan ke dalam rumus
ϵPlaque
Plaque/ml = PFU’s/ml
Pengenceran x Volume
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel Pengamatan Jumlah Plaque Rombongan I dan II


Kelompok/rombonga Pengenceran
n 10ˉ² 10ˉ³
1/II 3,34 x 10³ 3,38 x 10³
2/II 24 x 10³ 60 x 10⁴
3/II 0 4,3 x 10³
4/II 7 x 10³ 1,16 x 10³
5/II 0 0,167 x 10³
1/I 5,7 x 10³ 2 x 10⁴
2/I 0,43 x 10⁴ 12,5 x 10⁴
3/I 8 x 10³ 2,67 x 10³

Berdasarkan tabel pengamatan Plaque rombongan I dan II. Rombongan I


kelompok 1 didapatkan hasil positif pada pengenceran 10-2= 5,4 x 103 dan 10-3= 2 x
104, kelompok 2 positif pada pengenceran 10-2 = 0,43 x 104 dan 10-3 = 12,5 x 104 dan
kelompok 3 pada pengenceran 10-2 = 8 x 10³ dan 10-3 =2,67 x 10³. Rombongan II
kelompok 1 didapatkan hasil positif pada pengenceran 10-2= 3,34 x 103 dan 10-3= 3,38
x 103, kelompok 2 positif pada pengenceran 10-2 = 24 x 103 dan 10-3 = 60 x 104 dan
kelompok 3 pada pengenceran 10-3 = 4,3 x 10³, kelompok 4 positif pada pengenceran
10-2 = 7 x 103 dan 10-3 = 1,16 x 104 dan kelompok 5 pada pengenceran 10-3 = 0,167 x
10³. Sampel yang digunakan pada praktikum kali ini adalah kotoran sapi yang
diindikasikan memiliki kandungan bakteri Escherichia coli. Escherichia coli
merupakan bakteri coliform yang sering ditemukan pada tinja atau ait tercemar. Hal
ini dikarenakan pada umumnya bakteri tumbuh dengan baik dalam kondisi
lingkungan yang tercemar (Aryulina, 2009). Hasil praktikum yang telah dilaksanakan
oleh kelompok 2 rombongan II ada yang menunjukkan hasil hasil positif. Interpretasi
hasil positif ditandai dengan terbentuknya zona jernih pada media dengan bulat
penuh. Plaque terbentuk akibat lisisnya sel bakteri oleh bakteriofag. Semakin
banyak plaque terbentuk, maka jumlah bakteriofag dalam sampel tersebut semakin
banyak pula. Tidak adanya plaque yang terbentuk menunjukkan hasil yang negatif,
dengan kata lain tidak terdapat sel bakteri yang lisis akibat terinfeksi bakteriofag. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Yamada et al., (2012) bahwa bakteriofag T4
diperkirakan berada di tempat – tempat yang terdapat feses atau kotoran seperti
kotoran ternak, septictank, dan air comberan/aliran sungai yang kotor. Setelah sampel
didapat, formulasi larutan aktif berbasis bakteriofag dilakukan untuk mendapatkan
sebuah larutan siap pakai, praktis, dan efektif untuk dipergunakan dalam proses
deteksi bakteri target.

Gambar 1. Hasil Plaque Gambar 2. Hasil Plaque


Pengenceran 10-3 Pengenceran 10-2
Hasil pengamatan plaque yang ditunjukkan Gambar 1 dan 2 menunjukkan
hasil positif. Hal ini menjelaskan bahwa hasil positif ditandakan dengan adanya zona
jernih atau plaque pada media. Plaque yang dihasilkan diakibatkan karena adanya sel
– sel bakteri yang mati akibat bakteriofag. Adanya hasil positif dan negatif dapat
dikarenakan faktor lingkungan dan perlakuan yang berbeda serta karena
pertumbuhan koloni yang terlalu cepat sehingga tidak terlihat plaque. Hal ini dapat
dikuatkan dengan pernyataan Buana & Wardani (2014), yakni sampel dengan bakteri
inang yang teramati memiliki plaque dapat dipastikan positif memiliki bakteriofag.
Semakin banyak jumlah plaque yang teramati, maka semakin tinggi pula konsentrasi
bakteriofag di dalam sampel. Plaque dapat terbentuk pada sampel diakibatkan
keberadaan bakteriofag yang tinggi. Plaque terbentuk akibat difusi keluar oleh virion
yang berkembang akibat infeksi bakteri.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa metode plaque


merupakan metode yang umum dalam melihat kuantitas infeksi virus dan substansi
antivirus. Hasil dari praktikum Pengamatan Virus pada Bakteri dengan Metode
Plaque yang telah dilakukan pada rombongan I dan II, menunjukkan hasil yang
positif pada semua kelompok. Hasil yang didapat oleh kelompok 2 rombongan II
adalah 10-2 = 24 x 103 dan 10-3 = 60 x 104. Hasil positif ditandakan dengan adanya
zona jernih atau plaque pada media.

B. Saran

Praktikan harus lebih berhati hati saat melakukan pipeting volume harus
sesuai agar hasil yang didapatkan lebih baik dan teliti menghitung zona jernihnya.
DAFTAR REFERENSI

Aryulina, D., 2009. Biologi 1. Jakarta: Esis.


Atlas, R. M., 1997. Principles of Microbiology. London : WMC Brown.
Black, L.W. & Venigalla, B. R., 2012. Structure, Assembly, and DNA Packaging of
the Bacteriophage T4 Head. Elsevier Inc. 82(2). pp 119-153.
Buana, E. O. G. H. N. & Wardani, A. K., 2014. Isolasi Bakteriofag Litik Sebagai
Agen Biosanitasi Pada Proses Pelisisan Bakteri Pembentuk Biofilm. Jurnal
Pangan dan Agroindustri. 2 (2) pp : 36 - 42.
Deri, A., 2008. Jenis atau Macam Daur Infeksi Virus (Litik dan Lisogenik).
Jakarta: Erlangga
Hanadyo, R., Hadiastono, T., & Martosudiro, M., 2013. Pengaruh Pemberian Pupuk
Daun Cair Terhadap Intensitas Serangan Tobacco Mosaic Virus (TMV),
Pertumbuhan, dan Produksi Tanaman Tembakau (Nicotiana tabacum L.).
Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan, 1(2), pp. 28-35.

Haq, A., Irshad, U.l., W.N. Chaudhry, M.N. Akhtar., S. Andleeb, & Qadri, I., 2012.
and Their Implications on Future Biotechnology: A Review. Virology
Journal. 9 (9) pp : 1-12.
Pelczar, M. J., & Chan, E. C. S., 2008. Dasar-dasar mikrobiologi. Depok: UI Press.

Putra, B.E. & Karuniawati, A., 2012. Bakteriofag sebagai Potensi Baru Tata Laksana
Infeksi Bakteri Resisten. J Indon Med Assoc. 62(3). pp 113-117.
Suryati., 2007. Prosedur Diagnostik dengan Metode Klasik dan Metode Molekuler.
Bandung : Institut Teknologi Bandung.
Yamada, T., Addy, H. S., Askora, A., Kawasaki, T., & Fujie M. 2012. Utilization of
filamentous phage φRSM3 to control bacterial wilt caused by Ralstonia
solanacearum. Plant Dis., 96(8), pp. 1204-1209
.
Tugas portofolio
1. jelaskan siklus lisis
Disebut daur litik karena ketika pada fase pembebasan membran plasma
bakteri akan lisis/pecah, berikut ini fase-fase pada daur litik sebagai berikut:
 Fase adsoprsi
Fase ini adalah fase melekatnya virus pada membran plasma bakteri dan fase
virus merusak membran plasma bakteri dengan enzim lisozim yang
dipunyanya. Kemudian setelah membran tersebut terhidrolisis/rusak barulah
virus memasukan DNA/RNAnya kedalam tubuh inang.
 Fase sintesis
Fase dimana terjadinya membentukan DNA/RNA baru virus oleh DNA dan
RNA bakteri, dimana terjadinya pembentukan selubung protein/kapsid dan
perakitan faga-faga baru
 Fase pembebasan
Setelah sejumlah fag-fag baru terbentuk kemudian membran plasma bakteri
pecah dan virus-virus tersebut keluar kemudian berpencar dan menginfeksi
organisme lainya.

Anda mungkin juga menyukai