Anda di halaman 1dari 10

POLUSI DANKESELAMATAN DI LAUT

RENALDY FEBRYANTO (171.0313.027)

FAKULTAS TEKNIK

PROGRAM STUDI TEKNIK PERKAPALAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAKARTA
PENGERTIAN POLUSI
Secara umum

Polusi adalah masuknya makhluk hidup, zat, energi maupun materi kedalam lingkungan
sehingga menyebabkan lingkungan kurang dan tidak sesuai dengan fungsinya. Dalam kata lain,
polusi adalah berubah suatu lingkungan yang di sebab oleh pengaruh lingkungan dan aktivitas
manusia sebagian melalui pengaruh langsung atau tidak langsung, dari perubahan dalam susunan
kimia-fisika, tingkat radiasi, pola energi, dan limbah dari organisme. Polusi dapat mengubah unsur
fisika, panas, biologis, dan kimiawi, terhadap suatu lingkungan yang dapat menimbulkan bahaya
atau potensial bahaya terhadap kesehatan, keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan makhluk
hidup. Bahan yang menyebabkan polusi adalah POLUTAN.

Pengertian polusi dilaut

Berdasarkan peraturan pemerintah No.19/1999, pencemaran laut diartikan dengan


masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam
lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ketingkat tertentu yang
menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan mutu atau fungsinya. Sedangkan konvensi
Hukum Laut III (United Nation Convention on the Law of the Sea = UNCLOS III) memberikan
pengertian bahwa pencemaran laut adalah perubahan dalam lingkungan laut termasuk muara
sungai (estuaries) yang menimbulkan akibat yang buruk sehingga dapat merugikan terhadap
sumber daya laut hayati (marine living resources), bahaya terhadap kesehatan manusia, gangguan
terhadap kegiatan dilaut termasuk perikanan dan penggunaan laut secara wajar, memerosotkan
kualitas air laut dan menurunkan mutu kegunaan dan manfaatnya.

SEJARAH MARPOL

Sejak peluncuran kapal pengangkut minyak yang pertama GLUCKAUF pada tahun 1885 dan
penggunaan pertama mesin diesel sebagai penggerak utama kapal tiga tahun kemudian, maka
fenomena pencemaran laut oleh minyak mulai muncul.
Baru pada tahun 1954 atas prakarsa dan pengorganisasian yang dilakukan oleh Pemerintah Inggris
(UK), lahirlah “Oil Pullution Convention, yang mencari cara untuk mencegah pembuangan
campuran minyak dan pengoperasian kapal tanker dan dari kamar mesin kapal lainnya.
Sebagai hasilnya adalah sidang IMO mengenai “international Conference on Marine Pollution” dari
tanggal 8 Oktober sampai dengan 2 Nopember 1973 yang menghasilkan “international Convention
for the Prevention of Oil Pollution from Ships” tahun 1973, yang kemudian disempurnakan dengan
TSPP (Tanker Safety and Pollution Prevention) Protocol tahun 1978 dan konvensi ini dikenal
dengan nama MARPOL 1973/1978 yang masih berlaku sampai sekarang.
Difinisi mengenai “Ship” dalam MARPOL 73/78 adalah sebagai berikut:
“Ship means a vessel of any type whatsoever operating in the marine environment and includes
hydrofoil boats, air cushion vehhicles, suvmersibles, ficating Craft and fixed or floating platform”.
Jadi “Ship” dalam peraturan lindungan lingkungan maritim adalah semua jenis bangunan yang
berada di laut apakah bangunan itu mengapung, melayang atau tertanam tetap di dasar laut.

ISI PERATURAN MARPOL

Peraturan mengenai pencegahan berbagai jenis sumber bahan pencemaran lingkungan maritim
yang datangnya dari kapal dan bangunan lepas pantai diatur dalam MARPOL Convention 73/78
Consolidated Edition 1997 yang memuat peraturan :

1. International Convention for the Prevention of Pollution from Ships 1973.

Mengatur kewajiban dan tanggung jawab Negara-negara anggota yang sudah meratifikasi
konvensi tersebut guna mencegah pencemaran dan buangan barang-barang atau campuran
cairan beracun dan berbahaya dari kapal. Konvensi-konvensi IMO yang sudah diratifikasi oleh
Negara anggotanya seperti Indonesia, memasukkan isi konvensi-konvensi tersebut menjadi
bagian dari peraturan dan perundang-undangan Nasional.

1. Protocol of 1978

Merupakan peraturan tambahan “Tanker Safety and Pollution Prevention (TSPP)” bertujuan
untuk meningkatkan keselamatan kapal tanker dan melaksanakan peraturan pencegahan dan
pengontrolan pencemaran laut yang berasal dari kapal terutama kapal tanker dengan melakukan
modifikasi dan petunjuk tambahan untuk melaksanakan secepat mungkin peraturan pencegahan
pencemaran yang dimuat di dalam Annex konvensi.
Karena itu peraturan dalam MARPOL Convention 1973 dan Protocol 1978 harus dibaca dan
diinterprestasikan sebagai satu kesatuan peraturan.
Protocol of 1978, juga memuat peraturan mengenai :
- Protocol I
Kewajiban untuk melaporkan kecelakaan yang melibatkan barang beracun dan berbahaya.
Peraturan mengenai kewajiban semua pihak untuk melaporkan kecelakaan kapal yang
melibatkan barang-barang beracun dan berbahaya. Pemerintah Negara anggota diminta untuk
membuat petunjuk untuk membuat laporan, yang diperlukan sedapat mungkin sesuai dengan
petunjuk yang dimuat dalam Annex Protocol I.
Sesuai Article II MARPOL 73/78 Article III “Contents of report” laporan tersebut harus memuat
keterangan :
 Mengenai identifikasi kapal yang terlibat melakukan pencemaran.
 Waktu, tempat dan jenis kejadian
 Jumlah dan jenis bahan pencemar yang tumpah
 Bantuan dan jenis penyelamatan yang dibutuhkan

Nahkoda atau perorangan yang bertanggung jawab terhadap insiden yang terjadi pada
kapal wajib untuk segera melaporkan tumpahan atau buangan barang atau campuran
cairan beracun dan berbahaya dari kapal karena kecelakaan atau untuk kepentingan
menyelamatkan jiwa manusia sesuai petunjuk dalam Protocol dimaksud.
- Protocol II mengenai Arbitrasi
Berdasarkan Article 10”setlement of dispute”. Dalam Protocol II diberikan petunjuk
menyelesaikan perselisihan antara dua atau lebih Negara anggota mengenai interprestasi
atau pelaksanaan isi konvensi. Apabila perundingan antara pihak-pihak yang berselisih
tidak berhasil menyelesaikan masalah tersebut, salah satu dari mereka dapat
mengajukan masalah tersebut ke Arbitrasi dan diselesaikan berdasarkan petunjuk dalam
Protocol II konvensi.
Selanjutnya peraturan mengenai pencegahan dan penanggulangan pencemaran laut oleh
berbagai jenis bahan pencemar dari kapal dibahas daam Annex I s/d V MARPOL 73/78,
berdasarkan jenis masing-masing bahan pencemar sebagai berikut :
1. Annex I Pencemaran oleh minyak Mulai berlaku 2 Oktober 1983
2. Annex II Pencemaran oleh Cairan Beracun (Nuxious Substances) dalam bentuk
Curah Mulai berlaku 6 April 1987
3. Annex III Pencemaran oleh barang Berbahaya (Hamful Sub-Stances) dalam
bentuk Terbungkus Mulai berlaku 1 Juli 1991
4. Annex IV Pencemaran dari kotor Manusia /hewan (Sewage)
diberlakukan 27 September 2003
5. Annex V Pencemaran Sampah Mulai berlaku 31 Desember 1988
6. Annex VI Pencemaran udara belum diberlakukan
Peraturan MARPOL Convention 73/78 yang sudah diratifikasi oleh Pemerintah
Indonesia, baru Annex I dan Annex II, dengan Keppres No. 46 tahun 1986.
PERLENGKAPAN PENCEGAHAN PADA RUANG MESIN DAN RUANG MUAT

RUANG PERMESINAN

1. Pemisah air berminyak ( Oil Water Separator )


Perlengkapan ini berfungsi untuk menghasilkan atau memisahkan air minyak, dimana kadar minyak
dari buangan yang diperbolehkan untuk kapal-kapal dengan ukuran 10.000 GRT ke bawah adalah
kurang dari 100 ppm, sedangkan untuk kapal dengan ukuran 10.000 GRT ke atas adalah kurang dari
15 ppm dengan penataan yang dilengkapi dengan pengukur kandungan minyak ( oil content meter ).
Pembuangan dari buangan-buangan tsb harus dengan jarak lebih dari 12 mil dari pantai terdekat
pada saat kapal berlayar.

2. Pengukur kandungan minyak (oil content meter)


Perlengkapan ini berfungsi untuk menentukan dengan pasti kadar minyak yang dihasilkan
oleh pemisah air minyak (oil water separator) yang dibuang kelaut. Sebagian dari
perlengkapan ini juga dilengkapi dengan pencatat (recording) dari setiap buangan.

3. Alarm
Salah satu perlengkapan untuk pengawasan buangan keluar kapal yang berfungsi untuk
memberitahukan kadar minyak dalam air buangan yang telah melampaui batas kadar yang
telah ditentukan.
4. Penghenti aliran otomatis (automatic stopping device)
Perlengkapan ini bekerja secara otomatis yang berfungsi untuk menutup katup
pembuangan keluar kapal, apabila buangannya telah melebihi dari ketentuan sesuai dengan
pengaturannya pada oil content meter.
5. Tangki penampang minyak kotor ( sludge tank )
Tangki ini berfungsi untuk menampung minyak yang telah dipisahkan oleh perlengkapan
pemisah air berminyak dimana selanjutnya bila mana tangka tsb penuh akan dibuang
kedarat (reception facilities).

6. Sambungan pembuangan standard (standard discharge connection)


Perlengkapan ini merupakan saluran pipa pembuangan minyak kotor ke reception facilities
dimana ukuran dari sambungan flens yang ada didarat dan di kapal harus sesuai dengan
peraturan No.19 konvensi marpol 1973/1978. Standard discharge connection (SDC) harus
dipasang pada kedua sisi kiri dan kanan kapal diatas geladak terbuka. Sebuah SDC dianggap
memenuhi persyaratan asalkan dapat dilepas-lepas dan dapat digunakan pada kedua kapal.
Debit pembuangan (rate of discharge) tidak boleh lebih dari 60 liter/mil, dimana dapat
dihitung pada O D M.

7. Buku catatan minyak (oil record book)


Merupakan buku harian kapal yang harus diisi dalam setiap melakukan kegiatan dikapal
seperti pembuangan air bilga keluar kapal, persiapan/pembuangan tolak bara, pembersihan
tangka-tangki muatan dll.
RUANG MUATAN
1. System pengawasan dan pemantauan pembuangan minyak (oil discharge monitoring
and control system)
System yang timbul akibat dari pencucian tangki muatan endapan-endapan minyak
didalam tangka muatan. System ini berfungsi bila ada buangan air limbah keluar
kapal dan menjamin setiap pembuangan dari limbah kapal tsb tidak melebihi dari
jumlah yang diizinkan yakni 60 liter/mil.

2. Pengukur kandungan minyak (oil content meter)


Untuk mengukur kandungan minyak yang bercampur air yang berfuungsi untuk mununjukan
jumlah/kadar minyak yang terbuang melalui air buangan .
3. Pencucian dengan minyak mentah (crude oil washing)
Untuk mencegah terjadinya endapan minyak lumpur dan emulsi air dan minyak yang dapat
menimbulkan pemcemaran laut. Pencucian minyak mentah dengan minyak mentah itu sendiri
sebagai pembilas atau pencuci dengan jalan mengalirkan kembali sebagian kecil dari muatan yang
sedang dibingkar kedalam tangki melalui nozzle yang berputar (tank washing machine) yang
dipasang disetiap tangki muatan minyak mentah sehingga endapan minyak mentah dalam tangka
muatan yang dapat dihindari.
4. Tangki minyak (slop tank)
Yang berfungsi untuk menampung sisa minyak, ballast kotor dan air cucian tangki yang
mengandung minyak kapasitas tangki limbah minimum adalah 3 % dari kapasitas angkut, kecuali
kapal tsb dilengkapi dengan segregated ballast tank (SBT) diperbolehkan 2 %.

5. Oil/water interface detector


Berfungsi untuk mengukur batas minyak dengan air yang ada didalam slop tank atau tangki muatan

6. Tolak bara berpisah (segregated ballast tank)


Perlengkapan yang diisikan ke dalam tangki yang sama sekali berpisah dari system minyak muatan
dan bahan bakar minyak yang secara permanen disediakan untuk membawa tolak bara bersih.
Tangka-tangki ini ditempatkan disisi tangki muatan yang memanjang dan double bottom dan
sekaligus berfungsi untuk melindungi tangka muatan. Kapasitas tangka-tangki ini harus menjamin
stabilitas kapal dalam pelayaran kapal dengan ballast condition tanpa menggunakan cargo oil
sebagai tambahan ballast.
7. Manifold standard
Perlengkapan saluran pipa penghubungan yang berfungsi untuk pembongkaran dan pemuatan dari
darat ke kapal atau sebaliknya. Perlengkapan ini ditempatkan diatas geladak terbuka pada kedua
sisi kapal, selain itu jaga berfungsi untuk mengalirkan ballast kotor cucian tangka ke darat.

8. Pembatasan ukuran tangki


pada kapal harus memenuhi ketentuan dimana volume tiap tangki muatan maksimum 40.000 m 3
dan volume tangki samping tidak boleh lebih dari 75 % dari tangki muatan Panjang tangki muatan
tidak boleh melampaui 10 m atau sebagaimana yang telah dijelaskan peraturan no.24 konvensi
marpol 1973/1978.
9. Sub divisi dan stabilitas
Merupakan kriteria perhitungan bagi kapal-kapal tangki minyak baru dalam keadaan rusak, baik
kerusakan lambung maupun dasar kapal. Untuk sarat/trim penguatan penuh atau sebagian muatan
harus diberlakukan bagi setiap ruangan.
10. Buku catatan minyak (oil record book)
Bagian dari buku harian resmi kapal yang harus diisi setiap dilakukan kegiatan-kegiatan diatas kapal
seperti pemindahan air ballast, pemuatan/pembongkaran muatan, pencucian tangki muatan dan
pembuangan slop tank keluar kapal dsb.

Anda mungkin juga menyukai