Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Papiledema merupakan suatu pembengkakan diskus saraf optik sebagai akibat sekunder
dari peningkatan tekanan intrakranial. Berbeda dengan penyebab lain dari pembengkakan diskus
saraf optik, pengelihatan biasanya masih cukup baik pada papiledema akut. Tampilan diskus
pada papil edema tidak dapat dibedakan dari edema oleh penyebab lain (contohnya papililtis)
yang mana secara tidak spesifik diistilahkan dengan edema diskus optikus.

Papiledema hampir selalu timbul sebagai fenomena bilateral dan dapat berkembang dalam
beberapa jam sampai beberapa minggu. Istilah ini tidak dapat digunakan untuk menggambarkan
pembengkakkan diskus saraf optik yang disebabkan oleh karena infeksi, infiltratif, atau
peradangan.

Papil edema dapat terjadi pada usia berapa pun, kecuali pada masa bayi, sebelum
fontanela tertutup, temuan papil edema mungkin tidak ditemukan meskipun terjadi kenaikan
tekanan intrakranial.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Rumusan masalah pada tinjauan pustaka ini adalah:

1. Apakah tanda dan gejala serta diagnosis differensial papiledema?


2. Bagaimana penegakan diagnosis serta penatalaksanaan papiledema yang tepat?

1.3 TUJUAN
Tinjauan kepustakaan ini bertujuan menjelaskan mengenai gejala klinis, penegakan
diagnosa serta penatalaksanaan papilledema.

1
1.4 MANFAAT
Tinjauan pustaka ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada mahasiswa
kedokteran dan praktisi kedokteran agar dapat menambah wawasan mengenai penegakkan
diagnosis dan penanganan yang tepat pada kasus papilledema

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Papiledema adalah kondisi pembengkakan pada diskus optikus yang disebabkan oleh
peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Papiledema dapat berkembang pada berbagai usia, jenis
kelamin, dan berbagai kelompok ras/etnis (Lee and Lee, 2017). Gangguan penglihatan yang
diakibatkan oleh papiledema dapat terjadi bahkan dalam kasus peningkatan intrakranial ringan
melalui berbagai mekanisme patofisiologi (CLEMENS and THOMAS, 2007).

2.2 ANATOMI

Diskus optikus (papilla N. Opticus) merupakan bagian dari nervus optikus yang terdapat
intra okuler dimana dapat dilihat dengan pemeriksaan memakai alat Ophthalmoscope. Adapun
bagian-bagian dari Nervus Optikus yang mempunyai panjang 50,0 mm itu adalah sebagai
berikut:
o Bagian intra okuler sepanjang 0,70 mm
o Bagian intra orbita sepanjang 33,00 mm
o Bagian intra kanalikuler sepanjang 6,00 mm
o Bagian intra kranial sepanjang 10,00 mm

Ncrvus Optikus ini muncul dari belakang bola mata (orbita) melalui lubang pada sclera
dengan diameter sekitar 1,50 mm. Sedang letak dari pada diskus optikusnya berada sekitar 0,3
mm di bawah dan 1,0 mm disebelah nasal fovea centralis (Soeroso, 1979).

3
2.3 ETIOLOGI
a. Massa
Peningkatan volume intraserebral akibat massa dapat meningkatkan TIK yang
menyebabkan papiledema. Massa di infratentorial cenderung menimbulkan papiledema
dibandingkan massa di supratentorial karena menghalangi aliran ventrikel aquaductus
sylvian. Tumor otak pada anak-anak lebih sering ditemukan di fossa posterior.

b. Perdarahan Cerebral
Perdarahan Subarachnoid (SAH), akut subdural hematoma (SDH), and perdarahan
intraparenkim (IPH) dapat menyebabkan papilledema. Misalnya SAH menyebabkan
papilledema baik dengan menghalangi aliran CSF dalam sistem ventrikel atau dengan
menghalangi penyerapan CSF pada granulasi arachnoid.

4
c. Trauma
Papiledema yang terjadi pada pasien setelah trauma kepala biasanya ringan (tetapi
bervariasi) dan dapat berkembang dengan segera, terjadi beberapa hari setelah cedera,
atau hingga 2 minggu kemudian.

d. Meningitis
Meningitis dapat menyebabkan peningkatan tekanan intracranial dengan menimbulkan
edema serebri sekunder yang berat, hidrosefalus obstruktif, atau gangguan absorbsi CSF
oleh peradangan pada granulasi arachnoid. Frekuensi dari papilledema akibat meningitis
dilaporkan sedikit.

e. Hidrosefalus
Hidrosefalus obstruktif dikarenakan oleh kompresi sistem ventrikular atau yang berkaitan
dengan foramina. Beberapa penyebab hidrosefalus ialah neoplasma, intraventrikular atau
perdarahan subarachnoid, meningitis, dan kongenital stenosis aquaduktus.

f. Idiopatik Hipertensi Intrakranial (IHI)


Idiopatik Hipertensi Intrakranial juga dikenal sebagai pseudotumor cerebri primer. IHI
biasanya ditegakkan dari pengecualian kriteria diagnostik tertentu (misalnya, kriteria
Dandy). Kriteria ini meliputi: :tanda untuk TIK yang tinggi (misalnya, sakit kepala,
tinnitus pulsa-sinkron, papilledema, dan diplopia); Neuroimaging normal. IHI biasanya
terjadi pada wanita obesitas usia subur, tetapi juga bias dari segala usia, jenis kelamin,
dan tanpa obesitas. Faktor risiko untuk idiopatik hipertensi sekunder adalah penggunaan
zat eksogen seperti lithium, hormon (misalnya, hormon pertumbuhan, penggantian
tiroid), vitamin A analog (misalnya, retinoid), antibiotik (misalnya, nitrofurantoin, asam
nalidiksik, dan tetrasiklin, tapi terutama minocycline).

5
g. Obstruksi atau Gangguan Drainase Intrakranial
Obstruksi (misalnya thrombosis) dari drainase sistem kardiovaskular dapat meningkatkan
tekanan intracranial dan menyebabkan papilledema tanpa pembesaran dari ventrikel dan
dengan jumlah cairan serebrospinal normal. Kompresi atau thrombosis pada sistem
kardiovaskuler paling sering menyebabkan obstruksi pada superior sagittal dan sinus
transversal.

h. Kranium abnormal
Ruang intracranial bisa jadi lebih kecil pada beberapa tipe kraniosinostosis. Sekitar 12%–
15% dari pasien dengan sinostosis premature dari suture kranial dapat berkembang
menimbulkan papilledema.

2.4 PATOFISIOLOGI

Arteri retina sentral memasuki mata bersama-sama dengan nervus optikus dan diiringi
vena retina sentralis. Pintu masuk dan keluar arteri dan vena retina sentralis melalui
jaringan sclera yang kuat pada nervus optikus dapat terganggu pada keadaan-keadaan
yang menyebabkan peningkatan tekanan intracranial.

Pembengkakan diskus optikus disebabkan tertahannya aliran aksoplasmik dengan edema


intraaksonal pada daerah diskus saraf optikus. Ruang subarachnoid dilanjukan langsung
dengan pembungkus saraf optic. Oleh karena itu jika tekanan LCS meningkat maka
tekanan diteruskan ke saraf optik dan pembungkus saraf optic bekerja sebagai tourniquet
yang menghambat transport aksoplasmik. Ini menyebabkan penumpukan material di
lamina cribrosa sehingga menyebabkan pembengkakan khas pada saraf cranial.

Agar papiledema dapat terjadi, ruang subarahknoid disekitar saraf optic harus paten dan
berhubungan dengan saraf optikus retrolaminar melalui kanalis optikus ke ruang
subarachnoid intrakranium sehingga peningkatan tekanan intrakranium disalurkan ke
saraf optikusretrolaminar. Disana transpor aksonal yang lambat dan cepat terhambat dan
terjadi distensiakson yang jelas pada superior dan inferior dari diskus optikus sebagai

6
tanda awal dari papiledema. Hiperemia diskus, dilatasi telangiektasi kapiler permukaan,
pengaburan batas diskus peripapiler dan hilangnya denyut vena spontan terjadi pada
papiledema yang ringan. Edema disekitar diskus dapat menyebabkan penurunan
sensitivitas terhadap isopter-isopter kecil pada pemeriksaan lapangan pandang, tetapi
akhirnya akan jelas lipatanlipatan retinasirkumferensial disertai perubahan pada refleks
membran pembatas internal (garis Paton)sewaktu retina terdorong menjauhi diskus yang
terjepit. Sewaktu retina terdorong bintik buta juga akan meluas terhadap isopter besar
pada pemeriksaan lapangan pandang.

Pada papil edema akut akibat peninggian tekanan intrakranial yang


terusmenerus,ditemukan perdarahan dan bercak cotton wool yang menandai terjadinya
dekompensasi vaskular dan aksonal yang menjadi resiko terjadinya kerusakan akut saraf
optik dan defek lapangan pandang. Juga ditemukan edema peripapiler (yang dapat meluas
ke makula) danlipatan koroid.

Pada papil edema kronik, sebagai konsekuensi dari peninggian tekanan intrakranialyang
sedang ditemukan perdarahan dan bercak cotton wool. Pada peningkatan intrakranialyang
persisten diskus hiperemis dan berangsur-angsur menjadi putih keabu-abuan akibatgliosis
astrositik dan atrofi saraf disertai kontriksi sekunder pembuluh-pembuluh darah
retina.Mungkin juga terjadi pembuluh darah kolateral retinokoroidal yang disebut
denganoptikosilisaris yang menghubungkan vena retina sentralis dan vena koroid
peripapiler apabilasirkulasi vena retina terhambat di daerah prelaminar saraf optikus.

Diperlukan waktu 24 hingga 48 jam untuk pembentukan papil edema dini (early) dan
1minggu untuk pembentukan sempurna (established). Diperlukan 6-8 minggu untuk
papiledema yang terbentuk sempurna mereda dengan pengobatan. Penurunan TIK dan
perfusi sistolik yang tiba-tiba dapat menyebabkan penurunan penglihatan yang berat pada
semua tingkat papil edema.

7
2.5 GEJALA DAN TANDA
Gejala :
Seringkali gejala yang dikeluhkan seorang penderita dengan papilloedema adalah ringan
sekali atau malahan tanpa disertai keluhan sama sekali. Bilamana ada keluhan, maka ini
dapat berupa sakit kepala, muntah-muntah dan gangguan dalam berjalan. Gangguan di
atas mendorong penderita untuk memeriksakan dirinya ke dokter terutama dokter saraf.
Keluhan lainnya berupa gangguan penglihatan yaitu tiba-tiba mata menjadi kabur dan
dalam tiga sampai lima detik penderita sudah membaik lagi. Akan tetapi bilamana proses
sudah berjalan lama, maka gangguan penglihatannya sangat berat dan nyata.

Tanda-Tanda :
Tanda-tanda yang ditemukan seringkali merupakan tanda-tanda gabungan antara tanda
neurologis dan tanda ophthalmologis, walaupun tanda dari bagian sarafnya lebih
menyolok. Tanda neurologis yang sering dijumpai adalah : Ataxia, hemiparese atau
hemiplegia, parese dan paralyse saraf-saraf kranial yaitu : nervus kc V, VI, VII ; kejang,
occipital headache, aphasia, anosmia, deafness dan tinnitus, Foster Kennedy dan lainlain.

2.6 DIAGNOSIS
a. Anamnesa
Gejala yang sering muncul berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial yang
mendasarinya. Seperti gejala dan tanda yang disebutkan diatas.

b. Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan tanda vital, terutama tekanan darah untuk mengetahui adanya
hipertensi maligna,
 Tajam penglihatan, penglihatan warna dan pemeriksaan pupil seringkali normal.
Defek relatif aferen pupil biasanya tidak ditemukan. Defisi abduksi sebagai akibat
sekunder dari kelumpuhan saraf kranialis keenam terkadang dapat ditemukan
berkaitan dengan peningkatan tekanan intrakranial.

8
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium:
Pemeriksaan darah tidak spesific dalam mendiagnosis papiledema. Pemeriksaan
yang dapat dilakukan yaitu: darah lengkap, gula darah, angiotensin-converting
enzyme (ACE), laju endap darah (LED), dan serologi sifilis dapat membantu
dalam menemukan tandatanda penyakit infeksi, metabolik, atau peradangan.

2) Pemeriksaan fundus/ opthalmoskopi :

5 tanda klinis dari pembengkakan diskus optikus : (Sadun and Wang, 2019)
• Batas diskus optikus yang kabur
• Wadah diskus optikus yang penuh
• Ekstensi anterior dari ujung kepala saraf (3 diopters = 1 mm of elevation)
• Edem dari lapisan serat saraf
• Adanya lipatan retinal atau koroid atau keduanya

5 tanda vascular dari pembengkakan diskus optikus :


• Pembendungan vena dan pembuluh darah peripapilari
• Perdarahan papilari dan retinal peripapilari
• Infark pada lapisan serat sraf (cotton-wool spots).
• Hiperemis dari ujung saraf optik
• Terdapat eksudat dari diskus optikus

9
2.7 DIAGNOSA BANDING

1. PAPILLITIS atau NEURITIS OPTICA.


Biasanya terjadi unilateral. Tajam penglihatan sangat terganggu secara cepat dan berat,
adaptasi sinar sangat terganggu/reaksi pupil terganggu. Didapatkan adanya perivascular
sheath dan elevasi papil kurang dari 3 Dioptri. Blind spot melebar dan terdapat central
scotoma. Didapatkan juga mild hyperfluorescein dengan atau tanpa kebocoran.

2. PSEUDO PAPILLOEDEMA.
Biasanya bilateral dan congenital, tajam penglihatan menurun tapi masih dapat dikoreksi.
Seringkali pada hypermetropia dengan elevasi papil mencapai 6 Dioptri. Tidak ditemukan
adanya pembengkakan, eksudat dan perdarahan dan tidak ditemukan kebocoran dan
perembesan fluorescein diluar papil. Penyebabnya adalah : myelinated nerve fibres, drusen,
erescent (congenital, myopia), coloboma dan neoplasma pada diskus optikus.

2. 8 PENATALAKSANAAN
a. Obat-obatan (non bedah):
Terapi, baik secara medis ataupun bedah, disesuaikan dengan proses patologis yang
mendasarinya dan disesuaikan dengan temuan okuler.
 Diuretik: obat carbonic anhydrase inhibitor, acetazolamide (Diamox), dapat
berguna pada kasus tertentu, terutama pada kasus-kasus hipertensi intrakranial
idiopatik. (pada keberadaan trombosis sinus venosus, diuretik
dikontraindikasikan)
 Penurunan berat badan disarankan pada kasus hipertensi intrakranial idiopatik.
 Kortikosteroid efektif dalam kasus yang berkaitan dengan peradangan (contoh:
sarcoidosis).

b. Pembedahan:
 Lesi massa yang mendasarinya, jika ada, harus diangkat.
 Lumboperitoneal shunt atau ventriculoperitoneal shunt dapat digunakan untuk
memperbaiki aliran LCS.

10
 Dekompresi selubung saaf optik dapat dilakukan untuk mengurangi pemburukan
gejala okuler dalam kasus hipertensi intrakranial idiopatik yang tidak terkontrol
dengan obat-obatan. Prosedur ini menghilangkan sakit kepala persisten yang
terjadi.

c. Diet: Pembatasan diet dan konsultasi dengan ahli diet dalam kasus hipertensi
intrakranial idiopatik mungkin diperlukan.

2.9 PROGNOSIS
Prognosis dari papiledema ditentukan berdasarkan penyebab yang mendasarinya.
Kebanyakan pasien yang terkena tumor otak metastase prognosisnya sangat buruk.
Pasien yang cepat diketahui penyebabnya dan cepat ditatalaksana kemungkinan
prognosanya lebih baik. Penanggulangan yang kurang cepat dan tepat akan menjurus
pada papil atrofi.

11
BAB III

KESIMPULAN

Papil edema merupakan edema dari papil saraf optik akibat peningkatan tekanan
intrakranial (TIK). Sebagai contoh, jika tekanan cairan cerebrospinal (LCS) meningkat, maka
tekanannya akan diteruskan ke saraf optik, dan pembungkus saraf optik bekerja sebagai suatu
torniket untuk menghalangi transpor aksoplasmik. Hal ini menyebabkan penumpukan material
di daerah lamina kribrosa, menyebabkan pembengkakan yang khas pada saraf kepala.

Gejala yang terjadi pada pasien dengan papiledema adalah akibat dari peningkatan
tekanan intrakranial yang mendasarinya. Terapi, baik secara medis ataupun bedah, diarahkan
kepada proses patologis yang mendasarinya dan disesuaikan dengan temuan pada
pemeriksaan. Terapi spesifik harus diarahkan kepada lesi massa yang mendasarinya jika
ditemukan. Prognosis dari papiledema ditentukan berdasarkan penyebab yang mendasarinya.

12
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

CLEMENS, M. S. M. . and THOMAS, R. H. I. M. . (2007) ‘Mechanisms of visual loss in


papilledema’, 23(5), pp. 1–8. doi: 10.3171/FOC-07/11/E5.

Lee, A. and Lee, A. G. (2017) ‘Papilledema : epidemiology , etiology , and clinical


management’, pp. 46–57. doi: 10.2147/EB.S69174.

Sadun, A. A. and Wang, M. Y. (2019) Papilledema and Raised Intracranial Pressure. Fifth
Edit, Ophthalmology. Fifth Edit. Elsevier Inc. doi: 10.1016/B978-0-323-52819-1.00231-0.

Soeroso, dr. A. (1979) ‘Papilloedema’, (16), pp. 33–35.

WOLINTZ. A.H : Essentials of Clinical Neuro-Opththalmology. First Edition , P.G. Medical


Book . Little Brown and Company, Boston : 66 -- 71, 1976.

13

Anda mungkin juga menyukai