Anda di halaman 1dari 38

I STERILISASI

1.1 Latar Belakang

Dalam mempelajari mikroorganisme dalam kultur murni, para

mikrobiolog memerlukan alat-alat yang menunjang dalam usaha mendapatkan

kultur murni. Dalam mikrobiologi, peralatan laboratorium merupakan unsur

penting yang harus ada. Peralatan yang ada dalam laboratorium pun haruslah steril

agar dapat menunjang pekerjaan yang berhubungan dengan mikroorganisme dan

hal tersebut merupakan syarat mutlak.

Artinya, pada bahan atau peralatan yang akan digunakan harus bebeas dari

mikroorganisme yang tidak diingikan yang dapat merusak media atau koloni suatu

mikroorganisme yang diinginkan. Adapun peralatan yang umumnya digunakan di

dalam laboratorium mikrobiologi antara lain : Media yaitu; cair, semi solid, solid

(agak miring (siant), agak tegak (deep), agak cawan(plate)) dan peralatan yaitu;

autoklaf, tabung kultur, cawan petri, jarum inokulasi, pipet, waterbath, inkubator,

dan lemari pendingin (Suriawiria,2005).

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu diadakan praktikum sterilisasi alat

dan bahan biakkan guna memberikan pemahaman tentang hal-hal yang berkaitan

dengan sterilisasi serta menambah pengetahuan dan keterampilan tentang teknik

atau tatau cara sterilisasi dalam mikrobiologi

1.2 Tinjauan Pustaka

Sterilisasi dalam mikrobiologi adalah suatu proses untuk mematikan

semua organisme yang terdapat pada atau didalam suatu benda. Ketika anda untuk

pertama kalinya melakukan pemindahan biakan bakteri secara aseptik,

1
sesungguhnya anda telah menggunakan salah satu sterilisasi, yaitu pembakaran.

Namun kebanyakan peralatan dan media yang umum dipakai dalam pekerjaan

mikrobiologis akan menjadi rusak bila dibakar. Untungnya tersedia berbagai

metode lain yang efektif (Hadioetomo, 1993).

Sterilisasi merupakan suatu usaha untuk membebaskan alat-alat dan

bahan-bahan dari segala macam bentuk kehidupan, terutama mikroba, sehingga

dalam sterilisasi nanti alat-alat tidak terkontaminasi dengan pihak luar. Oleh

karena itu, bagi seorang pemula di bidang mikrobiologi sangat perlu mengenal

teknik sterilisasi karena merupakan dasar-dasar kerja dalam laboratorium

mikrobiologi. Steril merupakan syarat mutlak keberhasilan kerja dalam lab

mikrobiologi. Dalam melakukan sterilisasi, diperlukan teknik-teknik agar

sterilisasi dapat dilakukan secara sempurna, dalam arti tidak ada mikroorganisme

lain yang mengkontaminasi media.

1.3 Cara Kerja

Alat yang digunakan pada saat sterilisasi adalah cawan petri, erlenmeyer,

gelas kimia, tabung reaksi, autoklaf, oven, panci, wajan, kompor, dan batang

pengaduk.

Bahan yang digunakan pada saat sterilisasi alat adalah air, kertas, plastik

dan karet.

Cara sterilisasi alat terbagi atas 2 cara, yaitu cara basah (dengan autoklaf)

dan cara kering (dengan oven). Cara kerja steriliasi alat adalah sebagai berikut:

A. Sterilisasi dengan autoklaf.

Diisi autoklaf dengan air hingga batas yang ada didalam

autoklaf.Dimasukkan alat yang akan disterilkan ke dalam autoklaf. Ditutup

2
autoklaf dan di putar sekrup autoklaf dengan rapat. Diletakkan autoklaf di atas

tungku kompor gas. Dihidupkan kompor hingga suhu pada termometer mencapai

121oC. Dibiarkan selama 15-20 menit. Dimatikan kompor gas. Dibiarkan autoklaf

hingga dingin sebelum dibuka.

B. Sterilisasi dengan oven.

Disiapkan semua alat yang akan disterilkan. Dibungkus alat-alat dengan

menggunakan kertas. Dimasukkan semua alat yang akan disterilkan ke dalam

oven. Diatur suhu oven 160oC selama 2 jam. Setelah seleai dibiarkan oven hingga

kira-kira alat-alat didalam oven telah dingin.

1.4 Pembahasan

Sterilisasi adalah suatu proses dimana kegiatan ini bertujuan untuk

membebaskan alat ataupun bahan dari berbagai macam mikroorganisme. Suatu

bahan bisa dikatakan steril apabila bebas dari mikroorganisme hidup yang patogen

maupun tidak baik dalam bentuk vegetatip walaupun bentuk nonvegetatif (spora)

(Suriawiria, 2005).

Sebelum melakukan percobaan maupun penelitian alat yang digunakan

harus disterilkan terlebih dahulu untuk membebaskan suatu bahan dan peralatan

tersebut dari semua bentuk kehidupan. Alat-alat yang di gunakan dalam strilisasi

yaitu autoklaf, kertas, cawan petridis, lampu bunses, korek api, jarum ose, alkohol

dan akuades.

Metode yang digunakan dalam strerilisasi terbagi atas 2 yaitu metode

panas kering dan panas basah (mengunakan uap air). Sterilisasi panas kering

dilakukan menggunakan lampu bunsen atau dengan oven. Pada kondisi panas

kering, protein akan terdenaturasi, sitoplasma akan kering, dan berbagai

3
komponen sel dan virus teroksidasi. Panas basah (menggunakan uap air), lebih

mematikan dibandingkan panas kering pada suhu yang sama. Hal ini disebabkan

kehadiran molekul air membantu memecahkan ikatan hidrogen pada membran.

Sterilisasi panas basah ini dilakukan dengan alat autoklaf (Hadioetomo, 1993).

Menurut Hadioetomo (1993) autoklaf berfungsi untuk mensterilkan dan

membunuh mikroba kontaminan pada alat atau bahan yang akan digunakan.

Sterilisasi basah menggunakan autoklaf ini menggunakan uap air jenuh pada suhu

121oC selama 15 menit. Adapun alasan digunakannya suhu 121oC itu disebabkan

oleh tekanan 1 atm pada ketinggian permukaan laut. Bunsen digunakan untuk

memanaskan jarum ose. Pemanasan dilakukan sampai jarum ose memerah yang

artinya jarum ose tersebut sudah steril. Ada 4 hal utama yang harus diingat bila

melakukan sterilisasi basah, yaitu :

a) Sterilisasi bergantung pada uap, karena itu udara harus dikosongkan betul-betul

dari ruang autoklaf (sterilisator).

b) Semua bagian bahan yang disterilkan harus terkenah iuap, karena itu tabung

dan labu kosong harus diletakan dalam posisi tidur agar udara tidak

terperangkap di dasarnya.

c) Bahan-bahan yang berpori atau berbentuk cairan harus permeable terhadap uap.

d) Suhu sebagaimana yang terukur oleh termometerharus mencapai 121°C dan

dipertahankansetinggi itu selama 15 menit.

Sterilisasi kering atau sterilisasi panas kering dapat diterapkan dengan cara

pemanasan langung sampai merah, meayangkan di atas nyala api, pembakaran

dan sterilisasi dengan udara panas (oven). Pemanasan kering sering digunakan

dalam sterilisasi alat-alat gelas di laboratorium. Dalam sterilisasi panas kering,

4
bahan yang sering disterilkan adalah pipet, tabung reaksi, cawan petri dari kaca,

dan barang-barang pecah belah lainnya. Bahan-bahan yang disterilkan harus

dilindungi dengan cara membungkus, menyumbat atau menaruhnya dalam suatu

wadah tertutup untuk mencegah kontaminasi setelah dikeluarkan dari oven

(Hadioetomo, 1993).

Sebelum melakukan sterilisasi udara panas kering ini terlebih dahulu

membungkus alat-alat gelas dengan kertas payung atau aluminium foil, setelah itu

atur pengatur suhu oven menjadi 160oC dan alat disterilkan selama 2 jam.

Keuntungan dari sterilisasi kering yaitu tidak ada uap air yang membasahi

peralatan yang disterilkan (Hadioetomo, 1993).

1.5 Kesimpulan

Sterilisasi adalah suatu proses mematikan mikroorganisme yang mungkin

ada pada suatu benda. Pemilihan teknik sterilisasi didasarkan pada sifat alat dan

bahan yang akan disterilkan. Ada dua jenis sterilisasi yang digunakan yaitu

sterilisasi basah dan sterilisasi kering. Sterilisasi basah yaitu menggunakan

autoklaf dengan menggunakan suhu 121oC selama 15 menit, sedangkan sterilisasi

kering yaitu menggunakan oven dengan suhu 160oC-180oC selama 2 jam.

5
II MEDIA

2.1 Latar Belakang

Untuk dapat mengetahui banyak hal tentang mikroorganisme tentunya kita

harus menumbuhkan mereka dalam suatu media. Media merupakan tempat

tumbuh dan sumber nutrisi bagi mikroorganisme. Setiap mikroorganisme

memiliki syarat yang berbeda-beda untuk tumbuh. Untuk itu, kita harus mengerti

jenis-jenis nutrien yang diinginkan oleh mikroorganisme dan juga jenis

lingkungan fisik yang menyediakan kondisi optimum bagi pertumbuhannya. Oleh

karena itu, praktikan pun harus mengetahui macam-macam media, cara

pembuatan media, sekaligus mengetahui bahan-bahan dan komposisi yang

digunakan serta fungsi dari masing-masing bahan dalam membantu pertumbuhan

mikroorganisme tersebut.

Mikroorganisme dapat berkembang biak dengan alami atau dengan

bantuan manusia. Mikroorganisme yang dikembangkan oleh manusia diantaranya

melalui media. Menurut Singleton dan Sainsbury (2006) medium yang digunakan

untuk menumbuhkan dan mengembangbiakkan mikroorganisme tersebut harus

sesuai susunanya dengan kebutuhan jenis-jenis mikroorganisme yang

bersangkutan. Beberapa mikroorganisme dapat hidup baik pada medium yang

sangat sederhana yang hanya mengandung garam anargonik di tambah sumber

karbon organik seperti gula. Sedangkan mikroorganime lainnya memerlukan suatu

medium yang sangat kompleks yaitu berupa medium ditambahkan darah atau

bahan-bahan kompleks lainnya.

Dalam bidang mikrobiologi, dipelajari mengenai mikroba yang meliputi

bakteri, fungi atau mikroorganisme lainnya. Karena itu, untuk melihat dengan

6
jelas penampakan mikroba tersebut, terlebih dahulu kita membuat biakan

organisme. Sebelumnya, bahan serta peralatan harus dalam keadaan steril, artinya

pada bahan dan peralatan yang ingin dipergunakan tidak terdapat mikroba lain

yang tidak diharapkan. Proses dari kegiatan steril disebut sterilisasi (Suriawiria,

2005).

Sementara itu, untuk menumbuhkan mikroorganisme yang sudah

dibiakkan (murni) digunakan media. Menurut Waluyo (2005) media merupakan

campuran dari beberapa zat-zat makanan untuk pertumbuhan mikroba dan

berfungsi sebagai nutrisi bagi mikroba tersebut. Media dibedakan berdasarkan

fase (sifat fisik media), yaitu media padat, media setengah padat, media cair.

Pada praktikum penyakit ini, media yang digunakan adalah media PDA

(Potato Dextrose Agar) dimana media ini menggunakan bahan dasar kentang

yang telah direbus dan diambil ekstraknya sebagai sumber nutrisi dari

mikroorganisme yang akan dibiakkan.

2.2 Tinjauan Pustaka

Mikroorganisme dapat ditumbuhkan dan dikembangkan pada suatu

substrat yang disebut medium. Medium yang digunakan untuk menumbuhkan dan

mengembangbiakkan mikroorganisme tersebut harus sesuai susunanya dengan

kebutuhan jenis-jenis mikroorganisme yang bersangkutan. Beberapa

mikroorganisme dapat hidup baik pada medium yang sangat sederhana yang

hanya mengandung garam anargonik di tambah sumber karbon organik seperti

gula. Sedangkan mikroorganime lainnya memerlukan suatu medium yang sangat

kompleks yaitu berupa medium ditambahkan darah atau bahan-bahan kompleks

lainnya (Volk, dan Wheeler,1993).

7
Akan tetapi yang terpenting medium harus mengandung nutrien yang

merupakan substansi dengan berat molekul rendah dan mudah larut dalam air.

Nutrien ini adalah degradasi dari nutrien dengan molekul yang kompleks. Nutrien

dalam medium harus memenuhi kebutuhan dasar makhluk hidup, yang meliputi

air, karbon, energi, mineral dan faktor tumbuh.

Medium adalah suatu bahan yang terdiri atas campuran nutrisi (zat

makanan) yang dipakai untuk menumbuhkan mikroba termaksud bakteri patogen.

Selain untuk menumbuhkan mikrobia medium dapat digunakan pula untuk isolasi,

memperbanyak, pengujian sifat-sifat fisiologi dan perhitungan jumlah mikrobia

(Khaeruni dan Satrah, 2017).

Media pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu bahan yang terdiri dari

campuran zat-zat makanan atau nutrisi yang diperlukan oleh mikroorganisme

untuk pertumbuhannya. Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi di dalam media

berupa molekul-molekul kecil yang dirakit untuk menyusun komponen sel.

Dengan media, pertumbuhan dapat dilakukan dengan isolasi mikroorganisme

menjadi kultur murni dan juga memanipulasi komposisi media pertumbuhannya.

Bahan dasar adalah air (H2O) sebagai pelarut dari agar-agar (rumput laut) dimana

agar-agar tersebut berfungsi sebagai pemadat media (Suhardi, 2013).

Media biakan yang mampu mendukung optimalisasi pertumbuhan

milroorganisme harus dapat memenuhi persyaratan nutrisi bagi mikroorganisme.

unsur tersebut berupa garam organik, sumber energy (karbon), vitamin dan zat

pengatur tumbuh (ZPT). Selain itu dapat pula ditambahkan komponen lain seperti

senyawa organik dan senyawa kompleks lainnya (Suardana dkk, 2014). Sterilisasi

merupakan suatu proses untuk mematikan semua organism yang teradapat pada

8
suatu benda. Proses sterilisasi dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu

penggunaan panas (pemijaran dan udara panas); penyaringan; penggunaan bahan

kimia (etilena oksida, asam perasetat, formaldehida dan glutaraldehida alkalin)

(Mirsadiq, 2013).

2.3 Cara Kerja

Alat yang digunakan pada praktikum adalah LAFC (Laminar Air Flow

Cabinet), panci, kompor, batang pengaduk, erlenmeyer, timbangan, allumunium

foil, pisau, dan saringan.

Bahan yang digunakan pada praktikum adalah kentang, aquades, agar dan

1 tablet detromicyn.

Adapun cara kerja yang dilakukan adalah pertama disterilisasi alat yang

akan digunakan. Ditimbang kentang 200 gr dan dipotong dadu sekecil mungkin.

Direbus kentang dengan aquades sebanyak 500 ml. Ditambahkan 20 gram agar

dan detromicin 1 tablet ke dalam rebusan kentang. Diaduk rebusan terus-menerus

hingga mendidih. Dimatikan kompor saat rebusan mendidih. Disaring larutan

media menggunakan saringan dan dipindahkan ke erlenmeyer. Ditutup erlenmeyer

dengan allumunium foil. Disimpan didalam kulkas jika media tidak langsung

digunakan dan langsung dituang ke petridish jika ingin langsung digunakan.

2.4 Pembahasan

Pada praktikum kali ini menggunakan media PDA (Potato Dextrose

Agar), yaitu medium yang digunakan untuk mengembangbiakkan jamur secara

umum. Media PDA mengandung nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan untuk

9
pertumbuhan jamur. Sedangan untuk mengembangbiakkan bakteri secara umum

biasanya digunakan media NA (Natrium Agar).

Untuk mengamati jamur di laboratorium kita harus dapat

menumbuhkannya dalam biakan murni. Untuk dapat melakukan hal ini, haruslah

dimengerti jenis-jenis nutrient yang di peruntukkan pada jamur dan juga macam

lingkungan fisik yang menyediakan kondisi optimum bagi pertumbuhannya.

(Pelczar, 1986).

Media pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu bahan yang terdiri dari

campuran zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan mikroorganisme untuk

pertumbuhannya. Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi media berupa molekul-

molekul kecil yang dirakit untuk menyusun komponen sel. Dengan media

pertumbuhan dapat dilakukan isolat mikroorganisme menjadi kultur murni dan

juga memanipulasi komposisi media pertumbuhannya (Pradhika, 2008).

Media diperlukan sebagai tempat tumbuhnya mikroba, sehingga kita

dapat mengamati bakteri tertentu yang ingin diamati. Menurut Pelczar(1986),

adapun macam-macam media pertumbuhan yang digunakan untuk kultur mikroba

berdasarkan bentuk adalah :

 Media Cair (Liquid Media), yaitu media yang berbentuk cair seperti :

Nutrient Broth (NB), Brain Heart Infusion (BHI), Alkali Pepton Water

(APW), dll.

 Semi Solid Media. Media ini digunakan untuk uji motilitas, karena

teksturnya yang setengah padat akan memudahkan pergerakan bakteri.

Media ini dibuat di tabung dengan posisi tegak.

10
 Media Padat, yaitu media yang berbentuk padat, media ini dapat berbentuk

media organik, contohnya : Blood Agar Plate (BAP), Mac Conkey (MC),

Salmonella Shigella Agar (SSA), Nutrien Agar (NA), Potato Dextrose

Agar (PDA), dll.

Menurut Pradhika (2008) media biakan mikroba berdasarkan tujuan

biakannya terbagi atas beberapa jenis media, yaitu:

 Media untuk isolasi, media ini mengandung semua senyawa esensial untuk

pertumbuhan mikroorganisme,misalnya Nutrient Broth, Blood Agar.

 Media selektif/penghambat, media yang selain mengandung nutrisi juga

ditambah suatu zat tertentu sehingga media tersebut dapat menekan

pertumbuhan mikroorganisme lain dan merangsang pertumbuhan

mikroorganisme yang diinginkan.

 Media diperkaya (enrichment), media yang mengandung komponen dasar

untuk pertumbuhan mikroorganisme dan ditambah komponen kompleks

seperti darah, serum, kuning telur. Media diperkaya juga bersifat selektif

untuk mikroorganisme tertentu.

 Media untuk peremajaan kultur, media umum atau spesifik yang

digunakan untuk peremajaan kultur.

 Media untuk menentukan kebutuhan nutrisi spesifik, media ini digunakan

unutk mendiagnosis atau menganalisis metabolisme suatu

mikroorganisme.

 Media untuk karakterisasi bakteri, media yang digunakan untuk

mengetahui kemampuan spesifik suatu mikroorganisme.

11
 Media diferensial, media ini bertujuan untuk mengidentifikasi

mikroorganisme dari campurannya berdasar karakter spesifik yang

ditunjukkan pada media diferensial.

2.5 Kesimpulan

Media diperlukan untuk menumbuhkan mikroorganisme yang akan

diisolasi untuk kemudian dilakukan langkah identifikasi guna menentukan jenis

mikroorganisme tersebut. Setiap mikroorganisme membutuhkan media yang

berbeda-beda untuk dapat tumbuh dengan baik. Secara garis besar, media

pertumbuhan mikroorganisme dapat dikelompokkan berdasarkan sifat fisik,

komposisi, dan tujuannya.

12
III PENGAMATAN GEJALA DI LAPANGAN

3.1 Latar Belakang

Penyakit tumbuhan dapat diartikan sebagai penyimpangan dari sifat

normal yang menyebabkan tumbuhan atau bagian tumbuhan tidak dapat

melaksanakan fungsi fisiologisnya yang biasa dikerjakan. Penyebab penyakit atau

patogen biasanya terdiri atas jamur, bakteri, virus, dan nematoda. Penyakit hanya

akan terjadi apabila di suatu tempat terdapat tumbuhan inang yang rentan, patogen

yang virulen, dan lingkungan yang mendukung yang biasa kita sebut segitiga

penyakit (Semangun, 2001).

Penyebab penyakit digolongkan menjadi dua yaitu penyakit yang bersifat

abiotik dan yang bersifat biotik. Untuk yang bersifat biotik (tidak hidup) misalnya

polutan udara, polutan tanah, suhu yang ekstrim, kelembaban yang ekstrim,

oksigen dan cahaya yang berlebihan atau berkekurangan, unsur hara yang tidak

tepat dosis. Sedangkan penyakit yang bersifat biotik (hidup) sampai sekarang

dilaporkan ada 6 kelompok besar yaitu jamur, virus, viroid, nematoda, protozoa

dan parasit (Afrianto, 2004).

3.2 Tinjauan Pustaka

Menentukan suatu penyakit yang diderita tumbuhan di lapang sangatlah

sulit tidak semudah teori yang dipelajari didalam kelas, karena harus teliti

mengamati dan mencermati penyakit apa yang dialami oleh suatu tumbuhan.

Sering kali terdapat beberapa macam penyakit pada tumbuhan tertentu yang

menunjukkan gejala yang sama, sehingga dengan memperhatikan gejala saja kita

dapat menentukan diagnosis dengan pasti. Selain gejala, tanda dari penyakit juga

13
harus diperhatikan. Tanda merupakan semua pengenalan dari penyakit selain

reaksi tumbuhan inang (selain gejala), misalnya bentuk tubuh buah parasit,

miselium, warna spora, damar, lendir, dan sebagainya (Semangun, 2001).

Penyakit pada tanaman berarti proses di mana bagian-bagian tertentu dari

tanaman tidak dapat menjalankan fungsinya dengan sebaik-baiknya. Ilmu

Penyakit Tumbuhan adalah ilmu yang mempelajari kerusakan yang disebabkan

oleh organisme yang tergolong ke dalam dunia tumbuhan seperti Tumbuhan

Tinggi Parastis, Ganggang, Jamur , bakteri, Mikoplasma dan Virus (Junaidi,

2009).

Gejala penyakit berhubungan erat dengan tanda penyakit. Tanda penyakit

adalah semua struktur pathogen yang terdapat pada permukaan tanaman yang

dapat dilihat secara makroskopis dan struktur tersebut berasosiasi dengan tanaman

yang sakit. Untuk mendiagnosis penyakit secara cepat dan tepat, tidak hanya

melihat dari gejala penyakit, tetapi juga melihat dari tanda penyakitnya. Sehingga

dapat dengan mudah menanggulanginya (Anonim, 2013).

3.3 Cara Kerja

Alat yang digunakan pada praktikum adalah alat tulis, kertas, dan

kamera.

Bahan yang digunakan pada praktikum adalah tanaman kakao yang akan

diamati.

Adapun cara kerja yang dilakukan adalah disapkan alat dan bahan. Dibawa

alat tulis dan kertas ke lapangan tempat tanaman kakao berada. Diamati tanaman

kakao apakah ada penyakit apa tidak pada buahnya. Difoto dan dicatat gejala jika

ada penyakit.

14
3.4 Hasil Pengamatan

Dari pengamatan dilapangan yang dilakukan terhadap tanaman kakao,

didapati bahwa buah tanaman kakao yang diamati diduga terserang penyakit

busuk buah yang disebabkan oleh patogen Phytophthora palmivora.

Gambar 1. Pengamatan lapang busuk buah pada kakao (sumber: steemit.com)

3.5 Pembahasan

Penyakit busuk buah Phytophthora (BBP) merupakan salah satu penyakit

utama yang dapat mempengaruhi sistim produksi kakao di dunia. Penyakit ini

dapat menyebabkan kehilangan hasil mencapai 90% terutama pada musim hujan

atau musim kemarau pada lahan dengan populasi semut yang banyak (Rosmana et

al. 2010). Di Indonesia P. palmivora merupakan spesies utama yang menyerang

semua fase perkembangan buah kakao sehingga selain menyebabkan busuk buah,

juga menyebabkan layu cherelle (Acebo- Guerrero et al. 2012).

Penyakit ini pada umumnya disebabkan oleh infeksi Phytophthora

palmivora. Biasanya ditandai dengan adanya pembusukan buah kakao dan disertai

bercak coklat kehitaman pada ujung atau pangkal buah kakao tersebut.

Pekembangan bercak coklat ini sangat cepat, bahkan dalam beberapa hari saja

15
akan membuat buah kakao menjadi busuk, basah dan bewarna coklat kehitaman

ini akan menutupi seluruh permukaan buah kakao.

Phytophthora palmivora merupakan salah satu patogen tumbuhan yang

menyerang berbagai tumbuhan budidaya. Anggota Oomycetes ini memiliki

spektrum target yang luas, baik tumbuhan monokotil maupun dikotil.Buah kakao

yang terserang berbercak coklat kehitaman, biasanya dimulai dari ujung, tengah

atau pangkal buah. Lama-kelamaan bercak meluas ke seluruh badan buah

(Singh,2001).

Patogen penyebab penyakit busuk buah kakao tersebut masih merupakan

masalah krusial yang belum bisa dituntaskan. Jamur P. palmivora merupakan

jamurkelas Oomycetes yang memiliki ciri-ciri morfologi miselium panjang dan

berwarna putih dengan spora berbentuk seperti buah pir (Atanasova et al., 2013).

Penyakit busuk buah ini disebarkan melalui sporangium yang terbawa

atau terpercik air hujan. Pembentukkan spora Phytophthora palmivora ini dapat

dilihat dari adanya kumpulan warna putih di atas bercak-bercak hitam yang telah

melebar ke semua arah. Suhu yang berkisar 27–30°C dan ditunjang oleh tingkat

kelembaban 70–85 % sangat mendukung (kondusif) dalam perkembangan

maupun pertumbuhan spora yang begitu cepat (Aziz et al., 2014).

3.6 Kesimpulan

Hasil pengamatan lapang yang dilakukan menunjukan bahwa ciri-ciri buah

kakao yang diamati terserang busuk buah yang disebabkan oleh patogen

Phytophthora palmivora. Hal ini dilihat sesuai dengan gejala yang diamati,

dimana terjadi pembusukan buah kakao disertai warna cokelat kehitaman pada

ujung atau pangkal buah kakao.

16
IV ISOLASI PATOGEN TANAMAN

4.1 Latar Belakang

Pengisolasian merupakan suatu cara untuk memisahkan atau memindahkan

mikroba tertentu dari lingkungannya, sehingga diperoleh kultur murni. Manfaat

dilakukannya kultur murni adalah untuk menelaah atau mengidentifikasi mikroba,

termasuk penelaahan ciri-ciri kultural, morfologis, fisiologis, maupun serologis,

yang memerlukan suatu populasi yang terdiri dari satu macam mikroorganisme

saja (Sadiqul, 2010).

Perkembangan suatu penyakit pada tumbuhan inang didukung oleh tiga

faktor, yaitu inang yang rentan, patogen yang virulen dan lingkungan yang

mendukung. Patogen terbukti memiliki daya virulensi yaitu keberhasilan untuk

menyebabkan suatu penyakit sebagai ekspresi dari patogenisitas. Gejala layu dan

rontok pada daun seiring dengan perkembangan bercak dapat diduga sebagai

akibat dari substansi-substansi yang disekresikan oleh patogen dalam mekanisme

penyerangannya untuk melumpuhkan inang. Kelompok-kelompok utama

substansi yang disekresikan patogen ke dalam tubuh tumbuhan yang

menyebabkan timbulnya penyakit, baik langsung atau tidak langsung adalah

enzim, toksin, zat pengatur tumbuh, dan polisakarida (Semangun, 1996).

Sehingga pada praktikum ini perlu dilakukan isolasi patogen penyebab

penyakit pada buah kakao guna mendapatkan biakan murni sehingga lebih

memepermudah dalam melakukan identifikasi patogen tersebut.

17
4.2 Tinjauan Pustaka

Sebelum melakukan pengamatan terhadap patogen baik berupa bakteri

maupun jamur di laboratorium, telebih dahulu kita harus menumbuhkan atau

membiakan bakteri atau jamur tersebut. Mikroorganisme dapat berkembang biak

dengan alami atau dengan bantuan manusia. Dengan berbagai teknik isolasi kita

akan coba mengetahui teknik mana yang paling tepat dan paling baik untuk

pertumbuhan bakteri atau mikroorganisme.

Mikroorganisme yang dikembangkan oleh manusia diantaranya melalui

substrat yang disebut media. Mikroorganisme dapat ditumbuhkan dan

dikembangkan pada suatu substrat yang disebut medium. Medium yang

digunakan untuk menumbuhkan dan mengembangbiakan mikroorganisme

tersebut harus sesuai susunannya dengan kebutuhan jenis-jenis mikroorganisme

yang bersangkutan. Setalah bakteri dan jamur yang akan diamati tumbuh barulah

kita dapat mengamatinya, untuk mengamatinya dapat menggunakan mikroskop

untuk mengetahui struktur patogen tersebut. Hal tersebut sangat penting kita

mengetahui seperti apa bentuk fisik patogen tersebut karena pada mata kuliah

ilmu penyakit tumbuhan tidak hanya mengetahui nama patogennya tetapi harus

mengetahui bentuk fisik patogen tersebut agar dalam melakukan analisis patogen

tidak terjadi kesalahan. Selain itu dengan mengetahui bentuk fisiknya kita dapat

mengetahui perbedaan tiap patogen yang menyerang atau menginfeksi tanaman-

tanaman apakah dengn patogen yang sama dapat menyerang tanaman lain atau

tidak.

Jamur adalah organisme kecil, umumnya mikroskopis, eukariotik, berupa

filamen atau benang, bercabang, menghasilkan spora, tidak memilki klorofil dan

18
memilliki dinding sel yang mengandung kitin. 8000 jenis spesies jamur dapat

menyebabkan penyakit pada tumbuhan. Beberapa jenis jamur dapat tumbuh dan

memperbanyak diri apabila memiliki inang, jamur tersebut disebut sebagai parasit

obligat, membutuhkan inang untuk sebagian daur hidupnya tetapi tetap mampu

menyelesaikan daur hidupnya pada bahan organik mati maupun pada tumbuhan

hidup, jamur yang seperti itu disebut parasit non-obligat (Agrios, 1996).

4.3 Cara Kerja

Alat yang digunakan pada praktikum adalah cawan petri, erlenmeyer,

kompor, panci, batang pengaduk, gunting, api bunsen, pinset, dan laminar air

flow cabinet.

Bahan yang digunakan pada praktikum adalah bagian buah yang memiliki

gejala penyakit yang disebabkan patogen yang ingin diisolasikan, air, gas, spiritus

dan media PDA.

Cara kerja yang dilakukan dalam praktikum adalah disiapakan alat dan

bahan. Diambil organ buah yang memiliki gejala penyakit. Bagian buah yang

bergejala dipotong berukuran 1 cm x1 cm dengan setengah bagian sakit dan

setengah lagi terdapat bagian sehat. Diletakkan potongan bagian tanaman ke PDA

sebanyak 4 buah dengan susunan membentuk sudut segi empat. Dilakukan

pengamatan.

19
4.4 Hasil Pengamatan

Gambar 2. Hasil pengamatan isolasi buah kakao kelompok 3 (kiri) dan kelompok
7 (kanan)

4.5 Pembahasan

Isolasi mikroorganisme mengandung arti proses pengambilan


mikroorganisme dari lingkungannya untuk kemudian ditumbuhkan dalam suatu
medium di laboratorium. Proses isolasi ini menjadi penting dalam mempelajari
identifikasi mikrobia, uji morfologi, fisiologi, dan serologi. Sedangkan pengujian
sifat-sifat tersebut di alam terbuka sangat mustahill untuk dilakukan (Pelczar,
1986). Prinsip kerja isolasi bakteri cukup sederhana yakni dengan
menginokulasikan sejumlah kecil bakteri pada suatu medium tertentu yang dapat
menyusung kehidupan bakteria. Sejumlah kecil bakteri ini didapat dari bermacam-
macam tempat tergantung dari tujuan inokulasi. Dalam kajian mikrobiologi yang
berhubungan dengan sumber bakteri adalah mikrobia tanah, air, makanan dan
udara (Talaro,1999).
Apabila ingin mendapatkan kultur murni suatu mikrobia yang digunakan
adalah metode streak plate, karena hasil akhir metode ini adalah berupa kumpulan
sel-sel yang semakin jarang pada ujung streak sehingga dapat diambil bakteri pada
jumlah seluler (satu sel). Selain itu bakteri yang didapat seharusnya merupakan
bakteri yang memang ingin dibiakkan di kultur tersebut dengan kata lain bukan
bakteri kontaminan, sebab yang diambil/dicuplik adalah koloni bakteri yang
berada di atas streak yang dibuat dan bukan di luar streak. Kelebihan metode ini
adalah dapat segera diketahui adanya kontaminasi, sedangkan kekurangannya

20
metode ini sulit dilakukan dan hanya dapat digunakan untuk menumbuhkan
bakteri aerob saja. (Burrrow, 1959).
Hasil isolasi buah kakao yang diduga terkena penyakit busuk buah

Phytophthora palmivora memiliki ciri hifa berwarna abu-abu kehitaman. Dimana

hal ini sesuai dengan ciri-ciri fisik dari patogen Phytophthora palmivora.

4.6 Kesimpulan

Dari kegaitan isolasi buah kakao yang diduga terserang penyakit busuk

buah oleh Phytophthora palmivora didapatkan hasil isolasi dengan ciri-ciri fisik

yang terlihat menyerupai jamur Phytophthora palmivora. Sehingga diperoleh

dugaan sementara bahwa buah kakao yang diidentifikasi adalah benar terserang

busuk buah yang disebabkan oelh patogen Phytophthora palmivora.

21
V PEMURNIAAN BIAKAN

5.1 Latar Belakang

Secara alami mikroorganisme di alam ditemukan dalam populasi

campuran, hanya dalam keadaan tertentu saja populasi ini ditemukan dalam

keadaan murni. Hal ini berarti bahwa harus diperoleh biakan murni yang hanya

mengandung satu macam mikroorganisme. Isolasi mikroba adalah memisahkan

mikroba satu dengan mikroba lain yang berasal dari campuran berbagai mikroba.

Mengisolasi mikroba dengan cara menumbuhkan (menanam) dalam medium

padat. Hal ini karena dalam medium padat, sel-sel mikroba akan membentuk

koloni yang tetap pada tempatnya (Waluyo, 2006).

Pemurnian merupakan cara untuk memisahkan atau memindahkan

mikroba tertentu dari lingkungannya, sehingga diperoleh kultur murni atau biakan

murni. Kultur murni ialah kultur yang sel-sel mikrobanya berasal dari pembelahan

dari satu sel tunggal (Suriawiria, 2005).

Biakan murni adalah biakan yang terdiri atas satu spesies mikroba yang

ditumbuhkan dalam medium buatan. Pada medium ini mikroba dapat tumbuh dan

berkembang biak. Bahan dasar yang digunakan untuk medium pertumbuhan ini

adalah agar-agar. Untuk bakteri heterotrof, medium dilengkapi dengan air,

molekul makanan (misal gula) sumber nitrogen dan mineral. Untuk hasil yang

lebih baik agar bakteri tumbuh, alat dan bahan yang digunakan disterilkan terlebih

dahulu terdiri dari campuran berbagai macam sel (Suriawiria, 2005).

Di alam bebas tidak ada mikroba yang hidup tersendiri dan terlepas dari

spesies yang lain. Dalam teknik biakan murni tidak saja diperlukan bagaimana

memperoleh suatu biakan murni, tetapi juga bagaimana memelihara serta

22
mencegah pencemaran dari luar. Teknik biakan murni untuk suatu spesies dikenal

dengan berbagai cara, yaitu dengan cara pengenceran, penggoresan dan

penuangan (Waluyo, 2006).

5.2 Tinjauan Pustaka

Teknik biakan murni, populasi mikroba dialam sekitar kita besar lagi

kompleks. Beratus-ratus spesies berbagai mikroba besar menghuni bermacam-

macam tubuh kita. Mereka terdapat dalam jumlah yang luar biasa besarnya.

Dalam tehnik biakan murni tidak saja diperlukan bagaimana memperoleh suatu

biakan murni tetapi juga bagaimana memelihara serta mencegah pencemaran dari

luar. Medium untuk membiakan mikroba haruslah steril sebelum digunakan.

Pencemaran (kontaminasi) dari luar terutama berasal dari udara yang mengandung

banyak mikroorganisme. Tahnik biakan murni untuk suatu spesies dikenal dengan

beberapa cara yaitu (Dwidjoseputro, 2007)

Mikroorganisme dibiakan di laboratorium yang terdiri dari bahan nutrient.

Biasanya pemilihan medium yang dipakai bargantung pada banyak faktor seperti

apa jenismikroorganisme yang akan ditumbuhkan. Perbenihan untuk pertumbuhan

bakteri agar dapat tetap dipertahankan harus mengandung semua zat makanan

yang diperlukan oleh mikroorganisme tersebut. Faktor lain seperti pH, suhu, dan

pendinginan harus dikendalikan dengan baik (Buckle, 2007).

Isolasi adalah cara untuk mengambil mikroorganisme yang terdapat di

alam dan menumbuhkannya dalam suatu medium buatan. Proses pemisahan atau

pemurnian dari mikroorganisme lain perlu dilakukan karena semua pekerjaan

mikrobiologis, misalnya telaah dan identifikasi mikroorganisme, memerlukan

suatu populasi yang hanya terdiri dari satu macam mikroorganisme saja. Prinsip

23
dari isolasi mikroba adalah memisahkan satu jenis mikroba dengan mikroba lain

yang berasal dari campuran bermacam-macam mikroba. Hal ini dapat dilakukan

dengan menumbuhkan dalam media padat, karena dalam media padat sel-sel

mikroba akan membentuk suatu koloni sel yang tetap pada tempatnya (Winda,

2009).

Di alam bebas tidak ada mikroba yang hidup tersendiri terlepas dari

spesies yang lain seringkali mikroba pathogen kedapatan secara bersama-sama

dengan mikroba saprobe (saprobakteri). Dalam teknik biakan murni tidak saja

diperlukan bagaimana memperoleh suatu biakan murni, tetapi juga bagaimana

memelihara serta mencegah pencernaan dari luar. Medium untuk membiakan

mikroba haruslah steril sebelum digunakan pencermaran (kontaminasi) dari luar

terutama berasal dari udara yang mengandung banyak mikroorganisme (Michael,

2008).

Selain untuk tujuan diatas medium juga memiliki fungsi lain seperti

tempat untuk mengisolasi, seleksi, evaluasi dan differensiasi biakan yang

didapatkan. Agar tiap-tiap medium memiliki karakteristik yang sesuai dengan

tujuan sehingga seringkali digunakan beberapa jenis zat tertentu yang mempunyai

pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba (Suriawiria,

2007)

Prinsip metode teknik penggoresan agar yaitu mendapatkan koloni yang

benar-benar terpisah dari koloni yang lain, sehingga mempermudah proses isolasi.

Cara ini dilakukan dengan membagi 3-4 cawan petri. Jarum ose steril yang telah

disiapkan diletakkan pada sumber isolat, kemudian menggoreskan ose tersebut

pada cawam petri berisi media steril. Goresan dapat dilakukan 3-4 kali

24
membentuk garis horisontal disatu cawan. Jarum ose disterilkan lagi dengan api

bunsen setelah kering jarum ose tersebut digunakan untuk menggores goreskan

sebelumnya pada sisi cawan kedua. Langkah ini dilanjutkan hingga keempat sisi

cawan tergores (Waluyo, 2006).

5.3 Cara Kerja

Alat yang digunakan pada praktikum adalah cawan petri, erlenmeyer,

kompor, panci, spatula, gunting, api bunsen, pinset, cork borer dan laminar air

flow cabinet.

Bahan yang digunakan pada praktikum adalah isolat patogen yang telah

diisolasi dari lapangan, air, spiritus dan media PDA.

Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Dibuka tutup petridish.

Diambil cork borer dan dipanaskan. Dibor hifa yang akan dijadikan biakan murni

ke dalam media baru. Dipanaskan spatula hingga berpijar kemudian diambil

potongan hifa yang telah di bor. Diletakan didalam media biakan baru. Ditutup

petridish dan diwrap dengan rapat. Diamati dan didokumentasikan hasil biakan

murni.

5.4 Hasil Pengamatan

Gambar 3. Hasil pengamatan biakan murni kakao kelompok 3 (kiri) dan


kelompok 7 (kanan)

25
Gambar 4. Biakan murni Phytophthora palmivora (sumber: Afriyeni, et al.2013)

5.5 Pembahasan

Pemurnian merupakan kegiatan untuk mendapatkan koloni murni dari

isolat mikroorganisme yang ditumbuhkan sebelumnya. Pemurnian dilakukan

dengan memindahkan koloni dari mikroba yang diinginkan dalam isolat ke dalam

media pertumbuhan yang baru sehingga di dapat koloni murni yang di harapkan

(Suriawiria, 2005).

Pemurnian pada medium PDA dilakukan dengan mengambil bahan isolat

berupa hifa cendawan saja, dengan menggunakan cork borer kemudian diletakkan

pada media PDA yang baru kemudian diwrap dan diinkubasi beberapa hari. Tanda

keberhasilan biakan murni pada jamur adalah tumbuhnya satu koloni jamur

dengan warna dan ciri yang sama. (Dwijoseputro, 1998).

Hasil pemurnian biakan yang dilakukan pada kedua isolat berhasil dan

tidak diterdapat kontaminasi oleh bakteri maupun jamur lain. Dari kedua biakan,

terdapat perbedaan warna hifa secara fisik. Dimana pada biakan satu warna hifa

adalah abu-abu cerah, sedangkan pada biakan dua warna hifa cenderung abu-abu

kehitaman. Untuk bentuk dan tekstur yang terlihat keduanya sama. Hanya pada

perbedaan warna hifa saja yang mencolok.

26
Berdasarkan ciri warna makroskopis yang didapat, dapat dinyatakan

bahwa jamur yang berada pada biakan murni bukanlah jamur Phytophthora

palmivora. Hal ini dapat dilihat dari warna koloni yang cenderung kehitaman.

Afriyeni, et al. (2013) menyatakan bahwa, jamur Phytophthora palmivora yang

diisolasi memiliki ciri makroskopis koloni berwarna putih, permukaan halus dan

menyatu dengan medium, dan bagian tepi koloni tidak rata. Berdasarkan ciri

makroskopis yang diperoleh pada biakan murni tersebut, patogen yang tumbuh

kemungkinan besar adalah jamur Aspergillus niger. Ciri serangan yang

ditimbulkan oleh jamur ini hampir mirip dengan Phytophthora palmivora. Akan

tetapi warna koloni jamur Aspergillus niger ini berwarna putih kemudian berubah

berwarna hitam, bentuk tidak beraturan, dan tepi tidak rata. Hal ini sesuai ciri

isolat biakan murni yang diperoleh.

5.6 Kesimpulan

Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap biakan murni secara

makroskopis dapat disimpulkan bahwa isolat biakan murni yang diperoleh bukan

jamur Phytophthora palmivora hal ini didasarkan pada ciri-ciri fisik yang

diperoleh.

27
VI UJI BIAKAN GANDA

6.1 Latar Belakang

Pengendalian terhadap patogen tanaman saat ini masih bertumpu pada

penggunaan pestisida sintetik. Namun penggunaan pestisida sintetik secara terus-

menerus dapat menimbulkan berbagai macam dampak negatif. Suwahyono

(2009), menyatakan bahwa penggunaan pestisida sintetik dapat membahayakan

keselamatan hayati termasuk manusia dan keseimbangan ekosistem. Oleh sebab

itu, saat ini metode pengendalian telah diarahkan pada pengendalian secara hayati.

Pengendalian hayati menggunakan agen antagonis dengan satu kali

pemakaian dapat menekan pertumbuhan dan perkembangan patogen untuk jangka

waktu yang relatif panjang tanpa menimbulkan pencemaran lingkungan (Achmad

et al. 2009). Di Indonesia sendiri, hingga saat ini telah banyak ditemukan

mikroorganisme antagonis di berbagai wilayah namun belum banyak diketahui

potensinya. Berdasarkan penelitian tentang antagonis, maka pada akhir tahun

1990, baru 5 antagonis yang dianggap sebagai agen pengendali hayati yang

terdaftar pada EPA (Environmental Production Agency) di Amerika Serikat yaitu

Trichoderma spp., Agrobacterium radiobacter, Pseudomonas fluorescens,

Gliocladium virens, dan Bacillus subtilis.

Introduksi antagonis untuk pengendalian hayati, suatu patogen tanaman

dari daerah atau Negara lain harus dipastikan bahwa antagonis yang diintroduksi

mempunyai kemampuan beradaptasi dan berkembang dengan baik. Sebagai

langkah awal, maka dilakukan dalam skala laboratorium dengan uji in vitro. Hal

ini bertujuan untuk mengevaluasi kemampuan antagonis dalam ruang lingkup

yang lebih sempit serta keadaan lingkungan yang terkendali (Alfizar et al., 2013).

28
Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan praktikum ini, agar mahasiswa

paham cara untuk melakukan pengujian biakan ganda.

6.2 Tinjauan Pustaka

Sejauh ini upaya pengendalian jamur patogen telah banyak dilakukan, baik

melalui teknik budidaya, mekanis, maupun kimiawi. Pengendalian secara kimiawi

pada umumnya masih mengandalkan penggunaan fungisida sintetik, namun

penggunaan secara berkepanjangan dapat berdampak negatif bagi ekosistem

(Mahartha et al., 2013). Salah satu alternatif untuk mengantisipasi dampak

tersebut adalah melalui pengendalian biologi dengan memanfaatkan Agen

Pengendali Hayati (APH). APH dapat dimanfaatkan karena mampu membatasi

pertumbuhan patogen untuk waktu yang lebih lama, tidak meninggalkan residu

dan menjaga keseimbangan ekosistem (Purnomo, 2010).

Jamur antagonis yang sangat umum ditemukan dan biasa digunakan adalah

Trichoderma spp. Perananya dalam menghambat pertumbuhan patogen telah

banyak diteliti. Trichoderma spp. mampu menghambat pertumbuhan

Phytophthora infestans (Purwantisari dan Hastuti, 2009), Phytium sp. (Octriana,

2011), Diplodia sp. (Sundari et al., 2014), dan beberapa jamur patogen lainnya.

Jamur Trichoderma spp. selain dari hasil eksplorasi di daerah setempat, APH

tersebut juga banyak diintroduksi dari luar daerah.

Introduksi antagonis untuk pengendalian hayati, dari luar daerah atau luar

negeri sebaiknya dilakukan uji in vitro terlebih dahulu. Uji in vitro diawali

dengan persiapan biakan murni jamur dengan cara menginokulasi biakan jamur

patogen dan antagonis pada medium PDA dan diinkubasi pada suhu 25o-27oC

selama 7x24 jam. Pengujian daya antagonisme secara in vitro dilakukan dengan

29
metode biakan ganda (dual culture) dengan cara memotong biakan murni jamur

yang telah dipersiapkan dengan cork borer steril dan diletakkan pada permukaan

medium PDA secara berpasangan antara jamur patogen dan jamur antagonis

selanjutnya diinkubasi pada suhu 25o-27oC selama 7x24 jam (Ningsih et al.,

2016).

6.3 Cara Kerja

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cawan petri, kertas

label, penggaris, jarum ose, bunsen api, erlenmeyer, cork borrer, laminar air flow

cabinet, dan alat tulis menulis.

Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum adalah media PDA, biakan

murni Phytophthora palmivora dan Trichoderma sp.

Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Dipanaskan cork borrer.

Dipotong media biakan murni jamur Trichoderma sp. menggunakan cork borrer.

Dipanaskan jarum ose hingga berpijar dan diambil hasil potongan tersebut dengan

menggunakan jarum ose. Potongan media berisi Trichoderma sp. dipindahkan ke

media baru. Dilakukan hal yang sama terhadap jamur patogen Phytophthora

palmivora dan diletakkan hasil potongan di media yang sama sejajar dengan

jamur Trichoderma sp. Ditutup petridish dan diwrap dengan rapat. Diamati hasil

pengujian dual culture. Dicatat dan difoto hasil pengamatan.

30
6.4 Hasil Pengamatan

Gambar 5. Hasil pengujian biakan berganda

Tabel 1. Hasil pengamatan uji biakan berganda

Isolat r1 (cm) r2 (cm) PP (%)


K2 x T1 2.3 1.8 21.7
K2 x T2 2.2 1.5 31.8
Ko2 x T1 2.6 2.5 3.8
Ko2 x T2 1.8 2.8 -55.5
Ko1 x T1 1.8 2.5 -38.9
Ko1 x T2 2 2.5 -25
Ks2 x T1 2.3 1.7 26
Ks2 x T2 2.6 1.8 30.7
Ks3 x T1 2.5 3 -20
Ks3 x T2 2 3 -50
Keterangan : K : Karet
Ko : Kakao
Ks : Kelapa Sawit
T : Trichoderma sp.

6.5 Pembahasan

Uji antagonis secara in vitro adalah suatu cara untuk mengevaluasi

kemampuan antagonis (agensia pengendali hayati) dalam ruang lingkup yang

lebih sempit serta keadaan lingkungan yang terkendali (in vitro). Tujuannya untuk

mengetahui potensi atau efektifitas agensia pengendali hayati dalam menghambat

pertumbuhan dan perkembangan patogen (Alfizar et al., 2013). Menurut Soesanto

31
(2008) pengujian secara in vitro mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai

berikut.

Kelebihan uji antagonis secara in vitro:

1. Pengujian secara in vitro memberikan hasil yang tepat dan membutuhkan

waktu yang singkat untuk dapat diperoleh hasilnya (3-5 hari).

2. Biaya yang dikeluarkan untuk pengujian ini relative murah karena hanya

membutuhkan PDA atau NA sebagai media pertumbuhan jamur maupun

bakteri.

3. Kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban dan cahaya lebih mudah di

control karena berskala kecil (pengujian di laboraturium).

4. Memungkinkan untuk dilakukan pengujian dalam jumlah yang banyak karena

tidak membutuhkan ruang yang besar untuk pengujian.

Kelemahan dari uji in vitro yaitu hanya dapat mendeteksi antagonisme

yang berdasarkan mekanisme antibiosis. Selain itu metode ini tidak berlaku bagi

sistem patogen antagonis yang bersifat parasit obligat (Djatmiko et al., 2016).

Dari hasil persentase penghambatan yang dihitung pada tanaman isolat

jamur kakao menunjukan bahwa dari keempat isolat yang diuji, evektifitas dari

jamur Trichoderma sp. hanya berlaku pada isolat Ko2 x T1. Dimana besarnya

persentase penghambatan yang terjadi adalah 3.8%. artinya persentase

pengambatannya sangat kecil. Sedangkan pada ketiga isolat kakao lainnya, tidak

terjadi persentasi penghambatan, karena hasil perhitungan menunjukan angka

negatif.

32
6.6 Kesimpulan

Hasil uji biakan berganda pada jamur penyebab busuk buah kakao

menunjukan bahwa dari keempat isolat yang diuji, hanya satu isolat yang mampu

di tekan oleh jamur Trichoderma sp. dengan persentase penghambatan yang

sangat kecil.

33
VII PENGAMATAN MIKROSKOPIS

7.1 Latar Belakang

Pengamatan morfologi sangat penting untuk identifikasi dan determinasi.

Bahkan pengamatan morfologi ini lebih penting daripada pengamatan fisiologis.

Terdapat beberapa cara atau metode pengamatan yaitu dengan pembuatan slide

cultur atau hanging drop. Untuk pengamatan morfologi dapat dilakukan

pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis (Semangun, 2000).

Identifikasi makroskopis pada jamur dan bakteri melingkupi pengamatan

terhadap warna koloni, bentuk permukaan, diameter koloni serta jumlah koloni,

khusus pada jamur pengatan terhadap hifa atau konidia yang tampak. Pengamatan

makroskopis adalah pengamatang secara langsung tanpa menggunakan alat bantu

seperti pada pengamta mikroskopis yang menggunakan mikroskop untuk melihat

struktur jamur atau bakteri secara lebih detail dan kompleks (Waluyo, 2005).

Sehingga praktikum ini bertujuan untuk mengetahui secara pasti jamur

yang diperoleh dengan mengamati ciri-ciri jamur yang diperoleh, sehingga perlu

dilakukan pengamatan secara mikroskopis kemudian mencocokan hasil

pengamatan dengan buku panduan yang ada.

7.2 Tinjauan Pustaka

Jamur adalah organisme bersel tunggal atau bersel banyak yang dinding

selnya mengandung kitin, bersifat eukariotik, dan tidak berklorofil. Jamur

multiseluler terbentuk dari rangkaian sel yang membentuk benang hifa bersekat

ataupun tidak bersekat yang akan saling sambung menyambung membentuk

miselium (Kawuri et al., 2016). Secara umum, jamur dibagi menjadi tiga kelas

34
yaitu divisi Zygomycota merupakan jamur dengan hifa bersekat, divisi

Ascomycota merupakan jamur dengan hifa tidak bersekat dan askuspora terdiri

dari 8 spora, serta divisi Basidiomycota yang umumnya berukuran makroskopis,

memiliki tudung (basidiokarp) dan tubuh buah (Hastono, 2003).

Menurut Syamsuri (2007), jamur hidup secara heterotrof yaitu secara

saprofit, parasit atau simbiosis pada makhluk hidup lain atau pada inang tertentu

untuk memperoleh nutrisi. Pada keadaan tertentu, sifat jamur dapat berubah

menjadi patogen dan menyebabkan penyakit. Hal tersebut menyebabkan harusnya

manusia berhati-hati dalam menjaga kesehatan termasuk juga memilih makanan

yang sehat dan terhindar dari jamur. Berbagai jenis makanan yang sudah

ditumbuhi jamur umumnya akan busuk dan namun tidak basah (berlendir).

Apabila jamur dibiarkan berkembang biak, maka jamur akan membentuk koloni

yang dapat dilihat secara makroskopik serta merusak host atau inangnya. menurut

Tournas et al. (2001) jamur dapat menyebabkan berbagai tingkat dekomposisi

bahan makanan.

7.3 Cara Kerja

Alat yang digunakan pada praktikum adalah mikroskop, kaca preparat,

cover glass, pipet tetes, jarum pentol, jarum ose dan cawan petri.

Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum adalah aquades, isolat

biakan uji berganda.

35
7.4 Hasil Pengamatan

Gambar 6. Hasil pengamatan mikroskopis

7.5 Pembahasan

Hasil pengamatan menunjukan bahwa ciri mikroskopis jamur yang

diperoleh lebih mirip jamur Aspergillus niger. Dimana menurut Afriyeni et al.

(2013) jamur A. niger memiliki ciri mikroskopis hifa berbentuk hialindan

bersekat. Konidiofor tegak dan panjang dengan kepala konidia membesar dan

berisi konidia. Dimana konidiofor halus yang tegak keatas akan membentuk

globus. Sedangkan jamur Phytophthora palmivora memiliki ciri-ciri koloni yang

berwarna putih.

Konidia atas Aspergillus niger berwarna hitam, hitam kecoklatan, atau

coklat violet, bagian atas membesar dan membentuk globusa, konidiofor halus,

tidak berwarna, vesikel globusa dengan bagian atas membesar, bagian ujung

serupa batang kecil.

7.6 Kesimpulan

Hasil praktikum pengamatan mikroskopis dapat disimpulkan bahwa jamur

yang menyebabkan busuk pada buah kakao adalah jamur Aspergillus niger.

36
DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, L. 2004. Menghitung Mikroba Pada Bahan Makanan, Cakrawala


(Suplemen pikiran rakyat untuk iptek). Farmasi FMIPA ITB. Bandung
Afriyeni, Y., N. Nasir, Perianadi, dan Jumjunidang. 2013. Jenis-jenis jamur pada
pembususkan buah kakao (Theobroma cacao L.) di Sumatera Barat.
Jurnal Biologi Universitas Andalas. 2(2): 124-129.
Anonim, 2013. Petunjuk Praktikum Ilmu Penyakit Tanaman. Fakultas Pertanian
Universitas Mataram. Mataram.
Arya, A dan A. E. Perello. 2010. Management of Fungal Plant Pathogen. CAB
International. London.
Arzamartbela, R. 2009. Eksplorasi dan Pengujian jamur Antagonis
Trichorderma sp. Untuk Mengendalikan Ganoderma boninense Pat.
Penyebab Penyakit Busuk pangkal Batang Kelapa Sawit Secara In Vitro.
Skripsi (Tidak dipublikasikan). Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Aziz AI, Rosmana A, Dewi VS. 2014. Pengendalian penyakit hawar daun
phytophthora pada bibit kakao dengan Trichoderma asperellum. J
Fitopatol Indones. 9(2):15–20.
Balitbu. 2008. Budidaya Nanas. Agro Inovasi Litbang Pertanian. 24 hlm
Barnet, H.L. dan B.B. Hunter. 1972. Illustrated Genera Of Imperfect Fungi (Third
Edition). Burgess Publishing Company. Minnesota
Djida, N. 2000, Metode Instrumental dalam Mikrobiologi Umum. UNHAS
Press. Makassar.
Dwijoseputro, D. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Malang.
Fadillah, N. 2010. Tips Budidaya Jamur Tiram. Genius Publisher. Yogyakarta.
Hadioetomo, R. S. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta: P.T.
Gramedia Pustaka Utama
Hafsah, Siti., Zuyasna., Firdaus. 2015. Penapisan Genotipe Kakako Tahan
Penyakit Busuk Buah (Phytophthora palmivora) di Aceh Besar. Jurnal
Floratek 10 : 79-86..

Hastono, S. 2003. Cendawan dan Permasalahannya Terhadap Kesehatan Hewan.


Jurnal Veteriner. 4 (2) : 1 – 4.
Kawuri, R., Y. Ramona dan I.B.G. Darmayasa. 2016. Penuntun Praktikum
Mikrobiologi Umum. Bali : Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Udayana.

37
Kurniawan, A.C. 2013. Ketahanan Kakao (Theobroma cacao L.) terhadap
Penyakit Busuk Buah (Phytophtora palmivora). Makalah Seminar Umum.
Program Studi Pemuliaan Tanaman, Universitas Gadjah Mada. 27
November 2013.

Nugroho, S., H.S. Darwis dan T. Liwang. 2001.Uji Antagonis beberapa isolat
Trichoderma sp. terhadap Ustilina zonata pada media PDA. Prosiding
Kongres Nasional XVI dan Seminar Ilmiah Pekanbaru.Riau. Hlm367-368
Pelczar, M.J. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press:Jakarta
Pradhika. 2008. Media Pertumbuhan. http://ekmon
saurus.blogspot.com/2008/11/ bab-2-media-pertumbuhan.html. Diakses
pada tanggal 3 Mei 2019.
Rosmana A, Waniada C, Junaid M, Gassa A. 2010. Peranan semut Iridomirmex
cordatus (Hyminoptera: Formicidae) dalam menularkan patogen busuk
buah Phytophthora palmivora. Pelita Perkebunan. 26:169–176.

Semangun, H. 1994. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura Di Indonesia.


Gadjah Mada University. Yogyakarta.
Semangun, H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan Di Indonesia.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Singleton dan Sainsbury. 2006. Dictionary of Microbiology and Molecular
Biology 3rd Edition. John Wiley and Sons. Sussex, England.
Sudharto, Agus S., Y. P. Rolletha, dan Bambang. 2011.Teknologi Pengendalian
Hama dan Penyakit pada Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
Medan.
Suriawiria, U. 2005. Mikrobiologi Dasar. Papas Sinar Sinanti. Jakarta.

Syamsuri, I., H. Suwono, Ibrohium, Sulisetijono, I.W. Sumberartha, dan S.E.


Rahayu. 2007. Biologi untuk SMA Kelas X Semester 1. Jakarta : Erlangga.
Tjahjadi, N. 1989. Hama dan Penyakit Tanaman. Kanisius. Yogyakarta.
Wagiman, F. X. 2003. Penyakit Tanaman : Ciri Morfologi, Biologi dan Gejala
Serangan. Jurusan Penyakit Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Waluyo. 2006. Mikrobiologi Umum. Malang: UMM Press.

38

Anda mungkin juga menyukai