Anda di halaman 1dari 11

HUBUNGAN HUKUM, PANCASILA DAN AGAMA ISLAM

Ihdal Umami Jahira


Nim: E93218095
Islamic State University Sunan Ampel Surabaya Indonesia

Abstract

The population of Indonesia are very numerous and diverse cultural


traditions from the side or the most important of their religious side in the national
legal system of the country Indonesia is not going off with the influence of
religion in the legal system of the country Indonesia. Moreover, in the Republic of
Indonesia that there is a religion that super dominant, meaning that the numbers
are certainly more than 80% of the total numbers of its people. Surely if the law of
their religion haven’t at all in the legal system of the country, it would be cause
conflict or at least would cause debate among them. Religion was dominant in the
country of Indonesia is Islam so this country was becoming the world’s largest
Islamic country. Indonesia has chosen a religious form of Nation state based on
Pancasila State IE. In the legal system of Pancasila, which in effect is a national
law. National law applicable is the origin of some of the lofty values of religion,
culture, and customs that grows rooted in a plural society of Indonesia.

Kata Kunci:

Hukum Islam, Pancasila, Hukum Nasional

Pendahuluan
Dalam membicarakan Hukum Islam di tengah-tengah Hukum Negara,
memang Indonesia bukan Negara Agama, tetapi juga bukan Negara Sekuler.
Indonesia telah memilih bentuk relegious nation state, negara kebangsaan yang
berketuhanan, yakni negara berdasarkan atas pancasila. Negara Pancasila bukan
Negara Sekular, sebab Negara Sekuler memisahkan sepenuhnya urusan negara
dan urusan agama. Negara Pancasila bukan negara agama, sebab Negara Agama
memberlakukan satu agama sebagai agama resmi negara.1
Al-Qur’an mengandung seperangkat tata nilai etika dan hukum bernegara
yang dapat dijadikan pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Al-
Qur’an tidak menentukan suatu bentuk negara tertentu atau suatu sistem yang
baku tentang negara dan pemerintahan, dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang

1
Moh. Mahfud MD, “Politik Hukum Dalam Perda Syari’ah”, Jurnal Hukum 14 (Januari,2007):13

1
2

berkaitan dengan pemerintahan dan negara, dapat menampung perkembangan


zaman dan dinamika masyarakat. Seperangkat nilai dari ayat tersebut berupa
prinsip-prinsip yang memiliki kelenturan dalam penerapannya. Prinsip-prinsip itu,
secara elastis dapat diterapkan di tengah perbedaan kondisi, situasi, zaman,
budaya dan lain-lain. Firman Allah yang telah menetapkan nilai dasar
pemerintahannya:

‫إ إ‬ ‫إ‬ ‫إ‬
َ‫ي َّالَناِإس َّأَنن َّ َنتتكتمنوا َّباِلنَعندل َّج َّإنن َّال‬ َ ‫ َّإنن َّالَ َّيَأنتمترتكنم َّأَنن َّتتتَؤّدَوان َّانلََماَِناِت َّإَل َّأَنهلَهاِ ََّوإَذا ََّحَكنمتتنم َّبتَ ن‬
‫صنيِتررا َّ َّيَأَيتَّهاِ َّانللإذينَن َّآَمنتتنوا َّأَإطنيِتعتنوا َّالَ ََّوأَإطنيِتعتنوا َّالَرتسنوَل‬
‫نإعإمَاِ َّيعإظتتكم َّبإإه َّقلى َّإنن َّال ََّكاَِن َّ َإسيِتعاِ َّب إ‬
َ ‫نر‬ َ ‫م َ ن‬
َّ ‫ل ََّوالَرتسنوإل َّإنن َّتكنتتمن َّتتنؤإمنتتنوَن َّبإاِلإ‬ ‫وأتوإل َّالَمإر َّإمنتكم َّصلى َّ َّفَإنن َّتَتَناِزنعتتم َّإف ََّشىءء َّفَترّدَوه َّإَل َّا إ‬
‫ن ت نت‬ ‫َ ن‬ ‫ن‬ ‫ن‬ ‫َن‬
‫إ‬ ‫إ‬
‫ك ََّخنيِترر ََّوأَنحَستن َّتَأنإوينلر‬ َ ‫ ََّوالنيَِتنوم َّالإخإر َّج ََّذال‬

Terjemahnya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mendengar lagi Maha Melihat. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah
dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah
dan hari kemudian yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.2
Kedua ayat tersebut mengandung tiga prinsip dasar dalam bernegara, 1)
prinsip amanah, 2) prinsip penerapan Hukum secara adil, 3) prinsip ketaatan.
Menurut Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha dalam Tafsir Al-Manar bahwa
pengertian amanat pada ayat tersebut adalah sesuatu yang dipercayakan kepada
seseorang untuk dilaksanakan sebaik-baiknya. Amanat dalam konteks ini sangat

2
Alquran, 4:58-59
3

luas yaitu amanat Allah kepada hamba-Nya, amanat seseorang terhadap


sesamanya dan amanat terhadap diri sendiri. Salah satu amanat terhadap manusia
adalah sifat adil penguasa terhadap rakyat dalam bidang apapun dengan tidak
membedakan satu sama lain di dalam pelaksanaan hukum, sekalipun terhadap
keluarga dan anak sendiri. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Negara
Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagaimana disebutkan dalam landasan
Konstitusional Undang-Undang Dasar 1945.3 hukum merupakan kebutuhan yang
tidak dapat dielakkan terutama di negara-negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia. Dikarenakan Proses untuk mengubah tata kehidupan masyarakat ke
arah yang lebih baik, terlebih dahulu harus mampu melaksanakan pembangunan
di bidang hukum.
Negara Hukum kita ini berlandaskan atau berdasarkan pancasila, indonesia
tidak mendasarkan diri pada satu agama, tetapi melindungi segenap warga
negaranya untuk melaksanakan ajaran agama yang dipeluknya masing-masing
sebagai Hak Asasi Manusia. Jadi, di negara Pancasila negara tidak
memberlakukan hukum agama, tetapi melindungi warga negara yang ingin
melaksanakan ajaran agamanya. Tepatnya, negara tidak memberlakukan hukum
agama, tetapi melindungi para pemeluknya yang ingin mengamalkannya. Akan
tetapi, Menurut A.R. Taj yang dikutip oleh Ahmad Sukardja, bahwa setiap umat
atau bangsa boleh mempunyai aturan-aturan dan khusus sesuai dengan adat,
susunan kehidupan dan tingkat kemajuan.

Prospek Hukum Islam di Indonesia


Negara Republik Indonesia merupakan mayoritas penduduknya beragama
islam kira-kira lebih dari 80%, bahkan merupakan negara yang terbanyak
penduduk muslimnya di dunia. Namun dengan kenyataan seperti itu tidaklah
dengan sendirinya indonesia dapat di sebut juga sebagai Negara Islam dan
pengakuan terhadap Piagam Jakarta dalam dekrit Presiden RI 1959 dapat diartikan
bahwa hukum Islam berlaku bagi-bagi pemeluk-pemeluknya sebagaimana politik
hukum Hindia Belanda tahun 1929. Tentunya, dalam upaya mengaplikasikan

3
Lihat Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Hasil Amandemen 2002.
4

hukum Islam sesuai dengan konteks zaman dan waktu, timbul pemikiran-
pemikiran baru zaman dan era reformasi.
Sejarah pembentukan lembaga hukum Islam di Indonesia telah
mengalami banyak tantangan. Hal ini disebabkan banyaknya pihak yang
menghawatirkan jika Hukum Islam itu benar-benar ditegakkan. Kekhawatiran
yang sengaja direkayasa ini dimulai sejak zaman kolonial Belanda. Pemerintah
kolonial masa itu memandang lembaga hukum Islam sebagai lembaga yang
berpotensi menjadi penghalang bagi kepentingan kolonialisme. Pandangan ini
terwariskan pada sebagian masyarakat Indonesia pasca kemerdekaan, termasuk
sebagian ahli hukum, yang menganggap hukum Islam sebagai penghalang
pembangunan. Karena itu, berbagai cara mereka lakukan yang pada intinya ingin
menghapus berlakunya nilai-nilai hukum Islam dan menghindarkan hukum Islam
menjadi hukum positif di Indonesia. Puncak kontroversi itu terjadi pada saat
di sahkannya UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah
mendapat perubahan 2 kali beberapa waktu yang lalu. Namun, bagaimanapun
pada kenyataannya lembaga hukum tersebut, tetap eksis meskipun masih terus
dalam tahap penyempurnaan. Hukum Islam di ambil dari sumber-sumber yang
akurat, yang pertama bersumber dari Al-Qur’an sebagaimana Allah menjelaskan
dalam firmannya:

‫ب َفهييهه‬ ‫ َبذاله ب ه‬
‫ل َبريي ب‬
‫ب َ ب‬
‫ك َالكبتاَ ب‬

Terjemahannya:

“ Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya petujuk bagi mereka yang
bertaqwa”.4
Lalu yang kedua sebagai sumber Hukum Islam yaitu Hadits setingkat di
bawah Al-Qur’an. Allah berfirman sebagai berikut:

4
Al-qur’an, 1:2
5

‫بو َبمآَ َابتببكبم َالبربسيوبل َفببخبذيوبه َبوبماَ َنبتبهاَبكيم َبعينبه َبفاَنيتتبتبهيوا‬

Terjemahannya:
“Apa yang di berikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang di
larangnya bagi kamu maka tinggalkanlah”.5
Terdapat pula pendapat yang berbeda bahwa Hukum Islam sebagai sistem
hukum yang bersumber dari Dinul Islam merupakan salah satu legal system yang
lain seperti Romano Germanic (Civil Law), Common Law,6 Sosialist Law.7 Hukum
Islam secara garis besar mengenal dua macam sumber hukum, pertama sumber
hukum yang bersifat “Naqliy” dan sumber hukum yang bersifat “Aqliy”. Sumber
hukum naqliy ialah Al-Qur’an dan Hadits atau As-sunah, sedangkan sumber
hukum aqliy ialah hasil usaha menemukan hukum dengan mengutamakan olah
pikir dengan beragam metodenya.8
Salah satu contoh dari kandungan Al-Qur’an dalam kehidupan masyarakat
pada Perkawinan Madzhab Indonesia yaitu pergulatan antara Negara, Agama, dan
Perempuan. Menurut Yvonne Yazbeck Haddad, kitab suci umat islam (Al-Qur’an)
adalah sumber nilai yang pertama kali menggagas konsep keadilan jender dalam

5
Al-Qur’an, 59:7
6
Edgar Bodenheimer, John Bilyev Odleley, Jean C. Love, An Introduction to the Anglo-American
Legal System, Reading and Case, 2nd ed, West Publishing, Minn, 1988.
https://books.google.co.id/books?
id=qfpDDwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=Hukum+islam&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjW
mM7Z-eLdAhXJQI8KHc4QBmsQ6AEIJDAA#v=onepage&q=Hukum%20islam&f=false akses
30 September 2018.
7
Rene David dan Jhon C. Brierly, Mayor Legal System in the World Today, Steven & Sons,
London, 1978, p. 143-283. https://books.google.co.id/books?
id=qfpDDwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=Hukum+islam&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjW
mM7Z-eLdAhXJQI8KHc4QBmsQ6AEIJDAA#v=onepage&q=Hukum%20islam&f=fals e akses
30 September 2018
8
Abdul Wahhab Khallaf, Mashadiru-‘t-Tasyri’i’l-Islami Fima la Nashsha, fihi, Darul Qalam,
Kuwait, 1972.; Musthafa Ahmad Al-Zarqa, Al-Istisan wa-al-Mushalih al-Mursalah fi al- Syari’ah
al- Islamiyah wa Ushul Fiqh. https://books.google.co.id/books?
id=qfpDDwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=Hukum+islam&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwjW
mM7Z-eLdAhXJQI8KHc4QBmsQ6AEIJDAA#v=onepage&q=Hukum%20islam&f=false akses
30 September 2018.
6

sejarah panjang umat manusia. Di antara kebudayaan dan peradaban dunia yang
hidup pada masa turunnya Al-Qur’an, seperti Yunani (Greek), Romawi, Yahudi,
Persia, Cina, India, Kristen, dan Arab (pra-Islam), tidak ada satupun yang
menempatkan perempuan lebih terhormat dan lebih bermartabat daripada nilai-
nilai yang di perkenalkan oleh Al-Qur’an tegasnya.9
Dari hal tersebut mengapa hukum Indonesia lebih condong ke hukum
agama di karenakan hukum tersebut bersumber dari Al-Qur’an, seperti firman
Allah yang disebutkan:

َ‫ب َبولبيم َيبيجبعيل َلببه َهعبوججا‬ ‫هه ه‬ ‫هه ه‬


‫ي َ َالبحيمبد َللَه َالذيِ َأبنيتبزبل َبعلَبى َبعيبده َالكبتاَ ب‬

Terjemahannya:
“Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-Kitab (Al-
Qur’an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya.”

Pancasila
Dasar pemikiran Sukarno dalam mencetuskan Pancasila sebagai dasar
negara adalah mengadopsi nilai-nilai dan praktek moral orang Jawa Kuno yang
didasari ajaran Buddhisme. Dalam ajaran Buddishme ada beberapa praktek moral
yang disebut sebagai Panca Sila yang merupakan bahasa Sansakerta/Pali, yang
memiliki arti Lima Kemoralan yaitu, Bertekad menghindari pembunuhan
makhluk hidup, bertekad menghindari berkata dusta, bertekad menghindari
perbuatan mencuri, bertekad menghindari perbuatan berzina, dan bertekad untuk
tidak minum minuman yang dapat menimbulkan candu dan hilangnya kesadaran.

9
Khaeron Sirin, Perkawinan Madzhab Indonesia: Pergulatan antara Negara, Agama, dan
Perempuan, Deepublish: 2018. https://scholar.google.co.id/scholar?
cites=9352585363662939991&as_sdt=2005&sciodt=0,5&hl=id#d=gs_qabs&p=&u=%23p
%3DampGEJJKfxoJ
7

Pancasila merupakan ideologi dan falsafah negara, dirumuskan


berdasarkan identitas kultural kehidupan masyarakat Indonesia yang multi-etnis,
multi-budaya, dan multi-agama. Sebagai ideologi negara Pancasila pantas dan
layak mengilhami setiap sendi kehidupan bangsa, baik sosial, politik, budaya dan
juga agama.
Sistem ketatanegaraan berdasarkan atas Pancasila sebagai sumber dari
segala hukum. Beberapa kaidah hukum Islam bisa menjelaskan hal tersebut
dengan pernyataan utama bahwa dasar negara Pancasila adalah modus vivendi
atau kesepakatan luhur, yang dalam konteks agama sering disebut sebagai mîtsâq
ghalîzh.10 Oleh karena dasar ideologi negara yang harus menjadi sumber hukum
nasional sudah disepakati melalui musyawarah yang terbuka, penuh kebebasan,
dan saling pengertian, maka umat Muslim di Indonesia harus menerima Pancasila
sebagai produk mîtsâq ghalîzh. Sebenarnya penetapan Pancasila sebagai dasar
ideologi negara membuka peluang bagi dilakukannya dakwah Islam melalui jalur-
jalur budaya yang hidup di kalangan bangsa Indonesia. Penyebaran Islam yang
dilakukan oleh para wali, misalnya, banyak dilakukan melalui jalur budaya.
Adapun nilai-nilai kebangsaan secara gamblang terdapat dalam lima sila
Pancasila. Pertama, sila “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pada sila ini Indonesia
adalah negara berketuhanan. Indonesia tidak dipimpin oleh satu agama atau
golongan tertentu. Indonesia adalah representasi nilai dari keragaman agama.
Melalui sila pertama ini menegaskan bahawa keragaman agama adalah kekuatan
kebangsaan. Nilai dari sila tersebut merupakan perwujudan penghargaan kepada
agama-agama. Tidak ada agama satupun yang menjadi hukum ataupun ideologi
Negara. Kedua, sila “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Visi dari sila tersebut
adalah kebangsaan yang mulia, nilai dari sila ini adil dan beradab. Selain
berketuhanan, Pancasila menegaskan pentingnya kemanusiaan dan asaling
menghargai antara manusia satu dengan lainnya. Seperti di hukum islam
mengajarkan kita agar menyayangi sesama manusia. Ketiga, sila “Persatuan
Indonesia”. Sila ini adalah visi kebangsaan yang meliputi misi politik, budaya,

10
Moh. Mahfud MD, “Kontribusi Nilai-nilai Hukum Islam pada Tataran Hukum Nasional.”
(Kuliah Umum di IAIN Sultan Thaha, Jambi, 24 Nopember 2015).
8

dan juga agama. Nilai dari sila ketiga ialah pentingnya sejarah hidup berbangsa,
tidak akan melahirkan apa-apajika beragama tanpa menjalanka sejarah
kebangsaan yang baik. Termasuk dalam hal beragama, sejarah membuktikan
bahwa agama memiliki peran penting dalam membangun hidup beerbangsa.
Keempat, sila “Kerakyatan yang dipimpin oleh kebijaksanaan, dalam
permusyawaratan perwakilan.” Sila ini menegaskan bahwa demokrasi Indonesia
adalah demokrasi permusyawaratan. Kelima, sila “Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.” Pada sila ini Indonesia mewujudkan keadialan sosial adalah
kebangsaan yang mulia.
Sebagimana di awal telah di jelaskan dasar-dasar teologis bangsa ini
adalah nrgara berketuhanan (negara beragama), kemudian menandaskan sikap
kemanusiaan yang adil dan beradab, berkebangsaan, dan mewujudkan demokrasi
permusyawaratan, dengan tujuan mewujudkan keadilan sosial yang merata. Visi
keadilan sosial harus menjadi tujuan bersama baik agama maupun politik.

Hukum Nasional
Hukum nasional adalah hukum yang dibangun oleh bangsa Indonesia,
setelah Indonesia merdeka dan berlaku bagi penduduk Indonesia, terutama bagi
warga negara Republik Indonesia sebagai pengganti hukum kolonial. Untuk
mewujudkan satu hukum nasional bagi bangsa Indonesia yang terdiri atas
berbagai suku bangsa dengan budaya dan agama yang berbeda, ditambah dengan
keanekaragaman hukum yang ditinggalkan oleh pemerintah kolonial dahulu,
bukan pekerjaan mudah. Pembangunan hukum nasional akan berIaku bagi semua
warga negara tanpa memandang agama, yang dipeluknya harus dilakukan dengan
hati-hati, karena di antara agama yang dipeluk oleh warga negara Republik
Indonesia ini ada agama yang tidak dapat diceraipisahkan dari hukum. Agama
Islam, misalnya, adalah agama yang mengandung hukum yang mengatur
hubungan manusia dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat. Bahwa
Islam adalah agama hukum dalam arti kata yang sesungguhnya. Oleh karena itu,
dalam pembangunan hukum nasional di negara yang mayoritas penduduknya
beragama Islam seperti di Indonesia ini, unsur-unsur hukum agama itu harus
9

benar-benar diperhatikan. Untuk itu perlu wawasan yang jelas dan kebijakan
yang arif.
Dipandang dari wawasan kebangsaan sistem hukum nasional harus
berorientasi penuh pada aspirasi serta kepentingan bangsa Indonesia. Wawasan
kebangsaan ini, menurut Menteri Kehakiman, bukanlah wawasan kebangsaan
yang tertutup, tetapi terbuka memperhatikan kepentingan generasi yang akan
datang dan mampu menyerap nilai-nilai hukum modern.11 Hukum Islam sebagai
tatanan hukum yang dipedomani dan ditaati oleh mayoritas penduduk dan
masyarakat Indonesia adalah hukum yang telah hidup dalam masyarakat, dan
merupakan sebagian dari ajaran dan keyakinan Islam yang eksis dalam kehidupan
hukum nasional, serta merupakan bahan dalam pembinaan dan
pengembangannya. Sejarah perjalanan hukum di Indonesia, kehadiran hukum
Islam dalam hukum nasional merupakan perjuangan eksistensi. Teori eksistensi
merumuskan keadaan hukum nasional Indonesia, masa lalu, masa kini, dan masa
datang, menegaskan bahwa hukum Islam itu ada dalam hukum nasional
Indonesia, baik tertulis maupun yang tidak tertulis. Ia ada dalam berbagai
lapangan kehidupan hukum dan praktik hukum. Teori eksistensi, dalam kaitannya
dengan hukum Islam adalah teori yang menerangkan tentang adanya hukum Islam
dalam hukum nasional Indonesia, yaitu: (l) Ada, dalam arti sebagai bagian integral
dari hukum nasional Indonesia; (2) Ada, dalam arti kemandiriannya yang diakui,
adanya kekuatan dan wibawanya, dan diberi status sebagai hukum nasional; (3)
Ada, dalam arti hukum nasional dan norma hukum Islam yang berfungsi sebagai
penyaring bahan-bah an hukum nasional di Indonesia; (4) Ada, dalam arti sebagai
bahan utama dan unsur utama. Jadi, secara eksistensial, kedudukan hukum Islam
dalam hukum nasional merupakan sub sistem dari hukum nasional. Karenanya,
hukum Islam juga mempunyai peluang untuk memberikan sumbangan dalam
rangka pembentukan dan pembaharuan hukum nasional, meski harus diakui
problema dan kendalanya yang belum pernah usai.
11
M. Daud Ali, dalam "Pengembangan Hukum Material Peradilan
Agama", lihat Jurnal Mimbar Hukum: Aktualisasi Hukum Is/am, Nomor 17 Tahun V (Nov -
Des 1994), (Jakarta: AI-Hikmah dan Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam,
1994), hal. 34
10

Secara sosiologis, kedudukan hukum Islam di Indonesia melibatkan kesadaran


keberagaman bagi masyarakat, penduduk yang sedikit banyak berkaitan pula
dengan masalah kesadaran hukum, baik norma agama maupun norma hukum,
selalu sarna-sarna menuntut ketaatan. Dengan demikian, jelaslah bahwa hubungan
antara keduanya sangat erat. Keduanya sarna-sarna menuntut ketaatan dan
kepatuhan dari warga masyarakat. Keduanya harus dikembangkan secara searah,
serasi, dan seimbang. Keduanya tidak baleh dibiarkan saling bertentangan.

Kesimpulan
Di dalam sistem hukum Pancasila, hukum yang berlaku adalah hukum
nasional atau hukum-hukum yang diberlakukan melalui otoritas pembentuk
hukum nasional. Meskipun begitu, ada dua hal yang bisa dipergunakan oleh umat
Muslim Indonesia untuk tetap melaksanakan agamanya. Pertama, untuk hukum
privat terutama dalam bidang hukum keluarga, umat Muslim dapat melaksanakan
hukum Islam tanpa harus ada pemberlakuan resmi kembali oleh negara dari sudut
hukum. Kedua, untuk bidang hukum publik, hukum Islam Indonesia bisa
diperjuangkan keberlakukan nilai-nilai substantifnya (al-jawhar) melalui strategi
eklektisisme dengan sumber-sumber hukum materiil (bahan pembuatan hukum)
lainnya yang kemudian menjadi hukum nasional.
Kedudukan Hukum Islam di Indonesia setera dengan hukum pening-galan
Hindia Belanda dan Hukum adat. Penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam,
hukum Islam merupakan sumber dalam pembinaan hukum nasional. Hukum Islam
akan menjadi hukum nasional ditentukan pada kebijaksanaan pemerintah sebagai
legal policy. Politikus, intelek Muslim dan praktisi hukum Islam sangat
mempunyai peranan dalam pem-berlakuan hukum Islam menjadi hukum
Nasional.

Referensi
Abdul Wahhab Khallaf, Mashadiru-‘t-Tasyri’i’l-Islami Fima la Nashsha, fihi,
Darul Qalam, Kuwait, 1972.; Musthafa Ahmad Al-Zarqa, Al-Istisan wa-al-
Mushalih al-Mursalah fi al- Syari’ah al- Islamiyah wa Ushul Fiqh.
https://books.google.co.id/books?
id=qfpDDwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=Hukum+islam&hl=id&sa
11

=X&ved=0ahUKEwjWmM7Z-
eLdAhXJQI8KHc4QBmsQ6AEIJDAA#v=onepage&q=Hukum
%20islam&f=false akses 30 September 2018.

Al-Qur’an, 1:2
Al-Qur’an, 59:7
Al-Qur’an, 4:58-59
Daud, Ali, M. "Pengembangan Hukum Material Peradilan Agama", lihat Jurnal
Mimbar Hukum: Aktualisasi Hukum Is/am, Nomor 17 Tahun V (Nov -
Des 1994), (Jakarta: AI-Hikmah dan Direktorat Pembinaan Badan
Peradilan Agama Islam, 1994), hal. 34
Edgar Bodenheimer, John Bilyev Odleley, Jean C. Love, An Introduction to the
Anglo-American Legal System, Reading and Case, 2nd ed, West
Publishing, Minn, 1988. https://books.google.co.id/books?
id=qfpDDwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=Hukum+islam&hl=id&sa
=X&ved=0ahUKEwjWmM7Z-
eLdAhXJQI8KHc4QBmsQ6AEIJDAA#v=onepage&q=Hukum
%20islam&f=false akses 30 September 2018.
Mahfud, MD, Moh. “Kontribusi Nilai-nilai Hukum Islam pada Tataran Hukum
Nasional.” (Kuliah Umum di IAIN Sultan Thaha, Jambi, 24 Nopember
2015).
Mahfud, MD, Moh. “Politik Hukum Dalam Perda Syari’ah”, Jurnal Hukum 14
(Januari,2007):13
Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Hasil Amandemen 2002.
Rene David dan Jhon C. Brierly, Mayor Legal System in the World Today, Steven
& Sons, London, 1978, p. 143-283. https://books.google.co.id/books?
id=qfpDDwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=Hukum+islam&hl=id&sa
=X&ved=0ahUKEwjWmM7Z-
eLdAhXJQI8KHc4QBmsQ6AEIJDAA#v=onepage&q=Hukum
%20islam&f=false akses 30 September 2018
Sirin, Khaeron. Perkawinan Madzhab Indonesia: Pergulatan antara Negara,
Agama, dan Perempuan, Deepublish: 2018.
https://scholar.google.co.id/scholar?
cites=9352585363662939991&as_sdt=2005&sciodt=0,5&hl=id#d=gs_qab
s&p=&u=%23p%3DampGEJJKfxoJ

Anda mungkin juga menyukai