Makalah Studi Hadits Tahammul Wa Ada Al
Makalah Studi Hadits Tahammul Wa Ada Al
MAKALAH
Studi Hadits
DOSEN PEMBIMBING:
Oleh :
FAKULTAS USHULUDDIN
SURABAYA
2013
STUDI HADITS
Studi Hadits
DOSEN PEMBIMBING:
Oleh :
FAKULTAS USHULUDDIN
SURABAYA
2013
KATA PENGANTAR
Surabaya, November
2013
Penulis
DAFTAR ISI
A. PENDAHULUAN
Allah telah memberikan kepada umat Nabi Muhammad Saw, para
pendahulu selalu menjaga Al-Quran dan Al-Hadis Nabi. Mereka adalah orang-
orang jujur, amanah, dan memegang janji sebagian diantara mereka mencurahkan
perhatiannya terhadap al-Quran dan ilmunya yaitu para mufassirin. Manusia
dalam hidupnya membutuhkan berbagai macam pengetahuan. Seseorang yang
telah mempelajari hadits dengan sungguh-sungguh dengan cara yang benar
memiliki beberapa kode etik yang harus dia jaga dan dia pelihara, baik ketika
masih menjadi pelajar itu sendiri atau ketika dia sudah mengajarkannya kepada
orang lain kelak. Di dalam ilmu hadits hal ini dikenal dengan istilah at tahammul
wal ada’. Di dalam makalah ini akan dibahas cara perimaaan dan periwayatan
hadis yang disebut dengan At-Tahammul wa Al-'Ada.
Para ulama hadis telah bersusah payah mengusahakan adanya ilmu hadis
ini, lalu mereka membikin beberapa kaidah (batasan-batasan) dan berbagai syarat
dengan berbagai bentuk yang cermat dan banyak sekali. Mereka telah
mengidentifikasin anatara 'tahammul hadis' selanjutnya mereka menjadikannya
beberapa tingkatan, dimana bagian satu dengan yang lain tidaklah sama artinya
ada yang lebih kuat, hal itu merupakan penguat dari mereka untuk memelihara
hadis Rasulullah Saw dan memindahkan dengan baik dari seseorang kepada orang
lain. Disamping itu mereka yakin bahwa cara yang seperi ini adalah cara yang
palingh selamat dan cara yang paling cermat. Untuk lebih jelasnya dibicarakan
dalam makalah ini
B. RUMUSAN MASALAH.
1. Pengertian tahammul al-hadits dan ada’ al-hadits menurut bahasa dan
istilah.
2. Syarat-syarat perawi dalam tahammul hadits.
3. Syarat-syarat perawi dalam ada’ al-hadits.
4. Sighat Tahammul wa Ada’al-hadits.
C. PEMBAHASAN.
1. pengertian tahammul al-hadits dan ada’ al-hadits menurut bahasa dan istilah
ََ ت َ َح َّم
Menurut bahasa tahammul merupakan masdar dari fi’il madli tahmmala (-ل
َت َ َحمال-َ )يَتَ َح َّملyang berarti menanggung , membawa, atau biasa diterjemahkan
dengan menerima.Berarti tahammul al-hadits menurut bahasa adalah menerima
hadits atau menanggung hadits. Sedangkan tahammul al-hadits menurut istilah
ulama ahli hadits, sebagaimana tertulis dalam kitab taisir mushtholah hadits
adalah:[1]
َمعناهَتلقىَالحديثَواخذهَعنَالشيوخ:التحمل
“ Tahammul artinya menerima hadits dan mengambilnya dari para syekh atau
guru.
Sedangkan pengertian ada’ al-hadits menurut bahasa, ada’ ( )األداءadalah
masdar dari
ََأَدَاء-َََيأْدِى-َأَدَى
إيصالَالشيئَإلىَالمرسلَإليه
“menyampaikan sesuatu pada orang yang dikirim
kepadanya”.
َأوصله:ََتأديةَالشيئ-أدى
“Menyampaika
nnya”.
Bararti ada’ al-hadits menurut bahasa adalah
menyampaikan hadits.
c. ‘Adalah (adil)
‘Adl merupakan suatu sifat yang melekat, yang berupa ketaqwaan dan
muru’ah (harga diri). Sifat ‘adalahnya seorang rowi berarti sifat ‘adlnya di dalam
riwayat. Dalam ilmu hadits sifat ‘adalah ini berarti orang islam yang sudah
mukallaf yang terhindar dari perbuatan-perbuatan yang menyebabkan kefasikan
dan jatuhnya harga diri.Jadi syarat yang ketiga ini sebenarnya sudah mencakup
dua syarat sebelumnya yaitu Islam dan baligh. Oleh karena itu sifat ‘adalah ini
mengecualikan orang kafir, fasiq, orang gila, dan orang yang tak dikenal ()مجهول
d. Dlobit
Dlobit ialah ingatan. seseorang yang meriwayatkan hadits harus ingat akan
hadits yang ia sampaikan tersebut. Ketika ia mendengar hadits dan memahami apa
yang didengarnya, serta hafal sejak ia menerima hadits hingga ia
meriwayatkannya.
3. Ijazah
yakni Seorang guru mengijinkan muridnya meriwayatkan hadis atau
riwayat, baik dengan ucapan atau tulisan. Gambarannya : Seorang syaikh
mengatakan kepada salah seorang muridnya : Aku ijinkan kepadamu untuk
meriwayatkan dariku demikian. Di antara macam-macam ijazah adalah
a. Syaikh mengijazahkan sesuatu yang tertentu kepada seorang yang tertentu.
Misalnya dia berkata,”Aku ijazahkan kepadamu Shahih Bukhari”. Di antara jenis-
jenis ijazah, inilah yang paling tinggi derajatnya
b. Syaikh mengijazahkan orang yang tertentu dengan tanpa menentukan apa yang
diijazahkannya. Seperti mengatakan,”Aku ijazahkan kepadamu untuk
meriwayatkan semua riwayatku”.
c. Syaikh mengijazahkan kepada siapa saja (tanpa menentukan) dengan juga tidak
menentukan apa yang diijazahkan, seperti mengatakan,”Aku ijazahkan semua
riwayatku kepada semua orang pada zamanku”.
d. Syaikh mengijazahkan kepada orang yang tidak diketahui atau majhul. Seperti dia
mengatakan,”Aku ijazahkan kepada Muhammad bin Khalid Ad-Dimasyqi”;
sedangkan di situ terdapat sejumlah orang yang mempunyai nama seperti itu.
e. Syaikh memberikan ijazah kepada orang yang tidak hadir demi
mengikutkan mereka yang hadir dalam majelis. Umpamanya dia berkata,”Aku
ijazahkan riwayat ini kepada si fulan dan keturunannya”.
4. Al-Munaawalah
Yakni seorang guru memberikan hadis atau beberapa hadis atau sebuah
kitab hadis kepada muridnya untu diriwayatkan.
Al-Munawalah ada dua macam :
a. Al-Munawalah yang disertai dengan ijazah. Ini tingkatannya paling tinggi di
antara macam-macam ijazah secara muthlaq. Seperti jika seorang syaikh
memberikan kitabnya kepada sang murid, lalu mengatakan kepadannya,”Ini
riwayatku dari si fulan, maka riwayatkanlah dariku”. Kemudian buku tersebut
dibiarkan bersamanya untuk dimiliki atau dipinjamkan untuk disalin. Maka
diperbolehkan meriwayatkan dengan seperti ini, dan tingkatannya lebih rendah
daripada as-sama’ dan al-qira’ah.
b. Al-Munawalah yang tidak diiringi ijazah. Seperti jika seorang syaikh
memberikan kitabnya kepada sang murid dengan hanya mengatakan : ”Ini adalah
riwayatku”. Yang seperti ini tidak boleh diriwayatkan berdasarkan pendapat yang
shahih.[6]
5. Al-Kitabah
Yaitu : Seorang syaikh menulis sendiri atau dia menyuruh orang lain
menulis riwayatnya kepada orang yang hadir di tempatnya atau yang tidak hadir
di situ. Kitabah ada 2 macam :
a. Kitabah yang disertai dengan ijazah, seperti perkataan syaikh,”Aku ijazahkan
kepadamu apa yang aku tulis untukmu”, atau yang semisal dengannya. Dan
riwayat dengan cara ini adalah shahih karena kedudukannya sama kuat dengan
munaawalah yang disertai ijazah.
b. Kitabah yang tidak disertai dengan ijazah, seperti syaikh menulis sebagian hadits
untuk muridnya dan dikirimkan tulisan itu kepadanya, tapi tidak diperbolehkan
untuk meriwayatkannya. Di sini terdapat perselisihan hukum meriwayatkannya.
Sebagian tidak memperbolehkan, dan sebagian yang lain memperbolehkannya
jika diketahui bahwa tulisan tersebut adalah karya syaikh itu sendiri.
6. Al-I’lam (memberitahu)
Yaitu : Seorang syaikh memberitahu seorang muridnya bahwa hadits ini
atau kitab ini adalah riwayatnya dari si fulan, dengan tidak disertakan ijin untuk
meriwayatkandaripadanya. Ketika menyampaikan riwayat dengan cara ini, si
perawi berkata : A’lamanii syaikhi – (أعلمني َشيخيguruku telah memberitahu
kepadaku).
7. Al-Washiyyah (mewasiati)
Yaitu : Seorang syaikh mewasiatkan di saat mendekati ajalnya atau dalam
perjalanan, sebuah kitab yang ia wasiatkan kepada sang perawi.
Ketika menyampaikan riwayat dengan wasiat ini perawi mengatakan : Aushaa
ilaya fulaanun bi kitaabin – ( أوصى َإلي َفالن َبكتابsi fulan telah mewasiatkan
kepadaku sebuah kitab), atau haddatsanii fulaanun washiyyatan – َحدثني َفالن
( وصيةsi fulan telah bercerita kepadaku dengan sebuah wasiat). [7]
8. Al-Wijaadah (mendapat)
Yaitu : Seorang perawi mendapat hadis atau kitab dengan tulisan seorang
syaikh dan ia mengenal syaikh itu, sedang hadi-hadisnya tidak pernah
didengarkan ataupun ditulis oleh si perawi.
Dalam menyampaikan hadits atau kitab yang didapati dengan jalan wijadah
ini, si perawi berkata,”Wajadtu bi kaththi fulaanin” (aku mendapat buku ini
dengan tulisan si fulan), atau ”qara’tu bi khththi fulaanin” (aku telah membaca
buku ini dengan tulisan si fulan); kemudian menyebutkan sanad dan
matannya. Sighat Tahammul Wa Dari beberapa proses penerimaan dan
penyampaian hadits di atas kita bisa mengambil kesimpulan sebagai berikut.
Bahwa ketika perowi mau menceritakan sebuah hadits, maka ia harus
menceritakan sesuai dengan redaksi pada waktu ia menerima hadits tersebut
dengan beberapa istilah yang telah banyak dipakai para ulama’ hadits.
Sebagaimana berikut:
hadits y1) Jika proses tahamul dengan cara mendengarkan, maka bentuk
periwayatannyaadalah:
حدثني,حدثنا,سمعنا,سمعت
Menurut al-Qodhi Iyyat boleh saja perowi menggunakan kata:
حدثني,حدثنا,سمعنا, سمعت, ذكر لنا,قال لنا,أخبرنا
حدثنا فالن قرأة عليه, أخبرني, قرئ على فالن و أ نا سمعت,قرأت على فالن
أنبأنى,أجازنى فالن
2. Al-‘ardlu, yaitu seorang murid membaca hadis di depan guru. Dalam metode ini
seorang guru dapat mengoreksi hadis yang dbaca oleh muridnya. Istilah yang
dipakai adalah akhbarana.
3. Al-Ijazah, yaitu pemberian ijin seorang guru kepada murid untuk meriwayatkan
buku hadis tanpa membaca hadis tersebut satu demi satu. Istilah yang dipakai
adalah an-ba-ana.
4. Al-Munawalah, yaitu seorang guru memberi sebuah atau beberapa hadis tanpa
menyuruh untuk meriwayatkannya. Istilah yang dipakai adalah an-ba-ana.
5. Al-MKitabah, yaitu seorang guru menulis hadis untuk seseorang, hal ini mirip
dengan metode ijazah.
6. I’lam as-Syaikh, yaitu pemberian informasi guru kepada murid bahwa hadis
dalam kitab tertentu adalah hasil periwayatan yang diproleh dari seseorang tanpa
menyebut namanya.
DAFTAR PUSTAKA
· -Mahmud Thohan, 1985,terjemah Tafsir Mushtholah Hadits, Songgopuro,
haramain,
· Ibnu sholah, TT, Ulumul Hadits al-Ma’ruf bi Muqoddimah ibn ash-
Sholah,Tsaqofiyah,
· -. H. Mudasir, Ilmu Hadis, Bandung, CV. Pustaka Setia, 1999. Cet. I
· -http//ulumul hadits//com
RINGKASAN
Ulama sepakat bahwa yang dimaksud dengan At-tahamul adalah
“mengambil atau menerima hadits dari seorang guru dengan salah satu cara
tertentu.
Al-ada’ al-Hadist
Al-Ada‘ secara etimologis berarti sampai/melaksanakan.secara
terminologis Al-Ada‘ berarti sebuah proses mengajarkan (meriwayatkan) hadits
dari seorang guru kepada muridnya.
Adapun syarat-syarat bagi seseorang diperbolehkan untuk mengutip hadits dari
orang lain adalah:
a. Dhobit.
b. Berakal sempurna.
c. Tamyiz.
Sementara itu, untuk mencapai tingkat ‘adalah seseorang harus memenuhi empat
syarat yaitu:a.Islam.
b. Baliq.
c. Adil.
d. dhobit
Metode mempelajari/menerima Hadis yang dipakai oleh para ulama adalah:2
1. As-Sima’, yaitu guru membaca hadis didepan para muridnya.
Bentuknya bisa membaca hafalan, membaca dari kitab, tanyajawab dan
dikte.
2. Al-‘ardlu, yaitu seorang murid membaca hadis di depan guru.
Dalam metode ini seorang guru dapat mengoreksi hadis yang dbaca oleh
muridnya. Istilah yang dipakai adalah akhbarana.
3. Al-Ijazah, yaitu pemberian ijin seorang guru kepada murid untuk
meriwayatkan buku hadis tanpa membaca hadis tersebut satu demi satu.
Istilah yang dipakai adalah an-ba-ana.
4. Al-Munawalah, yaitu seorang guru memberi sebuah atau beberapa
hadis tanpa menyuruh untuk meriwayatkannya. Istilah yang dipakai adalah
an-ba-ana.
5. Al-Kitabah, yaitu seorang guru menulis hadis untuk seseorang, hal
ini mirip dengan metode ijazah.
6. I’lam as-Syaikh, yaitu pemberian informasi guru kepada murid
bahwa hadis dalam kitab tertentu adalah hasil periwayatan yang diproleh
dari seseorang tanpa menyebut namanya.
7. Al-Washiyah, yaitu guru mewasiatkan buku-buku hadis kepada
muridnya sebelum meninggal.
8. Al-Wijadah, yaitu seseorang yang menemukan catatan hadis
seseorang tanpa ada rekomendasi untuk meriwayatkannya