Anda di halaman 1dari 22

A.

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai
dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan
normal, sedangkan darah bertugas untuk membawa oksigen di dalam tubuh. Anemia pada
umumnya terjadi di seluruh dunia, terutama di Negara berkembang (developing
countries) dan pada kelompok sosio-ekonomi rendah. Komsumsi zat besi dari makanan
sering lebih rendah dari dua pertiga kecukupan konsumsi zat besi yabg dianjurkan, dan
susunan menu makanan yang dikonsumsi tergolong pada tipe makanan yabg rendah
absorbs zat besinya.
Kadar hemoglobin normal umumnya berbeda pada laki-laki dan perempuan. Untuk
pria, anemia di defenisikan sebagai kadar hemoglobin kurang dari 13,5 gr% dan pada
wanita sebagai hemoglobin kurang dari 12,0 gr%.
Meskipun anemia dapat disebabkan berbagai sebab berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, namun diketahui bahwa sebagian besar anemia di Indonesia terjadi karena
kekurangan zat besi yang merupakan mineral pembentuk hemoglobin.
Di Indonesia, anemia gizi masih merupakan salah satu masalah kesehatan disamping
masalah-masalah gizi yang lainnya, yaitu kurang kalori protein, defisiensi vitamin A, dan
gondok endemic.
Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa jumlah penderita
anemia secara global mencapai 2,3 miliar orang. Prevalensi tertinggi tercatat di Asia dan
Frika, yaitu 85%. Sebagian besar penderitanya adalah wanita dan anak-anak. Di Asia
Tenggara sendiri, ada 202 juta wanita yang terkena anemia.
Di antara negara-negara Asia Tenggara, Indonesia tercatat sebagai salah satu negara
yang jumlah penderita aneemianya cukup banyak. Menurut data dari Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2013, jumlah penderita anemia di Indonesia terdiri dari 26,4%
pada anak-anak, 12,4% laki-laki usia 13-18 tahun, 16,6% laki-laki di atas 15 tahun,
22,7% perempuan usia 13-18 tahun, 22,7% wanita usia 15,49 tahun, dan 37,1% ibu
hamil.
Tingginya angka tersebut pun cukup mengkhawatirkan. Pasalnya, anemia merupakan
masalah kesehatan yang dapat menurunkan kualitas hidup.
Semakin tingginya kasus anemia, maka pasien anemia perlu dilakukan asuhan
keperawatan dengan tepat. Peran perawat sangat penting dalam merawat pasien anemia
antara lain sebagai pemberi pelayanan kesehatan, pendidikan, pemberi asuhan
keperawatan, pembaharuan, perorganisasian pelayanan kesehatan yang khususnya adalah
sebagai pemberi asuhan keperawatan.
Dari latar belakang di atas penulis bermaksud untuk melakukan asuhan keperawatan
secara tepat pada pasien luka bakar.

2. Tujuan.
a. Tujuan Umum
Mampu mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien luka bakar.
b. Tujuan Khusus
1). Mampu mendeskripsikan konsep dasar luka bakar.
2). Mampu mendeskripsikan pengkajian pasien luka bakar.
3). Mampu mendeskripsikan diagnose keperawatan pasien luka bakar.
4). Mampu mendeskripsikan implementasi keperawatan pasien luka bakar.
5). Mampu mendeskripsikan evaluasi terhadap tindakan keperawatan pasien luka bakar.

3. Manfaat.
1. Bagi penulis
Dapat melaksanakan dan memperdalam keterampilan asuhan keperawatan pada pasien
dengan kasus luka bakar.
2. Bagi institusi pendidikan
Dapat digunakan sebagai pustaka dan bahan pertimbangan dalam menyusun materi
pembelajaran tentang ilmu keperawatan khususnya asuhan keperwatan pada luka
bakar.
3. Bagi rumah sakit
Dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan asuhan keperwatan khususnya pada
pasien luka bakar.
4. Bagi perawat
Agar mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien penderita luka bakar
dengan benar.
5. Bagi pasien dan keluarga
Agar pasien dan keluarga mendapat kepastian tentang penyakit luka bakar dan cara
perwatan luka bakar dengan benar.

B. TINJAUAN TEORI
1. Konsep medis
a. Definisi
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber air panas seperti api, air Panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi.
(Smeltzer, suzanna, 2002)
Cara menghitung luas luka bakar berdasarkan rule of nine:
- Pada orang dewasa
 Kepala & leher : 9%
 Dada depan dan perut : 18%
 Punggung atas & bawah : 18%
 Tangan kanan depan & belakang : 18%
 Tangan kiri depan & belakang : 18%
 kaki kanan depan & belakang : 18%
 kaki kiri depan & belakang : 18%
 Genital : 1%
- Pada bayi dan anak-anak
 Kepala & leher : 21%
 Dada depan dan perut : 13%
 Punggung atas & bawah : 13%
 Tangan kanan depan & belakang : 10%
 Tangan kiri depan & belakang : 10%
 kaki kanan depan & belakang : 13,5%
 kaki kiri depan & belakang : 13,5%
 pantat : 5%
 Genital : 1%
b. Etiologi
Disebabkan oleh perpindahan energy dari sumber panas ke tubuh melalui
konduksi atau radiasi elektromagnetik.
Luka bakar dapat disebabkan oleh:
1. Luka bakar karena api
2. Luka bakar karena air panas
3. Luka bakar karena bahan kimia
4. Luka bakar karena listrik
5. Luka bakar karena radiasi
6. Luka bakar karena suhu rendah (frost bite) kondisi jaringan tubuh membeku
dan rusak oleh paparan suh rendah
Berdasarkan perjalanan penyakitnya luka bakar dibagi menjadi 3 fase, yaitu:
1. Fase akut
Pada fase ini problema yang ada berkisar pada gangguan saluran napas karena
adanya cedera inhalasi dan gangguan sirkulasi. Pada fase ini terjadi gangguan
keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termis bersifat
sistemik.
2. Fase sub akut
Fase ini berlangsung setelah shock berakhir. Luka terbuka akibat kerusakan
jaringan (kulit dan jaringan dibawahnya) menimbulkan masalah inflamasi,
sepsis dan penguapan cairan tubuh disertai panas/energy.
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi maturasi.
Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit dari luka bakar berupa parut
hipertrofik, kontraktur, dan deformitas lainnya.

c. Patofisiologi
Luka bakar suhu pada tubuh terjadi baik karena kondisi panas langsung atau
radiasi elektromagnetik. Sel-sel dapat menahan sampai 44°C tanpa kerusakan
bermakna. Kecepatan kerusakan jaringan berlipat ganda untuk tiap derajat kenaikan
temperature. Saraf dan pembuluh darah merupakan struktur yang kurang tahan
dengan konduksi panas. Kerusakan pembuluh darah ini mengakibatkan cairan
intravaskuler keluar dari lumen pembuluh darah, dalam hal ini bukan hanya cairan
tetapi protein plasma dan elktrolit. Pada luka bakar kestensif dengan perubahan
permeabilitas yang hampir menyeluruh, penimbungan jaringan massif di intersitial
menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan intravaskuler mengalami deficit,
timbul ketidkmampuan menyelanggarakan transportasi ke jaringan, kondisi ini
dikenal dengan syok (Moenajat, 2001).
Luka bakar juga dapat menyebabkan kematian yang disebabkan oleh kegagalan
organ multi sistem. Awal mula terjadi kegagalan organ multi sistem yaitu terjadinya
kerusakan kulit yang mengakibatkan peningkatan pembuluh darah kapiler
peningkatan ekstrafasasi cairan (H2O, elektrolit dan protein), sehingga
mengakibatkan tekanan onkotik dan tekanan cairan intraseluler menurun, apabila hal
ini terjadi terus menerus dapat mengakibatkan hipopolemik dan hemokonsentrasi
yang mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi jaringan. Apabila sudah terjadi
gangguan perkusi jaringan maka akan mengakibatkan gangguan sirkulasi makro
yang menyuplai sirkulasi orang organ organ penting seperti : otak, kardiovaskuler,
hepar, traktus gastrointestinal dan neurologi yang dapat mengakibatkan kegagalan
organ multi system.

d. Manifestasi klinik
1. Berdasarkan kedalaman luka bakar
a) Luka bakar derajat I
- Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
- Kulit kering, hiperemi berupa eritema
- Tidal dijumpai bulae
- Nyeri karena uung-ujung saraf teriritasi
- Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari
b) Luka bakar derajat II
- Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi
disertai proses eksudasi
- Dijumpai bulae
- Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi
- Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas kulit
normal
c) Luka bakar derajat III
- Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih dalam
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea
mengalami kerusakan
- Tidak dijumpai bulae
- Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. karena kering letaknya lebih
rendah dari disbanding kulit sekitar
- Terjadi koagulasi proteinpada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai
eskar
- Tidak dijumpai rasa nyeri, hilang sensasi oleh karena ujung-ujung saraf
sensorik mengalami kerusakan atau kematian
- Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelisasi spontan dari
luka
2. Berdasarkan tingkat keseriusan luka
American burn association menggolongkan luka bakar menjadi 3 kategori:
a) Luka bakar mayor
- Luka bakar dengan luas >25% pada orang dewasa dan lebih dari 20% pada
anak-anak
- Luka bakar fullthickness >20%
- Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum
- Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan derajat
dan luasnya luka bakar
- Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi
b) Luka bakar moderat
- Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada anak-
anak
- Luka bakar fullthickness <10%
- Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan
perineum
c) Luka bakar minor
Luka bakar minor seperti yang didefenisikan oleh Trofino (1991) dan Griglak
(1992) adalah:
- Luka bakar dengan < 15% pada orang dewasa dan <10% pada anak-anak
- Luka bakarfullthickness <2%
- Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan, dan kaki
- Luka tidak sirkumfer
- Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur

e. Komplikasi
- Bukas luka, kondisi ini bias disebabkan oleh pertumbuhan jaringan parut yang
berlebihan akibat luka bakar
- Hipotermia, kondisi yang berbahya ini terjadi ketika suhu tubuh menjadi sangat
rendah akibat luka bakar
- Gangguan bergerak, hal ini bisa terjadi ketika luka luka bakar membuat jaringan
tubuh, seperti kulit atau otot menjadi lebih pendek dan kencang
- Infeksi, infeksi kulit akibat luka bkar dapat berkembang menjadi infeksi infeksi
dalam aliran darah, hingga sepsis
- Gangguan pernapasan, kondisi ini dapat terjadi jika penderita menghirup udara
atau asap saat kebakaran
- Kehilangan banyak cairan tubuh, kondisi ini dapat menimbulkan kurangnya
cairan dalam pembulah darah dan menurunkan tekanan darah

f. Pemeriksaan diagnostic
1. Laboratorium : Hb, Ht, leucosit, thrombosit, gula darah, elektrolit, kreatinin,
ureum, protein, albumin, hapusan luka, urine lengkap, AGD (bila diperlukan)
2. Rontgen : foto thorax, dan lan-lain
3. EKG
4. CVP : untuk mengetahui tekanan vena sentral, diperlkan pada luka bakar >30%
dewasa dan >20% pada anak

g. Penatalaksanaan
- Pertolongan pertama
1. Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh, misalnya dengan
menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk menghentikan pasokan
oksigen pada api yang menyala
2. Singkirkan baju, perhiasandan benda-benda lan yangmembuat efek torniket,
karena jaringan jaringan yang terkena luka bakar akan segera udem
3. Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka bakar dalam air
ataumenyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya lima belas
menit. Akan tetapi, cara ini tidak tepat dipakai untuk luka bakar yang lebih luas
karena bahaya terjadinya hipotermi. Es tidak seharusnya diberikan langsung
pada luka bakar apapun.
- Resusitasi cairan
- Penggantian darah
- Perawatan luka bakar
- Nutrisi
- antibiotik
- control rasa sakit
h. Pathway

Bahan kimia Termis Radiasi Listrik petir

LUKA BAKAR

 Gangguan citra tubuh


 Defisiensi
Biologis Psikologis
pengetahuan
 Ansietas

Pada wajah Di ruang tertutup Kerusakan kulit

Kerusakan mukosa Keracunan gas


penguapan

CO mengikat gas  Resiko infeksi


Eoedema laring  Nyeri akut
Peningkatan
 Kerusakan integritas
pembuluh darah
Obstruksi jalan nafas HB tidak mampu kulit
mengikat O2
Ekstravasasi cairan
Gagal nafas
Hipoksia otak

Tekanan onkotik
 Pola nafas tidak efektif menurun

Cairan intravaskuler Hipovolemik &


menurun hemokonsentrasi

 Kekurangan volume
cairan
 Resiko ketidakefektifan
perfusi jaringan ke otak
2. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
 Data umum
1) Identitas klien
Nama : Tn. A
Tempat/tanggal lahir : Makassar, 02-08-1955
Umur : 64 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Tidak ada
Suku : bugis
Alamat : jl.flanboyan
Telp. :-
Golongan darah :-
Tgl masuk RS : 05-03-2019
Sumber info : istri pasien

 Alasan Masuk Rumah Sakit/Keluhan utama


Pada tanggal 05 bulan 03 2019, pasien Tn. A masuk ugd dengan keluhan merasa
lemah, penglihatan menjadi hitam jika berdiri, mudah lelah.
Keluhan utama : perasaan lemah / kelemahan.
 Pengkajian Fisik
1) Keadaan Umum
- Vital Sign: TD = 100/60 mmHg
N = 79x/m
Rr = 24x/m
S = 36°c
- Tingkat Kesadaran: Composmentis
- Nilai GCS 15
2) Head to toe
Kepala : bentuk kepala bulat, simetris, hidrocepalu (-), luka (-), darah (-),
rambut beruban, rambut kotor
Mata : konjungtiva anemis, sclera anikterik, reflek cahaya +/+
Telinga : telinga simetris kiri dan kanan, peradangan (-), perdarahan (-), kotoran
(+)
Hidung : hidung simetris, lubang hidung lengkap, perdarahan (-), kotoran (-),
pembengkakan (-)
Mulut : bibir pucat, simetris, radang mukosa (-)perdarahan (-), lidah kotor,
Leher : bentuk leher simetris, peradangan (-), jaringan parut (-),
pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran vena jugularis (-)
Toraks & paru : normal chest, bentuk dada simetris, retraksi intercosta (+),
pernapasan cuping hidung (-), batuk produktif, suara napas mengi, Rr:
24x/m
Abdomen : abdomen datar, benjolan (-), nyeri (-), bunyi perkusi timpani
Genetalia : rambut pubis lebat, jumlah skrotum 2, ulkus (-), jaringan parut (-),
benjolan (-), peradangan (-), nyeri tekan (-),
Ekstermitas : simetris kiri dan kanan, teraba hangat, udem (-), luka (-), turgor kulit
elastis

b. Diagnosis keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas b/d sindrom hipoventilasi, penurunan transfer oksigen
ke paru
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d penurunan konsentrasi Hb dan darah,
suplai oksigen berkurang
3. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik
4. Resiko infeksi b/d penurunan hemoglobin
5. Intoleransi aktifitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
6. Nyeri akut b/d agen cedera biologis
7. Keletihan b/d kondisi fisiologis (anemia)
c. Intervensi
1. Pola napas tidak efektif b/d sindrom hipoventilasi, penurunan transfer oksigen ke
paru
a) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
b) Monitor status oksigen pasien
c) Monitor pola pernapasan abnormal
d) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
e) Pertahankan jalan napas yang paten
f) Berikan terapi oksigen bila diperlukan
g) Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d penurunan konsentrasi Hb dan darah,
suplai oksigen berkurang
a) Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul
b) Monitor kemampuan BAB
c) Monitor adanya tromboplebitis
d) Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lesi atau laserasi
e) Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi
3. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik
a) Monitor kemampuan pasien untuk perawatan diri yang mandiri
b) Monitor kebutuhan pasien untuk alat-alat bantu kebersihan diri, berpakaian,
berhias, toileting dan makan
c) Beri aktivitas rutin sehari-hari sesuai kemampuannya
d) Dorong pasien untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika pasien
tidak mampu untuk melakukannya
e) Sediakan bantuan sampai pasien mampu secara utuh untuk melakukan
perawatn diri
f) Ajarkan pasien / keluarga pasien untuk mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya
4. Resiko infeksi d/d penurunan hemoglobin
a) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
b) Batasi jumlah pengunjung
c) Cuci tangan tiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
d) Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko tinggi
e) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
f) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
g) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
h) Anjurkan meningkatkan asupan cairan
5. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
a) Identifikasi deficit tingkat aktivitas
b) Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
c) Fasilitasi focus pada kemampuan, bukan deficit yang dialami
d) Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis. ambulasi, mobilitas)
e) Libatkan keluarga dalam aktivitas
f) Anjurkan keluarga untuk member penguatan positive atas partisipasi dalam
aktivitas
6. Nyeri akut b/d agen cedera biologis
a) Kaji tingkat nyeri
b) Kaji TTV
c) Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
d) Ajarkan teknhik relaksasi napas dalam
e) Evaluasi keefektifan dari tindakan pengontrolan nyeri yang digunakan selama
pengkajian
7. Keletihan b/d kondisi fisiologis (anemia)
- Manajemen energi
a) Monitor kelelahan fisik dan emosional
b) Monitor pola dan jam tidur
c) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
d) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya, suara,
kunjungan)
e) Anjurkan tirah baring
f) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
- Edukasi aktivitas / istirahat
a) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
b) Berikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk bertanya
c) Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan istirahat (mis. kelelahan, sesak napas
saat aktivitas)
d. Implementasi
1. Ketidakefektifan pola napas b/d sindrom hipoventilasi, penurunan transfer oksigen
ke paru
a) Monitor status oksigen pasien
b) Monitor pola pernapasan abnormal
c) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
d) Pertahankan jalan napas yang paten
e) Berikan terapi oksigen bila diperlukan
f) Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d penurunan konsentrasi Hb dan darah,
suplai oksigen berkurang
a) Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul
b) Monitor kemampuan BAB
c) Monitor adanya tromboplebitis
d) Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lesi atau laserasi
e) Diskusikan mengenai penyebab perubahan sensasi
3. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik
a) Monitor kemampuan pasien untuk perawatan diri yang mandiri
b) Monitor krbutuhan pasien untuk alat-alat bantu kebersihan diri, berpakaian,
berhias, toileting dan makan
c) Beri aktivitas rutin sehari-hari sesuai kemampuannya
d) Sediakan bantuan sampai pasien mampu secara utuh untuk melakukan
perawatn diri
e) Ajarkan pasien / keluarga pasien untuk mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya
4. Resiko infeksi b/d penurunan hemoglobin
a) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
b) Batasi jumlah pengunjung
c) Cuci tangan tiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
d) Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko tinggi
e) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
f) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
g) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
h) Anjurkan meningkatkan asupan cairan
5. Intoleransi aktifitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
a) Identifikasi deficit tingkat aktivitas
b) Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas tertentu
c) Fasilitasi focus pada kemampuan, bukan deficit yang dialami
d) Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis. ambulasi, mobilitas)
e) Libatkan keluarga dalam aktivitas
f) Anjurkan keluarga untuk member penguatan positive atas partisipasi dalam
aktivitas
6. Nyeri akut b/d agen cedera biologis
a) Kaji tingkat nyeri
b) Kaji TTV
c) Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
d) Ajarkan teknhik relaksasi napas dalam
e) Evaluasi keefektifan dari tindakan pengontrolan nyeri yang digunakan selama
pengkajian
7. Keletihan b/d kondisi fisiologis (anemia)
- Manajemen energi
a) Monitor kelelahan fisik dan emosional
b) Monitor pola dan jam tidur
c) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
d) Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya, suara,
kunjungan)
e) Anjurkan tirah baring
f) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
- Edukasi aktivitas / istirahat
a) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
b) Berikan kesempatan kepada pasien dan keluarga untuk bertanya
c) Ajarkan cara mengidentifikasi kebutuhan istirahat (mis. kelelahan, sesak napas
saat aktivitas)
e. Evaluasi
1. Ketidakefektifan pola napas b/d sindrom hipoventilasi, penurunan transfer oksigen
ke paru
Evaluasi intervensi : setelah diberikan pemasangan o2, pasien merasa sesak
berkurang
2. Ketikefektifan perfusi jaringan perifer b/d penurunan konsentrasi Hb dan darah,
suplai oksigen berkurang
Evaluasi intervensi : setelah diberikan pendidikan kesehatan, keluarga pasien
dapat mengetahui tanda-tanda infeksi
3. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik
Evaluasi intervensi : setelah dilakukan intervensi, pasien dapat melakukan
perawatan diri secara mandiri
4. Resiko infeksi b/d penurunan hemoglobin
Evaluasi intervensi : setelah diberikan intervensi, infeksi dapat dicegah
5. Intoleransi aktifitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Evaluasi intervensi : setelah diberikan pendidikan kesehatan, pasien mengetahui
aktivitas yang dapat dilakukan secara mandiri dan aktivitas yang memerlukan
bantuan orang lain
6. Nyeri akut b/d agen cedera biologis
Evaluasi intervensi : Setelah dilakukan intervensi napas dalam, nyeri yang
dirasakan pasien dapat berkurang atau menghilang.
7. Keletihan b/d kondisi fisiologis (anemia)
Evaluasi intervensi : setelah dilakukan intervensi manajemen energi, keletihan
yang dirasakan pasien dapat berkurang
C. PENUTUP
Kesimpulan
anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb)
dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan normal, sedangkan darah bertugas
untuk membawa oksigen di dalam tubuh.
Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa jumlah penderita
anemia secara global mencapai 2,3 miliar orang. Prevalensi tertinggi tercatat di Asia dan
Afrika, yaitu 85%. Sebagian besar penderitanya adalah wanita dan anak-anak. Di Asia
Tenggara sendiri, ada 202 juta wanita yang terkena anemia.
Di antara negara-negara Asia Tenggara, Indonesia tercatat sebagai salah satu negara
yang jumlah penderita anemianya cukup banyak
DAFTAR PUSTAKA

https://www.alodokter.com/anemia-defisiensi-vitami

Nurarif , Amin huda.& Kusuma, Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperwatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& Nanda Nig-Noc . Jogyakarta. Mediaction.

Scribd.com
LAPORAN PENDAHULUAN
“ANEMIA”
DI RUANG IGD RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR

NAMA : Siti Nurindahyana, S.kep


NIM : D. 18 06 059

Preceptor Klinik Preceptor Institusi

( ) ( )

STIKES PANRITA HUSADA BULUKUMBA


PROGRAM STUDI NERS
TAHUN AJARAN 2019
RESUME KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II
PADA Tn. “A” DENGAN DIAGNOSA MEDIS ANEMIA
DI RUANG IGD RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR

NAMA : Siti Nurindahyana, S.kep


NIM : D. 18 06 059

Preceptror Klinik Preceptor Institusi

( ) ( )

STIKES PANRITA HUSADA BULUKUMBA


PROGRAM STUDI NERS
TAHUN AJARAN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN
“HD”
DI RUANG HD RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR

NAMA : Siti Nurindahyana, S.kep


NIM : D. 18 06 059

Preceptor Klinik Preceptor Institusi

( ) ( )

STIKES PANRITA HUSADA BULUKUMBA


PROGRAM STUDI NERS
TAHUN AJARAN 2019

Anda mungkin juga menyukai