Anda di halaman 1dari 35

I STERILISASI

1.1 Latar Belakang

Dalam mempelajari mikroorganisme dalam kultur murni, para

mikrobiolog memerlukan alat-alat yang menunjang dalam usaha mendapatkan

kultur murni. Dalam mikrobiologi, peralatan laboratorium merupakan unsur

penting yang harus ada. Peralatan yang ada dalam laboratorium pun haruslah steril

agar dapat menunjang pekerjaan yang berhubungan dengan mikroorganisme dan

hal tersebut merupakan syarat mutlak. Artinya, pada bahan atau peralatan yang

akan digunakan harus bebeas dari mikroorganisme yang tidak diingikan yang

dapat merusak media atau koloni suatu mikroorganisme yang diinginkan. Adapun

peralatan yang umumnya digunakan di dalam laboratorium mikrobiologi antara

lain : Media yaitu; cair, semi solid, solid (agak miring (siant), agak tegak (deep),

agak cawan(plate)) dan peralatan yaitu; autoklaf, tabung kultur, cawan petri,

jarum inokulasi, pipet, waterbath, inkubator, dan lemari pendingin

(Suriawiria,2005).

Sterilisasi dalam mikrobiologi adalah suatu proses untuk mematikan

semua organisme yang terdapat pada atau didalam suatu benda. Ketika anda untuk

pertama kalinya melakukan pemindahan biakan bakteri secara aseptik,

sesungguhnya anda telah menggunakan salah satu sterilisasi, yaitu pembakaran.

Namun kebanyakan peralatan dan media yang umum dipakai dalam pekerjaan

mikrobiologis akan menjadi rusak bila dibakar. Untungnya tersedia berbagai

metode lain yang efektif (Hadioetomo, 1993).

Sterilisasi merupakan suatu usaha untuk membebaskan alat-alat dan

bahan-bahan dari segala macam bentuk kehidupan, terutama mikroba, sehingga

1
dalam sterilisasi nanti alat-alat tidak terkontaminasi dengan pihak luar. Oleh

karena itu, bagi seorang pemula di bidang mikrobiologi sangat perlu mengenal

teknik sterilisasi karena merupakan dasar-dasar kerja dalam laboratorium

mikrobiologi. Steril merupakan syarat mutlak keberhasilan kerja dalam lab

mikrobiologi. Dalam melakukan sterilisasi, diperlukan teknik-teknik agar

sterilisasi dapat dilakukan secara sempurna, dalam arti tidak ada mikroorganisme

lain yang mengkontaminasi media.

Berdasarkan uraian di atas, maka perlu diadakan praktikum sterilisasi alat

dan bahan biakkan guna memberikan pemahaman tentang hal-hal yang berkaitan

dengan sterilisasi serta menambah pengetahuan dan keterampilan tentang teknik

atau tatau cara sterilisasi dalam mikrobiologi

1.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada saat sterilisasi adalah cawan petri, erlenmeyer,

gelas kimia, tabung reaksi, autoklaf, oven, panci, wajan, kompor, dan batang

pengaduk.

Bahan yang digunakan pada saat sterilisasi alat adalah air, kertas, plastik

dan karet.

1.3 Cara Kerja

Cara sterilisasi alat terbagi atas 2 cara, yaitu cara basah (dengan autoklaf)

dan cara kering (dengan oven). Cara kerja steriliasi alat adalah sebagai berikut:

A. Sterilisasi dengan autoklaf.

Diisi autoklaf dengan air hingga batas yang ada didalam

autoklaf.Dimasukkan alat yang akan disterilkan ke dalam autoklaf. Ditutup

autoklaf dan di putar sekrup autoklaf dengan rapat. Diletakkan autoklaf di atas

2
tungku kompor gas. Dihidupkan kompor hingga suhu pada termometer mencapai

121oC. Dibiarkan selama 15-20 menit. Dimatikan kompor gas. Dibiarkan autoklaf

hingga dingin sebelum dibuka.

B. Sterilisasi dengan oven.

Disiapkan semua alat yang akan disterilkan. Dibungkus alat-alat dengan

menggunakan kertas. Dimasukkan semua alat yang akan disterilkan ke dalam

oven. Diatur suhu oven 160oC selama 2 jam. Setelah seleai dibiarkan oven hingga

kira-kira alat-alat didalam oven telah dingin.

1.4 Pembahasan

Sterilisasi adalah suatu proses dimana kegiatan ini bertujuan untuk

membebaskan alat ataupun bahan dari berbagai macam mikroorganisme. Suatu

bahan bisa dikatakan steril apabila bebas dari mikroorganisme hidup yang patogen

maupun tidak baik dalam bentuk vegetatip walaupun bentuk nonvegetatif (spora)

(Suriawiria, 2005).

Sebelum melakukan percobaan maupun penelitian alat yang digunakan

harus disterilkan terlebih dahulu untuk membebaskan suatu bahan dan peralatan

tersebut dari semua bentuk kehidupan. Alat-alat yang di gunakan dalam strilisasi

yaitu autoklaf, kertas, cawan petridis, lampu bunses, korek api, jarum ose, alkohol

dan akuades.

Metode yang digunakan dalam strerilisasi terbagi atas 2 yaitu metode

panas kering dan panas basah (mengunakan uap air). Sterilisasi panas kering

dilakukan menggunakan lampu bunsen atau dengan oven. Pada kondisi panas

kering, protein akan terdenaturasi, sitoplasma akan kering, dan berbagai

komponen sel dan virus teroksidasi. Panas basah (menggunakan uap air), lebih

3
mematikan dibandingkan panas kering pada suhu yang sama. Hal ini disebabkan

kehadiran molekul air membantu memecahkan ikatan hidrogen pada membran.

Sterilisasi panas basah ini dilakukan dengan alat autoklaf (Hadioetomo, 1993).

Menurut Hadioetomo (1993) autoklaf berfungsi untuk mensterilkan dan

membunuh mikroba kontaminan pada alat atau bahan yang akan digunakan.

Sterilisasi basah menggunakan autoklaf ini menggunakan uap air jenuh pada suhu

121oC selama 15 menit. Adapun alasan digunakannya suhu 121oC itu disebabkan

oleh tekanan 1 atm pada ketinggian permukaan laut. Bunsen digunakan untuk

memanaskan jarum ose. Pemanasan dilakukan sampai jarum ose memerah yang

artinya jarum ose tersebut sudah steril. Ada 4 hal utama yang harus diingat bila

melakukan sterilisasi basah, yaitu :

a) Sterilisasi bergantung pada uap, karena itu udara harus dikosongkan betul-betul

dari ruang autoklaf (sterilisator).

b) Semua bagian bahan yang disterilkan harus terkenah iuap, karena itu tabung

dan labu kosong harus diletakan dalam posisi tidur agar udara tidak

terperangkap di dasarnya.

c) Bahan-bahan yang berpori atau berbentuk cairan harus permeable terhadap uap.

d) Suhu sebagaimana yang terukur oleh termometerharus mencapai 121°C dan

dipertahankansetinggi itu selama 15 menit.

Sterilisasi kering atau sterilisasi panas kering dapat diterapkan dengan cara

pemanasan langung sampai merah, meayangkan di atas nyala api, pembakaran

dan sterilisasi dengan udara panas (oven). Pemanasan kering sering digunakan

dalam sterilisasi alat-alat gelas di laboratorium. Dalam sterilisasi panas kering,

bahan yang sering disterilkan adalah pipet, tabung reaksi, cawan petri dari kaca,

4
dan barang-barang pecah belah lainnya. Bahan-bahan yang disterilkan harus

dilindungi dengan cara membungkus, menyumbat atau menaruhnya dalam suatu

wadah tertutup untuk mencegah kontaminasi setelah dikeluarkan dari oven

(Hadioetomo, 1993).

Sebelum melakukan sterilisasi udara panas kering ini terlebih dahulu

membungkus alat-alat gelas dengan kertas payung atau aluminium foil, setelah itu

atur pengatur suhu oven menjadi 160oC dan alat disterilkan selama 2 jam.

Keuntungan dari sterilisasi kering yaitu tidak ada uap air yang membasahi

peralatan yang disterilkan (Hadioetomo, 1993).

1.5 Kesimpulan

Sterilisasi adalah suatu proses mematikan mikroorganisme yang mungkin

ada pada suatu benda. Pemilihan teknik sterilisasi didasarkan pada sifat alat dan

bahan yang akan disterilkan. Ada dua jenis sterilisasi yang digunakan yaitu

sterilisasi basah dan sterilisasi kering. Sterilisasi basah yaitu menggunakan

autoklaf dengan menggunakan suhu 121oC selama 15 menit, sedangkan sterilisasi

kering yaitu menggunakan oven dengan suhu 160oC-180oC selama 2 jam.

5
II MEDIA

2.1 Latar Belakang

Untuk dapat mengetahui banyak hal tentang mikroorganisme tentunya kita

harus menumbuhkan mereka dalam suatu media. Media merupakan tempat

tumbuh dan sumber nutrisi bagi mikroorganisme. Setiap mikroorganisme

memiliki syarat yang berbeda-beda untuk tumbuh. Untuk itu, kita harus mengerti

jenis-jenis nutrien yang diinginkan oleh mikroorganisme dan juga jenis

lingkungan fisik yang menyediakan kondisi optimum bagi pertumbuhannya. Oleh

karena itu, praktikan pun harus mengetahui macam-macam media, cara

pembuatan media, sekaligus mengetahui bahan-bahan dan komposisi yang

digunakan serta fungsi dari masing-masing bahan dalam membantu pertumbuhan

mikroorganisme tersebut.

Mikroorganisme dapat berkembang biak dengan alami atau dengan

bantuan manusia. Mikroorganisme yang dikembangkan oleh manusia diantaranya

melalui media. Menurut Singleton dan Sainsbury (2006) medium yang digunakan

untuk menumbuhkan dan mengembangbiakkan mikroorganisme tersebut harus

sesuai susunanya dengan kebutuhan jenis-jenis mikroorganisme yang

bersangkutan. Beberapa mikroorganisme dapat hidup baik pada medium yang

sangat sederhana yang hanya mengandung garam anargonik di tambah sumber

karbon organik seperti gula. Sedangkan mikroorganime lainnya memerlukan

suatu medium yang sangat kompleks yaitu berupa medium ditambahkan darah

atau bahan-bahan kompleks lainnya.

Dalam bidang mikrobiologi, dipelajari mengenai mikroba yang meliputi

bakteri, fungi atau mikroorganisme lainnya. Karena itu, untuk melihat dengan

6
jelas penampakan mikroba tersebut, terlebih dahulu kita membuat biakan

organisme. Sebelumnya, bahan serta peralatan harus dalam keadaan steril, artinya

pada bahan dan peralatan yang ingin dipergunakan tidak terdapat mikroba lain

yang tidak diharapkan. Proses dari kegiatan steril disebut sterilisasi (Suriawiria,

2005).

Sementara itu, untuk menumbuhkan mikroorganisme yang sudah

dibiakkan (murni) digunakan media. Menurut Waluyo (2005) media merupakan

campuran dari beberapa zat-zat makanan untuk pertumbuhan mikroba dan

berfungsi sebagai nutrisi bagi mikroba tersebut. Media dibedakan berdasarkan

fase (sifat fisik media), yaitu media padat, media setengah padat, media cair.

Pada praktikum penyakit ini, media yang digunakan adalah media PDA

(Potato Dextrose Agar) dimana media ini menggunakan bahan dasar kentang

yang telah direbus dan diambil ekstraknya sebagai sumber nutrisi dari

mikroorganisme yang akan dibiakkan.

2.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum adalah LAFC (Laminar Air Flow

Cabinet), panci, kompor, batang pengaduk, erlenmeyer, timbangan, allumunium

foil, pisau, dan saringan.

Bahan yang digunakan pada praktikum adalah kentang, aquades, agar dan

1 tablet detromicyn.

2.3 Cara Kerja

Disterilisasi alat yang akan digunakan. Ditimbang kentang 200 gr dan

dipotong dadu sekecil mungkin. Direbus kentang dengan aquades sebanyak 500

ml. Ditambahkan 20 gram agar dan detromicin 1 tablet ke dalam rebusan kentang.

7
Diaduk rebusan terus-menerus hingga mendidih. Dimatikan kompor saat rebusan

mendidih. Disaring larutan media menggunakan saringan dan dipindahkan ke

erlenmeyer. Ditutup erlenmeyer dengan allumunium foil. Disimpan didalam

kulkas jika media tidak langsung digunakan dan langsung dituang ke petridish

jika ingin langsung digunakan.

2.4 Pembahasan

Pada praktikum kali ini menggunakan media PDA (Potato Dextrose

Agar), yaitu medium yang digunakan untuk mengembangbiakkan jamur secara

umum. Media PDA mengandung nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan untuk

pertumbuhan jamur. Sedangan untuk mengembangbiakkan bakteri secara umum

biasanya digunakan media NA (Natrium Agar).

Untuk mengamati jamur di laboratorium kita harus dapat

menumbuhkannya dalam biakan murni. Untuk dapat melakukan hal ini, haruslah

dimengerti jenis-jenis nutrient yang di peruntukkan pada jamur dan juga macam

lingkungan fisik yang menyediakan kondisi optimum bagi pertumbuhannya.

(Pelczar, 1986).

Media pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu bahan yang terdiri dari

campuran zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan mikroorganisme untuk

pertumbuhannya. Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi media berupa molekul-

molekul kecil yang dirakit untuk menyusun komponen sel. Dengan media

pertumbuhan dapat dilakukan isolat mikroorganisme menjadi kultur murni dan

juga memanipulasi komposisi media pertumbuhannya (Pradhika, 2008).

Media diperlukan sebagai tempat tumbuhnya mikroba, sehingga kita

dapat mengamati bakteri tertentu yang ingin diamati. Menurut Pelczar(1986),

8
adapun macam-macam media pertumbuhan yang digunakan untuk kultur mikroba

berdasarkan bentuk adalah :

 Media Cair (Liquid Media), yaitu media yang berbentuk cair seperti :

Nutrient Broth (NB), Brain Heart Infusion (BHI), Alkali Pepton Water

(APW), dll.

 Semi Solid Media. Media ini digunakan untuk uji motilitas, karena

teksturnya yang setengah padat akan memudahkan pergerakan bakteri.

Media ini dibuat di tabung dengan posisi tegak.

 Media Padat, yaitu media yang berbentuk padat, media ini dapat berbentuk

media organik, contohnya : Blood Agar Plate (BAP), Mac Conkey (MC),

Salmonella Shigella Agar (SSA), Nutrien Agar (NA), Potato Dextrose

Agar (PDA), dll.

Menurut Pradhika (2008) media biakan mikroba berdasarkan tujuan

biakannya terbagi atas beberapa jenis media, yaitu:

 Media untuk isolasi, media ini mengandung semua senyawa esensial untuk

pertumbuhan mikroorganisme,misalnya Nutrient Broth, Blood Agar.

 Media selektif/penghambat, media yang selain mengandung nutrisi juga

ditambah suatu zat tertentu sehingga media tersebut dapat menekan

pertumbuhan mikroorganisme lain dan merangsang pertumbuhan

mikroorganisme yang diinginkan.

 Media diperkaya (enrichment), media yang mengandung komponen dasar

untuk pertumbuhan mikroorganisme dan ditambah komponen kompleks

seperti darah, serum, kuning telur. Media diperkaya juga bersifat selektif

untuk mikroorganisme tertentu.

9
 Media untuk peremajaan kultur, media umum atau spesifik yang

digunakan untuk peremajaan kultur.

 Media untuk menentukan kebutuhan nutrisi spesifik, media ini digunakan

unutk mendiagnosis atau menganalisis metabolisme suatu

mikroorganisme.

 Media untuk karakterisasi bakteri, media yang digunakan untuk

mengetahui kemampuan spesifik suatu mikroorganisme.

 Media diferensial, media ini bertujuan untuk mengidentifikasi

mikroorganisme dari campurannya berdasar karakter spesifik yang

ditunjukkan pada media diferensial.

2.5 Kesimpulan

Media diperlukan untuk menumbuhkan mikroorganisme yang akan

diisolasi untuk kemudian dilakukan langkah identifikasi guna menentukan jenis

mikroorganisme tersebut. Setiap mikroorganisme membutuhkan media yang

berbeda-beda untuk dapat tumbuh dengan baik. Secara garis besar, media

pertumbuhan mikroorganisme dapat dikelompokkan berdasarkan sifat fisik,

komposisi, dan tujuannya.

10
III PENGAMATAN GEJALA DI LAPANGAN

3.1 Latar Belakang

Penyakit tumbuhan dapat diartikan sebagai penyimpangan dari sifat

normal yang menyebabkan tumbuhan atau bagian tumbuhan tidak dapat

melaksanakan fungsi fisiologisnya yang biasa dikerjakan. Penyebab penyakit atau

patogen biasanya terdiri atas jamur, bakteri, virus, dan nematoda. Penyakit hanya

akan terjadi apabila di suatu tempat terdapat tumbuhan inang yang rentan, patogen

yang virulen, dan lingkungan yang mendukung yang biasa kita sebut segitiga

penyakit (Semangun, 2001).

Penyebab penyakit digolongkan menjadi dua yaitu penyakit yang bersifat

abiotik dan yang bersifat biotik. Untuk yang bersifat biotik (tidak hidup) misalnya

polutan udara, polutan tanah, suhu yang ekstrim, kelembaban yang ekstrim,

oksigen dan cahaya yang berlebihan atau berkekurangan, unsur hara yang tidak

tepat dosis. Sedangkan penyakit yang bersifat biotik (hidup) sampai sekarang

dilaporkan ada 6 kelompok besar yaitu jamur, virus, viroid, nematoda, protozoa

dan parasit (Afrianto, 2004).

Menentukan suatu penyakit yang diderita tumbuhan di lapang sangatlah

susah tak seperti dijelaskan di kelas, karena harus teliti mengamati dan

mencermati penyakit apa yang dialami oleh suatu tumbuhan. Sering kali terdapat

beberapa macam penyakit pada tumbuhan tertentu yang menunjukkan gejala yang

sama, sehingga dengan memperhatikan gejala saja kita dapat menentukan

diagnosis dengan pasti. Selain gejala, tanda dari penyakit juga harus diperhatikan.

Tanda merupakan semua pengenalan dari penyakit selain reaksi tumbuhan inang

11
(selain gejala), misalnya bentuk tubuh buah parasit, miselium, warna spora,

damar, lendir, dan sebagainya (Semangun, 2001).

Penyakit pada tanaman berarti proses di mana bagian-bagian tertentu dari

tanaman tidak dapat menjalankan fungsinya dengan sebaik-baiknya. Ilmu

Penyakit Tumbuhan adalah ilmu yang mempelajari kerusakan yang disebabkan

oleh organisme yang tergolong ke dalam dunia tumbuhan seperti Tumbuhan

Tinggi Parastis, Ganggang, Jamur , bakteri, Mikoplasma dan Virus (Junaidi,

2009).

Gejala penyakit berhubungan erat dengan tanda penyakit. Tanda penyakit

adalah semua struktur pathogen yang terdapat pada permukaan tanaman yang

dapat dilihat secara makroskopis dan struktur tersebut berasosiasi dengan tanaman

yang sakit. Untuk mendiagnosis penyakit secara cepat dan tepat, tidak hanya

melihat dari gejala penyakit, tetapi juga melihat dari tanda penyakitnya. Sehingga

dapat dengan mudah menanggulanginya (Anonim, 2013).

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum adalah alat tulis, kertas, dan

kamera.

Bahan yang digunakan pada praktikum adalah tanaman sawit yang akan

diamati.

3.3 Cara Kerja

Disapkan alat dan bahan. Dibawa alat tulis dan kertas ke lapangan tempat

tanaman sawit berada. Diamati tanaman sawit apakah ada penyakit apa tidak.

Difoto dan dicatat gejala jika ada penyakit.

12
3.4 Hasil Pengamatan

Dari pengamatan yang dilakukan dilapangan terhadap tanaman kelapa

sawit, didapati bahwa tanaman sawit yang diamati terkena penyakit bercak daun

yang disebabkan oleh Curvularia sp.

Gambar 1. Gejala penyakit bercak daun pada tanaman kelapa sawit di lahan
praktikum (kiri) dan dari internet (kanan).

3.5 Pembahasan

Bercak daun disebabkan oleh jamur-jamur Curvularia eragrostidis,

Curvularia spp., Drechslera halodes, Cochliobolus carbonus, Cochliobolus sp,

dan Pestalotiopsis sp. Jamur-jamur tersebut menyebar dengan spora melalui

hembusan angin atau percikan air. Bercak daun yang disebabkan oleh Curvularia

sp. lebih dikenal sebagai hawar daun curvularia. Penyakit ini terdapat di berbagai

perkebunan kelapa sawit di Indonesia, tetapi tingkat serangannya beragam

tergantung pada kondisi lingkungan setempat dan tindakan agronomik yang

dijalankan (Sudharto et al., 2011). Menurut Semangun (2000) serangan dapat

terjadi selama periode kering dan basah. Gejala awal tampak berupa bintik kuning

pada daun tombak atau yang telah membuka, bercak membesar dan menjadi agak

lonjong dengan panjang 7-8 mm berwarna coklat terang dengan tepi kuning atau

tidak, bagian tengah bercak kadang kala tampak berminyak. Pada gejala lanjut

bercak menjadi nekrosis, beberapa bercak menyatu membentuk bercak besar tak

13
beraturan. Pada beberapa kasus bagian tengah bercak mengering, rapuh, berwarna

kelabu atau coklat muda .

Faktor pendorong penyakit ini adalah populasi bibit per satuan luas terlalu

tinggi atau terlalu rapat (< 90 cm), dan keadaan pembibitan yang terlalu lembab.

Kelebihan air siraman dan cara penyiraman yang tidak tepat. Kebersihan areal

pembibitan yang kurang terpelihara. Banyak gulma yang merupakan inang

alternatif bagi patogen, terutama dari keluarga Gramineae di dalam atau di sekitar

areal pembibitan (Semangun, 2000).

Pengendalian dapat dilakukan dengan menjarangkan letak bibit menjadi >

90 cm. Mengurangi volume air siraman sementara waktu. Penyiraman secara

manual menggunakan gembor lebih dianjurkan, dan sebaiknya diarahkan ke

permukaan tanah dalam polibek, bukan ke daun. Mengisolasi dan memangkas

daun-daun sakit dari bibit yang bergejala ringan-sedang, selanjutnya disemprot

dengan fungisida thibenzol, captan atau thiram dengan konsentrasi 0,1-0,2% tiap

10-14 hari, daun pangkalan harus dibakar. Memusnahkan bibit yang terserang

berat (Sudharto et al., 2011).

3.6 Kesimpulan

Bercak daun kelapa sawit dapat disebabkan oleh jamur Curvularia spp.,

Drechslera halodes, Cochliobolus carbonus, Cochliobolus sp, dan Pestalotiopsis

sp. Gejala awal tampak berupa bintik kuning pada daun tombak atau yang telah

membuka, bercak membesar dan menjadi agak lonjong dengan panjang 7-8 mm

berwarna coklat terang dengan tepi kuning atau tidak, bagian tengah bercak

kadang kala tampak berminyak. Pada gejala lanjut bercak menjadi nekrosis. Pada

beberapa kasus terkadang bercak tersebut dapat mengering dan rapuh.

14
IV ISOLAT PATOGEN TANAMAN

4.1 Latar Belakang

Penyakit tanaman adalah suatu keadaan dimana tumbuhan mengalami

gangguan fungsi fisiologis secara terus menerus sehingga menimbulkan gejala

dan tanda. Gangguan fisiologis ini disebabkan oleh faktor biotik (bakteri,

cendawan, virus dan nematoda) maupun faktor abiotik (suhu, kelembaban, unsur

hara mineral) (Afrianto, 2004).

Isolasi adalah proses pemisahan yang diinginkan dari populasi campuran

ke media biakan (buatan) untuk mendapatkan kultur murni (Perhutani, 1999).

Isolasi mikroorganisme mengandung arti proses pengambilan mikroorganisme

dari lingkungannya untuk kemudian ditumbuhkan dalam suatu medium di

laboratorium. Prosesisolasi ini menjadi penting dalam mempelajari identifikasi

mikrobia, uji morfologi, fisiologi,dan serologi. Pengisolasian merupakan suatu

cara untuk memisahkan atau memindahkan mikrobatertentu dari lingkungannya,

sehingga diperoleh kultur murni. Manfaat dilakukannya kultur murni adalah untuk

menelaah atau mengidentifikasi mikroba, termasuk penelaahan ciri-cirikultural,

morfologis, fisiologis, maupun serologis, yang memerlukan suatu populasi

yangterdiri dari satu macam mikroorganisme saja. Perkembangan suatu penyakit

pada tumbuhan inang didukung oleh tiga faktor, yaitu inang yang rentan, patogen

yang virulen dan lingkungan yang mendukung. Patogen terbukti memiliki daya

virulensi yaitu keberhasilan untuk menyebabkan suatu penyakit sebagaiekspresi

dari patogenisitas. Gejala seiring dengan perkembangan bercak dapat diduga

sebagai akibat substansi substansi yang disekresikan oleh patogendalam

mekanisme penyerangannya untuk melumpuhkan inang. Kelompok-kelompok

15
utama substansi yang disekresikan patogen ke dalam tubuh tumbuhan yang

menyebabkan timbulnya penyakit, baik langsung atau tidak langsung adalah

enzim, toksin, zat pengatur tumbuh, dan polisakarida (Djida, 2000).

Isolasi patogen adalah proses mengambil patogen dari medium atau

lingkungan asalnya dan menumbuhkannya di medium buatan sehingga diperoleh

biakan yang murni. Patogen dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya harus

menggunakan prosedur aseptik. Aseptik berarti bebas dari sepsis, yaitu kondisi

terkontaminasi karena mikroorganisme lain (Singleton dan Sainsbury, 2006).

Mikroorganisme seperti jamur, bakteri, yis, virus, dan alga dapat dijumpai

di berbagai tempat termasuk penyebab penyakit tanaman. Ada di air, udara, tanah,

tumbuhan, hewan, manusia dsb dan akan tumbuh berkembangbiak pada kondisi

lingkungan yang menguntungkan. Kehadiran mikroorganisma bagi kehidupan

manusia ada yang menguntungkan dan ada yang merugikan. Dalam dunia

pertanian, mikroorganisme diketahui sebagai salah satu penyebab penyakit. Untuk

mengetahui penyebab penyakit perlu dilakukan isolasi, kemudian dilakukan

pencirian baik secara makroskopis, mikroskopis maupun pencirian secara kimiawi

agar penyebab penyakit dapat diketahui yang pada akhirnya dapat digunakan

untuk pengendaliannnya (Anonim, 2013).

Isolasi mikroorganisme ialah proses pengambilan mikroorganisme dari

lingkungannya untuk kemudian ditumbuhkan dalam suatu medium di

laboratorium. Proses isolasi ini menjadi penting dalam mempelajari identifikasi

mikrobia, uji morfologi, fisiologi, dan serologi. Sedangkan pengujian sifat-sifat

tersebut di alam terbuka sangat mustahill untuk dilakukan (Dwidjoseputro, 1980).

16
Prinsip kerja isolasi patogen cukup sederhana yakni dengan

menginokulasikan sejumlah kecil patogen pada suatu medium tertentu yang dapat

menyusun kehidupan patogen. Sejumlah kecil patogen ini didapat dari bermacam-

macam tempat tergantung dari tujuan inokulasi (Hadioetomo, 1993).Berdasarkan

uraian tersebut, maka diperlukan melakukan praktikum ini untuk mengetahui

morfologi mikroorganiame yang menyerang tanaman

4.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum adalah cawan petri, erlenmeyer,

kompor, panci, batang pengaduk, gunting, api bunsen, pinset, dan laminar air

flow cabinet.

Bahan yang digunakan pada praktikum adalah bagian tanaman yang

memiliki gejala penyakit yang disebabkan patogen yang ingin diisolasikan, air,

gas, spiritus dan media PDA.

4.3 Cara Kerja

Disiapakan alat dan bahan. Diambil organ tanaman yang memiliki gejala

penyakit. Bagian tanaman yang bergejala dipotong berukuran 1 cm x1 cm dengan

setengah bagian sakit dan setengah lagi terdapat bagian sehat. Diletakkan

potongan bagian tanaman ke PDA sebanyak 4 buah dengan susunan membentuk

sudut segi empat. Dilakukan pengmatan pada hari ke-3, 4 dan 5.

4.4 Hasil Pengamatan

Dari tanaman sampel yang diisolasi, kelompok 3 mengharapkan untuk

mengisolasi jamur Curvularia sp. dimana patogen tersebut merupakan penyebab

penyakit bercak daun tanaman kelapa sawit. Dari hasil isolasi yang dilakukan,

maka didapatkan hasil isolasi sebagai berikut:

17
A. Pengamatan isolasi hari ke-3

Gambar 6. Pengamatan isolat hari ke-3

B. Pengamatan isolasi hari ke-4

Gambar 7. Pengamatan isolat hari ke-4

C. Pengamatan isolasi hari ke-5

Gambar 8. Pengamatan isolat hari ke-5

4.5 Pembahasan

Isolasi mikroorganisme mengandung arti proses pengambilan

mikroorganisme dari lingkungannya untuk kemudian ditumbuhkan dalam suatu

medium di laboratorium. Proses isolasi ini menjadi penting dalam mempelajari

identifikasi mikrobia, uji morfologi, fisiologi, dan serologi. Sedangkan

18
pengujian sifat-sifat tersebut di alam terbuka sangat mustahill untuk dilakukan

(Pelczar,1986).

Fungi adalah sel mikroskopis yang tumbuh memanjang seperti benang

yang dikenal dengan hifa. Diameter hipa hanya beberapa µm, tetapi dapat

tumbuh memanjang hingga mencapai beberapa meter. Beberapa fungi hanya

bersel satu seperti ragi. Hifa yang tumbuh membentuk masa disebut miselium

atau tebal menyerupai kawat dan disebut sebagai rhizomorphs yang tampak

seperti akar (Pelczar,1986).

Dari pengamatan hari ke 3, 4 dan 5 dapat dilihat bahwa jamur yang

diisolasi terus berkembang pada media PDA yang dibuat. Jamur yang

berkembang memiliki warna hifa putih dengan spora yang berwarna hitam. Hal

ini menunjukkan adanya keberadaan jamur Curvularia sp.. Pada hari terakhir

pengamatan terlihat bahwa jamur telah memenuhi media PDA. Namun ada

beberapa isolat yang kurang bagus pertumbuhannya pada media yang dapat dilihat

pada cawan petri ada terbentuk seperti jaring laba-laba, dimana hifa tumbuh ke

atas menuju tutup petridish yang biasa disebabkan karena isolat yang dibalik-

balik.

4.6 Kesimpulan

Isolasi merupakan hal yang penting untuk melihat sifat-sifat

mikroorganisme,karena di lingkungan terbuka pengujian sifat-sifat tersebut

mustahil untuk dilakukan. Pengisolasian dilakukan dalammedia steril dimana

dalam media tersebut nantinya akan ditumbuhi mikroba-mikroba yang diisolasi

dalam bentuk umum dan bukan biakan murni.

19
V PEMURNIAN BIAKAN

5.1 Latar Belakang

Secara alami mikroorganisme di alam ditemukan dalam populasi

campuran, hanya dalam keadaan tertentu saja populasi ini ditemukan dalam

keadaan murni. Hal ini berarti bahwa harus diperoleh biakan murni yang hanya

mengandung satu macam mikroorganisme. Isolasi mikroba adalah memisahkan

mikroba satu dengan mikroba lain yang berasal dari campuran berbagai mikroba.

Mengisolasi mikroba dengan cara menumbuhkan (menanam) dalam medium

padat. Hal ini karena dalam medium padat, sel-sel mikroba akan membentuk

koloni yang tetap pada tempatnya (Waluyo, 2005).

Pemurnian merupakan cara untuk memisahkan atau memindahkan

mikroba tertentu dari lingkungannya, sehingga diperoleh kultur murni atau biakan

murni. Kultur murni ialah kultur yang sel-sel mikrobanya berasal dari pembelahan

dari satu sel tunggal (Suriawiria, 2005).

Biakan murni adalah biakan yang terdiri atas satu spesies mikroba yang

ditumbuhkan dalam medium buatan. Pada medium ini mikroba dapat tumbuh dan

berkembang biak. Bahan dasar yang digunakan untuk medium pertumbuhan ini

adalah agar-agar. Untuk bakteri heterotrof, medium dilengkapi dengan air,

molekul makanan (misal gula) sumber nitrogen dan mineral. Untuk hasil yang

lebih baik agar bakteri tumbuh, alat dan bahan yang digunakan disterilkan terlebih

dahulu terdiri dari campuran berbagai macam sel (Suriawiria, 2005).

Di alam bebas tidak ada mikroba yang hidup tersendiri dan terlepas dari

spesies yang lain. Dalam teknik biakan murni tidak saja diperlukan bagaimana

memperoleh suatu biakan murni, tetapi juga bagaimana memelihara serta

20
mencegah pencemaran dari luar. Teknik biakan murni untuk suatu spesies dikenal

dengan berbagai cara, yaitu dengan cara pengenceran, penggoresan dan

penuangan (Waluyo, 2005).

5.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum adalah cawan petri, erlenmeyer,

kompor, panci, batang pengaduk, gunting, api bunsen, pinset, dan laminar air

flow cabinet.

Bahan yang digunakan pada praktikum adalah isolat patogen yang telah

diisolasi dari lapangan, air, gas, spiritus dan media PDA.

5.3 Cara Kerja

Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Dibuka tutup petridish.

Diambil jarum ose dan dipanaskan hingga berpijar. Diambil hifa dari patogen

yang diinginkan dan dipindahkan ke media baru untuk dibuat biakan murni

dengan menggunakan jarum ose. Ditutup petridish dan diwrap dengan rapat.

Diamati pertumbuhan jamur pada hari ke 3, 4 dan 5. Dicatat dan difoto hasil

pengamatan.

5.4 Hasil Pengamatan

A. Pengamatan isolasi hari ke-3

Gambar 4. Pengamatan biakan murni hari ke-3

21
B. Pengamatan isolasi hari ke-4

Gambar 5. Pengamatan isolat hari ke-4

C. Pengamatan isolasi hari ke-5

Gambar 6. Pengamatan biakan murni hari ke-5

5.5 Pembahasan

Pemurnian merupakan kegiatan untuk mendapatkan koloni murni dari

isolat mikroorganisme yang ditumbuhkan sebelumnya. Pemurnian dilakukan

dengan memindahkan koloni dari mikroba yang diinginkan dalam isolat ke dalam

media pertumbuhan yang baru sehingga di dapat koloni murni yang di harapkan

(Suriawiria, 2005).

Pemurnian pada medium PDA dilakukan dengan mengambil bahan isolat

berupa hifa cendawan saja, dengan menggunakan jarum ose kemudian diletakkan

pada media PDA yang baru kemudian diwrap dan diinkubasi beberapa hari. Tanda

keberhasilan biakan murni pada jamur adalah tumbuhnya satu koloni jamur

dengan warna dan ciri yang sama. (Dwijoseputro, 1998).

22
Dari pengamatan hari ke 3 dapat dilihat bahwa semua biakan murni

berkembang dengan baik dan tidak ada kontaminasi. Namun pada salah satu

biakan murni, jamur tidak berkembang. Dari pengmatan hari ke 4 dapat dilihat

bahwa jamur biakan murni semakin berkembang pada salah satu isolat dan sudah

menghitam sporanya, yang merupakan salah satu ciri dari jamur Curvularia sp.

namun pada salah satu petridish jamur tidak berkembang sama sekali dan masih

sama seperti pada hari ke-3. Pada hari ke 5, dapat dilihat bahwa perkembangan

jamur telah memenuhi setengah bagian diameter media pada salah satu petridish

dan dapat dilihat bahwa perkembangan telah sampai ke bagian tutup petridish.

Namun pada salahh satu petridish terlihat bahwa hifa yang ditanamkan tidak

tumbuh dan berkembang lagi. Hal ini dapat disebabkan oleh lingkungan yang

tidak mendukung atau media yang buruk. Hal ini sesuai dengan pendapat Fadillah

(2010) bahwa pertumbuhan jamur selain dipengaruhi oleh faktor lingkungan,

pertumbuhannya dipeng aruhi oleh faktor jenis media dan komposisi yang

terkandung didalamnya. Jenis dan komposisi media itulah yang nantinya akan

mempengaruhi kecepatan pertumbuhan miselium, tingkat kontaminasi dan

keberhasilan pertumbuhan jamur.

5.6 Kesimpulan

Pemurnian biakan merupakan kegiatan untuk mendapatkan koloni murni

mikroorganisme yang telah ditumbuhkan sebelumnya pada media PDA

sehingga didapatkan satu jenis mikroorganisme yang diinginkan dalam satu

media perbanyakan. Keberhasilan dapat dilihat dari tumbuhnya jamur dalam

media PDA dengan ciri yang seragam dan hanya 1 koloni dalam media, tidak ada

23
terlihat koloni lain dalam media PDA atau ada miselium yang menunjukkan ciri

berbeda-beda.

24
VI UJI BIAKAN GANDA

6.1 Latar Belakang

Curvularia sp. merupakan salah satu patogen penyeybab penyakit bercak

aun pada tanaman kelapa sawit. Pada umumnya pegendalianpatogen Curvularia

sp.menggunakan fungisida sintetis yang dapat menimbulkan banyak dampak

negatif antara lain resistensi patogen, pencemaran lingkungan,dan juga dapat

membahayakan manusia. Untuk mengurangi dampak tersebut perlu dicari

alternatif pengendalian lain yaitu dengan memanfaatkan mikroorganisme yang

bersifat antagonis dan telah diketahui mampu menghambat perkembangan

patogen (Balitbu, 2008).

Pengendalian penyakityang ramah lingkungan dan berpotensi untuk dapat

dikembangkan ialah pengendalian hayati dengan menggunakan mikrobia yang

hidup sebagai agen biopestisida secara langsung maupun tidak langsung untuk

mengontrol serangan penyakit. Beberapa jenis mikrobia yang sudah banyak

dikembangkan dandiaplikasi sebagai bahan baku biofungisida adalah

Trichoderma sp., Gliocladium sp., dan Aspergillus niger (Nugroho et al., 2001).

Mikroba antagonis Trichoderma sp. merupakan agensia hayati yang

berpotensi untuk dikembangkan sebagai pengendali hayati patogen. Agensia

hayati Trichoderma sp. Telah banyak digunakan oleh petani di berbagai daerah

seperti di Kalimantan Selatan, Yogyakarta dan di Sumatera Barat. Jamur

Trichoderma sp. diketahui mempunyai sifat antagonis terhadap Sclerotium rolfsii,

Fusarium oxyaporum. f.sp. cubense,danRhizoctoniasolani. Hal tersebut

membuktikan bahwa isolat lokal (indigenous) memiliki potensi dalam menekan

patogen yang terdapa tdi daerah asalnya. Selanjutnya pengendalian hayati bersifat

25
spesifik lokal yakni mikroorganisme antagonis yang terdapat di suatu daerah

hanya akan memberikan hasil yang baik didaerah itu juga. Mekanisme antagonis

yang dimiliki oleh jamur Trichoderma terdiri dari persaingan

(kompetisi),parasitisme, antibiosisdan lisis (Arzamartbela, 2009).

Oleh karena itu pengendalian hayati dengan menggunakan

mikroorganisme merupakan pendekatan alternatif yang perlu dikaji dan

dikembangkan. Hal ini disebabkan karena pengendalian hayati relatif aman dan

bersifat ramah lingkungan serta telah banyak dilaporkan bahwa beberapa

mikroorganisme antagonis memiliki daya antagonisme yang tinggi terhadap

patogen tanaman (Wagiman, 2003). Namun untuk mengetahui kemampuan

mikroorganisme tersebut dalam menghambat patogen diperlukan suatu pengujian,

salah satunya adalah uji dual culture atau uji biakan ganda.

Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan praktikum ini, agar mahasiswa

paham cara untuk melakukan pengujian biakan ganda.

6.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cawan petri,

kertas label, penggaris, jarum ose, bunsen api, erlenmeyer, cork borrer,

laminar air flow cabinet, dan alat tulis menulis.

Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum adalah media PDA,

biakan murni Trichoderma Sp dan Curvularia sp.

6.3 Cara Kerja

Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Dipanaskan cork borrer.

Dipotong media biakan murni jamur Trichoderma sp. menggunakan cork borrer.

Dipanaskan jarum ose hingga berpijar dan diambil hasil potongan tersebut dengan

26
menggunakan jarum ose. Potongan media berisi Trichoderma sp. dipindahkan ke

media baru. Dilakukan hal yang sama terhadap jamur patogen Curvulari sp. dan

diletakkan hasil potongan di media yang sama dengan jamur Trichoderma sp.

Ditutup petridish dan diwrap dengan rapat. Diamati hasil pengujian dual culture

pada hari ke 3, 4 dan 5. Dicatat dan difoto hasil pengamatan.

6.4 Hasil Pengamatan

A. Pengamatan isolasi hari ke-3

Gambar 6. Pengamatan biakan murni hari ke-3

B. Pengamatan isolasi hari ke-4

Gambar 7. Pengamatan isolat hari ke-4

C. Pengamatan isolasi hari ke-5

Gambar 8. Pengamatan biakan murni hari ke-5

27
6.5 Pembahasan

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan didapatkan bahwa luas

koloni Trichoderma sp. yang diletakkan berhadapan dengan patogen meningkat

secara bertahap pada hari ke- 3 , 4, dan 5. Pada hari pengamatan cendawan ini

mampu berkembang secara pesat sehingga memenuhi cawan petri pada

pengamatan terakhir. Diameter koloni cendawan Trichoderma sp. jauh lebih

besar dibandingkan dengan jamur Curvularia sp. Sebelumnya

jamur curvularia sp. pada masing-masing biakan mengalami pertumbuhan pesat

pada pengamatan hari ketiga. namun mulai menunjukkan pertumbuhan yang

lambat pada hari ke empat sampai ke lima.

Terhambatnya pertumbuhan jamur Curvularia sp. tersebut diduga karena

adanya agen antagonis Trichoderma sp. yang menghambat pertumbuhan patogen

tersebut melalui mekanisme mikoparasit, antibiosis dan persaingan ruang dan

nutrisi. Menurut Arya dan Perello (2010), Trichoderma sp.mampu mengeluarkan

senyawa antibiotik seperti gliotoksin dan glioviridin. Pernyataan ini dipertegas

oleh Vey et al., (2001), yang menyatakan bahwa Senyawa antibiotik tersebut

mempengaruhi dan menghambat banyak sistem fungsional dan membuat patogen

rentan.

Trichoderma sp merupakan jamur inperfekti (tak sempurna) dari

Subdivisi Deuteromycotina, Kelas Hyphomycetes, Ordo Moniliaceae.

Konidiofor tegak, bercabang banyak, agak berbentuk kerucut, dapat membentuk

klamidospora, pada umumnya koloni dalam biakan tumbuh dengan cepat,

berwarna putih sampai hijau (Vey et al., 2001).

28
Trichoderma Sp memiliki peran antagonisme terhdap beberapa patogen

tular tanah yang berperan sebagai mikoparasit terhadap beberapa tanaman

inang. Berpendapat bahwa mikoparasitisme dari Trichoderma Sp merupakan

suatu proses yang kompleks dan terdiri dari beberapa tahap dalam menyerang

inangnya. Interaksi awal dari Trichoderma Sp. yaitu dengan cara hifanya

membelok ke arah jamur inang yang diserangnya, Ini menunjukkan adanya

fenomena respon kemotropik padaTrichoderma Sp. karena adanya rangsangan

dari hyfa inang ataupun senyawa kimia yang dikeluarkan oleh jamur inang.

Ketika mikoparasit itu mencapai inangnya, hifanya kemudian membelit atau

menghimpit hifa inang tersebut dengan membentuk struktur seperti kait (hook-

like structure), mikoparasit ini juka terkadang mempenetrasi miselium inang

dengan mendegradasi sebagian dinding sel inang. (Vey et al., 2001)

6.6 Kesimpulan

Jamur Trichoderma Sp. merupakan jamur antagonis yang dapat

menghambat pertumbuhan jamur Curvularia sp. yang merupakan jamur

patogen. Pertumbuhan koloni jamur antagonis Trichoderma Sp. jauh lebih

cepat dibanding jamur patogen Curvularia sp

29
VII PENGAMATAN MIKROSKOPIS

7.1 Latar Belakang

Jamur adalah organisme bersel tunggal atau bersel banyak yang dinding

selnya mengandung kitin, bersifat eukariotik, dan tidak berklorofil. Jamur

multiseluler terbentuk dari rangkaian sel yang membentuk benang hifa bersekat

ataupun tidak bersekat yang akan saling sambung menyambung membentuk

miselium (Kawuri et al., 2016). Secara umum, jamur dibagi menjadi tiga kelas

yaitu divisi Zygomycota merupakan jamur dengan hifa bersekat, divisi

Ascomycota merupakan jamur dengan hifa tidak bersekat dan askuspora terdiri

dari 8 spora, serta divisi Basidiomycota yang umumnya berukuran makroskopis,

memiliki tudung (basidiokarp) dan tubuh buah (Hastono, 2003).

Menurut Syamsuri (2007), jamur hidup secara heterotrof yaitu secara

saprofit, parasit atau simbiosis pada makhluk hidup lain atau pada inang tertentu

untuk memperoleh nutrisi. Pada keadaan tertentu, sifat jamur dapat berubah

menjadi patogen dan menyebabkan penyakit. Hal tersebut menyebabkan harusnya

manusia berhati-hati dalam menjaga kesehatan termasuk juga memilih makanan

yang sehat dan terhindar dari jamur. Berbagai jenis makanan yang sudah

ditumbuhi jamur umumnya akan busuk dan namun tidak basah (berlendir).

Apabila jamur dibiarkan berkembang biak, maka jamur akan membentuk koloni

yang dapat dilihat secara makroskopik serta merusak host atau inangnya. menurut

Tournas et al. (2001) jamur dapat menyebabkan berbagai tingkat dekomposisi

bahan makanan.

Pengamatan morfologi sangat penting untuk identifikasi dan determinasi.

Bahkan pengamatan morfologi ini lebih penting daripada pengamatan fisiologis.

30
Terdapat beberapa cara atau metode pengamatan yaitu dengan pembuatan slide

cultur atau hanging drop. Untuk pengamatan morfologi dapat dilakukan

pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis (Semangun, 2000).

Identifikasi makroskopis pada jamur dan bakteri melingkupi pengamatan

terhadap warna koloni, bentuk permukaan, diameter koloni serta jumlah koloni,

khusus pada jamur pengatan terhadap hifa atau konidia yang tampak. Pengamatan

makroskopis adalah pengamatang secara langsung tanpa menggunakan alat bantu

seperti pada pengamta mikroskopis yang menggunakan mikroskop untuk melihat

struktur jamur atau bakteri secara lebih detail dan kompleks (Waluyo, 2005).

7.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum adalah mikroskop, kaca preparat,

cover glass, pipet tetes, jarum pentol, jarum ose dan cawan petri.

Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum adalah aquades, biakan

murni Trichoderma S.p dan Curvularia sp.

7.3 Cara Kerja

Disiapkan alat dan bahan. Diambil hifa dari biakan murni jamur

Trichoderma sp. dan diletakkan di atas kaca preparat. Disebarkan hifa

menggunakan jarum pentol agar tidak ada hifa yang menumpuk. Ditetesi preparat

dengan aquades. Ditutup dengan cover glass. Diamati preparat dengan mikroskop.

Difoto hifa dan sporanya. Dilakukan hal yang sama terhadap biakan murni

Curvularia sp.

31
7.4 Hasil Pengamatan

Gambar 7. Trhichoderma harzianum.

Gambar 8. Cercospora sp

.
Gambar 9. Curvularia sp.

7.5 Pembahasan

Dari praktikum yang dilakukan pada hasil mikroskopis dari 5 isolat

didapatkan jamur Trichoderma harzianum, Cercospora sp. dan Curvularia sp.

Isola kelompok 1,2 dan 3 merupakan Curvularia sp. maka dari itu yang digunakan

adalah gambar dari kelompok 3.

Penampakan secara mikroskopis Trichoderma sp. yaitu hifa bewarna

hijau, tangkai fialid pendek, konidia berwarna kehijauan, berbentuk globuse

(bulat) tumbuh pada ujung dan ada juga konidium terbentuk secara bergerombol

32
berwarna hijau muda pada permukaan sel konidiofornya. Adanya banyak

percabangan konidiofor yang menyerupai piramid yaitu cabang yang lebih

panjang dibawahnya, fialid tersusun pada kelompok-kelompok yang berbeda,

terdapat 2-3 fialid per kelompok.

Karakteristik mikrokopis terlihat hifa bercabang dan bersekat hifa

berwarna agak coklat, konidiofor berwarna kecoklatan, dan konidia terdiri dari 3-

5 sel yang berwarna gelap. Barnet dan Hunter (1972), Cercospora memiliki

konidiofor bercabang, dimana konidia berwarna gelap dengan sel- sel ujung agak

jernih, konidia bersel 3-5 dan mempunyai ciri khas melengkung dan sel-sel

tengahnya membesar.

Karakteristik mikrokopis Curvularia sp. adalah hifa bercabang, berwarna

agak gelap, dan konidia bentuknya panjang mempunyai sel dan berwama hialin.

Menurut Barnet dan Hunter (1972), konidiofor berwarna gelap dan konidia

dihasilkan berurutan pada sel ujung yang sedang mengalami pertumbuhan baru.

Konidia hialin sampai berwama gelap, memanjang (filiform) dan bersel banyak.

7.6 Kesimpulan

Dari praktikum yang dilakukan, pengamatan mikroskopis merupakan

pengamatan yang dilakukan dengn menggunakan mikroskop yang bertujuan untuk

melihat morfologi dari jamur yang diamati yakni hifa, spora, konidia dan lainnya.

Pengamatan ini dapat menjadi acuan untuk mengidentifikasi mikroba yang belum

diketahui spesiesnya. Pada praktikum jamur yang diamati secara jelas di

mikroskopis adalah Trichoderma harzianum, Curvuralia sp., dan Cercospora sp.

sedangkan 2 lainnya kurang jelas.

33
DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, L. 2004. Menghitung Mikroba Pada Bahan Makanan, Cakrawala


(Suplemen pikiran rakyat untuk iptek). Farmasi FMIPA ITB. Bandung
Anonim, 2013. Petunjuk Praktikum Ilmu Penyakit Tanaman. Fakultas Pertanian
Universitas Mataram. Mataram.
Arya, A dan A. E. Perello. 2010. Management of Fungal Plant Pathogen. CAB
International. London.
Arzamartbela, R. 2009. Eksplorasi dan Pengujian jamur Antagonis
Trichorderma sp. Untuk Mengendalikan Ganoderma boninense Pat.
Penyebab Penyakit Busuk pangkal Batang Kelapa Sawit Secara In Vitro.
Skripsi (Tidak dipublikasikan). Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Balitbu. 2008. Budidaya Nanas. Agro Inovasi Litbang Pertanian. 24 hlm
Barnet, H.L. dan B.B. Hunter. 1972. Illustrated Genera Of Imperfect Fungi (Third
Edition). Burgess Publishing Company. Minnesota
Djida, N. 2000, Metode Instrumental dalam Mikrobiologi Umum. UNHAS
Press. Makassar.
Dwidjoseputro. 1980. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta
Dwijoseputro, D. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Malang
Fadillah, N. 2010. Tips Budidaya Jamur Tiram. Yogyakarta: Genius Publisher.
Hadioetomo, R. S. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Jakarta: P.T.
Gramedia Pustaka Utama

Hastono, S. 2003. Cendawan dan Permasalahannya Terhadap Kesehatan Hewan.


Jurnal Veteriner. 4 (2) : 1 – 4.
Kawuri, R., Y. Ramona dan I.B.G. Darmayasa. 2016. Penuntun Praktikum
Mikrobiologi Umum. Bali : Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Udayana.
Nugroho, S., H.S. Darwis dan T. Liwang. 2001.Uji Antagonis beberapa isolat
Trichoderma sp. terhadap Ustilina zonata pada media PDA. Prosiding
Kongres Nasional XVI dan Seminar Ilmiah Pekanbaru.Riau. Hlm367-368
Pelczar, M.J. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press:Jakarta
Pradhika. 2008. Media Pertumbuhan. http://ekmon
saurus.blogspot.com/2008/11/ bab-2-media-pertumbuhan.html. Diakses
pada tanggal 20 April 2019.
Semangun, H. 1994. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura Di Indonesia.
Gadjah Mada University. Yogyakarta.

34
Semangun, H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan Di Indonesia.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Singleton dan Sainsbury. 2006. Dictionary of Microbiology and Molecular
Biology 3rd Edition. John Wiley and Sons. Sussex, England.
Sudharto, Agus S., Y. P. Rolletha, dan Bambang. 2011.Teknologi Pengendalian
Hama dan Penyakit pada Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
Medan.
Suriawiria, U. 2005. Mikrobiologi Dasar. Papas Sinar Sinanti, Jakarta.

Syamsuri, I., H. Suwono, Ibrohium, Sulisetijono, I.W. Sumberartha, dan S.E.


Rahayu. 2007. Biologi untuk SMA Kelas X Semester 1. Jakarta : Erlangga.

Tournas, V., M.E. Stack, P.B. Misli. 2001. Yeast, Molds, and Myccotoxins.
Waashington D.C. : U.S. Food and Drug Administration. Center for Safety
and Applied Nutrition.
Vey, A., R. E. Hoagland dan T. M. Butt. 2001. Fungi as Biocontrol Agents:
progress problems and potential. In Butt, T. M., C. Jackson and N. Magan
(Ed). Toxic metabolite of fungal biocontrol agents. Publishing CAB
International. London.
Wagiman, F. X. 2003. Penyakit Tanaman : Ciri Morfologi, Biologi dan Gejala
Serangan. Jurusan Penyakit Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Waluyo. 2005. Mikrobiologi Umum. Malang: UMM Press.

35

Anda mungkin juga menyukai