Makalah Penceran Lingkungan
Makalah Penceran Lingkungan
Disusun Kelompok :
Kelas/Semester : C/VI
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia
serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
pencemaran pembangkit listrik ( BBM/Nuklir ), perawatan/pembersihan alat, tranpostasi air.
Dan juga kami berterimakasih kepada ibu Marlina Kamelia, M.Si selaku dosen mata kuliah
pencemaran lingkungan.
Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai spesiasi dan filogeni, oleh sebab itu kami berharap adanya kritik
dan saran demi perbaikan makalah yang telah dibuat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi sarapan yang membangun dan sebelumnya
kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami
ucapkan terimakasih.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1
C. Tujuan ......................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pencemaran Pembangkit Listrik ( Nuklir ) ....................................................................
B. Transportasi Air .............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Sebagai kondensator dari sikius uap air primer, kedua jenis pembangkit listrik di atas
memanfaatkan air dari sumber yang berdekatan dengan lokasinya. Oleh karena itu polusi air
yang disebabkan oleh masing-masing kurang lebih berimbang untuk ukuran generator yang
sama. Sebuah PLTN rata-rata beroperasi dengan efisiensi panas 33% (40% untuk PLTU).
Jadi kurang lebih dua pertiga dari panas yang dihasilkan oleh bahan bakar terpaksa dilepas ke
lingkungan meialui sikius pendingin. Untuk sebuah PLT (nuktir atau batubara) dengan
ukuran 1.000 MWe yang beroperasi dengan efesiensi 35%, dihasilkan sekitar 1.860 MW sisa
panas. Jika air diambil dengan debit 100 m3/s, maka air yang keluar dari sikius sekunder ini
akan mengalami kenaikan suhu sekitar 4,5oC, suatu angka yang cukup untuk menggangu
kesetimbangan ekosistim dari organisms yang hidup di sumber air tersebut. Dampak ini akan
bertambah lagi dengan adanya bahan-bahan kimia pemurni air yang dicampurkan sebelum air
tersebut masuk ke sikius pendingin.
Perlu disimak bahwa masalah radiasi bukan semata-mata berlaku untuk PLTN.
Misainya untuk kapasitas 1.000MWe, PLTN menghasilkan 50kCi radiasi yang sebagian
besar berasal dari gas Xenon dan Krypton sementara PLTU akan mengeluarkan 2Ci radiasi
yang keluar dari cerobong asapnya. Meskipun jumlahnya jauh lebih kecil, radiasi dari PLTU
mempunyai dampak kesehatan yang lebih besar karena kalau abu tersebut terhisap akan
menetap di paru-paru, sumsum tulang atau jaringan yang lain dan merupakan ancaman yang
kontinyu sementara radiasi PLTN lebih berupa sinar yang menembus tubuh dan tidak
menetap. Pada kedua kasus ini, radiasi yang dihasilkannya masih berada jauh dibawah limit
masing-masing.
Penanggulangan
Penanggulangan pencemaran laut, khususnya di perairan Indonesia, baik berasal dari kapal
maupun non-kapal seperti, pelabuhan, anjungan minyak dan gas, dan lain-lain sudah diatur
secara nasional dan internasional. Pada lingkup nasional, ketentuan tentang hal tersebut
antara lain diatur dalamUndang Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Peraturan
Presiden No. 109/ 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di
Laut, yang termasuk mengatur organisasinya di tingkat nasional, daerah dan industri/migas.
Sedangkan pada level internasional, masalah tersebut antara lain diatur dalam UNCLOS 82,
IMO Convention, Konvensi Marpol 73/78, dan CLC. Dengan kata lain, dari aspek payung
hukum sesungguhnya sudah cukup memadai. Namun pada pelaksanaannya tampak masih
perlu pembenahan. Akar penyebabnya, bukan pada penguasaan teknis dan prosedur yang
belum berjalan sebagaimana mestinya, melainkan dalam hal koordinasi dan sinergi antar
instansi yang belum maksimal. Dalam penanggulangan pencemaran laut, masing-masing
pihak cenderung jalan sendiri-sendiri. Kalau pun dapat berkoordinasi dan melakukan langkah
bersama itu pun cenderung lamban. Dalam kasus pencemaran dari pemboran minyak di
Celah Timur, misalnya, kejadian tersebut terjadi bulan Agustus 2009.
Koordinasi antar instansi dan departemen baru berjalan Desember dan hingga Januari
2010, belum ada tindakan pasti karena masih menunggu hasil penelitian yang akan dilakukan
oleh salah satu departemen. Demikian pula, dalam penanggulangan pencemaran perairan laut
di Pulau Batam. Inilah potret penanggulangan pencemaran laut di negeri ini. Pada hal
Padahal, berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) tentang Penanggulangan Keadaan
Darurat Tumpahan Minyak di Laut keterlibatan antar departemen terkait sangat diperlukan.
Agar penanganan tumpahan minyak dapat berjalan integratif. Keterlibatan berbagai instansi
pemerintah sangat diperlukan karena dampak tumpahan minyak sangatlah luas.
Penanggulangan tumpahan minyak sesungguhnya dapat dilakukan dengan membentuk
semacam badan penyelenggara (executing agency) untuk menangani tumpahan minyak
semacam National Contency plan (NCP). Atau dalam satu wadah yang melibatkan berbagai
instansi/departemen secara permanen.
1. Dalam kenyataan tenaga nuklir tidak mungkin dihapuskan dari dunia ini. Sampai
suatu saat dunia mempunyai alternatif baru yang lebih ekonomis dan lebih aman,
nuklir tetap memegang peranan yang penting. Adanya kecelakaan ini telah menunda
perkembangan industri nuklir, tetapi dalam waktu yang bersamaan telah
meningkatkan kesadaran untuk lebih menjaga segi keamanan.
2. Pencemaran laut oleh limbah kapal pencemaran laut untuk kesekian kalinya terjadi
di perairan sekitar Pulau Batam Kepulauan Riau. Gumpalan minyak mentah tidak
hanya mengapung menutup permukaan laut, tapi sebagian terdampar mengotori
pantai. Kehidupan masyarakat setempat terusik. Penanggulangan pencemaran laut,
khususnya di perairan Indonesia, baik berasal dari kapal maupun non-kapal seperti,
pelabuhan, anjungan minyak dan gas, dan lain-lain sudah diatur secara nasional dan
internasional. Pada lingkup nasional, ketentuan tentang hal tersebut antara lain diatur
dalamUndang Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Peraturan Presiden
No. 109/ 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut,
yang termasuk mengatur organisasinya di tingkat nasional, daerah dan
industri/migas.
DAFTAR PUSTAKA
Hadi, Setya. 1993. PLTN Sebagai Alternatif Pembangkit Energi Listrik Di Pulau Jawa.
Jurnal Cakrawala. Vol 1 No 1. 2003
https://www.kompasiana.com/pauluslondo/551096c1a33311cf39ba8559/pencemaran-laut-
oleh-limbah-kapal
https://www.elektroindonesia.com/elektro/ener14b.html