Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN FOCUS GROUP DISCUSSION

SKENARIO 2
SAPI BERKERINGAT BERDARAH

Disusun oleh :

MUNA FADHILAH

16/398221/KH/8992

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2018
I. JUDUL / TOPIK DISKUSI

Sapi Berkeringat Berdarah

II. TUJUAN

1. Menerapkan konsep dasar kasus di lapangan disertai anamnesa, pengamatan gejala


klini, pengambilan dan analisis sampel, pengumpulan data dari berbagai laboratorium
dengan interpretasi masing-masing menuju diagnosa pasti dan diakhiri saran pemilik.

III. BAHASAN
A. Jembrana Disease Virus

Penyakit Jembrana (Jembrana disease/JD) merupakan penyakit menular akut


pada sapi Bali yang disebabkan oleh lentivirus dari familia Retroviridae (Wilcox et
al,. 1995). Secara ekonomi, penyakit ini sangat merugikan peternak karena telah
menghambat penyebaran sapi Bali ke berbagai daerah di Indonesia. Tersedianya
metode diagnosis yang cepat dan akurat merupakan hal yang amat penting dalam
upaya pencegahan dan pengendalian penyakit Jembrana pada sapi Bali. Sampai saat
ini, metode diagnosis laboratorium yang telah dikembangkan untuk penyakit
Jembrana adalah uji enzym-linked immunosorbent assay (ELISA) (Hartaningsih et
al., 1993; Desport et al., 2005) dan uji Western blotting (Kertayadnya et al., 1997).
Keterbatasan kedua uji ini adalah hanya dapat dipakai untuk melacak antibodi
khas virus JD pada hewan terinfeksi atau hewan yang pernah terinfeksi virus JD.
Karena antibodi khas virus JD baru dapat dilacak setelah 2 bulan pascainfeksi
(Hartaningsih et al., 1993), kedua uji tersebut tidak dapat dipakai untuk mendiagnosis
penyakit Jembrana pada fase akut. Telah pula dikembangkan teknik polymerase chain
reaction (PCR) untuk melacak asam nukleat virus pada hewan terinfeksi pada fase
akut (Stewart et al., 2005). Teknik ini juga mempunyai kelemahan, yaitu hanya dapat
dilakukan di laboratorium yang mempunyai fasilitas memadai dengan perangkat dan
reagen yang mahal sehingga masih sulit diadopsi pada kondisi kebanyakan
laboratorium diagnostik yang ada di Indonesia.

B. Pelacakan Jembrana Disease Virus


Pada sapi Bali yang mati atau dibunuh karena penyakit Jembrana, antigen atau
asam nukleat virus JD dapat dilacak pada limfosit yang ada di dalam limpa dan
limfoglandula, dan juga dalam limfosit yang menginfiltrsi berbagai organ atau
jaringan seperti paru, ginjal, dan berbagai jaringan lainnya (Chadwick et al., 1997;
Dharma, 1997). Sementara itu, pada saat sakit, virus JD dengan titer yang sangat
tinggi (108 partikel infektif/ml plasma) ditemukan dalam plasma darah sapi terinfeksi
terutama pada saat demam (Soeharsono et al., 1995) dan biasanya disertai dengan
penurunan jumlah lekosit (leukopenia) secara tajam (Soesanto et al., 1990). Oleh
karena menyerang limfosit, pelacakan antigen virus JD dalam limfosit darah tepi akan
mempunyai nilai diagnosis yang tinggi karena dapat dilakukan pada hewan terinfeksi
pada fase akut dan pada hewan yang masih hidup. Untuk melacak antigen virus JD
pada limfosit darah tepi diperlukan anti bodi monoklonal (AbMo) yang bereaksi
secara khas dengan antigen virus JD.
Partikel virus JD tersusun atas beberapa jenis protein dan beberapa di
antaranya telah diidentifikasi. Protein kapsid (capsid/Ca) yang disandi oleh gen gag
(Chadwick et al., 1995) merupakan protein yang dominan, dan paling mudah dapat
dilacak pada sapi yang terserang JD (Kertayadnya et al., 1993, Hartiningsih et al.,
2001). Oleh karena itu, AbMo terhadap protein ini diharapkan dengan mudah dapat
dipakai untuk melacak antigen virus JD dalam limfosit darah tepi sapi Bali yang
terserang penyakit Jembrana. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah
antigen virus JD dapat dilacak dalam limfosit darah tepi menggunakan antibodi
monoklonal anti - protein kapsid virus JD.

C. Pembuatan Antibodi Monoklonal Anti-Protein Kapsid Virus JD


Mencit Balb/c betina berumur 6 -7 minggu dimunisasi dengan antigen virus
JD asal limpa yang diemulsikan dalam Freund’s complete adjuvant. Setiap mencit
disuntik dengan 0,2 ml antigen secara intra - peritoneal. Dua minggu setelah imunisasi
pe rtama, mencit dimunisasi lagi dengan antig en yang sama tetapi diemulsikan dalam
Freund`s incomplete adjuvant. Dua dan tiga minggu setelah imunisasi kedua, mencit
berturut-turut diimunisasi dengan antigen yang sama tetapi tanpa adjuvan, dan jalur
penyunt ikannya adalah intraperitoneal. Lima, empat dan tiga hari sebelum fusi,
mencit berturut dimunisasi dengan antigen asal limpa yang digabung dengan protein
rekombinan glutation-S-tranferase-Capsid (GST-Ca) virus JD (diperoleh dari
Murdoch University, Australia) dan disuntikan secara intraperitoneal. Limfosit asal
limpa mencit yang kebal terhadap virus JD kemudian dipakai dalam pembuatan sel
hibridoma.
Sel hibridoma dibuat dengan cara memfusikan 2 x 107 sel mieloma dengan
108 limfosit asal limpa (splenosit) mencit yang telah kebal terhadap antigen virus JD.
Fusi kedua sel dilakukan dengan polyethylene glycol (PEG) 45% dan hasilnya
ditumbuhkan dalam media penumbuh selektif Dulbeco’s modified essential –
ypoxantine aminopterinthymidine (DMEM-HAT) yang mengandung 100 ug
hyphoxantine, 0,4 uM aminopte - rin, 16 uM thymimidine, dan 10 6 limfosit mencit
normal dan didistribusikan ke dalam plat mikro 96 - sumuran. Skrining terhadap
antibodi khas virus JD dilakukan dengan uji ELISA sesuai prosedur yang dijabarkan
oleh Campbell, 1991 menggunakan protein rekombinan histidine-Capsid (His-Ca)
virus JD sebagai antigen. Hibridoma yang menghasilkan antibodi khas virus JD
kemudian diklon-ulang dengan teknik pengenceran terbatas (McKearn, 1984).
Kekhasan AbMo yang dihasilkan oleh hibridoma ditentukan dengan uji western
blotting sedangkan isotipenya ditentukan dengan uji ELISA indirek menggunakan
mouse-isotyper typing kit (Bio-Rad, USA) sesuai dengan prosedur yang tertera dalam
brosurnya.
D. Teknik Identifikasi Jembrana Disease Virus
1. Indirect Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
ELISA adalah salah satu uji serologi untuk mendeteksi antibodi. Antigen virus
Jembrana yang dipakai dapat berupa virus utuh (whole virus) yang diperoleh dari
plasma darah sapi yang terinfeksi atau dapat berupa rekombinan protein utama /
dominan virus Jembrana (p26). Antigen virus Jembrana diletakan pada plat mikro,
kemudian direaksi dengan antiserum dari sapi yang diuji. Selanjutnya
ditambahkan kompleks antigen-antibodi direaksikan dengan konjugat anti bovine
IgG yang dilabel enzim tertentu. Perubahan warna akan terjadi pada sampel yang
positif dan kontrol positif setelah penambahan substrat. Mengingat antigen untuk
uji ELISA ini bisa bereaksi silang dengan virus lentivirinae yang lain maka
meskipun sensititas uji ELISA sangat tinggi, namun spesisitasnya rendah.
(Ditjenak, 2017)

2. Pelacakan dengan Teknik Western Blotting


Adanya antigen virus JD dalam limfosit darah tepi juga dilacak dengan uji w
estern blotting menggunakan AbMo anti-Ca virus JD. Dalam hal ini, darah
diambil dari sapi Bali terinfeksi virus JD dengan tabung yang berisi antikoagulan
dan disentri - fugasi dengan kecepatan 2500 rpm selama 10 menit. Lapisan
buffycoat diambil dan disuspensikan dalam 4 ml H20 (hipotonik) selama 30 detik.
Setelah semua sel darah merah mengalami lisis, tek anan osmosis campuran
dinormalkan kembali dengan menambah - kan 1 ml PBS 5 X. Tabung selanjutnya
disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 manit. Endapan sel darah
putih kemudian dilisis dengan larutan pelisis sel (1% Triton-X-100, 1mM EDTA
dan 1 mM PMSF). Setelah semua sel mengalami lisis, campuran kemudian
disentrifugasi dengan kecepatan 1500 selama 5 menit. Supernatan (lisat) diambil,
dan protein dalam lisat dipresipitasi dengan ethanol absolut ( 1 lisat : 5 ethanol).
Presipitat kemudian diendapkan dengan sentrifugasi pada kecep atan 3000 rpm
selama 10 menit. Setelah supernatannya dibuang, peletnya dikeringkan di udara
dan dilarutkan dalam sample reducing buffer (2,5% SDS, 5% mercaptoethanol,
0,0625M Tris-HCl pH 6,8, 10% glycerol, 0,001% bromophenol blue). Setelah
dididihkan selama 5 menit pada suhu 95 oC, protein dianalisis dengan sodium
dodecyl sulfate-polyacrylamide electrophoresis (SDS-PAGE) menggunakan
12,5% separating gel dan 4% stacking gel. Protein dalam gel kemudian ditransfer
ke membran nitroselulosa dengan larutan Tris - glycine-methanol (TGM). Setelah
diblok dengan larutan susu skim 3%, adanya protein khas virus JD pada membran
nitroselulosa dilacak dengan penam - bahan AbMo anti-Ca, diikuti dengan
penambahan anti-IgG yang dilabel dengan alkaline phosphatase (Bio-Rad, USA)
pada pengenceran 1:1000. Reaksi antigen antibodi pada membran nitroselulosa
kemudian divisualisasikan dengan penambahan substrat nitroblue tetrazolium /
Bromochromoindolyl phosphate (NBT-BCIP; Bio-Rad, USA).
3. Pelacakan dengan Teknik Imunositokimia
Sebanyak 10 ml sampel darah diambil dari setiap sapi Bali yang dipakai dalam
penelitian ini. Pengambilan sampel darah dilakukan sebelum dan setelah diinfeksi
dengan virus JD. Limfosit darah tepi kemudian dipisahkan dari darah dengan
metode picoll-paque. Setelah dicuci 2 x dengan PBS, sedian usap limfosit dibuat
di atas gelas obyek yang telah dilapisi dengan poly-L-lysine. Limfosit pada gelas
obyek kemudian difiksasi dengan aseton d ingin yang mengandung 3% H2O2,dan
dicuci kembali sebanyak 2 x dengan PBS. Sel di atas obyek gelas kemudian
digenangi dengan serum kelinci normal dan cairan hibridoma yang mengandung
AbMo anti -Ca. Setelah inkubasi pada suhu kamar selama 1 jam, gelas obyek
dicuci dengan PBS pH 7,4 dan digenangi dengan rabbit antimouse IgG-peroxidase
(Bio-Rad; pengenceran 1:80) selama 1 jam pada suhu kamar. Kemudian dicuci
lagi seperti di atas, dan dicelupkan selama 10 menit ke dalam larutan DAB
(diaminobenzidine 0.005% dalam PBS yang mengandung hidrogen p eroksida
0.2%). Obyek gelas selanjutnya dicuci dengan air kran dan diwarnai dengan
Mayer`s hematoxyline. Setelah dicuci dengan air kran, sel selanjutnya didehidrasi
dengan alkohol, dibersihkan dengan xylol dan ditutup dengan coverslip. Adanya
sel terinfeksi virus JD diperiksa di bawah mikroskop. Persentase limfosit darah
tepi yang terinfeksi virus JD ditentu - kan dengan menghitung jumlah limfosit
terinfeksi (warna coklat)/jumlah limfosit total (coklat dan ungu) dalam 20
pandangan mikroskop yang berbeda x 100%.

4. PCR
Peneguhan diagnosa laboratoris yang lebih sensitif dan spesik dilakukan dengan
uji Polymerase Chain Reaction (PCR). Prinsip uji ini adalah mendeteksi adanya
cDNA virus penyakit Jembrana dengan menggunakan primer yang spesik (JDV-1
dan JDV-3) yang diamplikasi dengan mesin PCR. Sampel yang diperlukan dalam
uji ini adalah sel-sel darah putih (lymphocytes), dimana cDNA virus penyakit
Jembrana dapat diisolasi dengan menggunakan Kit DNase yang tersedia di
pasaran. Hasil positif PCR dengan menggunakan pasangan primer tersebut adalah
sekitar 360 bp. PCR merupakan salah satu uji yang dapat mendeteksi hewan
terserang penyakit Jembrana sejak dari 3 hari pasca infeksi, selama fase akut dan 6
bulan pasca kesembuhan, bahkan mungkin selama hewan karier masih hidup.
Semua protokol uji serologis dan uji molekuler (PCR) ini dapat dilihat pada
Manual Diagnosa Penyakit yang dibuat olah Sub Direktorat Pengamatan Penyakit
Hewan (P2H), Direktorat Kesehatan Hewan.

IV. KESIMPULAN
1. Pada saat demam, antigen virus penyakit Jembrana terlacak dalam limfosit darah tepi
sapi Bali dengan teknik western blotting dan imunositokimia menggunakan antibodi
monoklonal.
2. Terlacaknya antigen virus JD pada sapi Bali terinfeksi pada fase akut disertai dengan
penurunan jumlah leukosit dan peningkatan suhu tubuh.
3. Pelacakan Virus JD dapat menggunakan teknik ELISA dan PCR
V. DAFTAR PUSTAKA
Astawa N.M., Hartaningsih, N., Agustini, L.P., Tenaya, W.M., Berata, K. , dan Widiyanti,
L.P.M. 2006. Pelacakan Antigen Virus Penyakit Jembrana pada Limfosit Darah Tepi
dengan Antibodi Monoklonal. Media Kedokteran Hewan. Vol. 22, No. 3 : 154-160
Chadwick, B.J, R.J. Coelen, L.M. Sammel, G. Kertayadnya and G.E. Wilcox. 1995.
Nucleotide sequence analysis of Jembrana disease virus : a new bovine lentivirus
associated wit h an acute disease syndrome. J. Gen. Virol. 76:1637 -1650.
Chadwick, B.J., M. Desport, D.M.N. Dharma, J. Brownlie, and G.E. Wilcox. 1997.
Detection of Jembrana Disease virus in paraffin-embedded tissue sections by in situ
hybridization. Workshop on Jembrana Disease and the bovine lentiviruses, Denpasar
Bali. ACIAR Proceeding 75: 66 -71
Desport, M., M.E. Stewart, C.A. Sheridan, W.G. Ditcham, S. Setiyaningsih, W.M.Tenaya,
N. Hartaningsih and G.E. Wilcox. 2005. Recombi - nant Jembrana disease virus gag
prote ins identify several different antigenic domains but do not facilitate serological
differentiation of JDV and non-pathogenic bovine lentiviruses. J Virol Methods
124:135-42.
Direktorat Kesehatan Hewan. 2007. Pedoman Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit
Jembrana. DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN
HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN
Dharma, D.M.N. 1997. The pathology of Jembrana disease, Workshop on Jembrana
Disease and the bovine lentiviruses, Denpasar Bali. ACIAR Proceeding 75: 26 – 28
Hartaningsih, N., G.E.Wilcox, G. Kertayadnya, and M. Astawa. 1993. Antibody response
to Jembrana disease virus in Bali cattle. Vet. Microbiol. 39: 15 –23.
Kertayadnya, G. , G.E. Wilcox, S. Soeharsono, N. Hartaningsih, R.J. Coelen, R.D. Cook,
M.E. Collin and J. Brownlie. 1993. Characteristics of a retrovirus associated with
Jembrana disease in Bali cattle. J. Gen.Virol. 74:1765-1774
Stewart, M., M. Desport, N. Hartaningsih, and G.E. Wilcox. 2005. TaqMan real-time
reverse transcription-PCR and JDVp26 antigen capture enzyme-linked
immunosorbent assay to quantify Jembrana disease virus load during the acute phase
of in vivo infection. J Clin Microbiol. 43 :5574-5580.
Wilcox , G.E., B.J. Chadwick, and G. Kertayadnya. 1995. Jembrana disease virus: a new
bovine lentivirus producing an acute severe clinical disease in Bos javanicus cattle.
Abstaract in third International Conggress on Veterinary Virology, Interleken,
Switzerland 4-7 September 1994.

Anda mungkin juga menyukai