PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang
berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis
berarti radang sendi. Sedangkan rheumatoid arthritis adalah suatu penyakit
autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami
peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya
menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon, 2002) dalam Sahril
(2015).
B. KLASIFIKASI
1. Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 6 minggu.
2. Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 6 minggu.
3. Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 6 minggu.
4. Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda
dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 3 bulan.
C. ETIOLOGI
D. PATOLOGI
a) Kelainan pada sinovia
Kelainan artitis reumatoid dimulai pada sinovia berupa sinovitis. Pada
tahap awal terjadi hiperemi dan pembengkakan pada sel-sel yang
meliputi sinovia disertai dngan infiltrasi limposit dan sel-sel plasma.
Selanjutnya terjadi pembentukan vilus berkembang ke arah ruang sendi
dan terjadi nekrosis dan kerusakan dalam ruang sendi. Pada pemeriksaan
mikroskopik ditemukan daerah nekrosis fibrinoid yang diliputi oleh
jaringan fibroblas membentuk garis radial kearah bagian yang nekrosis.
b) Kelainan pada tendo
Pada tendo terjadi tenosinovitis disertai dengan invasi kolagen yang
dapat menyebabkan ruptur tendo secara parsial atau total.
c) Kelainan pada tulang.
Jika ditinjau dari stadium penyakit, terdapat tiga stadium yaitu :
1) Stadium I (stadium sinovitis)
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang
ditandai hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat bergerak
maupun istirahat, bengkak dan kekakuan.
2) Stadium II (stadium destruksi)
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial
terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi
tendon.
3) Stadium III (stadium deformitas)
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang
kali, deformitas dan gangguan fungsi secara menetap.
4) Kelainan pada jaringan ekstra artikular.
Perubahan patologis yang dapat terjadi pada jaringan ekstra-artikuler
adalah :
a. Otot
Pada otot terjadi miopati yang pada elektromiograf menunjukkan
adanya degenerasi serabut otot.
b. Pembuluh darah kapiler
Terjadi perubahan pada pembuluh darah sedang dan kecil berupa
artritis nekrotik. Akibatnya terjadi gangguan respon arteriol
terhadap temperatur.
c. Nodul subkutan
Nodul subkutan terdiri atas unit jaringan yang nekrotik di bagian
sentral dan dikelilingi oleh lapisan sel mnonuklear yang tersusun
secara radier dengan jaringan ikat yang padat dan diinfiltrasi oleh
sel-sel bulat. Nodul subkutan hanya ditemukan pada 25% dari
seluruh klien artritis reumatoid. Gambaran ektra-artikuler yang
khas adalah ditemukannya nodul subkutan yang merupakan tanda
patognomonik dan ditemukan pada 25% dari klien artritis
reumatoid.
d. Kelenjar limfe
Terjadi pembesaran kelenjar limfe yang berasal dari aliran limfe
sendi, hiperplasia folikuler, peningkatan aktivitas sistem
retikuloendotelial dan proliferasi jaringan ikat yang
mengakibatkan splenomegali.
e. Saraf
Pada saraf terjadi perubahan pada jaringan periuneral berupa
nekrosis fokal, rekasi epiteloid serta infiltrasi yang menyebabkan
neuropati sehingga terjadi gangguan sensoris.
f. Organ-organ Visea
Kelainan artritis reumatoid juga dapat terjadi pada organ visera
seperti jantung dimana adanya demam reumatik kemungkinan
akan menyebabkan gangguan pada katub jantung. (Muttaqin,
Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskletal, 2006) dalam Sahril (2015).
E. MANISFESTASI KLINIS
Gejala awal terjadi pada beberapa sendi sehingga disebut poli artritis
rheumatoid. Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan,
pergelangan tangan, sendi lutut, sendi siku pergelangan kaki, sendi bahu serta
sendi panggul dan biasanya bersifat bilateral/simetris. Tetapi kadang-kadang
hanya terjadi pada satu sendi disebut artritis reumatoid mono-artikular.
(Chairuddin, 2003) dalam Sahril (2015).
Sendi merupakan bagian tubuh yang paling sering terkena inflamasi dan
degenerasi yang terlihat pada penyakit reumatik. Inflamasi akan terjadi pada
persendian sebagai sinovitis. Pada penyakit reumatik inflamatori, inflamasi
merupakan proses primer dan degenerasi yang terjadi merupakan proses
sekunder yang timbul akibat pembentukan pannus (proliferasi jaringan
sinovial). Inflamasi merupakan akibat dari respon imun. Kartilago artikuler
memainkan dua peranan mekanis yang penting dalam fisiologi sendi.
Pertama, kartilago artikuler memberikan permukaan penahan beban yang
licin secara nyata, dan bersama cairan sinovial, membuat gesekan (friksi)
yang sangat rendah dalam gerakan. Kedua, kartilago akan meneruskan beban
atau tekanan pada tulang sehingga mengurangi stres mekanis. Kartilago
artikuler maupun tulang dapat normal tetapi beban (gaya yang dihasilkan oleh
berat tubuh) berlebihan pada sendi menyebabkan jaringan tersebut gagal, atau
beban pada sendi secara fisiologis masih banyak tetapi kartilago artikuler atau
tulangnya tidak normal. (muttaqin, 2005) dalam Sahril (2015).
G. KOMPLIKASI
a. Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan
ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat
antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan
penyakit (disease modifying antirheumatoid drugs, DMRAD) yang
menjadi penyebab mordibitas dan mortalitas utama pada artitis
reumatoid.
1) Komplikasi syaraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas,
sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi
neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat
ketidakstabilan verterbra servikal dan neuropati iskemik akibat
vaskulitis. (Mansjoer, 2001) dalam Sahril (2015). Vaskulitis
(inflamasi sistem vaskuler) dapat menyebabkan trombosis dan
infark.
2) Nodulus reumatoid ekstrasinovial dapat terbentuk pada katup
jantung atau pada paru, mata, atau limpa. Fungsi pernapasan dan
jantung dapat terganggu. Glaukoma dapat terjadi apabila nodulus
yang menyumbat aliran keluar cairan okular terbentuk pada mata.
3) Penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-
hari , depresi, dan stres keluarga dapat menyertai eksaserbasi
penyakit. (Corwin, 2009) dalam Sahril (2015).
4) Osteoporosis.
5) Nekrosis sendi panggul.
6) Deformitaas sendi.
7) Kontraktur jaringan lunak.
8) Sindrom Sjogren (Bilotta, 2011) dalam Sahril (2015).
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tidak banyak berperan dalam diagnosis artritis reumatoid, namun dapat
menyokong bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis pasien.
Pada pemeriksaan laboraturium terdapat:
2. Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis
reumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien
lepra, tuberkulosis paru, sirosis hepatis, hepatitis infeksiosa, lues,
endokarditis bakterialis, penyakit kolagen, dan sarkoidosis.
3. Protein C-reaktif biasanya positif.
4. LED meningkat.
5. Leukosit normal atau meningkat sedikit.
6. Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.
7. Trombosit meningkat.
8. Kadar albumin serum turun dan globulin naik.
9. Pada pemeriksaan rotgen, semua sendi dapat terkena, tapi yang tersering
adalah sendi metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaka
jugasering terkena. Pada awalnya terjadi pembengkakan jaringan lunak
dan demineralisasi juksta artikular. Kemudian terjadi penyempitan ruang
sendi dan erosi.
I. PENATALAKSANAAN/PENGOBATAN
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
1. Dunia pendidikan dalam kontes pemberian tugas diharapkan agar dapat
menjadi suatu bagian yang menjadikan penulis maupun pembaca bias
lebih berkifrah dalam menambah wawasan.
2. Lingkungan pendidikan yang baik melalui tim pengajar dan mahasiswa
dapat meningkatkan mutu pendidikan di berbagai kalangan
3. Dosen dalam hal pemberian tugas agar dapat menulai secara konsisten
mutu dan kinerja mahasiswa
4. Dengan aktifnya dosen dalam menanggapi memberikan masukan dan
perbaikan dalam berbagai tugas yang ada dapat meningkatkan kwalitas
DAFTAR PUSTAKA
Kalim, Handono. 1996. Ilmu Penyakit Dalam. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
Boedhi Darmojo & Hadi Martono. 1999. Buku Ajar Geriatri. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI.
Lemone & Burke, 2001. Medical Surgical Nursing; Critical Thinking in Client
Care, Third Edition, California : Addison Wesley Nursing.
DI
S
U
S
U
N
Oleh :
MOHAMMAD HABIBIE
DOSEN PEMBIMBING :