Anda di halaman 1dari 8

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Genesa Pembentukan Batugamping


Batugamping dapat terbentuk melalui beberapa cara, yaitu secara organik,
secara klastik (mekanik) dan secara kimia :
1. Batugamping Organik : Jenis ini paling banyak dijumpai di alam,
berasal dari pengendapan cangkang karang dan moluska lainnya,
foraminifera, ganggang atau dari kerangka binatang dan koral/terumbu
karang. Ciri khas batu gamping jenis ini umumnya kistalin dan sering
muncul pola-pola terumbu dan sisa-sisa cangkang binatang lunak.
2. Batugamping Klastik : Jenis ini materi asalnya sama dengan
pembentukan batugamping organik, hanya saja telah mengalami
perombakan, kemudian diendapkan lagi di tempat lain. Ciri khas dari
batugamping jenis ini adalah adanya fragmen-fragmen butiran.
3. Batugamping Kimiawi : Jenis ini terjadi dalam kondisi iklim dan
suasana linkungan tertentu, dalam air laut, maupun air tawar. Ciri khas
batugamping jenis ini adalah kristalin, bahkan sering besar-besar
seperti pada kalsit.

Gambar 2.1 Batugamping


2.2 Eksplorasi
Eksplorasi batugamping yang umum dikerjakan adalah untuk menghitung
volume cadangan dan mengetahui kualitas cadangan, sedangkan kegiatan awal
berupa pencarian endapan (prospeksi) umumnya jarang dilakukan, karena

4
endapan batugamping sudah diketahui keberadaannya dan mudah ditemukan.
Tahapan kegiatan eksplorasi antara lain dapat dilakukan sebagai berikut :
a) Pemetaan Topografi
b) Pengambilan Sampel Bongkah
c) Pemboran Inti
d) Analisa Sampel (Sifat Fisik, Mekanik, Kimia)
e) Perhitungan Cadangan

Eksplorasi Geofisika kadang-kadaang juga dilakukan untuk menentukan geometri


endapan batugamping, sebelum dilakukan pemboran inti.

2.3 Penambangan
Kegiatan awal penambangan meliputi kegiatan pembersihan lahan,
pengupasan lapisan penutup, baru kegiatan utama penambangan yang terdiri dari
pembokaran, pemuatan dan pengangkutan. Yang menjadi kendala dalam
penambangan adalah pada saat musim hujan sehingga kegiatan hanya berlangsung
80%.
Sistem penambangan yang digunakan pada tambang batugamping adalah
sistem kuari yaitu suatu sistem penambangan terbuka untuk bahan galian industri.
Tanah penutup (overburden) yang terdiri dari tanah liat, pasir dan koral dikupas
terlebih dahulu dengan menggunakan bulldozer atau power scrapper. Proses
penambangan meliputi kegiatan sebagai berikut:
2.3.1 Pembersihan Lahan (Land Clearing)
Pembesihan lahan merupakan suatu kegiatan yang dilakukan sebelum
pengupasan lapisan penutup. Kegiatan ini dikerjakan bila pada suatu lahan
yang akan ditambang terdapat pohon-pohon besar atau semak-semak,
sehingga jika tidak dilakukan pembersihan lahan akan menggangu kegiatan
pengupasan lapisan tanah penutup.
Pembersihan lahan yang dilakukan oleh tambang batugamping
adalah pembersihan ilalang yang menutupi cadangan batugamping di
bawahnya, sehingga tidak menggangu proses pengupasan lapisan tanah
penutup, karena kondisi daerah penambangannya berbentuk perbukitan,

5
maka proses penambangan dimulai dari bagian atas. Disamping itu, dibuat
juga lubang-lubang dengan maksud apabila musim penghujan lucuran
batuan akan tertampung pada lubang tersebut, sehingga batuan tidak masuk
ke lahan-lahan pertanian disekitar lokasi penambangan.
Secara terperinci alat-alat yang digunakan dalam proses
penambangan batu gamping adalah:
1. Hydraulic Rock Breaker (HRB)
2. Backhoe excavator
3. Dump truck
2.3.1 Pengupasan Lahan Penutup (Striping Over Burden)
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengupas lapisan tanah penutup
sehingga batugamping yang memenuhi syarat dapat ditambang dengan
mudah. Lapisan penutup ini dapat berupa tanah, batu lapuk atau batuan yang
menutupi bahan galian yang akan ditambang.
Dalam penambangan batugamping, lapisan tanah penutup sangat
keras. Fungsi dari lapisan tanah penutup ini sebagai nantinya akan
digunakan untuk reklamasi kembali daerah penambangan. pengupasan
dilakukan dengan bantuan Hydraulic Rock Breaker.

Gambar 2.2 Hydraulic Rock Breaker (HRB)


2.3.3 Pembokaran (Loosening)
Pembokaran merupakan kegiatan untuk melepaskan material dari
batuan asalnya agar dapat lepas atau terbongkar sehingga mudah untuk
dilakukan penanganan selanjutnya.

6
Pembokaran untuk batugamping yang keras atau keprus yang keras
dilakukan dengan Hydraulic Rock Breaker (seperti gambar 2.2), sedangkan
untuk keprus yang lunak cukup dengan menggunakan Backhoe (seperti
gambar 2.3).
Di penambangan batugamping juga pernah melakukan
pembongkaran dengan menggunakan bahan peledak, tetapi sekarang tidak
dilakukan lagi, karena biayanya yang terlalu besar dan resiko yang tinggi.
2.3.4 Pemuatan (Loading)
Pemuatan merupakan kegiatan pemindahan material hasil
pembokaran ke alat angkut. Alat muat yang dapat digunakan antara lain
Backhoe dan Wheel Loader. Hasil bongkaran biasanya dikumpulkan terlebih
dahulu sebelum di muat ke alat angkut. Alat angkut yang di pakai untuk
membawa hasil bongkaran ke tempat pengolahan antara lain adalah dump
truck yang berukuran kecil atau colt diesel.

Gambar 2.3 Backhoe

2.3.5 Pengangkutan ( Hauling )


Alat angkut yang digunakan berupa Dump Truck, yang berfungsi
mengangkut material hasil bongkaran ke tempat penimbunan sementara
sebelum dibawa ke pengolahan.

7
(Sumber : Kuliah lapangan 1 PT.Sugih Alamanugroho)

Gambar 2.4 Dump Truck

DIAGRAM ALIR TAHAPAN KEGIATAN PENAMBANGAN

Pembersihan Lahan
(Land Clearing)

Pengupasan Lapisan Penutup


(Striping Over Burden)

Pembongkaran
(Loosening)

(Land Clearing)

Pemuatan
(Loading)

Pengangkutan
(Hauling)

2.4. Reklamasi
Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan selama tahapan usaha
pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan
dan ekosistem agar dapat berfungsi sesuai peruntukannya. (Peraturan Menteri

8
ESDM No 07 Tahun 2014 tentang Pelaksanan Reklamasi dan Pascatambang
pada kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara).
Sedangkan pengertian lain reklamasi dalam bidang pertambangan adalah
setiap pekerjaan yang bertujuan untuk mengembalikan kemanfaatan tanah yang
tergantung akibat usaha penambang. Untuk memperbaiki dan memanfaatkan
lingkungan yang telah ditambang semaksimal mungkin dapat dilakukan dengan
cara menanami kembali area yang telah ditambang menjadi kawasan hijau dan
menjadi lahan lain yang lebih bermanfaat.

(Sumber : Kuliah lapangan 1 PT.Sugih Alamanugroho)

Gambar 2.5 Lahan yang Akan di Reklamasi

Adanya proyek penambangan batugamping atau mengakibatkan suatu


dampak langsung maupun tidak langsung, dampak positif ataupun dampak negatif
terhadap lingkungan disekitar lokasi penambangan tersebut. Segi positifnya
biasanya memperoleh nilai (manfaat), sebaliknya dampak yang negatif dapat
merugikan lingkungan itu sendiri. Dampak tersebut berupa pada komponen
abiotik atau fisik (tanah,air dan udara), komponen biotic (flora dan fauna), serta
pengaruh ekonomi dan sesuai budaya.
Untuk mengatasi dampak lingkungan tersebut terutama dampak negatif
sebelumnya dilakukan analisa, lalu digunakan sebagai pedoman atau acuan untuk
menangani dampak tersebut.
Telah menjadi konotasi dalam masyarakat bahwa industri pertambangan
selalu identik dengan proses perusakan terhadap lingkungan. Hal ini memang
adalah sebagai akibat dari beberapa ciri-ciri khusus industri pertambangan yang
menyebabkannya :

9
a. Industri pertambangan akan selalu melakukan penggalian muka tanah
dalam rangka menggali bahan galian berharga (dalam hal ini
batugamping). Hal ini tentunya akan menyebabkan terganggu/terusiknya
bentang alam dan estetika.
b. Kandungan material berharga dalam batuan yang digali sangat kecil,
sehingga diperlukan penggalian batuan yang jauh lebih banyak untuk
mengekstrak mineral atau mencuci mineral berharga sehingga akan
mengakibatkan adanya limbah padat yang banyak akan tertimbun.
c. Pada industri pertambangan sering diikuti dengan proses pengolahan
bahan galian yang kadang-kadang memerlukan bahan kimia yang akan
terlarut dalam limbah cair yang akan dibuang dan kemungkinan
mengganggu lingkungan.
d. Industri pertambangan adalah suatu industri yang padat teknologi dan
modal dan sering kali harus dilakukan pada daerah terpencil. Hal ini
menyebabkan perlunya operator yang terdidik dan terlatih yang biasanya
tidak didapati pada lokasi penambangan, sehingga perlu didatangakan
dari luar yang dapat menimbulkan kecemburuan sosial dan perbedaan
sistem nilai.
Ciri-ciri khusus ini tentunya akan dihadapi oleh industri pertambangan dan
perlu dilakukan upaya-upaya penanggulangan dari dampak negatifnya, sedangkan
terhadap dampak positfnya perlu diupayakan pengembangannya. Hal ini tentunya
telah ada kajian dalam dokumen AMDAL yang harus menjadi acuan kerja.
Dengan demikian maka kegiatan penambangan yang berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan dapat dilaksanakan.
Dampak negatif yang dapat terjadi akibat aktivitas penambangan pada
tambang terbuka antara lain :
a. Rusak atau terganggunya lapisan kerak/kulit bumi. Hal ini di sebabkan
oleh kegiatan penggalian/pembongkaran lapisan-lapisan yang menutupi
endapan bahan galian itu sendiri.
b. Hilangnya kesuburan tanah.
c. Perubahan tata guna lahan.

10
d. Pola aliran rusak atau terganggunya system aliran air alami, baik aliran
permukaan maupun bawah permukaan.
e. Hal ini bila dibiarkan dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan
lingkungan lebih jauh lagi, seperti : longsoran, genangan/luapan air
permukaan, pencemaran dan lain sebagainya.
f. Hilangnya flora dan fauna di tempat sekitar penambangan.

2.5. Landasan Hukum Kegiatan Reklamasi


Dalam rangka terciptanya pembangunan yang berkelanjutan, maka kegiatan
usaha usaha pertambangan harus dilakukan dengan memperhatikan prinsip
lingkungan hidup. Untuk membangun suatu industri pertambangan yang lebih
berwawasan lingkungan maka diperlukan suatu perangkat atau landasan hukum
yang mampu membatasi dan mengatur setiap kegiatan penambangan agar di
dalam usahanya harus mampu menjaga kelestarian lingkungan dan melaksanaka
kegiatan reklamasi di akhir usahanya.
Peraturan-peraturan rencana reklamasi lahan bekas tambang didasarkan
pada beberapa peraturan-peraturan di bawah ini :
1. Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara.
2. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tantang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 18 Tahun 2008
tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang.
4. Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan
Reklamasi Hutan.
5. Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pasca
Tambang.
6. Peraturan mentri energi dan sumber daya mineral No. 07 Tahun 2014
tentang Pedoman Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang pada
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

11

Anda mungkin juga menyukai