Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tumbuhan merupakan keanekaragaman hayati yang menjadikan Indonesia

memiliki kekayaan alam terbesar urutan kedua di dunia. Indonesia memiliki sekitar

90.000 spesies tumbuhan, dimana 9.600 diketahui berkhasiat sebagai obat dan 300

spesies telah digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh industri obat tradisional

(Permenkes RI, 2013:21, dalam Leisha, 2017).

Pengobatan tradisional diolah secara tradisional turun-temurun dan mempunyai

khasiat sebagai obat serta khasiatnya diketahui dari hasil telaah ilmiah yang secara

klinis terbukti bermanfaat bagi kesehatan berdasarkan resep nenek moyang, adat

istiadat, kepercayaan, kebiasaan setempat dan pengetahuan tradisional. Hal ini

didukung oleh Kebijakan Departemen Kesehatan RI tentang pengobatan tradisional

seperti yang tercantum dalam UU No. 23 tahun 1992 pasal 47 tentang pengobatan

tradisional dan dalam Kepmenkes No. 1076/SK/VII/2003 tentang penyelenggaraan

pengobatan tradisional yang menggunakan tumbuhan obat-obatan tradisional. Salah

satu etnis yang masih mempertahankan tradisinya yaitu Etnis Dayak. Etnis Dayak

meliputi masyarakat di daerah di Provinsi Kalimantan Tengah. Berdasarkan hal

tersebut, maka inventarisasi tumbuhan obat perlu dilakukan untuk mengetahui

spesies-spesies tumbuhan obat agar dapat menjaga dan melestarikan serta

memanfaatkan peran tumbuhan obat bagi kelangsungan organisme dibumi.

1
Inventarisasi tumbuhan merupakan pencatatan dan pengumpulan data dari

penelitian tentang tumbuhan, pendataan dilakukan dengan cara mengklasifikasi dan

determinasi tumbuhan sesuai dengan ciri morfologinya (Santoso, 2016). Salah satu

kabupaten yang memiliki potensi tumbuhan berkhasiat obat untuk mengatasi penyakit

kelamin yaitu Kabupaten Barito Selatan. Kabupaten Barito Selatan adalah salah satu

Kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah. Ibu kota Kabupaten ini terletak di

Buntok. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 8.830 km² dan berpenduduk kurang

lebih sebanyak 131.987 jiwa (Tahun 2015).

Kecamatan Dusun Selatan, dengan luas wilayah 1.829 km² (20,71% dari Luas

Kabupaten Barito Selatan). Secara geografis Kabupaten Barito Selatan terletak pada

posisi membujur atau memanjang sungai Barito dengan letak Astronomis 1° 20’

Lintang Utara – 2° 35’ Lintang Selatan dan 114° – 115° Bujur Timur. Sebagai daerah

yang beriklim tropis, wilayah Barito Selatan udaranya relatif panas yaitu siang hari

mencapai sekitar 34,94°C dan malam hari sekitar 21,95°C, rata-rata curah hujan

sangat rendah pada tahun 2015 yaitu hanya 49,78 mm dengan rata-rata hujan turun

sebanyak 15 hari setiap bulannya.

Pemakaian tumbuhan berkhasiat sebagai obat untuk mengatasi penyakit

kelamin ada pemakaian tunggal dan ada yang berupa campuran beberapa bahan.

Tingginya minat dan kesadaran masyarakat Buntok terhadap pengobatan tradisional

menggunakan berbagai tumbuhan obat dipengaruhi oleh unsur ekonomi dan jarak

yang ditempuh untuk melakukan pengobatan. Sejauh ini belum terdapat penelitian

2
mengenai tumbuhan berkhasiat obat untuk mengatasi penyakit kelamin di Buntok

Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan.

Potensi tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat untuk mengatasi penyakit

kelamin di Buntok Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan menjadi

rujukkan yang baik bagi masyarakat Buntok. Penelitian di bidang kajian tumbuhan

obat juga semakin gencar dilakukan. Berbagai informasi terkait karakteristik dan

pemanfaatan tumbuhan obat tersebut perlu terus dipublikasikan kepada masyarakat.

Salah satu cara pengelolaan informasi tumbuhan obat untuk mengatasi penyakit

kelamin yaitu melalui sebuah poster ilmiah yang dapat memberikan informasi atau

pesan yang ada di dalam sebuah poster sifatnya persuasif atau mengajak orang lain.

Itulah sebabnya mengapa poster selalu dibuat semenarik mungkin agar pembacanya

terpengaruh dan mengikuti pesan yang ada di dalam poster tersebut, yang diharapkan

dapat menunjang materi keanekaragaman hayati di SMA.

Berdasarkan hal tersebut, maka inventarisasi tumbuhan obat untuk mengatasi

penyakit kelamin perlu dilakukan untuk mengetahui spesies-spesies tumbuhan obat

yang dapat mengatasi penyakit kelamin yang digunakan oleh masyarakat buntok agar

dapat menjaga dan melestarikan serta memanfaatkan peran tumbuhann obat tersebut

bagi kelangsungan organisme dibumi. Sehingga judul penelitian ini, yaitu

“Inventarisasi Tumbuhan Berkhasiat Obat untuk Mengatasi Penyakit Kelamin di

Buntok Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan Sebagai Penunjang

Materi Keanekaragaman Hayati di SMA”.

3
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka masalah dari penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1) Apa saja jenis-jenis tumbuhan berkhasiat obat untuk mengatasi penyakit

kelamin di Kecamatan Dusun Selatan?

2) Apa saja organ–organ tumbuhan yang digunakan sebagai obat untuk mengatasi

penyakit kelamin oleh masyarakat di Kecamatan Dusun Selatan?

3) Bagaimana cara pengolahan tumbuhan yang digunakan sebagai obat untuk

mengatasi penyakit kelamin oleh masyarakat di Kecamatan Dusun Selatan?

4) Bagaimana hasil inventarisasi tumbuhan obat untuk mengatasi penyakit kelamin

di Kecamatan Dusun Selatan setelah dikembangkan menjadi poster ilmiah?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1) Mengetahui jenis-jenis tumbuhan berkhasiat obat untuk mengatasi penyakit

kelamin di Kecamatan Dusun Selatan.

2) Mengetahui organ-organ tumbuhan yang digunakan sebagai obat untuk

mengatasi penyakit kelamin oleh masyarakat di Kecamatan Dusun Selatan.

3) Mengetahui cara pengolahan tumbuhan yang digunakan sebagai obat untuk

mengatasi penyakit kelamin oleh masyarakat di Kecamatan Dusun Selatan.

4
4) Mengetahui hasil inventarisasi tumbuhan obat untuk mengatasi penyakit

kelamin di Kecamatan Dusun Selatan setelah dikembangkan menjadi poster

ilmiah.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk :

1) Sumber informasi untuk menambah wawasan dalam bidang kesehatan dengan

mengkaji manfaat dari tumbuhan obat dan menambah koleksi kepustakaan

untuk referensi pengetahuan tentang tumbuhan obat untuk mengatasi penyakit

kelamin.

2) Poster ilmiah hasil inventarisasi tumbuhan berkhasiat obat untuk mengatasi

penyakit kelamin di Buntok Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito

Selatan dapat dijadikan sebagai sumber media visual belajar biologi pada materi

keanekaragaman hayati di SMA.

E. Definisi Istilah

1) Tumbuhan berkhasiat obat seluruh spesies yang diketahui atau dipercaya

mempunyai khasiat sebagai obat. bagian-bagian tumbuhan yang digunakan

sebagai obat diantaranya adalah daun (folium), akar (radix), batang (caulis),

rimpang (rhizome), bunga (flos), buah (fructus) dan biji (semen).

5
2) Inventarisasi adalah pencatatan dan pengumpulan data dari penelitian tentang

tumbuhan, pendataan dilakukan dengan cara mengklasifikasi dan determinasi

tumbuhan sesuai dengan ciri morfologinya.

3) Keanekaragaman hayati adalah ketersediaan keanekaragaman sumber daya

hayati berupa jenis maupun kekayaan plasma nutfah (keanekaragaman genetik

di dalam jenis), keanekaragaman antarjenis dan keanekaragaman ekosistem.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori Dasar

1. Tinjauan Umum tentang Inventarisasi

Menurut kamus besar bahasa Indonesia inventarisasi adalah 1) pencatatan atau

pendataan barang milik kantor (sekolah, rumah tangga dan sebagainya) yang

digunakan dalam melaksanakan tugas; 2) pencatatan atau pengumpulan data (tentang

kegiatan hasil yang dicapai, pendapat umum, persuratkabaran, kebudayaan dan

sebagainya) (Lingga, et al. Ed).

Inventarisasi tumbuhan merupakan pencatatan dan pengumpulan data dari

penelitian tentang tumbuhan, pendataan dilakukan dengan cara mengklasifikasi dan

determinasi tumbuhan sesuai dengan ciri morfologinya (Santoso, 2016). Inventarisasi

merupakan kegiatan yang terdiri dari dua aspek, yaitu inventarisasi fisik dan

yuridis/legal. Aspek fisik terdiri atas bentuk, luas, lokasi, volume/jumlah, jenis,

alamat dan lain-lain (Siregar, 2004:13).

Menurut Yuniarti, (2011) kegiatan inventarisasi dan karakterisasi terhadap

morfologi tumbuhan bawah diharapkan dapat mengungkapkan potensi dan informasi

yang dapat digunakan sebagai acuan untuk mengenalkan jenis-jenis tumbuhan bawah

yang ada di daerah kawasan penelitian.

2. Tinjauan Umum tentang Tumbuhan Obat

7
Tumbuhan obat adalah seluruh spesies yang diketahui atau dipercaya

mempunyai khasiat sebagai obat. Seluruh bagian dari tanaman obat (daun, batang

atau akar) mempunyai khasiat sebagai obat dan digunakan sebagai bahan mentah

dalam pembuatan obat modern atau obat tradisional (Hirman, 1990, dalam Salamah

2017).

Menurut Abdiyani (2008:79) tumbuhan obat adalah spesies tumbuhan yang

diketahui dan dipercayai masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan

sebagai bahan baku obat tradisional. Selama sepuluh tahun terakhir, tumbuhan obat

telah menjadi topik kepentingan umum. Hingga saat ini diperkirakan banyak negara

berkembang yang sebagian besar masyarakatnya sangat mempercayai tabib dan

tumbuhan obat sebagai sarana pemenuhan kebutuhan kesehatan (Meytia, et al. 2013).

Menurut Naemah, D (2012:22) bagian-bagian tumbuhan yang digunakan

sebagai obat diantaranya adalah daun (folium), akar (radix), batang (caulis), rimpang

(rhizome), bunga (flos), buah (fructus) dan biji (semen). Menurut Bonay (2013:28)

masyarakat mengolah tumbuhan sebagai obat dengan beberapa cara diantaranya

direbus, diasap/dipanaskan, dikeruk, diperas, dikeruk dan diperas, ditumbuk,

dipotong dan direbus, dipanaskan dan ditumbuk, dijemur dan direbus,

direndam/diseduh dan tanpa diramu.

3. Tinjauan tentang Penyakit Kelamin

Penyakit kelamin (veneral disease) sudah lama di kenal dan beberapa di

antaranya sangat populer di Indonesia yaitu sifilis dan gonorrhea. Dengan semakin

8
majunya ilmu pengetahuan ,dan semakin banyaknya penyakit–penyakit baru,

sehingga istilah tersebut tidak sesuai lagi dan diubah menjadi Sexually Transmitted

Diseases (STD) atau Penyakit Menular Seksual (PMS). Kemudian sejak 1998, istilah

Sexually Transmitted Diseases (STD) mulai berubah menjadi Infeksi menular seksual

(IMS) agar dapat menjangkau penderitaan asimptomatik. Infeksi menular seksual

(IMS) adalah infeksi atau penyakit yang salah satu cara penularannya melalui

hubungan seksual dengan pasangan yang sudah tertular. Hubungan seks ini termasuk

hubungan seks lewat liang senggama, lewat mulut (oral) atau lewat dubur (anal).

Infeksi Menular Seksual (IMS) disebut juga venereal (dari kata venus, yaitu

Dewi Cinta dari Romawi kuno), didefinisikan sebagai salah satu akibat yang

ditimbulkan karena aktivitas seksual yang tidak sehat sehingga menyebabkan

munculnya penvakit menular. Kelainan yang timbul akibat penyakit kelamin ini tidak

terbatas hanya pada daerah genital saja, tetapi dapat juga pada daerah-daerah ekstra

genital. Gejalanya dapat juga menyerang mata, mulut, saluran pencernaan, hati, otak,

dan organ tubuh lainnya (Raisyifa, et al. 2010).

4. Materi Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman hayati dapat terjadi pada tingkat gen, tingkat jenis, dan tingkat

ekosistem yang dijumpai di permukaan bumi.

1) Keanekaragaman Hayati Tingkat Gen

Keanekaragaman tingkat gen disebut pula keanekaragaman genotip,

yaitu tingkat variasi pada organisme sejenis sebagai akibat interaksi antar

9
gen-gen di dalam genotipnya dengan lingkungan sehingga memunculkan

fenomena yang berbeda sekalipun gena-genanya sama. Hal ini terjadi

sebagai akibat sifat gen-gen ada yang dominan dan ada yang resesif. Itulah

sebabnya, sekalipun gen-gen di dalam genotipnya sama dalam satu

keluarga terdapat anggota keluarga yang memiliki ciri atau sifat

penampilan yang berbeda dengan anggota lainnya dalam keluarga itu.

Penampakan sifat genotif berinteraksi dengan lingkungannya disebut

fenotif. Dengan begitu, akibat adanya sifat dominansi dan resesif gen-gen

dalam genotip induk organisme itu, suatu induk akan menghasilkan

fenotip yang berbeda pada keturunannya. Keanekaragaman genotip

disebut juga plasma nutfah. Individu yang masih alami atau belum

termutasi oleh manusia, memiliki kekayaan plasma nutfah yang berharga,

karena gen-gennya masih bisa direkayasa lebih lanjut. Keanekaragaman

hayati dalam bentuk hutan seisinya merupakan sumber plasma nutfah

untuk kesejahteraan hidup manusia di masa kini dan masa datang,

sehingga keberadaan hutan di tiap wilayah semestinya dipelihara dan

dilestarikan.

2) Keanekaragaman Tingkat Jenis

Variasi pada keanekaragaman tingkat gen adalah bukan disebabkan

oleh keanekaragaman gen, melainkan perbedaan pengaruh interaksi antar

gena-gena pada genotip dengan lingkungan yang berbeda. Tetapi

keanekaragaman tingkat jenis merupakan variasi yang terjadi pada tingkat

10
individu sebagai akibat pengaruh keanekaragaman gen-gen yang

membentuk genotip individu-individu itu. Keanekaragaman tingkat jenis,

contohnya variasi pada jenis kelapa (Cocos nucifera), yaitu ada kelapa

gading, kelapa kopyor, dan kelapa hijau adalah berbeda varietasnya, tetapi

sama jenisnya.

Individu yang satu dengan individu yang lainnya memiliki

persamaan dan perbedaan. Makin banyak persamaannya atau makin

sedikit perbedaannya, makin dekat kekerabatannya, dan sebaliknya. Untuk

melihat jauh dekatnya kekerabatan suatu organisme satu dengan

organisme lainnya, para hali membuat sistem pengelompokan-

pengelompokan atau klasifikasi yang disebut tingkatan takson. Ilmu yang

khusus mempelajari pengelompokan atau klasifikasi organisme ini disebut

Taksonomi.

Pembagian kelompok takson dari kelompok besar sampai ke

kelompok yang lebih khusus atau tingkat jenis, secara garis besar dan

berurutan ditulis sebagai berikut: Kerajaan – Divisi – Kelas – Bangsa –

Suku – Marga – Jenis.

3) Keanekaragaman Tingkat Ekosistem

Istilah Ekosistem berasal dari bahasa Greek, yaitu Ecosistem (oikos=

rumah tangga, + sistema= keseluruhan bagian-bagian sebagai satu

kesatuan). Ekosistem berarti satu kesatuan yang ada dalam rumah

tangganya, yaitu satu kesatuan antara semua makhluk hidup dengan

11
lingkungan abiotiknya. Seringkali faktor abiotik menjadi faktor pembatas

bagi pertumbuhan dan perkembangan makhluk hidup. Faktor pembatas

dapat berupa perbedaan iklim, bentang alam yang luas, keadaan air tanah

dan mineral yang mempengaruhi pertumbuhan organisme. Oleh karena

setiap jenis makhluk hidup memiliki daya toleransi, adaptasi, dan suksesi

yang berbeda-beda terhadap lingkungan yang berbeda-beda, menyebabkan

di dunia terjadi keanekaragaman ekosistem maupun bioma.

5. Klasifikasi Makhluk Hidup

Tujuan klasifikasi makhluk hidup adalah menyederhanakan objek-objek yang

dipelajarinya sehingga dikenali secara mudah dan akhirnya dapat dimanfaatkan untuk

kepentingan manusia. Sejumlah organisme dapat diklasifikasikan menurut sistem

tertentu atau sistem yang dianutnya. Dengan membandingkan ciri-cirinya dan sifat-

sifatnya yang menunjukkan banyak/sedikitnya persamaan maupun perbedaan yang

ada antara organisme satu dengan lainnya, kita dapat menentukan jauh dekatnya

kekerabatannya. Untuk mempelajari keanekaragaman makhluk hidup dengan

klasifikasinya dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti: mengidentifikasinya

dengan benda/contoh/gambarnya, menanyakan kepada ahlinya, dan menggunakan

kunci Determinasi Dikotomi. Dari waktu ke waktu, sistem klasifikasi mengalami

perkembangan atau perubahan sesuai dengan kemajuan teknologinya. Ada tiga

macam sistem klasifikasi pada makhluk hidup, yaitu berdasarkan Sistem Buatan

(Artifisial), Sistem Alami (Natural), dan Sistem Filogeni.

12
1) Sistem Klasifikasi Buatan

Sistem klasifikasi ini banyak dihubungkan dengan kepentingan

hidup manusia, habitat, atau kebiasaan hidup organisme sehingga lebih

mudah dikenali atau dipahaminya. Tujuannya adalah agar lebih mudah

mengenal xylem/sifat dan manfaat dari organisme yang dipelajarinya, dan

dengan begitu akan mudah diupayakan untuk budidayanya sesuai

kebutuhannya. Kelemahan dari klasifikasi buatan ini adalah suatu

organisme memiliki manfaat yang bermacam-macam, sehingga tidak

dapat digolongkan dalam satu golongan saja. Misalnya, tanaman cabe

(Capsicum annuum) dapat digolongkan sebagai tanaman sayuran, tanaman

obat, tanaman semusim, tanaman hortikultur, tanaman herba, tanaman

industri (saos sambal), tanaman hias, dan lainnya.

2) Sistem Klasifikasi Alami

Sistem Klasifikasi Alami adalah didasarkan kepada ciri-ciri

alaminya yang mudah dikenalinya seperti ciri-ciri morfologi akar, batang,

daun, dan bunganya atau alat reproduksinya. Dalam sistem klasifikasi

alami/tradisional antara lain dipelopori oleh Carolus Linnaeus (1707-

1778) yang meletakkan dasar-dasar klasifikasi secara teratur dalam

pemberian nama ilmiahnya. Dalam sistem klasifikasinya, ia sangat

memperhatikan urutan takson sebagaimana telah dikemukakan di atas.

3) Sistem Klasifikasi Filogeni

13
Sistem klasifikasi filogeni adalah mendasarkan penggolongan

organisme menurut garis evolusinya atau sifat perkembangan genetik

organisme sejak sel pertama hingga menjadi bentuk masa kininya. Sistem

klasifikasi ini dipengaruhi oleh perkembangan teori evolusi. Organisme

secara morfologisnya berbeda, ternyata tidak mesti memiliki genetik yang

berbeda sebagai akibat interaksi gena-gena dengan lingkungannya seperti

yang dijelaskan di awal uraian modul ini, yaitu sebagai akibat

keanekaragaman tingkat gen pada individu. Kelebihan sistem klasifikasi

filogeni adalah mudah melihat tingkat kekerabatan antar individunya.

Kelompok individu pada tingkat takson jenis adalah menunjukkan

individu ini bisa disilangkan dan menghasilkan keturunan yang fertil.

Sebab, individu pada tingkat genus yang sama bisa saja disilangkan, hanya

menghasilkan keturunan yang steril.

B. Penelitian Relevan

Izzuddin & Azrianingsih (2015) dalam penelitian yang berjudul: Inventarisasi

Tumbuhan Obat di Kampung Adat Urug, Desa Urug, Kecamatan Sukajaya,

Kabupaten Bogor. Tumbuhan obat yang direkomendasikan sebanyak 53 jenis

tumbuhan tergolong dalam 27 familia dan 5 macam ramuan yang biasanya diramu

oleh paraji.

Leisha (2017) dalam penelitian yang berjudul: Inventarisasi Tumbuhan Obat di

Kecamatan Lubuklinggau Timur di Kota Lubuklinggau Provinsi Sumatera Selatan

14
Sebagai Buku Referensi di SMA. Jenis-jenis tumbuhan obat yang ada di Kecamatan

Lubuklinggau Timur II berjumlah 76 Jenis dari 40 famili. Adapun tumbuhan obat

yang dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu di Kelurahan Mesat Seni 52 jenis dari 26

famili, Kelurahan Mesat Jaya 32 jenis dari 23 famili, Kelurahan Karya Bakti 43 jenis

dari 36 famili, Kelurahan Dempo 19 jenis dari 15 famili, Kelurahan Wirakarya 16

jenis dari 14 famili, dan Kelurahan Ceremeh Taba 39 jenis dari 25 famili. Kelurahan

yang paling banyak ditemukan tumbuhan obat adalah Kelurahan Mesat Seni dan yang

paling sedikit adalah Kelurahan Wirakarya. Organ tumbuhan obat yang paling banyak

digunakan adalah daun dengan jumlah 36, batang 10 jenis, rimpang 5 jenis, buah 16

jenis, akar 4 jenis, biji 2 jenis, umbi 2 jenis, getah/lendir 4 jenis, bunga 2 jenis, kulit

buah 2 jenis dan yang paling sedikit adalah bagian daging buah dengan jumlah 1 jenis

tumbuhan obat. Pengembangan buku referensi tumbuhan obat yang ada di Kecamatan

Lubuklinggau Timur II berdasarkan hasil validasi dari ahli materi, ahli media, ahli

bahasa dan siswa bahwa buku referensi telah layak dan tidak perlu direvisi.

Salamah (2017) dalam penelitian yang berjudul: Inventarisasi Tumbuhan Obat

di Kawasan Giribangun Girilayu Matesih Karanganyar Jawa Tengah. Berdasarkan

hasil penelitian dan pembahaan yang di dapatkan pada kawasan Giribangun terdapat

14 jenis tumbuhan obat dan daerah atas 10 jenis tumbuhan obat. Suku yang

mendominasi didaerah bawah didominasi suku Euphorbiaceae dan juga Selaginella

doederleinii dan Sansiviera cylindrica sedangkan, di daerah atas di dominasi

familia/suku Asteraceae dan juga Eupatorium inulifolium. Selain kegiatan eksplorasi

juga dilakuakan wawancara kepada masyarakat Dukuh Wetankali. Wawancara ini

15
dilakukan bertujuan untuk menegtahui dalam memanfaatkan tumbuhan yang ada di

kawasan Giribangun. Sebanyak 20 warga dukuh wetankali yang diwawancarai

dengan teknik Indenpth interview diperoleh 18 warga (90%) telah mengetahui

tumbuhan obat dan sebanayk 2 warga (10%) tidak mengetahui tumbuhan obat. Hasil

penelitian yang diperoleh ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat dan

seluruh Guru dan Siswa-siswi SMP san SMA. Hasil produk peneletian ini berupa

katalog dan herbarium yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajar mata

pelajaran IPA Biologi untuk SMP pada kelas VII (materi Klasifikasi Tumbuhan) dan

SMA kelas X (materi Plantae). Selain hasil penelitian ini juga dapat memberikan

informasi kepada seluruh warga Dukuh Wetankali Kelurahan Girilayu Kecamatan

Matesih Kabupaten Karanganyar.

Tapundu, et al. (2015) dalam penelitian yang berjudul: Studi Etnobotani

Tumbuhan Obat pada Suku Seko di Desa Tanah Harapan, Kabupaten Sigi, Sulawesi

Tengah. Persentase tertinggi dari pengetahuan masyarakat suku Seko tentang

tumbuhan yang digunakan sebagai obat tradisional adalah tumbuhan “bosi-bosi”

(Ageratum conyzoides L.), “kaluku” (Cocos nucifera L.) dan “lai’a” (Zingiber

officinale L.) yaitu dengan persentase sebanyak 97,5% dengan nilai pengetahuan

sebanyak 39 orang. Sedangkan persentase terendah dari pengetahuan masyarakat

suku Seko tentang tumbuhan yang digunakan sebagai obat tradisional adalah

tumbuhan “sebi-sebi” (Cyperus rotundus L.) dan “pamiuhai” (Acorus calamus L.)

yaitu dengan persentase sebanyak 5% dengan nilai pengetahuan sebanyak 2 orang.

16
C. Kerangka Berpikir

Keanekaragaman Hayati

Tumbuhan Berkhasiat Obat untuk


Mengatasi Penyakit Kelamin di
Buntok Dusun Selatan

Dilakukan Inventarisasi secara


Deskriptif Eksploratif

Mendapatkan Data yang Resposible

Hasil Penelitian akan Dibuat Media


Visual Poster Ilmiah

Penunjang Materi Keanekaragaman


Hayati di SMA

Gambar 1. Kerangka Berpikir


Sumber : Rancangan Penulis

17
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif

yaitu suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa ucapan atau

tulisan dan perilaku yang dapat diamati dari orang (subyek) itu sendiri. Dengan

pendekatan penelitian kualitatif ini, peneliti akan membuat deskripsi tentang

gambaran objek yag diteliti secara sistematis, baik itu mengenai fakta-fakta, sifat-sifat

serta berbagai hal yang terkait dengan tema penelitian.

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif eksploratif, yaitu suatu

penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian yang sesuai

dengan fenomena-fenomena yang ada. Adapun metode yang digunakan adalah

metode survey, yang merupakan suatu metode untuk menarik suatu kesimpulan

tentang suatu populasi yang sedang diteliti. Kesimpulan yang didapat berdasarkan

informasi ataupun data yang diperoleh dari sampel penelitian yang telah ditentukan.

18
B. Kehadiran Peneliti

Kehadiran peneliti dalam hal ini sangatlah penting dan utama, hal ini seperti

yang dikatakan Moleong bahwa dalam penelitian kualitatif kehadiran peneliti sendiri

atau bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama.

Sesuai dengan penelitian kualitatif, kehadiran peneliti di lapangan adalah sangat

penting dan diperlukan secara optimal. Peneliti merupakan instrument kunci utama

dalam mengungkapkan makna dan sekaligus sebagai alat pengumpul data. Karena itu

peneliti juga harus terlibat dalam kehidupan orang-orang yang diteliti sampai pada

tingkat keterbukaan antara kedua belah pihak. Oleh karena itu dalam penelitian ini

peneliti terjun langsung ke lapangan untuk mengamati dan mengumpulkan data yang

dibutuhkan. Peneliti melakukan penelitan di kediaman warga Buntok Kecamatan

Dusun Selatan.

C. Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini adalah di Buntok Kecamatan Dusun Selatan

Kabupaten Barito Selatan. Peneliti menggunakan penelitian ini karena keadaan lokasi

yang mudah dijangkau juga memperoleh data-data yang sesuai, menjawab persoalan

dan fenomena yang terjadi sesuai dengan pokok fokus masalah yang diajukan.

19
Gambar 1. Peta lokasi Kabupaten Barito Selatan di

Kalimantan Tengah Koordinat: 1° 20’ Lintang Utara

– 2° 35’ Lintang Selatan dan 114°–115° Bujur Timur

Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Kalimantan_Tengah

D. Sumber Data
Jenis data pada penelitian ini terbagi menjadi dua :
1. Data Primer

Data yang didapatkan secara langsung dari lokasi penelitian meliputi Observasi

area penelitian, wawancara masyarakat sekitar, dan lembaga terkait. Data primer

dalam penelitian ini diperoleh langsung dari lapangan yaitu tumbuhan obat berkhasiat

obat untuk mengatasi penyakit kelamin yang didapat secara langsung dari kawasan

Buntok Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito Selatan.

20
2. Data Sekunder

Sumber data sekunder yaitu data penunjang, sumber ini biasanya berbentuk

dokumen-dokumen, seperti data mengenai keadaan demografi suatu wilayah, bahan

bacaan dan lain-lain. Data sekunder penelitian ini yaitu data tumbuhan berkhasiat

obat untuk mengatasi penyakit kelamin, sumber buku maupun jurnal yang relevan.

E. Prosedur Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam peneltian ini dilakukan dengan teknik survey

melalui wawancara semiterstruktur. Penentuan responden menggunakan teknik

snowball sampling. Teknik snowball sampling dipilih karena di Buntok mayoritas

masyarakat yang tinggal di daerah ini adalah Suku Dayak, yaitu: Suku Dayak Ngaju,

Suku Dayak Bakumpai, Suku Dayak Maanyan, Suku Dayak Lawangan, Suku Dayak

Dusun dan Suku Dayak Bawo. Dan setiap penentuan responden selanjutnya

berdasarkan pemikiran yang matang oleh responden sebelumnya. Pengambilan data

dilakukan dengan menggunakan lembar pengamatan, data yang dikumpulkan

meliputi habitat, nama daerah, nama ilmiah, ciri morfologi, bagian tumbuhan yang

digunakan sebagai obat, manfaat, dan klasifikasi

F. Analisis Data

Data tumbuhan berkhasiat obat untuk mengatasi penyakit kelamin yang

terkumpul kemudian dianalisis secara deskriptif yaitu penguraian apa adanya

fenomena yang terjadi (deskriptif) disertai penafsiran terhadap arti yang terkandung

21
dibalik yang tampak (interpretif). Dalam penelitian ini peneliti melakukan analisis

interpretif dengan mengandalkan daya imajinasi, intuisi, dan daya kreasi peneliti

dalam proses yang disebut reflektif dalam menangkap makna dari objek penelitian,

dengan mendeskripsikan ciri-ciri morfologi tumbuhan obat untuk menentukan jenis

nama spesies tumbuhan paku yang digunakan masyarakat Buntok Kecamatan Dusun

Selatan Kabupaten Barito Selatan.

G. Pengecekan Keabsahan Data

Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif ini meliputi uji credibility data

(validitas internal), uji transferability (validitas eksternal), uji dependability

(reliabilitas) dan uji confirmability (obyektivitas).

1. Uji Credibility Data (Validitas Internal)

Uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif

antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan.

2. Uji Transferability (Validitas Eksternal)

Bagi peneliti, transferability bergantung pada si pemakai, yakni sampai

manakah hasil penelitian ini dapat digunakan dalam konteks dan situasi tertentu.

Peneliti telah memberikan deskripsi yang terinci bagaimana peneliti mencapai hasil

penelitian ini, apakah hasil penelitian itu dapat diterapkan, diserahkan kepada para

pembaca dan pemakai. Bila pembaca laporan penelitian mampu memperoleh

22
gambaran yang sedemikian jelas dari hasil penelitian maka laporan tersebut

memenuhi standar transferbilitas.

3. Uji Dependability (Reliabilitas)

Dependability menurut istilah konvensional disebut “reliability” atau realitas.

Suatu penelitian yang reliable adalah apabila orang lain dapat mengulangi atau

mereplikasikan proses penelitian tersebut. Dalam melakukan penelitian, ada berbagai

hal yang harus di audit oleh peneliti, meliputi: masalah atau fokus yang ada di

lapangan, sumber datanya, analisis data, uji keabsahan data, serta kesimpulan dari

peneliti.

4. Uji Confirmability (obyektivitas)

Menguji confirmability berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses

yang dilakukan. Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang

dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar confirmability. Uji

confirmability diperoleh dari hasil yang dilakukan peneliti mengenai sumber data,

analisis data dan uji keabsahan data.

H. Tahap-Tahap Penelitian

Prosedur Penelitan terhadap tumbuhan obat di Buntok Kecamatan Dusun

Selatan Kabupaten Barito Selatan melalui tahap-tahap sebagai berikut :

23
1. Tahap Observasi

Observasi dilakukan di Buntok Kecamatan Dusun Selatan Kabupaten Barito

Selatan. Pada tahap ini peneliti melakukan pengamatan langsung dan menggali

infomasi dari masyarakat yang menggunakan tumbuhan sebagai obat untuk mengatasi

penyakin kelamin. Teknik pemilihan informan yang digunakan dalam observasi awal

ini adalah metode purposive sampling yaitu teknik pemilihan informan dengan

pertimbangan tertentu, dalam hal ini orang yang dianggap paling tahu tentang

tumbuhan obat. Tokoh yang dipilih melalui metode ini untuk diwawancarai adalah

Kepala Adat, Dukun dan ahli pengobatan desa. Dalam hal ini Kepala Adat, Dukun

dan ahli pengobatan di Buntok Kecamatan Dusun Selatan bertindak sebagai

verifikator yang akan memverifkasi kebenaran dari pemanfaatan jenis-jenis tumbuhan

obat untuk mengatasi penyakit kelamin yang digunakan oleh masyarakat Dayak di

Buntok tersebut.

2. Tahap Wawancara

Pengambilan data dilakukan dengan teknik survei melalui wawancara semi

struktur dengan mengajukan pertanyaan yang telah dipersiapkan sehingga diperoleh

informasi data lisan dari responden. Metode ini dilakukan dengan mewawancarai

sejumlah tokoh masyarakat terutama para sesepuh desa, tokoh adat, dukun, penjual

jamu dan masyarakat setempat yang sering memanfaatkan tumbuhan obat sebagai

responden yang berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan.

24
Pemilihan informan pada tahap wawancara ini dilakukan dengan metode

snowball sampling yaitu teknik pemilihan informan berdasarkan rekomendasi

informan kunci dalam hal ini Kepala Adat, Dukun dan ahli pengobatan desa.

Informasi tentang calon informan berikutnya didapat dari informan sebelumnya.

Informan yang dianggap ahli dalam tumbuhan obat yaitu seperti tokoh adat, tokoh

masyarakat, penjual jamu, dukun dan tukang urut ditentukan dengan purposive

sampling. Sedangkan masyarakat yang mengetahui tentang tumbuhan obat ditentukan

dengan snowball sampling.

3. Dokumentasi Tumbuhan

Setelah pengambilan data dan wawancara dilakukan, maka selanjutnya data

tumbuhan yang telah terkumpul dibuktikan dengan fakta keberadaannya di lapangan,

yaitu dengan mendokumentasikannya untuk keperluan identifikasi tumbuhan obat.

4. Identifikasi Tumbuhan

Data hasil wawancara mengenai tumbuhan obat untuk mengatasi penyakit

kelamin yang disebutkan oleh masyarakat kemudian diidentifikasi menggunakan

buku referensi tumbuhan obat seperti (1) kunci identifikasi “Flora untuk sekolah di

Indonesia” (1995) oleh C.G.G.J Van Steenis; (2) kunci identifikasi pada buku “Flora

of Java” Volume I, II, III oleh Backer dan Bakhuzein Van den Brink (1963, 1965,

1968); (3) membandingkan dengan deskripsi dan gambar-gambar di buku-buku yang

25
relevan. Selanjutnya dilakukan klasifikasi dalam bentuk data yang dapat dilihat pada

tabel berikut ini :

Tabel 1. Contoh Tabel Klasifikasi Tumbuhan Berkhasiat Obat untuk mengatasi Penyakit

Kelamin

Tingkatan Takson
No.
Kerajaan Divisi Kelas Bangsa Suku Marga Jenis

26
DAFTAR PUSTAKA

Abdiyani. 2008. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bawah Berkhasiat Obat di


Dataran Tinggi Dieng, 5 (1): 79-92.

Bonay. 2013. Pemanfaatan Jenis-jenis Tumbuhan Obat Tradisional oleh Masyarakat


Suku Klabra di Kampung Buk Distrik Klabot Kabupaten Sorong. Manokwari:
Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan-Universitas Negeri Papua.

Izzuddin, Q. M., Azrianingsih R. Inventarisasi Tumbuhan Obat di Kampung Adat


Urug, Desa Urug, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor. Natural B, Vol. 03,
No. 01, April 2015.

Leisha, A. 2017. Inventarisasi Tumbuhan Obat di Kecamatan Lubuklinggau Timur di


Kota Lubuklinggau Provinsi Sumatera Selatan Sebagai Buku Referensi di Sma.
Lubuklinggau: STKIP-PGRI Lubuklinggau.

Lingga, A. D., Lestari, F., Arisandy, A. D. Tanpa Tahun. Inventarisasi Tumbuhan


Obat di Kecamatan Lubuklinggau Utara II. Lubuklinggau: STKIP-PGRI
Lubuklinggau.

Meytia, D, Yulianty, Master, J. Inventarisasi Tumbuhan yang Digunakan Sebagai


Obat oleh Masyarakat di Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan.
Seminar Nasional Sains & Teknologi V Lembaga Penelitian Universitas
Lampung 19-20 November 2013.

Naemah, D. 2012. Inventarisasi Tumbuhan Berkhasiat Obat Bagi Masyarakat Dayak


di Kecamatan Hantakan Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Laporan Penelitian
Mandiri. Banjarbaru: Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan-Universitas
Lambung Mangkurat Banjarbaru.

Raisyifa, Mangguang Dt. M, Reflita. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan


Tindakan Pencegahan Infeksi Menular Seksual pada Pekerja Seks Komersial
Dilokalisasi Teleju Pekan Baru. Jurnal Kesehatan Masyarakat, September
2009-Maret 2010, Vol. 04, No. 01.

Salamah, U. 2017. Inventarisasi Tumbuhan Obat di Kawasan Giribangun Girilayu


Matesih Karanganyar Jawa Tengah. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

27
Santoso, A. E. 2016. Inventarisasi Tumbuhan Obat di Kawasan Diklatsar
Tlogodringo Tawamangu Jawa Tengah Sebagai Bahan Sosialisasi Bagi
Masyarakat. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Siregar, D. 2004. Manajemen Aset. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Tapundu, S. A., Anam S., Pitopang, R. Studi Etnobotani Tumbuhan Obat pada Suku
Seko di Desa Tanah Harapan, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Biocelebes,
Desember 2015, hlm 66-86, Vol. 09, No. 02. ISSN: 1978-6471.

28

Anda mungkin juga menyukai