Anda di halaman 1dari 27

MODULE 5

RUMAH SAKIT UMUM SINGAPURA


INSTALASI GAWAT DARURAT

1. PELAYANAN RADIO-MEDIKAL MARITIM


kapal-kapal tanpa dokter dapat mencari advis medis dari pangkalan pantai, baik
pangkalan kesehatan pelabuhan atau rumah sakit. Departemen tersebut, sejak tahun
1980, telah menyediakan pelayanan radio-medikal. Pada tahun 1985, diperkenalkan
sebuah pelayanan telex dengan fasilitas transmisi via sistem komunikasi satelit
(INMARSAT – International Maritime Satellite). Lokasi strategis Singapura membuat
pelayanan ini dapat diakses untuk lalu lintas komunikasi maritim pada dua wilayah lautan,
samudra Pasifik dan Hindia yang meliputi total area laut sebesar 253juta km 2. Kami
menangani sekitar 150 panggilan radio-medikal setiap tahun meliputi baik penyakit
mayor maupun minor.

Ketika sebuah pesan diterima, baik melalui telex ataupun telepon, staf perawat yang
bertugas menyampaikan pesan tersebut kepada dokter jaga. Biasanya ketua kapal yang
mengirimkan pesan. Informasi yang diberikan adalah jenis kelamin, usia, tanda-tanda vital,
keluhan utama dan tindakan yang telah diberikan oleh ketua kapal. Dokter diharapkan
untuk membuat diagnosis yang layak dan, bila tidak, membuat permintaan-permintaan
spesifik untuk informasi tambahan supaya diagnosis dapat ditegakkan sedini mungkin.
Dokter kemudian mencatat dengan jelas advis medis yang akan diberikan. Advis medis
tersebut bisa dalam bentuk:
a. Prosedur-prosedur, contoh: RJP
b. Medikasi sesuai yang terdapat dalam Daftar Obat Kapten Kapal (tersedia di Instalasi
Gawat Darurat)
c. Evakuasi ke pelabuhan terdekat. Bila kapal tersebut dekat dengan Singapura, juga
memberikan nomer telepon Departemen Kelautan (tersedia di Instalasi Gawat
Darurat), supaya Ketua Kapal dapat bekerja sama secara langsung dengan
Departemen Kelautan untuk mengatur evakuasi menggunakan helikopter ke
Singupura.

2. LEVEL ALKOHOL PADA DARAH


Polisi terkadang menyerahkan orang-orang yang ditangkap karena mengemudi dalam
keadaan mabuk atau berkelakuan mabuk, dan meminta pemeriksaan medis untuk
menyingkirkan intoksikasi alkohol. Dalam semua kasus, hal-hal berikut harus dicatat:
a. Adanya bau alkohol pada napas
b. Adanya injeksi konjungtiva
c. Ukuran pupil
d. Nadi
e. ‘Flushing’ pada wajah
f. Koherensi bicara
g. Gait/gaya berjalan yang tidak tegak (dengan berjalan tandem)

Level alkohol dalam darah diambil hanya pada mengemudi dalam keadaan mabuk
(walaupun tidak terdapat bukti klinis), dan hanya ketika diminta oleh polisi. Hal ini
dikarenakan saat ini terdapat batas legal 80mm/dl untuk alkohol darah. Tidak terdapat
batas legal untuk alkohol pada pengunjung pesta atau pada orang-orang yang berkelahi.
Akan tetapi, diperlukan setidaknya persetujuan/konsen verbal dari orang yang ditangkap
untuk pengambilan darah untuk uji alkohol. Nama staf perawat yang membantu
pengambilan darah harus tercatat dalam rekam kasus kecelakaan dan gawat darurat
(A&E/Accident&Emergency Case Record) untuk kepentingan mediko-legal. Sampel darah
dan toksikologi harus segera disegel dan ditandatangani oleh dokter. Kemudian perawat
akan mengatur pengiriman sampel ke Laboratorum Toksikologi. Dokter sebaiknya
menganjurkan kepada para pengemudi mabuk yang ditangkap oleh polisi dan yang
mereka yang menolak persetujuan pengambilan sampel darah bahwa penolakan
semacam itu dapat memberatkan mereka di pengadilan hukum.

3. PENGANIAYAAN SEKSUAL DAN PENGANIAYAAN ORANG


Seringkali Departemen Kesejahteraan Sosial dan Polisi mengirimkan kasus-kasus
penganiayaan seksual dan penganiayaan anak untuk pemeriksaan medis atau
pengobatan. Pada saat menangani pasien, kami terkadang menemukan kasus-kasus
kemungkinan penganiayaan anak, kekerasan seksual, penganiayaan pasangan dan
bahkan penelantaran lansia.
Semua kasus semacam itu harus dilaporkan ke Departemen Pekerja Sosial Medis dan
prosedur untuk kasus-kasus itu terdapat dalam Annex 1.

4. PASIEN LANGGANAN
Terdapat riwayat panjang mengenai pengunjung langganan (pasien reguler) pada
Instalansi Gawat Darurat. Daftar pasien reguler tersebut disimpan di dalam instalasi.
Pasien-pasien langganan tersebut sering tidak membayar biaya rumah sakit dan
melarikan diri. Ketika menangani pasien seperti itu, mereka sebaiknya jangan ditolak atau
ditegur.
Mereka sebaiknya diperiksa dengan adekuat. Jika mereka tidak membutuhkan tindakan
rawat inap, maka mereka sebaiknya dipulangkan setelah perawatan selesai. Jika
diperlukan rawat inap, mereka sebaiknya, sebisa mungkin, dimasukkan ke bangsal kelas
C.

5. MASALAH PSIKIATRI
Kadang-kadang, kami menemui pasien dengan masalah psikiatri aku. Sekali lagi, perlu
disingkirkan kemungkinan penyebab organic untuk manifestasi psikiatri yang ada. Dengan
melakukan hal demikian, diperlukan untuk segera merujuk pasien ke Bangsal Kesehatan
Jiwa atau Psikiatrik Rumah Sakit Universitas Nasional yang berjaga (NUH/National
University Hospital Psychiatric-on-duty). Sebaiknya dokter jaga di rumah sakit yang
bersangkutan diinformasikan mengenai hal tersebut. Staf perawat juga harus
diinformasikan supaya mereka dapat mengatur transportasi yang diperlukan.

6. HUBUNGAN MASYARAKAT DAN BUKU/PAKAIAN/KODE ETIK HUBUNGAN


MASYARAKAT
a. HUBUNGAN MASYARAKAT DAN BUKU HUBUNGAN
Hubungan masyarakat membentuk sebuah aspek yang sangat penting mengenai
pekerjaan anda di instalasi gawat darurat. Sebagai instalasi pelayanan dengan kontak
public yang sangat tinggi, kita harus menyadari bagaimana kita berinteraksi dengan
pasien, keluarga dan kolega pasien, staf perawat dan administrasi serta kolega medis
kita di dalam instalasi, di instalasi lainnya dalam rumah sakit, di rumah sakit lainnya
serta klini dan institusi medis swasta. Kita harus selalu berperilaku peduli, perhatian,
dan bermartabat sesuai posisi social kita sebagai dokter. Kita harus memperlihatkan
pengertian dan menunjukkan bahwa kita peduli. Oleh karena itu, pasien dan
keluarganya tidak dapat dikesampingkan. Kita juga sebaiknya tidak mengadopsi
perilaku merendahkan atau menggurui, atau melakukan perdebatan sia-sia dengan
pasien dan keluarganya. Coba melihat dari sudut pandang mereka. Bayangkan
bagaimana Anda ingin diperlakukan atau ditangani bila Anda berada di posisi mereka.
Sekarang berikan mereka apa yang Anda akan inginkan untuk Anda sendiri bila posisi
ditukar.
Meskipun dengan semua usaha Anda untuk mempertahankan hubungan masyarakat
yang baik, bila terjadi situasi yang tidak menyenangkan, berhenti sejenak, ambil napas
yang dalam dan mencari bantuan kepada senior atau konsultan. Jangan takut atau
malu mencari bantuan. Senior-senior Anda akan menghargai upaya Anda, bila Anda
menghubungi mereka lebih awal daripada terlambat.
Jika memang terjadi situasi yang tidak menyenangkan, Anda sebaiknya mencatat
detail insiden tersebut dalam buku humas di instalasi. Buku-buku tersebut disimpan
oleh manajer perawat yang berjaga. Buku tersebut akan memberikan jawaban
terhadap pertanyaan dan keluhan, serta akan ditinjau setiap hari oleh kepala instalasi
gawat darurat.
b. Pakaian
Semua dokter sebaiknya mengenakan pakaian yang di oleh rumah sakit. Jins, sandal,
kaos oblong, celana pendek dan kaos yang terlalu berwarna-warni tidak
diperbolehkan. Rambut laki-laki sebaiknya pendek dan disisir rapi. Perempuan yang
berambut panjang diikat dengan rapi. Ketentuan pakaian sebagai berikut:
i) Laki-laki : - seragam (scrub suit) yang ditentukan oleh rumah sakit
- Papan nama terpampang dengan jelas di atas atau di
bawah kantong dada atau pada kerah leher
ii) Perempuan : - seragam (scrub suit) yang ditentukan oleh rumah sakit
- Papan nama terpampang dengan jelas sebagaimana
ketentuan pada laki-laki seperti di atas.

c. Kode Etik
Terdapat beberapa peraturan sederhana:
i) Sopan santun terhadap pasien, staf dan kolega
ii) Tidak ada makanan atau minuman di ruang konsultasi, terutama ketika
berbicara atau memeriksa pasien. Semua makanan dikonsumsi di ruang atap.
iii) Ketepatan waktu dalam bekerja
iv) Menghormati semua kolega medis, keperawatan dan administrasi.
v) Kehadiran dalam rapat instalasi dan perkuliahan
vi) Mengecek surat harian dan menjawab pertanyaan dan laporan medis dengan
segera.
Protocol untuk Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga: identifikasi korban

1) Identifikasi KDRT
a. Jenis kekerasan : fisik
Emosional/verbal
Psikologis
Ekonomi
Kerusakan materi
b. Karakteristik korban KDRT:
- Ingin penanganan medis untuk luka
- Tidak siap untuk menyingkap KDRT kepada dokter
- Beberapa setuju untuk menemui MSW (Master of Social Work)

c. Indikator kekerasan dari riwayat:


- Penjelasan pasien yang tidak sesuai dengan keadaan luka
- Penundaan dalam mencari pertolongan medis
- Pasien yang “sering kecelakaan”
- Sering mendatangi IGD
- Penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan
- Masalah dalam pernikahan

d. Luka atau kondisi medis yang mencurigakan:


- Luka sentral (pada wajah, leher, dada, abdomen, genitalia)
- Luka dengan berbagai tahap penyembuhan
- Luka pada area pertahanan di tubuh (bagian ulnar dari lengan bawah atau telapak,
bawah kaki, kontusi terbatas pada pungggung, kaki, bokong, belakang kepala
yang disebabkan oleh posisi membungkuk/meringkuk untuk berlindung)
- Depresi
- Gangguan yang berhubungan dengan stress: irritable bowel syndrome, gangguan
makan
- Serangan cemas
- Seks paksa  ISK, disfungsi seksual, sobek pada vagina adan anus, penyakit
menular seksual

2) Tindakan oleh dokter:


- Skrining rutin untuk penipuan KDRT
- Penilaian (terutama kebutuhan keamanan pada korban)
- Intervensi
- Dokumentasi
- Catatan: pelaku dapat saja menemani korban ke rumah sakit dan menolak untuk
meninggalkan pasien sendirian dengan dokter atau perawat.

3) Ketrampilan yang dibutuhkan


Lakukan:
Kontak mata
Bahasa tubuh yang penuh perhatian
Pendengaran akurat
Menjaga kerahasiaan
mendorong korban KDRT untuk bicara dan berbagi perasaan mereka
Mengekspresikan perhatian untuk keamanan mereka
Memahami dan tidak menyalahkan
Berbicara secara privasi (tidak menggunakan keluarga atau teman untuk
menginterpretasi)
Proaktif dalam memberikan bantuan
Membuat rujukan yang sesuai

Jangan lakukan:
Menurunkan kualitas/kuantitas pesan
Menghakimi atau mengkritik
Usaha untuk mediasi
Kehilangan kesabaran
Appendix 1

SPO INSTALASI GAWAT DARURAT UNTUK MANAJEMEN, RUJUKAN DAN PELAPORAN


KASUS PENGANIAYAAN/KEKERASAN PADA ANAK, WANITA DAN LANSIA PADA
PEKERJA SOSIAL MEDIS

1. Tidak memaksa pasien atau korban untuk dirujuk ke Pekerja Sosial (MSW/Master of
Social Worker). Akan tetapi, semua pasien kekerasan harus dilaporkan kepada MSW
untuk statistik dan/atau tindak lanjut. Seperti praktik pada umumnya, semua korban
kekerasan pada anak membutuhkan tindakan rawat inap.
2. Gunakan form MSW untuk merujuk atau melaporkan ke MSW. Indikasikan apakah
kasus tersebut dirujuk ke polisi. Masukkan detail mengenai kekerasan pada kolom
ucapan di form MSW dan kirim form rujukan dengan fotokopi rekam kasus emergency.
3. Untuk orang yang mengalami kekerasan yang tidak membutuhkan rumah aman
sementara dalam waktu segera:
a. Selama jam kerja:
Senin – Jumat pkl 08.00 – 17.30
Sabtu pkl 08.00 – 12.30
i) Arahkan pasien ke kantor MSW dengan form rujukan MSW dan
fotokopi rekam kasus emergency untuk mendapatkan konseling.
ii) Pasien yang datang ke IGD ketika terdapat antrian yang panjang atau
yang sedang diperiksa di triase pada saat hampir tutup jam kerja
(setelah pkl 16.00) sebaiknya dirujuk ke MSW segera setelah triase oleh
perawat triase tanpa menunggu konsultasi. Pasien-pasien tersebut
sebaiknya dinilai oleh MSW d IGD (baik di ruang keluarga atau ruang
konsultasi pada label hijau) setelahnya mereka akan diperiksa oleh
dokter.
Catatan: perawat triase sebaiknya memperhatikan bahwa pendamping
korban bisa saja pelaku dan dapat menjadi agresif bila dia mendapati
bahwa korban akan bertemu dengan MSW dahulu sebelum bertemu
dokter, jadi semua rujukan ke MSW sebaiknya dilakukan secara hati-
hati.
iii) Pamphlet “STOP KEKERASAN KELUARGA” akan diberikan pada kasus-
kasus kekerasan.
b. Setelah jam kerja:
i) Pasien yang datang setelah jam kerja dapat diberikan perjanjian untuk
menemui MSW di hari kerja besoknya. Akan tetapi, bila pasien tampak
berisiko mengalami kekerasan lebih lanjut bila kembali pulang ke
rumah, pasien sebaiknya diobserbasi di IGD sampai hari berikutnya
ketika MSW dapat ditemui. Jika pasien datang pada akhir pecan di
mana MSW tidak ada di besok harinya, dia sebaiknya dirujuk ke rumah
aman. Perawat akan membantu menghubungi rumah aman atas nama
pasien. Bila terdapat kesulitan mencari rumah aman untuk pasien atau
bila membutuhkan advis, ketua MSW dapat dihubungi.
ii) Pamphlet “STOP KEKERASAN KELUARGA” akan diberikan pada kasus-
kasus kekerasan.
4. Untuk kasus overdosis obat yang berhubungan dengan kekerasan pada anak, wanita
dan lansia termasuk kasus maor menurut evaluasi klinis dan dokter bangsal akan
merujuk ke MSW yang akan mengidentifikasi apakah terdapat kekerasan.
DEFINISI DAN JENIS KEKERASAN PADA ANAK, WANITA DAN LANSIA

Definisi Jenis Kekerasan


Fisik Psikologi/emosional Penelantaran/finansial seksual
Kekerasan Kekerasan pada Menimbulkan nyeri Serangan/ intimidasi/ Sengaja menolak untuk Semua bentuk
pada Lansia lansia merupakan atau luka fisik, penghinaan secara memenuhi kebutuhan kekerasan/serangan
tindakan atau dipasung. verbal, menuntut hal dasar, yaitu tidak seksual
kelalaian yang yang tidak masuk akal, memberikan makan,
melukai atau Termasuk perilaku sengaja mengabaikan. naungan, sandang dan
membahayakan agresif seperti perawatan medis.
kesehatan dan serangan fisik, Termasuk tindakan
kesejahteraan orang kekerasan seksual, ang menyebabkan Sengaja berupaya untuk
lanjut usia. pengikatan fisik, takut akan kekerasan, menelantarkan lansia di
penyiksaan dan terisolasi, rasa malu, jalan, rumah sakit, dll.
Kekerasan tersebut pengurungan. pelecehan, ancaman
termasuk secara dan hinaan. Termasuk tindakan
sengaja penyalahgunaan properti
menimbulkan luka dan finansial. Hal ini
fisik ataupun melibatkan
mental, kekerasan penyelewengan uang dan
seksual atau tidak barang berharga.
memberi makan,
sandang dan
perawatan medis
yang diperlukan
untuk memenuhi
kebutuhan fisik dan
mental orang lanjut
usia oleh pengasuh,
atau oleh orang
yang bertanggung
jawab terhadap
lansia tersebut.
Orang lanjut usia
adalah setiap orang
yang telah berusia
65 tahun ke atas.
Kekerasan Wanita yang Menghantam, Perilaku mengancam Dengan sengaja Semua bentuk
pada mengalami memukul, dan mengintimadasi. mengurangi/menghalangi kekerasan/serangan
wanita kekerasan di dalam menampar, pemenuhan kebutuhan seksual.
sebuah hubungan melempar barang, Kekerasan verbal yang dasar seperti makanan
pasangan intim. mencekik dan merusak rasa harga atau kontak dengan
Kekerasan ini dapat bentuk serangan fisik diri wanita dan orang lain.
berupa kekerasan lainnya. kemampuanya untuk
fisik, seksual, berfungsi secara
finansial, emosional Penggunaan senjata. normal.
dan psikologikal
oleh pasangan pria. Tekanan untuk
menerima perilaku
Wanita yang yang melanggar hak-
mengalami hak wanita.
kekerasan
menghadapi
masalah seperti
ketakutan akan
bertambahnya
kekerasan dari
pasangannya bila ia
melapor atau
mencari bantuan,
ketakutan akan
perceraian dan
kehilangan
dukungan finansial,
ketakutan akan
publisitas dan
ketidaktahuan
pelayanan untuk
kekerasan pada
wanita.
Kekerasan Kekerasan pada Berkenaan dengan Terjadi ketika orang Kegagalan orang tua atau Semua bentuk
pada anak anak didefinisikan cedera yang tidak tua atau pengasuh pengasuh dalam serangan/kekerasan
sebagai sengaja sengaja ditemukan gagal menyediakan menyediakan kebutuhan seksual.
menyerang, pada anak. Cedera lingkungan rumah dasar untuk anak. Hal
memperlakukan tersebut bisa jadi yang penuh kasih tersebut antara lain
dengan buruk, disebabkan oleh secara konsisten kurangnya:
menelantarkan anak cambukan atau kepada anak untuk Perawatan medis yang
yang menyebabkan serangan berulang. tumbuh dan layak
penderitaan atau berkembang. Makanan secukupnya
cedera pada Sandang yang layak
kesehatannya Hal-hal tersebut dapat Naungan yang layak
termasuk cedera berupa penelantaran,
atau hilangnya pendiskriminasian Juga termasuk kasus-
penglihatan, atau secara terang- kasus di mana tidak
pendengaran, terangan menolak si terdapat pengawasan
ekstremitas atau anak. Seringkali sulit sama sekali terhadap
organ tubuh dan mendeteksi kasus anak di bawah 8 tahun.
gangguan mental. seperti ini karena tidak
Penelantaran sejelas kekerasan fisik.
didefinisikan
sebagai dengan
sengaja
menelantarkan
untuk memberikan
makanan, sandang,
perawatan medis
atau naungan yang
adekuat untuk anak
atau orang muda.

Anak merupakan
orang yang berusia
di bawah 14 tahun,
dan orang muda
merupakan orang
yang berusia antara
14 – 16 tahun.
BAGAN ALUR NYERI ABDOMEN

Nyeri abdomen +/- muntah +/- diare

Catatan 1
ya tidak
Masuk rawat Bedah abdomen dehidrasi
inap
tidak ya
Catatan 3 Catatan 2
Medikasi simptomatis: Cek darah
DR, gula, amylase,
Antacid (cth: mist polysillic 50ml) bila tidak ada diare
uec
antispasmodic (cth: im atau iv hyoscine butylbromide
20-40mg) Urinalisis (HCG,
antiemetic (im prochlorperazine 12.5mg, im atau iv uc9)
metoclopramide 10mg)
tablet arang Foto thorax, foto
abdomen
Terapi cairan – iv atau oral (ad lib)
Ecg
Observasi sampai 12 jam (tanda vital tiap 2 jam)
Drip iv
Catatan 4
Tinjau tiap 3 jam: tanda vital,
pemeriksaan fisik, simtom

normal abnormal

ya Masuk rawat
Pulang dengan obat, Perlu rawat inap? inap
edukasi diet dan
abdominal, +/- rujukan tidak

Tambah medikasi
Observasi 3 jam

Tinjau setelah 3 jam: simtom, tanda


vital & pemeriksaan fisik

normal abnormal tidak

Pulang dengan obat, Perlu rawat inap? Masuk rawat


edukasi diet dan ya inap
abdominal, +/- rujukan
Protokol Bangsal Observasi untuk Nyeri Abdomen

Catatan 1
Indikasi untuk observasi:
1. Abdomen harus supel. Tidak terdapat penegangan atau nyeri tekan lepas. Terdapat
suara bising usus.
2. Hemodinamik stabil (sistolik >90)

Kriteria ekslusi:
1. Pasien dengan kondisi bedah abdomen yang jelas, peritonitis, obstruksi usus,
kehamilan ektopik, AAA, dll
2. Pasien dengan melena atau perdarahan per rectum
3. Pasien dengan hemodinamik tidak stabil (untuk pasien seperti ini, dokter jaga senior
di IGD sebaiknya yang pertama kali dikonsul, dan bedah on-call sebaiknya
diinfomasikan, serta pasien sebaiknya dimasukkan ke instalasi bedah umum. Semua
pasien yang tidak stabil sebaikna dimasukkan ke HCU atau ICU).
4. Pasien yang memiliki penyebab nyeri non-abdominal, cth: AMI, pneumonia, DKA, dll
5. Pasien yang masuk karena alasan-alasan lain.

Perhatian
Pasien lansia dengan IHD, AF, hipertensi, DM, hyperlipidemia dapat berisiko untuk iskemik
usus. Pasien bisa didapati dengan nyeri abdomen berat dan nyeri tekan dengan tanda
minimal atau abdomen yang supel dan tanpa tegangan. Pada semua situasi tersebut
konsulkan ke dokter jaga senior di IGD.

Catatan 2
1. Semua pasien sebaiknya diobservasi minimal dalam 3 jam dan maksimal 12 jam,
dengan peninjauan tiap 3 jam.
2. DR, U/E/Cr/S, seAmylase, disptik urin, HCG urin, KUB (Kidney-ureter-bladder), foto
thorax PA, foto abdomen PA atau lateral decubitus dapat dilakukan bila terindikasi
secara klinis, cth: cek DR bila curiga appendicitis atau infeksi intestinal, cek
seAmylase bila curiga pankreatitis, cek U/E/C/S bila pasien dehidrasi, HCG urin pada
wanita muda dengan nyeri abdomen bawah, ECG pada pasien usia 35 tahun ke atas
dengan nyeri epigastrik, foto thorax AP bila abdomen tegang, foto abdomen AP bila
curiga obstruksi intestinal.
3. Tanda vital sebaiknya dimonitor tiap 2 jam. Membuat bagan input/output.
4. Untuk pasien yang mengalami diare berat atau dehidrasi, hidrasi IV sebaiknya segera
dilakukan. Pada dewasa muda, sedikitnya 2 liter saline normal sebaiknya diberikan
dalam 4-6 jam. Pasien dengan komorbiditas seperti IHD, CCF secara umum sebaiknya
dirawat inap untuk rehidrasi.

Catatan 3
Tatalaksana
1. Pasien yang mengalami nyeri kolik intestinal sebaiknya diberi buscopan 40mg.
2. Pasien yang muntah dapat diberi stemetil 12.5mg im atau iv, atau maxolon 10 mg.
(obstruksi intestinal dan penyebab muntah non-abdomen lainya seperti peningkatan
TIK harus disingkirkan terlebih dahulu)
3. Pasien dengan kolik renal atau ureter dapat diberikan voltaren 50-75mg atau
pethidin 50-75mg im dengan tambahan buscopan 40mg im.
4. Pasien dengan gastritis akut dapat diberikan kombinasi buscpan 40mg im dan mist
polysillic antacid 50-60ml, yang dapat diulang setelah 2 jam.
5. Tablet arang dapat diberikan pada pasien diare.

Catatan 4
Disposisi
1. Setelah 3 jam bila nyeri abdomen pada pasien tidak ada perbaikan, sebaiknya
dilakukan pemeriksaan dan disposisi akan tergantung dari temuan pada
pemeriksaan.
2. Bila terdapat leukositosis atau terdapat tanda peritonitis, pasien sebaiknya dirawat
di bedah umum atau instalasi bedah yang sesuai (cth: bedah kolorektal) setelah
konsultasi dengan dokter jaga senior di IGD.
3. Bila pasien dengan kolik renal, yang tidak respon secara komplit dengan perawatan
adekuat di IGD, pasien sebaiknya dirawat di urologi.
4. Bila abdomen supel, tanpa tegangan, dan pasien tidak toksik atau hemodinamiknya
stabil, sebaiknya dilanjutkan observasi selama 3 jam sampai tanda dan gejala telah
mereda. Setiap pasien yang diobservasi lebih dari 3 jam harus diketahui oleh dokter
jaga senior.
5. Setelah observasi 6 jam, bila pasien membaik dan tidak terdapat nyeri abdomen,
pasien diperbolehkan pulang dengan obat dan edukasi nyeri abdomen. Bila masih
terdapat nyeri minimal, pasien sebaiknya diobservasi selama 3 jam untuk
memastikan bahwa nyeri tidak berulang atau telah mereda sepenuhnya. Bila nyeri
berat, pasien sebaiknya dirawat inap.
6. Setelah 9 jam, bila pasien membaik dan tidka terdapat nyeri abdomen, pasien
diperbolehkan pulang dengan obat dan edukasi nyeri abdomen. Pasien dengan
perbaikan yang sedikit atau nyeri berulang sebaiknya dirawat ke instalasi yan sesuai
setelah konsultasi dengan dokter jaga senior di IGD.
7. Bila gejala tidak membaik, dan dengan pertimbangan bukan disebabkan oleh bedah,
pasien sebaiknya dievaluasi ulang oleh dokter jaga senior IGD untuk kemungkinan
rawat inap ke instalasi gastroenterology.
BAGAN ASTHMA
asthma

Catatan 1

Indikasi observasi?

ya
Catatan 2
Tanda vital, PEFR,
Perburukan sewaktu-waktu Masuk
SaO2 tiap jam 2x,
lalu tiap 2 jam rawat inap
tinjau tiap 3 jam

Catatan 3
Tinjau pada jam ke-3 Dipulangkan dengan
ya
resolusi gejala? edukasi asthma,
hasil pemeriksaan normal? kontrol rawat jalan

tidak

Nebulisasi salbutamol
observasi 3 jam

Tinjau pada jam ke-6 Dipulangkan dengan


ya edukasi asthma,
resolusi gejala?
hasil pemeriksaan normal? kontrol rawat jalan

tidak

Masuk
rawat inap
Protokol Bangsal Observasi untuk Asthma

Catatan 1
Indikasi untuk observasi:
1. Tanda vital (sistolik >90, SaO2 > 95)
2. Sadar dan tidak disorientasi
3. PEFR >50% yang diprediksikan
4. Pasien diberi 2 nebulisasi dan steroi sebelum dipindah ke bangsal observasi

Kriteria ekslusi:
1. Tanda vital tidak stabil
2. PEFR <50% setelah tindakan awal
3. Terus menerus menggunakan otot napas atau RR >40 setelah tindakan awal
4. SaO2 <95% pada udara ruangan setelah tindakan awal
5. PCO2 > 45, PO2 < 70 pada AGD (bila dilakukan)
6. Terdapat pneumonia
Catatan 2
Intervensi observasi
1. Pasien dapat diobservasi selama maksimal 6 jam
2. Tanda vital dan PEFR tiap jam 2x, lalu tiap 2 jam
3. Monitoring SaO2 tiap jam 2x, lalu tiap 2 jam
4. Tinjau tiap 3 jam
5. Nebulisasi bronchodilator bila terindikasi

Catatan 3
Disposisi
1. Pasien dapat dipulangkan setelah 3 jam bila tanda vital stabil, terdapat perbaikan
napas, bronkospasme dan penggunaan otot napas, PEFR > 75% dan SaO2 >95% pada
udara ruangan. Pasien sebaiknya dipulangkan dengan obat dan diedukasi untuk
menemui dokter keluarga dalam waktu 72 jam.
2. Pasien yang tidak memenuhi kriteria tersebut dalam 3 jam, sebaiknya dilakukan
tindakan dan diobservasi di bangsal observasi selama 3 jam selanjutnya.
3. Pasien dengan tanda vital yang tidak stabil atau kondisinya memburuk sebaiknya
dirawat inap.
4. Pada akhir jam ke-6, pasien dengan PEFR <75%, RR >35, atau SaO32 <95% pada
udara ruangan sebaiknya dirawat inap.
BAGAN ALUR PROTOKOL CEDERA KEPALA

Cedera kepala
stabil

Catatan 1
Indikasi observasi?
ya
Catatan 2 Penurunan kesadaran
Tingkat kesadaran, tanda vital sewaktu-waktu CT kepala,
tiap jam 2x, lalu tiap 2 jam. rawat inap
tinjau tiap 3 jam

Catatan 3
Tinjau jam ke-6 Pemeriksaan CT kepala,
tidak tidak
gejala? neurologis serial rawat inap
normal?
ya
ya
Pemeriksaan neurologis
serial normal? Dipulangkan
ya dengan edukasi
cedera kepala
Observasi 3 jam

Tinjau jam ke-9 tidak Pemeriksaan tidak CT kepala,


gejala? neurologis serial rawat inap
normal?
ya
ya
Pemeriksaan neurologis
serial normal? Dipulangkan
dengan edukasi
ya
cedera kepala
Observasi 3 jam

Pemeriksaan
tidak CT kepala,
Tinjau jam ke-12 tidak neurologis serial
rawat inap
gejala? normal?
ya
ya

Dipulangkan
Masuk rawat
dengan edukasi
inap
cedera kepala
Protokol Bangsal Observasi untuk Cedera Kepala
Catatan 1
Indikasi observasi:
1. Hemodinamik stabil (sistolik >90, SaO2 >92)
2. GCS normal (kecuali kondisi intoksikasi)
3. Nyeri kepala, pusing, muntah, linglung, penurunan kesadaran, amnesia berhubungan
dengan cedera kepala
4. Intoksikasi alkohol atau obat yang berhubungan dengan cedera kepala
5. Riwayat penyakit inadekuat atau kurang dapat dipercaya
6. Pasien dengan kecenderungan perdarahan, cth: antikoagulas, trombositpeni
7. Usia kurang dari 3 tahun (kecuali cedera sangat ringan)
8. Hematoma, laserasi, kontusio, abrasi, scalp, cedera jaringan lunak pada wajah

Kriteria eksklusi:
1. Tanda vital tidak stabil
2. Tingkat kesadaran menurun (GCS <15) bukan karena intoksikasi
3. Abnormalitas neurologis fokal
4. Fraktur cranium
5. Gangguan psikiatri akut atau pasien percobaan bunuh diri

Catatan 2
Intervensi observasi
1. Pasien sebaiknya diobservasi selama minimal 6 jam dan maksimal 12 jam.
2. Tingkat kesadaran (GCS, ukuran pupil, gerakan ekstremitas) dan tanda vital tiap jam
2x selama 2 jam, lalu selanjutnya tiap 2 jam.
3. Tinjau tiap 3 jam oleh dokter

Catatan 3
Disposisi
1. Pasien dapat dipulangkan pada akhir jam ke-6 bila tanda vital stabil dan pemeriksan
neurologis serial normal.
2. Pasien dengan penurunan GCS selama observasi sebaiknya mendapat CT scan kepala
cito dan masuk rawat inap.
BAGAN ALUR PUSING

pusing
Riwayat penyakit, pemeriksaan
Catatan 1

Antiemetic Catatan 2
hidrasi IV
diet
cairan oral ad lib

Tinjau pada jam ke-3 Hasil pemeriksaan normal


tidak Rawat inap
tanda vital stabil
Catatan 3 hasil lab normal (bila dilakukan)
Perbaikan gejala ambulasi dan dapat menjaga diri
dapat minum obat oral ya Pulang
tidak sebagian

Rawat inap Periksa ulang

Hasil pemeriksaan normal


tanda vital stabil
tidak ya

Rawat inap Antiemetic alternatif


observasi 3 jam

Tinjau pada jam ke-6

Rawat inap
ya

Perbaikan gejala
tidak pulang
Protokol Bangsal Observasi untuk Pusing
Catatan 1
Indikasi observasi:
1. Pusing berat yang membutuhkan terapi perenteral
2. Hemodinamik stabil (sistolik >90, HR <100)
3. Pemeriksan neurologis normal, temabuk pemeriksaan gait dan cerebella
4. Eksklusikan postur akibat hipotens
5. Eksklusikan hemoragi atau infark serebral, IMA, perdarahan traktrus gastrointestinal,
taki- atau bradi- aritmia, anemia, hiper- atau hipo- glikemia,
6. Pertimbangkan uji lab: DR, fungsi ginjal, enzim jantung

Catatan 2
Intervensi observasi
1. Entiemetik cth: stemetil 12.5mg im, metoclopramide 10mg iv atau im, promethazine
25mg im
2. Semua pasien sebaiknya diobservasi selama minimal 3 jam dan maksimal 6 jam
3. Tanda vital dimonitor tiap 2 jam

Catatan 3
Disposisi
1. Pasien dengan gejala menetap setelah 3 jam observasi sebaiknya diperiksa ulang
secara hati-hati. Pasien dengan gejala yang tidak membaik sama sekali dan yang dari
pemeriksaan fisiknya menunjukkan abnormalitas sebaiknya dirawat inap ke instalasi
yang berhubungan.
2. Pasien dengan gejala yang sedikit membaik tapi tidak hilang sepenuhnya dapat
diterapi dengan antiemetik alternatif bila diperlukan dan diobservasi selama 3 jam
lagi.
3. Pasien dengan gejala yang membaik sepenuhnya dapat dipulangkan bila:
a. Hasil pemeriksaan fisik dan tanda vital normal
b. Hasil laboratorium normal (bila dilakukan)
c. Pasien dapat ambulasi dan menjaga diri sendiri
d. Pasien dapat minum obat oral
4. Pasien yang boleh dipulangkan sebaiknya diberi resep entiemetik dan kontrol rawat
jalan dengan dokter spesialis.
NYERI MUSKULO-SKELETAL

Nyeri muskulo-skeletal

Catatan 1

Analgesik parenteral
Catatan 2
NSAID (bila tidak kontraindikasi)

Kontraindikasi
NSAID membaik
Tinjau pada jam ke-3 pulang
(catatan 4)

Tidak membaik

Opioid parenteral
(catatan 5)

membaik pulang
Tinjau pada jam ke-6

Tidak membaik

Periksa ulang
rawat inap
(catatan 6)
Protokol Bangsal Observasi untuk Nyeri Muskulo-Skeletal
Catatan 1
Indikasi observasi:
1. Nyeri berat yang membutuhkan analgesic parenteral
2. Terapi oral tidak mampu mengontrol nyeri
3. Hemodinamik stabil (sistolik >90)
4. Foto X-ray normal (bila diindikasikan)
5. Sindroma kompartmen telah disingkirkan

Catatan 2
1. NSAID parenteral (cth: diclofenac 1mg/kg im)
2. NSAID dikontraindikasikan bila pasien memiliki riwayat alergi NSAID, asthma
terinduksi NSAID, penyakit ulkus peptikum aktif atau penyakit ginjal

Catatan 3
Intervensi observasi
1. Semua pasien sebaiknya diobservasi selama minimal 3 jam dan maksimal 6 jam
2. Tanda vital sebaiknya dimonitor tiap 2 jam

Catatan 4
Disposiis
1. Pasien dengan gejala menetap setelah 3 jam observasi sebaiknya diperiksa ulang.
Mereka dapat diterapi dengan analgesic (cth: opioid parenteral) bila diperlukan dan
diobservasi lagi selama 3 jam.
2. Pasien dapat dipulangkan pada akhir jam ke-3 bila tanda vital dan gejala membaik.
Pasien sebaiknya dapat menoleransi nyeri dan terapi oral, dapat ambulasi dan
mampu menjaga diri sendiri di rumah. Pulangkan pasien dengan edukasi RICE (Rest,
Ice, Compression, Elevation). Pasien sebaiknya dirujuk ke rawat jalan fisioterapi.

Catatan 5
1. Opioid parenteral (cth: morfin 0.1mg/kg im, pethidine 1mg/kg im)
2. Kurangi dosisi opioid untuk pasien lansia dan pasien dengan kerusakan hepar atau
ginjal (cth: morfin 0.05mg/kg im, pethidine 0.5mg/kg im), lebih baik dosis iv dititrasi
dan monitoring tekanan darah dan saturasi oksigen.
Catatan 6
1. Bila pasien masih merasakan gejala keluhan hingga akhir periode observasi, mereka
sebaiknya diperiksa ulang. Fraktur dan sindroma kompartmen harus disingkirkan.
Pasien dapat masuk rawat inap untuk terapi lebih lanjut. Pasien sebaiknya dirujuk ke
dokter ortopedi untuk pemeriksaan.
2. Pasien dapat dipulangkan pada akhir jam ke-6 bila tanda vital stabil dan gejala
membaik. Pasien sebaiknya dapat menoleransi nyeri dan terapi oral, dapat ambulasi
dan mampu menjaga diri sendiri di rumah. Pulangkan pasien dengan edukasi RICE
(Rest, Ice, Compress, Elevation). Pasien dapat dirujuk ke rawat jalan fisioterapi.
Protokol Bangsal Observasi untuk HIperglikemia

Indikasi observasi
1. GD >15mmol/dl, <25mmol/dl
2. Nilai normal pada DR, elektrolit dan HCO3 (AGD bila HCO3 <20 pada UEC)
3. Keton urin – (atau keton darah -)
4. Penyebab dapat diatasi segera, cth: ketidakpatuhan minum obat
5. Secara klinis baik, asimtomatik, dan hiperglikemia merupakan temuan yang tidak
disengaja
6. Tidak terdapat perubahan iskemik akut pada EKG

Kriteria eksklusi:
1. KAD
Glukosa >14mmol/dL
pH <7.3
HCO3 < 15
Urin ketone > 2+

2. HONK
Glukosa biasanya >33
Osmolaritas efektif 2 (Na+K) + glukosa > 320
pH > 7.3
HCO3 > 15
Urin keton 0 – 2+

3. GD > 25mmol/dl
4. Penyebab tidak diketahui atau tidak dapat diatasi segera
5. Penyakit penyerta cth: infeksi atau kondisi lainnya yang memputuhkan terapi rawat
inap
6. Perubahan iskemik akut pada EKG

Intervensi observasi
1. Injeksi insulin soluble subkutan sesuai sliding scale, titrasi sesuai GD.
15-17 mmol/dl : 8u
17.1-19 mmol/dl : 10u
19.1-21 mmol/dl : 12u
21.1-23 mmol/dl : 14u
21.1-25 mmol/dl : 16u
Kurangi dosis (setengah dari rezim dosis di atas) pada pasien dengan kerusakan ginjal

2. Cek GD tiap 3 jam


3. Monitoring tanda vital, HR, TD, RR tiap 2 jam
4. Tinjau tiap 3 jam oleh dokter dan dokumentasikan temuan klinis dari penilaian
subjektif dan objektif
5. Pasien sebaiknya diobservasi selama minimal 6 jam dan maksimal 12 jam. Bila
kontrol yang adekuat tidak tercapai, pasien dimasukkan ke instalasi endokrinologi.
6. Kontrol yang adekuat antara lain: perbaikan gejala, tanda vital normal, GD
<15mmol/dl, tidak terdapa ketonuria

Disposisi
1. Pasien dipulangkan apabila:
a. GD <15mmol/dl
b. Perbaikan gejala
c. Tanda vital stabil
d. Bisa terapi cairan oral

Bila tidak dipulangkan:


i) Rujuk ke pusat Diabetes dalam 3 hari
ii) Konseling diabetes oleh perawat educator dalam 1 minggu
iii) Penyesuaian terapi diabetes atau rezim insulin

2. Pasien dirawat inap apabila:


a. Gejala memburuk
b. Tanda vital tidak stabil
c. GD tidak terkontrol, labil dan tetap >15mmol/dl
d. Berkembang menjadi KAD
e. Tidak dapat terapi cairan oral
f. Dehidrasi

Anda mungkin juga menyukai