Anda di halaman 1dari 15

asuhan keperawatan pada abses otak

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “ASKEP ABSES OTAK”. Makalah ini kami
susun untuk memenuhi tugas mata kuliah KMB III.
Dalam penyusunan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-
kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan saran dari
semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah
selanjutnya.
Dalam penulisan makalah ini kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini
sehingga dapat selesai tepat waktu.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi
pihak yang membutuhkan, khususnya bagi kami sehingga tujuan yang diharapkan dapat
tercapai, Amiin.
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................................... i


Daftar Isi ............................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUA
A. Latar Belakang..................................................................................................................... 1
B. Tujuan.................................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian ............................................................................................................................ 2
B. Etiologi .................................................................................................................................3
C. Patofisiologi .........................................................................................................................4
D. Manifestasi Klinik ................................................................................................................7
E. Pemeriksaan Diagnostik .....................................................................................................10
F. Penatalaksanaan .................................................................................................................13
G. Komplikasi ........................................................................................................................ 14
H. Konsep Keperawatan ..........................................................................................................15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .........................................................................................................................15
B. Saran ...............15
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................16

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan
otak. Kasus ini bisa terjadi pada anak dan dewasa. Infeksi yang terjadi diakibatkan oleh
jamur, bakteri, parasit dan komplikasi lain, misalnya otitis media dan mastoiditis. Pada
pasien yang mengalami abses otak akan rentan terhadap komplikasi-komplikasi yang
sangat berbahaya bagi penderitanya, misalnya: gangguan mental, paralisis, kejang, defisit
neurologis fokal, hidrosephalus serta herniasi, oleh karena itu perlu adanya penanganan
yang serius terhadap kasus ini( Guyton, 1987)

B. Tujuan
Tujuan disusunnya asuhan keperawatan ini adalah:
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi kegiatan belajar mengajar dari mata kuliah Keperawatan
Medikal Bedah II (KMB II).

2. Tujuan Khusus
a. Memperoleh gambaran mengenai abses otak.
b. Dapat memahami tentang konsep asuhan keperawatan pasien dengan abses otak.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Abses otak (AO) adalah suatu proses infeksi yang melibatkan parenkim otak;
terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus yang berdekatan atau melaui
sistem vaskular. Timbunan abses pada daerah otak mempunyai daerah spesifik, pada
daerah cerebrum 75% dan cerebellum 25% ( Elizabeth J,2009).
Abses otak adalah kumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu kapsul dalam
jaringan otak yang disebabkan karena infeksi bakteri atau jamur. Abses otak biasanya
akibat komplikasi dari suatu infeksi, trauma atau tindak pembedahan. Keadaan-keadaan
ini jarang terjadi, namun demikian insidens terjadinya abses otak sangat tinggi pada
penderita yang mengalami gangguan kekebalan tubuh (seperti penderita HIV positif atau
orang yang menerima transplantasi organ). (Harsono, 1996)

B. Etiologi
Penyebab dari abses otak ini antara lain, yaitu:
1. Bakteri
Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob,
Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan
Baeteroides. Abses oleh Staphylococcus biasanya berkembang dari perjalanan otitis
media atau fraktur kranii. Bila infeksi berasal dari sinus paranasalis penyebabnya adalah
Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus dan Haemophilus influenzae. Abses
oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering merupakan komplikasi infeksi paru. Abses
pada penderita jantung bawaan sianotik umumnya oleh Streptococcus anaerob. (
Elizabeth J,2009).
2. Jamur
Jamur penyebab AO antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan
spesies Candida dan Aspergillus.
3. Parasit
Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus dapat
menimbulkan AO secara hematogen.
4. Komplikasi dari infeksi lain
Komplikasi dari infeksi telinga (otitis media, mastoiditis) hampir setengah dari
jumlah penyebab abses otak serta komplikasi infeksi lainnya seperti: paru-paru
(bronkiektaksis, abses paru, empisema), jantung (endokarditis), organ pelvis, gigi dan
kulit. (Barbara C, 1996)

C. Patofisiologi
Fase awal abses otak ditandai dengan edema lokal, hiperemia infiltrasi leukosit
atau melunaknya parenkim. Trombisis sepsis dan edema. Beberapa hari atau minggu dari
fase awal terjadi proses liquefaction atau dinding kista berisi pus. Kemudian terjadi
ruptur, bila terjadi ruptur maka infeksi akan meluas keseluruh otak dan bisa timbul
meningitis. ( Elizabeth J,2009)
AO dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di sekitar
otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung seperti
trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran hematogen
dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia alba dan
grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat
permukaan otak pada lobus tertentu.
AO bersifat soliter atau multipel. Yang multipel biasanya ditemukan pada
penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan ke kiri akan menyebabkan darah
sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi polisitemia. Polisitemia ini
memudahkan terjadinya trombo-emboli. Umumnya lokasi abses pada tempat yang
sebelumnya telah mengalami infark akibat trombosis; tempat ini menjadi rentan terhadap
bakteremi atau radang ringan. Karena adanya shunt kanan ke kin maka bakteremi yang
biasanya dibersihkan oleh paru-paru sekarang masuk langsung ke dalam sirkulasi
sistemik yang kemudian ke daerah infark. Biasanya terjadi pada umur lebih dari 2 tahun.
Dua pertiga AO adalah soliter, hanya sepertiga AO adalah multipel. Pada tahap
awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit
disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang disertai bintik
perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan
pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan
makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas
tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding
yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter.
D. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala awal dan umum dari abses otak adalah nyeri kepala, IM menurun
kesadaran mungkin dpat terjadi, kaku kuduk, kejang, defisit motorik, adanya tandatanda
peningkatan tekanan intrakranial. Tanda dan gejala lain tergantung dari lokasi abses. (
Elizabeth J,2009).
Lokasi Tanda dan Gejala Sumber Infeksi
Lobus frontalis 1. Kulit kepala lunak/lembut Sinus paranasal
2. Nyeri kepala yang terlokalisir di frontal
3. Letargi, apatis, disorientasi
4. Hemiparesis /paralisis
5. Kontralateral
6. Demam tinggi
7. Kejang

Lobus temporal1. Dispagia


2. Gangguan lapang pandang
3. Distonia
4. Paralisis saraf III dan IV
5. Paralisis fasial kontralateral
cerebellum 1. Ataxia ipsilateral Infeksi pada telinga
2. Nystagmus tengah
3. Dystonia
4. Kaku kuduk positif
5. Nyeri kepala pada suboccipital
6. Disfungsi saraf III, IV, V, VI.

E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien dengan kasus abses
otak, yaitu:
1. X-ray tengkorak, sinus, mastoid, paru-paru: terdapat proses suppurative.
2. CT scan: adanya lokasi abses dan ventrikel terjadi perubahan ukuran.
3. MRI: sama halnya dengan CT scan yaitu adanya lokasi abses dan ventrikel terjadi
perubahan ukuran.
4. Biopsi otak: mengetahui jenis kuman patogen.
5. Lumbal Pungsi: meningkatnya sel darah putih, glukosa normal, protein meningkat
(kontraindikasi pada kemungkinan terjadi herniasi karena peningkatan TIK). (Barbara C,
1996)

F. Penatalaksanaan
Penetalaksaan medis yang dilakukan pada abses otak, yaitu:
1. Penatalaksaan Umum
a) Support nutrisi: tinggi kalori dan tinggi protein.
b) Terapi peningktan TIK
c) Support fungsi tanda vital
d) Fisioterapi
2. Pembedahan
3. Pengobatan
a) Antibiotik: Penicillin G, Chlorampenicol, Nafcillin, Matronidazole.
b) Glococorticosteroid: Dexamethasone
c) Anticonvulsants: Oilantin.

G. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi yang akan terjadi pada pasien dengan abses otak
adalah:
1. Gangguan mental
2. Paralisis,
3. Kejang
4. Defisit neurologis fokal
5. Hidrosephalus
6. Herniasi

A. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ABSES OTAK


a. Pengkajian
1. Anamnesis
 Identitas klien ;usia, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tgl
MRS, askes dst.
 Keluhan utama ; nyeri kepala disertai dengan penurunan kesadaran
 Riwayat penyakit sekarang ; demam, anoreksi dan malaise, peninggian tekanan
intrakranial serta gejala nerologik fokal .
 Riwayat penyakit dahulu : pernah atau tidak menderita infeksi telinga (otitis media,
mastoiditis ) atau infeksi paru-paru (bronkiektaksis, abses paru, empiema ) jantung (
endokarditis ), organ pelvis, gigi dan kulit.

2. Pemeriksaan fisik
 KU
 Pola fungsi kesehatan :
Aktivitas/istirahat, adapun gejalanya :
a) Malaise
Tanda ;ataksia,masalah berjalan,kelumpuhan,gerakan involunter.
b) Sirkulasi
Gejala: adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis
Tanda: TD meningkat,nadi menurun (berhubungan peningkatan TIK dan pengaruh pada
vasomotor).
c) Eliminasi
Tanda: adanya inkontensia dan/atau retensi
d) Nutrisi
Gejala: kehilangan nafsu makan,disfagia (pada periode akut )
Tanda: anoreksia,muntah.turgor kulit jelek,membrane Mukosa kering.
e) Higiene
Tanda: ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri(pada periode akut).
f) Neurosensori
Gejala: sakit kepala,parestesia,timbul kejang, gangguan penglihatan
Tanda: penurunan status mental dan kesadaran,kehilangan memori, sulit dalam
mengambil keputusan,afasia,mata, Pupil unisokor (peningkatan TIK),nistagmus.kejang
umum lokal.
g) Nyeri /kenyamanan
Tanda: tampak terus terjaga. Menangis/mengeluh.
Gejala: Sakit kepala mungkin akan diperburuk oleh ketegangan;leher/punggung kaku.
h) Pernapasan
Gejala: adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda: peningkatan kerja pernapasan ( episode awal ). Perubahan mental (letargi sampai
koma) dan gelisah.
i) Keamanan
Gejala: adanya riwayat ISPA/infeksi lain meliputi ; mastoiditis, telinga tengah,
sinus,abses gigi; infeksi pelvis,abdomen atau kulit;fungsi lumbal, pembedahan, fraktur
pada tengkorak/cedera kepala.
Tanda: suhu meningkat, diaforesis, menggigil. Kelemahan secara umum; tonus otot
flaksid atau spastik: paralisis atau parese, Gangguan sensasi.

3. Prosedur diagnostic
Adapun pemeriksaan laboratoriumnya :
 LED meningkat dan mungkin disertai leukositosis.
Pemeriksaan penunjang :

 CT Scan
Mengidentifikasi dan melokalisasi abses besar dan abses kecil disekitarnya.
 Arteriografi
Menunjukkan lokasi abses di lobus temporal atau abses cerebellum.

b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan abses otak, yaitu:
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan, peningkatan
tekanan intra kranial (TIK).
2. Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan
status mental.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik.
4. Hipertermia berhubungan dengan infeksi.
5. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan cairan.

c. Intervensi
Intervensi yang direncanakan pada klien dengan abses otak, yaitu:
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan proses peradangan, peningkatan
tekanan intra kranial (TIK).
Kriteria hasil:
a) Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasi
b) Tanda vital dalam batas normal
c) Tidak terjadi defisit neurologi.
Intervensi Rasional
 Monitor status neurologi setiap 2 jam:  Tanda dari iritasi meningeal terjadi
tingkat kesadaran, pupil, refleks, akibat peradangan dan mengakibatkan
kemampuan motorik, nyeri kepala, peningkatan TIK.
kaku kuduk.  Perubahan tekanan nadi dan bradikardia
 Monitor tanda vital dan temperatur indikasi herniasi otak dan peningkatan
setiap 2 jam. TIK.
 Kurangi aktivitas yang dapat  Menghindari peningktan TIK.
menimbulkan peningkatan TIK: Mengurangi peningkatan TIK.
batuk, mengedan, muntah, menahan  Memfasilitasi kelancaran aliran darah
napas. vena.
 Berikan waktu istirahat yang cukup  Mengurangi edema serebral, memenuhi
dan kurangi stimulus lingkungan. kebutuhan oksigenasi, menghilangkan
 o
Tinggikan posisi kepala 30-40 faktor penyebab.
pertahankan kepala pada posisi
neutral, hindari fleksi leher.
 Kolaborasi dalam pemberian diuretik
osmotik, steroid, oksigen, antibiotik.

2. Resiko injuri: jatuh berhubungan dengan aktivitas kejang, penurunan kesadaran dan
status mental.
Kriteria hasil:
a) Mempertahankan tingkat kesadaran dan orientasi.
b) Kejang tidak terjadi.
c) Injuri tidak terjadi.
Intervensi Rasional
 Kaji status neurologi setiap 2 jam.  Menentukan keadaan pasien dan
 Pertahankan keamanan pasien seperti resiko kejang.
penggunaan penghalang tempat tidur,  Mengurangi resiko injuri dan
kesiapan suction, spatel, oksigen. mencegah obstruksi pernapasan.
 Catat aktivitas kejang dan tinggal  Merencanakan intervensi lebih lanjut
bersama pasien selama kejang. dan mengurangi kejang.
 Kaji status neurologik dan tanda vital
 Mengetahui respon post kejang.
setelah kejang.  Setelah kejang kemungkinan pasien
 Orientasikan pasien ke lingkungan. disorientasi.
 Kolaborasi dalal pemberian obat anti Mengurangi resiko kejang/
kejang. menghentikan kejang.

3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum, defisit neurologik.


Kriteria hasil:
a) Pasien dapat mempertahankan mobilisasinya secara optimal.
b) ntegritas kulit utuh.
c) Tidak terjadi atropi.
d) Tidak terjadi kontraktur.
Intervensi Rasional
 Kaji kemampuan mobilisasi.  Hemiparese mungkin dapat terjadi.
 Alih posisi pasien setiap 2 jam.  Menghindari kerusakan kulit.
 Lakukan mesage bagian tubuh yang  Melancarkan aliran darah dan
tertekan. mencegah dekubitus.
 Lakukan ROM pasive.  Menghindari kontraktur dan atropi.
 Monitor tromboemboli, konstipasi.  Komplikasi imobilitas.
 Konsul pada ahli fisioterapi jika  Perencanaan yang penting lebih
diperlukan. lanjut.

4. Hipertermia berhubungan dengan infeksi.


Kriteria Hasil:
a) Suhu tubuh normal 36,5 – 37, 5o C.
b) Tanda vital normal.
c) Turgor kulit baik.
d) Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.
Intervensi Rasional
 Monitor suhu setiap 2 jam.  Mengetahui suhu tubuh.
 Monitor tanda vital.  Efek dari peningkatan suhu adalah
 Monitor tanda-tanda dehidrasi. perubahan nadi, pernapasan dan
 Berikan obat anti pieksia. tekanan darah.
 Berikan minum yang cukup 2000  Tubuh dapat kehilangan cairan
cc/hari. melalui kulit dan penguapan.
 Lakukan kompres dingin dan hangat.  Mengurangi suhu tubuh.
 Mencegah dehidrasi.
 Mengurangi suhu tubuh melalui
proses konduksi.

5. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat, kehilangan cairan.


Kriteria Hasil :
a) Suhu tubuh normal 36,5 – 37, 5o C.
b) Tanda vital normal.
c) Turgor kulit baik.
d) Pengeluaran urine tidak pekat, elektrolit dalam batas normal.
Intervensi Rasional
 Ukur tanda vital setiap 4 jam.  Ketidak seimbangan cairan dan
 Monitor hasil pemeriksaan laboraturium elektrolit menimbulkan perubahan
terutama elektrrolit. tanda vital seperti penurunan tekanan
 Observasi tanda-tanda dehidrasi. darah, dan peningkatan nadi.
 Catat intake dan output cairan.  Mengetahui perbaikan atau
 Berikan minuman dalam porsi sedikit ketidakseimbangan cairan dan
tapi sering. elektrolit.
 Pertahankan temperatur tubuh dalam  Mencegah secara dini terjadi
batas normal. dehidrasi.
 Kolaborasi dalam pembeian cairan  Mengetahui keseimbangan cairan.
intravena.  Mengurangi distensi gaster.
 Pertahankan dan monitor tekanan vena  Penningkatan temperatur
setral. mengakibatkan pengeluaran cairan
lewat kulit bertambah.
 Pemenuhan kebutuhan cairan dengan
IV akan mempercepat pemulihan
dehidrasi.
 Tekanan vena sentral untuk
mengetahui keseimbangan cairan.

d. Evaluasi
Hasil evaluasi yang diharapkan setelah dilakukan implementasi dari intervensi
yang direncanakan, yaitu:
1. Mencapai perubahan tingkat kesadaran dan orientasi yang meningkat.
a. Menunjukkan peningkatan kesadaran.
b. Pandangan bagus
c. Menurunnya kelemahan motorik
d. Tanda vital dalam batas normal
e. Menunjukkan tidak terjadinya defisit neurologi
f. Menunjukkan tidak adanya refleks patologis.

2. Tidak terjadinya resiko yang dapat menyebabkan injuri


a. Menunjukkan peningkatan kesadaran
b. Tidak terjadi kejang
c. Peningkatan satus mental

3. Klien mampu beradaptasi terhadap ganggaun mobilitas fisik yang dialami


a. Menunjukkan mobilisasi secara aktif dan optimal
b. Menunjukkan integritas kulit yang utuh
c. Tidak terjadinya atropi
d. Tidak terjadinya kontraktur.
e. Menetapkan program istirahat dan latihan yang seimbang.
f. Menunjukkan partisipasi dalam perawatan.

4. Mencapai penurunan suhu tubuh


a. Menunjukkan tanda vital yang normal
b. Menunjukkan pengeluaran urine yang tidak pekat
c. Menunjukkan suhu tubuh normal
d. Menunjukkan turgor kulit yang baik

5. Mencapai kebutuhan nutrisi yang terpenuhi


a. Menunjukkan tanda-tanda nutrisi yang terpenuhi.
b. Mentaati program medikasi
c. Menujukkan nafsu makan yang baik
d. Menunjukkan intake makanan yang baik.
e. Menunjukkan peningkatan berat badan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Abses otak (AO) adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada jaringan
otak. Kasus ini bisa terjadi pada anak dan dewasa. Infeksi yang terjadi diakibatkan oleh
jamur, bakteri, parasit dan komplikasi lain, misalnya otitis media dan mastoiditis. Pada
pasien yang mengalami abses otak akan rentan terhadap komplikasi-komplikasi yang
sangat berbahaya bagi penderitanya, misalnya: gangguan mental, paralisis, kejang, defisit
neurologis fokal, hidrosephalus serta herniasi. Kasus ini dapat menyebabkan masalah
keperawatan, seperti: perubahan perfusi jaringan serebral, resiko injuri, kerusakan
mobilitas fisik, hipertermia, ketidakseimbangan cairan, nutrisi kurang dari kebutuhan
serta nyeri. (Elizabeth J, 2009)

B. Saran
Abses otak dapat menyebabkan perubahan status kesehatan pada penderitanya
serta dapat menimbulkan komplikasi yang dapat memperparah kondisi prognosis pada
klien dengan kasus tersebut. Oleh karena itu perlu adanya penanganan yang serius
terhadap kasus ini.
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi. EGC: Jakarta
Guyton. 1987. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit Edisi Revisi. EGC: Jakarta.
Harsono. 1996. Buku Ajar Neurologi Klinis. Edisi I. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press.
Jukarnain. 2011. Keperawatan Medikal – Bedah gangguan Sistem Persarafan.
Long, Barbara C. 1996. Keperawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan.Bandung: yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan.
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit Volume 1
Edisi 6. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai